Dampak Pencurian Ikan terhadap Ekosistem Kelautan

terhadap penyelewengan jasa angkutan ini adalah nahkoda dan awak kabin kapal, kemudian pemilik kapal tidak diminta pertanggungjawaban pidana.

B. Dampak Pencurian Ikan terhadap Ekosistem Kelautan

Indonesia mempunyai potensi kekayaan laut sangat besar yang baru dapat dimanfaatkan sebagian kecilnya saja. Potensi ini kemudian dieksploitasi oleh pengusaha-pengusaha lokal dan asing baik melalui jalur legal maupun jalur illegal. Eksploitasi sumber daya kelautan khususnya perikakan lebih marak saat ini adalah jalur illegal. Perairan Indonesia dengan sumber daya laut yang kaya raya tidak luput dari illegal fishing yang dilakukan oleh warga negara asing WNA. 66 Potensi perikanan Indonesia secara keseluruhan mencapai 65 juta ton, terdiri 7,3 juta ton pada sektor perikanan tangkap dan 57,7 juta ton pada sektor perikanan budidaya. Hingga saat ini Indonesia menempati urutan ke-12 sebagai Negara pengekspor produk perikanan di bawah posisi Thailand dan Vietnam. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam laporan DKP sebagai berikut: 67 “Hasil evaluasi selama kurun waktu lima tahun terakhir produksi dari sektor perikanan terutama dari hasil penangkapan ikan mencapai 6,4 juta ton per tahun pada tahun 2000. Berdasarkan perhitungan dari harga di tingkat produsen maka nilai produksi tersebut mencapai Rp. 18,46 triliun, sedangkan untuk nilai ekonomi dari benih ikan laut mencapai Rp. 8,07 milyar. Begitu juga berdasarkan produksi pada kegiatan budidaya laut mencapai angka sebesar 994.962 ton dengan nilai sebesar Rp.1,36 triliun berdasarkan nilai pada tingkat produsen”. 66 Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Op.cit, hal. 14 67 Statistik Perikanan Tangkap DKP dalam Sekolah Pasca Sarjana IPB, Op.cit, hal. 5 Universitas Sumatera Utara Eksplotasi yang dilakukan mempergunakan sarana yang illegal yaitu dengan bahan peledak dan potasium sianida dalam mengeruk kekayaan ikan. Hal ini berdampak buruk bagi kesejahteraan nelayan lokal maupun kesinambungan usaha pengusaha legal. Dampak yang diakibatkan penggunaan bahan peledak dan potasium sianida antara lain: 68 1. Rusaknya terumbuk karang dan gugusan karang serta bibit rumput laut sebagai tempat bersarangnya ikan, dimana dalam proses terbentuknya membutuhkan waktu ratusan tahun. 2. Matinya ikananak ikan ikan kecil 3. Matinya plankton-plankton, matinya organisme lainnya yang hidup di laut, matinya tumbuh-tumbuhan laut rumput laut dll, sehingga dampak tersebut telah menghancurkan dan merusak ekosistem laut. Ekosistem kelautan merupakan sistem pendukung kehidupan manusia life- support system di muka bumi spaceship earth. Ekosistem kelautan sebagai pendukung kehidupan juga ditentukan oleh beberapa persyaratan, antara lain: 1. Jumlah jenis hayati herbivore phytoplankton atau tanaman hijau yang dapat menyediakan makanan bagi jenis kehidupan lainnya dalam mata rantai makanan atau food web. Di sini kita bicara tentang proses fotosintesa dengan bantuan zat hijau chlorophy yang mengubah energi matahari menjadi zat makanan dan oksigen bagi kesegaran jasmani lingkungan yang sehat dan baik. 68 Ibid Universitas Sumatera Utara 2. Stabilitas ekosistem lingkungan tergantung kepada tingkat kemurnian jalinan komponen lingkungan stability of ecological system depends on complexity. Ini berarti hilangnya satu jenis spesies saja akan mengurangi tingkat kerumitan sistem, dan selanjutnya akan mengurangi stabilitas lingkungan alami sehingga planet bumi sebagai ekosistem besar akan terancam pula. Hal ini dapat digambarkan dengan komputer yang tergantung kepada kerumitan sistem transistor yang diibaratkan dengan species dan ekosistem. 69 Ekosistem perairan pesisir seperti estuaria, hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang mempunyai potensi yang sangat besar untuk menunjang produksi perikanan. 70 Produktivitas primer rata-rata diperairan pesisir dapat mencapai lebih dari 500 g Cm2tahun. Nilai produktivitas primer ini sangat tinggi dibandingkan dengan produktivitas primer laut dangkal pada umumnya, yaitu sekitar 100 g Cm2thn atau diperairan laut dalam yang hanya sekitar 50 g Cm2tahun. 71 Ekosistem tersebut diketahui pula memiliki produktivitas sekunder yang cukup tinggi. Potensi sumberdaya alam hayati ekosistem perairan pesisir, berikut diuraikan potensi ekologis masing-masing ekosistem di wilayah pesisir. Ekosistem hutan mangrove merupakan perpaduan antara dua habitat yaitu teristrial dan akuatik. Perpaduan ini menjadikan ekosistem hutan mangrove memiliki karakteristik khas, baik ditinjau dari segi fisiografi maupun keragaman biota yang terintegrasi dalam 69 M. Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Edisi Revisi, Bandung: Alumni, 2001, hal. 4-5 70 Mann, K.H, Ecology of Coastal Waters: a System Approach, In Anderson, D.J., P. Greic- Smith, and F.A. Pitelka eds. Studies in ecology, vol.8. University of California Press, California, 1982, hal. 14 71 Ryther, J.H, Potential productivity of the Sea, Science 130: 602 – 608, 1959, hal. 7 Universitas Sumatera Utara sistem ekologi Mangrove. Interaksi-interaksi tersebut terjadi secara alami berada dalam tatanan yang saling mendukung satu sama lain secara serasi dan seimbang. Keserasian hubungan antara komponen sistem yang alamiah inilah yang akan membentuk kekhasan suatu wilayah atau ekosistem. Ekosistem alami yang telah mencapai keseimbangan ini selalu bersifat dinamis dan tingkat kedinamisannya berbeda antara satu ekosistem dengan ekosistem lainnya. Ekosistem hutan mangrove dikenal sebagai ekosistem yang paling dinamis dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan di sekitarnya. Hutan mangrove mempunyai fungsi protektif dan pendukung ekosistem perairan. Secara fisik hutan mangrove merupakan daerah penyangga yang dapat melindungi pantai dari intrusi, abrasi dan secara spesifik dapat berperan sebagai penyaring filter terhadap berbagai limbah dari kawasan pantai sekitarnya. Hutan mangrove juga mempunyai produktivitas hayati yang tinggi. Produktivitas primer hutan mangrove dapat mencapai 5.000 g Cm2tahun. 72 Walaupun produktivitas mangrove tinggi, namun dari total produksi daun tersebut hanya sekitar 5 yang dikonsumsi langsung oleh hewan-hewan terestrial pemakannya, sedangkan sisanya 95 masuk ke lingkungan perairan sebagai debris dalam bentuk serasah. 73 Tingginya bahan organik di perairan hutan mangrove, menjadikan tempat ini sebagai tempat pemijahan spawning ground, pengasuhan nursery ground, dan pembesaran atau mencari makan feeding ground dari beberapa ikan atau hewan- 72 Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Jakarta: PT. Pramadya Paramita, 1996, hal. 18 73 Dahuri. R, Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan, Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, 2003, hal. 7 Universitas Sumatera Utara hewan tertentu, sehingga di dalam hutan mangrove terdapat sejumlah besar hewan- hewan air, seperti kepiting, moluska, dan invertebrate lainnya, yang hidupnya menetap di kawasan hutan. Namun, ada pula hewan-hewan air tertentu, seperti udang-udangan dan ikan, yang hidupnya ke luar masuk hutan mangrove bersama arus pasang-surut. Oleh karena itu hutan mangrove mempunyai “arti” yang sangat penting bagi keberlanjutan perikanan. Terumbu karang sering dijumpai di ekosistem perairan yang sangat miskin akan unsur hara dan mempunyai produktivitas primer yang rendah, terumbu karang juga berfungsi sebagai tempat pemijahan spawning ground, pengasuhan nursery ground, dan pembesaran atau mencari makan feeding ground dari beberapa ikan atau hewan-hewan tertentu. 74 Penanggulangan terhadap dampak pencurian ikan terhadap ekosistem kelautan diarahkan agar terciptanya pembangunan berkelanjutan sustainable develompment di bidang kelautan melalui kebijakan-kebijakan nasional berkaitan dengan upaya preventif atau pencegahan kerusakan ekosistem kelautan. Prinsip pembangunan berkelanjutan antara lain: 75 1. Prinsip keadilan antar generasi intergenerational equity. Prinsip ini mengandung manka bahwa setiap generasi umat manusia di dunia memiliki hak untuk menerima dan menempati bumi bukan dalam kondisi yang buruk akibat perbuatan generasi sekeluarga. 74 Ibid 75 Mas Achmad Santosa dalam Syamsuharya Bethan, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Industri Nasional, Sebuah Upaya Penyelematan Lingkungan Hidup dan Kehidupan Antar Generasi, Bandung: Alumni, 2008, h lm. 33-34 Universitas Sumatera Utara 2. Prinsip keadilan dalam satu generasi intragenerational equity. Prinsip ini berbicara tentang keadilan di dalam sebuah generasi umat manusia dan beban dari permasalahan lingkungan harus dipikul bersama oleh masyarakat dalam satu generasi. 3. Prinsip pencegahan dini precautionary principles. Prinsip ini mengandung suatu pengertian bahwa apabila terdapat ancaman yang berarti atau adanya ancaman kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan, ketiadaan temuan atau pembuktian ilmiah yang konklusif dan pasti, tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda upaya-upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. 4. Prinsip perlindungan keragaman hayati conservation of biological diversity. Prinsip ini merupakan prasarat dari berhasil tidaknya pelaksanaan prinsip keadilan antar generasi. Perlindungan keberagaman hayati juga terkait dengan masalah pencegahan, sebab mencegah kepunahan jenis dari keragaman hayati diperlukan demi pencegahan dini. 5. Prinsip internalisasi biaya lingkungan. Kerusakan lingkungan dapat dilihat sebagai akibat dari suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan ekonomi tersebut. Oleh karena itu, biaya kerusakan lingkungan harus ditanggung oleh pelaku kegiatan ekonomi dan diintergrasikan ke dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penggunaan sumber-sumber alam tersebut. Menurut Emil Salim, bahwa pola pembangunan berkelanjutan semakin diterima sebagai koreksi terhadap pola pembangunan konvensional. Ada perbedaan mendasar antar pembangunan berkelanjutan dan pembangunan konvensional, antara Universitas Sumatera Utara lain: 76 Pertama, pemakaian sumber daya alam pada pembangunan berkelanjutan menjaga keutuhan fungsi ekosistemnya, sedangkan sumber daya alam pada pembangunan konvensional dikelola terlepas dari fungsi ekosistemnya. Fungsi keterkaitan, keanekaragaman, keselarasan dan keberlanjutan ekosistem diabaikan sepenuhnya. Kedua, dampak pembangunan terhadap lingkungan pada pembangunan berkelanjutan diperhitungkan dengan menerapkan analisis sehingga dampak negatif dikendalikan dan dampak positif dikembangkan. Dalam pembangunan konvensional tidak diterapkan sistem analisis, sehingga dampak kerusakan lingkungan terutama oleh perusahaan tidak diperhitungkan. Ketiga, pembangunan berkelanjutan memperhitungkan kepentingan generasi masa depan, bahkan diusahakan tercapainya keadilan antar generasi sehingga kualitas dan kuantitas sumber daya alam dijaga keutuhannya untuk generasi masa depan. Dalam pembangunan konvensional tidak terdapat secara eksplisit, orientasi perhatian terhadap nasib generasi masa depan. Keempat, pembangunan berkelanjutan berwawasan jangka panjang, sedangkan pada pembangunan konvensional memiliki prespektif jangka pendek, sehingga keputusan yang diambil pun tidak sesuai dengan kepentingan pengembangan jangka panjang. Kelima, hasil pengelolaan sumber daya alam dalam pembangunan berkelanjutan memperhitungkan menciutnya sumber daya alam akibat proses pembangunan. Sebaliknya pembangunan konvensional tidak memperhatikan penciutan sumber daya alam akibat penggunaannya. Keenam, pembangunan berkelanjutan secara sadar turut memperhitungkan komponen lingkungan yang tidak dipasarkan seperti nilai sumber daya hayati yang utuh di hutan, bebas polusi, bebas kebisingan dan lain-lain sehingga 76 Emil Salim dalam Ibid, hal. 85 Universitas Sumatera Utara proses ekonomi secara integral memperhitungkan kualitas lingkungan. Sebaliknya dalam pembangunan konvensional tidak dimasukkan komponen lingkungan yang tidak dipasarkan sehingga udara, sungai, laut dan komponen media lingkungan secara gratis bisa dicemari tanpa kenaikan biaya. Pembangunan berkelanjutan sustainable development menurut Joint Group of Experts on The Scientific Aspect of Marine Environment Protection GESAMP mendefinisikan sebagai “pembangunan yang dapat mempertemukan kebutuhan pada saat ini tanpa melupakan kebutuhan generasi mendatang”. Lebih spesifik lagi dinyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam dan orientasi perubahan-perubahan teknologi dan institusi untuk memenuhi kesejahteraan manusia pada saat ini dan masa yang akan datang”. Bila pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan pembangunan pesisir dan lautan diterapkan, maka secara teknis dapat didefinisikan bahwa “pembangunan pesisir dan lautan berkelanjutan sustainable coastal-marine development adalah suatu upaya pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat dalam kawasan pesisir dan lautan sedemikian rupa sehingga laju tingkat pemanfaatannya tidak melebihi daya dukung carrying capacity kawasan pesisir dan lautan untuk menyediakannya sehingga kebutuhan dan kesejahteraan manusia pada saat ini dan mendatang dapat terpenuhi ”. 77 77 Dahuri. R,, Loc.cit Universitas Sumatera Utara

C. Illegal Fishing dan Pelanggaran Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan