Komik Jepang TINJAUAN UMUM MENGENAI KOMIK DAN HATARAKISUGI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI KOMIK DAN HATARAKISUGI

2.1 Komik Jepang

2.1.1 Sejarah Munculnya Komik di Jepang Kata manga adalah kata yang biasa digunakan untuk penyebutan komik di Jepang. Sebelum munculnya istilah manga, yang diciptakan oleh Katsuhika Hokusai, terlebih dahulu harus melihat urutan peristiwa ke belakang yang menjadi akar munculnya manga. Sejarah komik di Jepang diawali dengan masuknya agama Buddha di Jepang pada sekitar abad VI-VII. Para biarawan Buddha membuat lukisan-lukisan gulung yang menggambarkan berbagai kisah. Lukisan gulung ini menggunakan berbagai simbol untuk menandai perubahan waktu, misalnya, sakura berbunga, daun mapel, atau simbol-simbol lain yang biasanya dimengerti oleh orang Jepang. Simbol-simbol ini menunjukkan urutan gambar sehingga dapat membentuk suatu rangkaian cerita. Salah satu cerita yang paling terkenal pada masa ini adalah Chōjūgiga Animal Scroll yang menggambarkan binatang-binatang yang bertingkah laku seperti manusia dan bahkan meniru tingkah laku pendeta Buddha. Chōjūgiga adalah contoh kesenian komik naratif Jepang yang bertahan paling Universitas Sumatera Utara lama. Gulungan tidak terdiri dari halaman-halaman atau penggambaran dibatasi dalam panel-panel seperti komik pada saat ini, melainkan mereka dibentuk dengan satu rangkaian kesatuan. Pada awalnya mereka disertai dengan teks, tetapi karena panjangnya gulungan dapat mencapai 80 kaki dan terdapat penyesuaian gaya, sering membuat ini tidak berguna. Tema yang biasa digunakan adalah tema yang bersifat keagaaman, tetapi ada juga yang bertemakan humor. Pada pertengahan abad ke-17, terjadi perkembangan bentuk kartun keagamaan yang awalnya mengandung humor berubah menjadi bentuk yang serius. Ini disebut dengan Zenga atau “gambar Zen”. Tetapi kemudian, seiring dengan perkembangannya terdapat juga gambar-gambar Zen yang bersifat humor. Tetapi gambar-gambar Zen dan lukisan-lukisan gulung jarang dilihat oleh orang-orang biasa. Hampir semua kesenian pada zaman dahulu merupakan milik golongan pendeta, golongan ningrat, dan keluarga-keluarga prajurit yang kuat. Sehingga orang-orang biasa haus akan kesenian yang menghibur, dan pada pertengahan abad ke-17, kartun-kartun yang simpel dijual dengan sangat laku di dekat kota Ōtsu, dekat Kyoto. Ōtsu-e, atau “gambar-gambar Ōtsu,” pada awalnya merupakan jimat penganut Buddha bagi para wisatawan tetapi kemudian menjadi tidak dibatasi. Akhirnya, ōtsue diproduksi dalam jumlah ribuan oleh pekerja- pekerja tangan yang ahli dengan menggunakan pola-pola kertas dalam bentuk cetakan kasar. Penemuan teknologi cetak memunculkan karya-karya cetakan yang lain. Cetakan-cetakan yang paling terkenal disebut dengan ukiyo-e–ilustrasi dari “Dunia Terapung” sebuah masa yang bernada ketidakpastian hidup dan pencarian kesenangan hawa nafsu. Ukiyo-e awalnya kasar dan menggunakan cetakan satu Universitas Sumatera Utara warna. Tetapi kemudian ukiyo-e menggambarkan kesenangan dan hari di masa lalu–pakaian, tempat terkenal untuk dikunjungi, idola teater kabuki yang terakhir, dan kisah-kisah bersejarah–yang dicetak dalam warna-warna yang beragam. Seperti komik saat ini, ukiyo-e adalah kebudayaan yang populer di masa itu. Ukiyo-e berenergi, menarik, murah, menghibur, dan lucu. Hokusai Katsuhika 1760-1849, adalah seorang seniman ukiyo-e yang telah menerbitkan 15 volume gambar-gambarnya dan merupakan orang pertama di Jepang yang menciptakan kata manga. Kata manga diciptakan pada tahun 1814, dengan menggunakan dua karakter kanji yaitu 漫 Man, yang berarti tanpa sengaja dan 画 Ga, yang berarti gambar. Hokusai secara jelas ingin menggambarkan sesuatu seperti “sketsa yang tidak beraturananeh.” Tetapi penggunaan kata manga tidak langsung populer seperti saat ini, masih banyak penggunaan istilah lain setelah terciptanya kata manga. Beberapa seniman ukiyo-e juga mencoba membuat shunga atau “gambar- gambar musim semi,” yang menggambarkan layaknya komik erotis saat ini. Teknologi cetak pada zaman Edo juga digunakan untuk membuat apa yang disebut dunia dengan “buku-buku komik.” Seperti lukisan-lukisan gulung sebelumnya, buku ini tidak terdapat panel dan kata-kata di dalam bulatan seperti komik saat ini. Melainkan, gambar terdiri dari 20 halaman atau lebih, dengan atau tanpa teks, dan diikat dengan tali atau dibuka seperti alat musik akordion. Pada tahun 1702, Shumboku Ōoka menulis sebuah buku kartun yang dinamakan Tobae Sankokushi , yang menggambarkan kenakalan pria kecil dengan kaki yang panjang dan bersenang-senang dalam suasana kehidupan sehari-hari di Universitas Sumatera Utara Kyoto, Osaka, dan Edo. Di daerah Osaka dikenal sebagai Toba-e–“gambar- gambar Toba.” Toba-e dicetak dalam satu warna dan dikumpulkan ke dalam buku kecil, dan kadang-kadang gambar-gambar disertai dengan fabel berteks. Seperti ōtsue, toba-e terjual ribuan. Kemudian ada Kibyōshi, atau “yellow-cover books”, buku-buku kecil yang terdiri dari cetakan satu warna dan sering diterbitkan secara berseri. Kibyōshi terkenal di akhir abad 18. Tidak seperti toba- e, kibyōshi mempunyai jalan cerita yang kuat. Pada pertengahan abad 19, Jepang telah mempunyai banyak tradisi yang menghibur, kadang-kadang kurang sopan, dan sering berupa kesenian naratif. Bentuk kesenian dahulu akan menghilang dalam beberapa tahun yang akan datang, tetapi semangat karya-karya tersebut akan berlanjut untuk memberikan inspirasi kepada seniman-seniman dan akan mempengaruhi majalah-majalah komik dan buku-buku pada abad 20 di Jepang. 2.1.2 Perkembangan Komik di Jepang Masuknya armada laut pimpinan Komodor Perry 1853 membuka hubungan Jepang dengan dunia luar, dan sekaligus membawa pengaruh budaya luar ke Jepang termasuk perkembangan komik. Salah satunya adalah penerbitan The Japan Punch oleh Charles Wirgman yang dengan gaya Barat yang eksotik dengan cepat menangkap perhatian seniman-seniman Jepang. Akhir abad ke-19 juga ditandai beradaptasinya seniman Jepang dengan komik strip multi panel story manga . Salah satu yang menjadi tonggak adalah komik strip Jiji 1902 dan Miss Haneko si gadis tomboy yang dimuat di Tokyo Puck 1905. Komik strip Universitas Sumatera Utara yang ringan, lucu dan tidak spesifik memudahkannya diterima di kalangan masyarakat yang lebih luas. Inovasi-inovasi dari dalam negeri Jepang sendiri terhadap bentuk awal komik ini terus dilakukan, melahirkan sesuatu yang berbeda dari komik-komik luar yang menjadi inspirasi awalnya, seperti pendekatan teatrikal mengambil sudut pandang tokoh-tokohnya secara satu badan penuh, tidak secara close-up yang dilakukan Suiho Tagawa. Perkembangan ini sempat tersendat saat terjadi perang dunia kedua, tetapi telah memberikan inspirasi dan dasar bagi seniman-seniman komik Jepang generasi berikutnya, terutama seorang muda bernama Ozamu Tezuka 1928-1989. Beliau mendapat gelar “The God of Manga ” karena pengaruhnya yang luar biasa terhadap komik Jepang modern. Karya-karya beliau setelah akhir perang dunia kedua membuka era baru bagi dunia perkomikan Jepang. Kekalahan Jepang dalam perang dunia kedua membuat masyarakatnya membutuhkan hiburan-hiburan murah untuk bisa lari sejenak dari pahitnya kehidupan mereka saat itu. Salah satunya adalah melalui komik. Meskipun dibutuhkan, pada awalnya komik tetap merupakan hal yang sulit untuk diterbitkan, mengingat akibat yang ditimbulkan perang. Akhir dekade 1940-an, beberapa penerbit besar di Tokyo yang telah mampu memulai usahanya, ternyata lebih memilih menerbitkan buku cerita anak dibandingkan komik. Hal ini tidak mematahkan semangat para komikus generasi itu. Mereka pun mencoba berkarya lewat jalan lain yaitu Gekiga. Gekiga gambar-gambar dramatis mengambil jalan berbeda dari buku-buku anak, tampil lebih sederhana tetapi dengan cerita yang lebih nyata dan sejalan dengan kondisi pasca perang saat itu. Tidak mengherankan, kalau gekiga menjadi bacaan bagi kaum remaja dan Universitas Sumatera Utara dewasa. Para penulis gekiga ini nantinya akan bergabung dengan genre komik mainstream yang membuka satu jalan berkembangnya komik di masyarakat Jepang. Gekiga ini disebarluaskan melalui berbagai cara. Ada yang memanfaatkan cara kami-shibai teater kertas, yaitu sebuah kotak dengan dengan gambar yang bisa diganti-ganti dan diceritakan secara bergantian. Selain itu, melalui akabon buku merah, yang dicetak secara murah dengan format kecil dan dijual di toko- toko permen, warung di festival-festival dan di pinggir jalan kaki lima. Akabon juga memuat cerita-cerita untuk anak-anak. Beberapa penerbit juga memperbolehkan komikusnya untuk membuat cerita yang lengkap agar pembaca lebih puas. Inflasi yang terjadi ternyata membawa masalah karena membuat harga akabon menjadi naik, sehingga anak-anak tidak mempunyai kemampuan untuk membelinya. Tetapi kemudian anak-anak tidak kehilangan akal, mereka memilih untuk menyewa akabon dari taman bacaan kashiboya sehingga produksi komik tetap berlanjut tanpa kesulitan yang berarti. Masa keemasan taman bacaan ini berakhir sekitar tahun 1960-an, saat masyarakat Jepang mulai memfokuskan perhatian mereka pada bidang ekonomi. Pembaca kini mampu untuk membeli komik dan bacaan yang mereka inginkan dibandingkan menyewa dari taman bacaan. Peralihan ini juga mendorong para komikus yang tadinya membuat komik untuk kashiboya, sekarang terjun ke dunia industri komik yang lebih besar. Pada saat media televisi dan radio mulai menjadi pesaing yang serius karena perkembangan cerita bisa diikuti setiap minggunya, komik juga melakukan Universitas Sumatera Utara hal yang sama. Penerbit Kodansha dan Shogakukan kemudian mengeluarkan komik mingguan untuk anak-anak, terutama anak laki-laki shonen. Akibatnya, pembaca menjadi terbiasa memilih komik mingguan dan mulai meninggalkan komik bulanan. Untuk mendapatkan loyalitas pembaca, maka komik diterbitkan dalam bentuk kumpulan dan terbit mingguan. Majalah kumpulan komik ini biasanya terdiri beberapa judul komik yang masing-masing mengisi sekitar 30-40 halaman majalah itu. Apabila cerita-cerita dalam majalah tersebut populer, cerita-cerita dari majalah itu akan dibuat dalam bentuk tankobon buku kumpulan dari beberapa episode dari satu judul komik dan bunkabon sama seperti tankobon, hanya dengan format yang lebih kecil dan tebal atau dikenal dengan istilah volume. Bentuk komik seperti ini biasanya dicetak dengan kertas berkualitas tinggi dan berguna bagi orang yang tidak ingin membeli majalah komik mingguan yang memiliki beberapa judul. Untuk beberapa judul yang sukses, biasanya akan dibuat dalam versi anime ataupun versi manusia live action. 2.1.3 Komik Working Man Aku ingin mati dengan rasa puas karena telah bekerja,” kata Hiroko Matsukata, pahlawan wanita dalam komik Hataraki Man Working Man. Komik yang pada awalnya diterbitkan secara serial dalam majalah mingguan Morning ini, menggambarkan kehidupan Matsukata sebagai editor majalah yang bekerja keras dan interaksinya dengan rekan kerjanya di bagian editorial tajuk rencana. Komik ini menggambarkan keadaan kantor yang khas, dimana tokoh utama terkadang Universitas Sumatera Utara bertentangan dengan sesuatu di sekitarnya, tetapi selalu bekerja semaksimal mungkin. Komik ini tergolong dalam komik yang sukses. Terbukti dengan terjualnya 1.8 juta kopi komik, dilanjutkan dengan rilisnya versi anime pada tahun 2006, dan bahkan komik ini telah dibuat versi manusia-nya live action yang ditayangkan secara serial di televisi pada Oktober 2007. Moyoco Anno, penulis Hataraki Man mengatakan “ aku ingin menulis sebuah cerita yang akan memberikan penghiburan pada orang-orang yang mendedikasikan diri mereka secara total pada pekerjaan mereka tetapi kadang kala mereka punya waktu yang sulit karena kolega-kolega mereka tidak mengerti mereka.” Itulah tujuan sang penulis Hataraki Man menerbitkan komik ini. Namun sayang, ditengah banyaknya pembaca-pembaca setia yang merespon komik ini, penerbitannya harus dihentikan. Sebuah situs menyebutkan “Komikus Moyoco Anno mengumumkan pada blog hariannya bahwa dia akan menghentikan pekerjaannya membuat komik demi kesehatannya. Anno meminta maaf kepada pembaca-pembaca setianya dan mengatakan istirahatnya yang sekarang ini akan memakan waktu yang lama. Dia juga mengatakan bahwa dia masih ingin menggambar komik pada akhirnya dan mengharapkan pembaca-pembacanya akan mengikuti karyanya ketika dia kembali.” 2.1.4 Riwayat Pengarang Moyoco Anno 安野モヨコ adalah seorang mangaka komikus dan penulis buku fashion asal Jepang, yang lahir pada tanggal 26 Maret 1971. Komik- Universitas Sumatera Utara komik dan buku-bukunya sangat terkenal di kalangan wanita-wanita muda di Jepang. Pada dasarnya, ia menulis komik dengan genre shojo komik yang diperuntukkan untuk perempuan. Anno termasuk dalam delapan komikus yang terkenal pada kategori wanita, dan termasuk dalam tiga belas komikus terkenal pada kategori umum. Anno menikah dengan sutradara anime terkenal yaitu Hideaki Anno. Komik telah mempunyai tempat yang spesial dalam kehidupan Anno. Pamannya adalah seorang komikus yang terkenal dan dia memutuskan untuk mengikuti jejak pamannya sejak dini. Anno mulai bekerja sebagai komikus pada saat di sekolah tinggi dan membuat debutnya dalam majalah komik anak perempuan Bessatsu Friend, secara langsung setelah lulus sekolah. Dia menjadi terkenal dalam waktu singkat dalam usia dua puluhan dengan penerbitan Happy Mania, sebuah komik yang menggambarkan kehidupan percintaan yang kompleks, seorang pahlawan wanita Kayoko Shigeta. Kemudian komik ini ditayangkan secara berseri di televisi pada tahun 1998. Sejak saat itu, Anno memproduksi komik yang sukses di pasaran. Judul yang paling terkenal adalah Sugar Sugar Rune, sebuah cerita tentang dua penyihir kecil yang berkompetisi untuk menjadi ratu dalam dunia sihir. Serial ini muncul dalam majalah anak perempuan Nakayoshi dan diperuntukkan untuk anak perempuan usia sekolah dasar. Ada juga yang berjudul Sakuran yang menceritakan kisah pelacur pada Zaman Edo 1603-1867, yang kemudian dibuat dalam bentuk film pada tahun 2006. Selain itu, ada juga komik yang berjudul Hataraki Man yang menggambarkan kehidupan Hiroko Matsukata, seorang Universitas Sumatera Utara penggila kerja, yang bekerja sebagai editor majalah. Kemudian komik ini juga ditayangkan secara serial di televisi pada Oktober 2007. Karya-karya Moyoco Anno adalah: 1. Flowers Bees 花とみつばち hana to mitsubachi 2. Happy ManiaHataraki Man 3. Sakuran 4. Sugar Sugar Rune 5. Jelly Beans manga ジェリービーンズ jerī bīnzu 6. Love Master X ラブマスターX rabu masutā x 7. Angelic House エンジェリック・ハウス enjerikku・hausu 8. In The Clothes Named Fat 脂肪という名の服 shibō toiu na no fuku 9. Baby G ベイビーG beibī G 10. Tundra Blue Ice ツンドラブルーアイス Tsundora Burū Aisu 11. Chō Kanden Shōjo Mona 超感電少女モナ 12. Kantoku Fuyuki Todoki 監督不行届 Kantoku Fuyuki Todoki 13. Moonlight Himejion 月光ヒメジオン Moonlight Himejion 2.1.5 LatarSetting Komik Universitas Sumatera Utara Latar atau Setting adalah tempat terjadinya peristiwa-peristiwa atau waktu berlangsungnya tindakan. Jadi, peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam latar tempat dan waktu Pradopo dalam Sangidu, 2007:139. Latar dalam karya sastra tidak harus berbentuk realitas yang bersifat objektif, tetapi dapat juga berbentuk realitas yang bersifat imajinatif. Latar di dalam komik “Working Man” karya Moyoco Anno meliputi setting tempat dan setting waktu. Latar tempat yang dimaksud adalah Tokyo yang merupakan ibukota Jepang, sedangkan latar waktunya adalah tahun 2004-2005. Kota Tokyo dimanfaatkan di dalam komik tersebut untuk menggambarkan kondisi kota yang sibuk, yang mayoritas penduduknya bekerja, baik pria maupun wanita. Selain itu, terdapat latar tempat yang lainnya, yaitu sebuah perusahaan penerbitan yang bernama Gotansha, yang di dalamnya terdapat salah satu majalah terbitan minggua n yang bernama Jidai. Di sanalah tokoh utama bekerja selama lebih kurang tujuh tahun.

2.2 Etos Kerja Masyarakat Jepang Hatarakisugi

Dokumen yang terkait

Analisis Psikologis Tokoh Utama Dalam Novel “Her Sunny Side” Karya Osamu Koshigaya Osamu Koshigaya No Sakuhin No “Her Sunny Side” To Iu Shousetsu No Shujinkou No Shinriteki No Bunseki

5 124 71

Analisis Psikologis Tokoh Utama Suguro Dalam Novel Skandal karya Shusaku Endo Endo Shusaku No Sakuhin No “Sukyandaru” No Shousetsu Ni Okeru Shujinkou No Shinrinteki No Bunseki

2 79 64

Shakaigakuteki Ni Yoru Inggrid J. Parker No Sakuhin No Rashomon Gate No Shousetsu Ni Okeru Shujinkou No Seikatsu No Bunseki

1 47 65

Otsu Ichi No “Goth” To Iu Manga Ni Okeru Shujinkou No Shinriteki Na Bunseki

1 56 62

Aktualisasi Diri Tokoh Utama Suguro Dalam Novel “Skandal” Karya Shusaku Endo Shusaku Endo No Sakuhin No “Skandal” No Shousetsu Ni Okeru Suguro No Shujinkou No Jibun No Jitsugen

6 91 79

Analisis Kesetiaan Tokoh Kaze Dalam Novel “Pembunuhan Sang Shogun” Karya Dale Furutani Dale Furutani No Sakuhin No Shougun No Satsugai No Shousetsu Ni Okeru Kaze To Iu Shujinko No Chujitsu No Bunseki

5 50 66

Analisis Ijime Dalam Komik Life Karya Keiko Suenobu.Keiko Suenobu No Sakuhin No “Life” Manga No Ijime No Bunseki Ni Tsuite

4 75 76

Analisis Konsep Kazoku Dalam Novel “Kitchen” Karya Banana Yoshimoto (Banana Yoshimoto No Sakuhin Daidokoro No To Iu Shosetsu Ni Okeru Kazoku Ni Gainen No Bunseki)

7 71 54

Analisis Aspek Sosiologis Tokoh Gals Dalam Komik “Gals!” Karya Mihona Fuji = Mihona Fuji No Sakuhin No “Gals!” To Iu Manga Ni Okeru Gyaru No Shujinkou No Shakaigakuteki No Bunseki Ni Tsuite

0 59 62

Analisis Peran Tokoh Ninja Dalam Komik Naruto Karya, Masashi Kishimoto Masashi Kishimoto No Sakuhin No “Naruto No Manga” Ni Okeru Ninja No Shujinkou No Yakusha No Bunseki Ni Tsuite

3 59 89