4. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 475KptsIK.12071985 tentang
Perizinan bagi orang atau Badan Hukum Asing untuk Menangkap Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
5. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 476KptsIK.1201985 tentang
Penetapan Tempat Melapor bagi Kapal Perikanan yang mendapat Izin Menangkap Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
6. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 477KptsIK.120.71988 tentang
Perubahan Besarnya Pungutan Penangkapan Ikan bagi orang atau Badan Hukum Asing yang Melakukan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
7. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 277Kpts.IK.12051987 tentang
Perizinan Usaha di Bidang Penangkapan Ikan di Perairan Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.
8. Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 816KptsIK.120111990 tentang
Perizinan Usaha Perikanan 9.
Keputusan Menteri Pertanian Nomor 392KptsIK.120499 tentang Jalur-jalur penangkapan ikan.
B. Hambatan Penegakan Hukum oleh Polri terhadap Pemberantasan Praktek
Illegal Fishing
Penegakan hukum terhadap tindak pidana pencurian ikan di perairan Indonesia menurut UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu: tindakan
pencegahan prevention, tindakan represif dari tindakan-tindakan lain dari pemerintah Indonesia dalam upaya meningkatkan sosial ekonomi masyarakat dan
pemanfaatan sumber daya alam secara profesional. Hambatan yang ditemui oleh Polri dalam penegakan hukum di bidang perikanan yakni penyusunan perencanaan
pelibatan khususnya yang berkaitan dengan kualifikasi dan kuantitas sumber daya manusia belum sepenuhnya didasarkan atas arah dan tujuan perencanaan operasi,
sehingga terjadi miss komunikasi serta kesalahan dalam penentuan sasaran.
112
Hal ini dapat dilihat dari sarana prasarana berupa alut dengan pelibatan personil dalam
perencanaan operasi pemberantasan illegal fishing di wilayah perairan Indonesia.
112
Hasil wawancara dengan Penyidik pada Dit Pol Air Polda Sumatera Utara, tanggal 24 Juli 2010
Universitas Sumatera Utara
Optimalisasi pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terluar di selat malaka yang dilakukan oleh Dit Pol Air Polda Sumatera Utara khusunya dalam
penegakan hukum, dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Dalam prakteknya, keberadaan faktor-faktor ini dapat mendukung
pencapaian optimalisasi yang memadai dan dapat pula menjadi penghambat. Oleh karena itu, keberadaan faktor-faktor ini harus dapat dikelola dengan baik agar dapat
memberikan kontribusi positif bagi pengoptimalan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terluar. Dengan melakukan analisa terhadap kondisi faktual yang
mempengaruhi optimalisasi pengamanan wilayah perbatasan dan pulau terluar di selat malaka, maka diperoleh beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu:
113
1. Internal
a. Kekuatan
1 Melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Konvensi
PBB hukum laut, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konversi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang, UU NO 61996
Tentang Perairan Indonesia, UNCLOS 1982, PP NO 382002 Tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan
Indonesia merupakan kerangka hukum yang dijadikan dalam rangka pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar serta
perlindungan terhadap kedaulatan NKRI 2
Melalui Undang-undang No. 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Polri telah memulai melakukan reformasi
melalui redefinisi, reposisi dan restrukturisasi kelembagaan dengan
113
Ibid
Universitas Sumatera Utara