BAB III ANALISIS SIKAP DAN PERILAKU HATARAKISUGI PADA KOMIK
WORKING MAN
3.1 Sinopsis Cerita
Hiroko Matsukata adalah seorang wanita berusia 28 tahun, yang bekerja sebagai editor di sebuah majalah mingguan bernama Jidai. Dia sudah bekerja di
perusahaan tersebut selama tujuh tahun. Karena eksistensinya pada pekerjaan yang luar biasa, rekan-rekan kerjanya memberinya julukan sebagai “Working
Man” . Awalnya, Matsukata marah dengan alasan dia seorang wanita, mengapa
diberi gelar dengan kata “man”. Tetapi, alasan rekan-rekan kerjanya memberi gelar tersebut, karena kalau sudah bekerja, Matsukata terlihat seperti pria. Bahkan,
kalau waktu sudah mendesak, ia dapat bekerja tiga kali lebih cepat dari biasanya dan selama itu dia tidak peduli dengan kebersihan, kesehatan, dan yang lainnya.
Yang terpenting buatnya adalah pekerjaan. Biasanya sebelum proofnya disetujui, Matsukata sudah menyiapkan tiga
draft untuk edisi mendatang. Sehingga, teman-temannya sering mempertanyakan,
kapan waktu tidurnya Matsukata, kalau dia selalu bekerja seperti itu. Bukannya
Universitas Sumatera Utara
Matsukata tidak lelah dengan pekerjaannya, hanya saja dia terlalu cinta dengan pekerjaannya. Sesampainya di rumah, karena sudah terlalu lelah, dia malah
ketiduran dengan kepala di atas meja di ruang tengahnya. Sehingga, keesokan paginya lehernya sakit, karena kesalahan posisi pada saat tidur. Dalam keadaan
seperti itupun, ia tetap pergi ke kantor meskipun sedikit terlambat karena pergi ke dokter terlebih dahulu.
Keselamatan Matsukata juga pernah terancam, karena dia menulis sebuah artikel tentang penyelewengan uang rahasia yang dilakukan oleh Menteri Luar
Negeri. Dia diteror melalui telepon dan diancam akan dibunuh kalau menuliskan hal yang tidak benar. Selain itu, dia juga merasa ada orang yang mengikutinya
pada saat dia pulang ke rumah. Matsukata sangat sadar akan bahaya yang akan dihadapinya, kalau saja dia tetap bersikeras untuk meneruskan penulisan artikel
tersebut. Tetapi, bukannya merasa takut, Matsukata tetap memikirkan segala cara untuk meneruskan artikel tersebut, dengan tetap melindungi informannya.
Karena hasil pekerjaan Matsukata yang bagus, atasannya, Tetsuhiko Umemiya, sering mempercayainya untuk mengerjakan artikel-artikel yang
menantang. Seperti, pada saat atasannya mempercayainya mengerjakan sebuah artikel tentang kecelakaan beruntun yang terjadi di terowongan kedua Fujita di
sekitar Fuji Inter di Tol Tomei. Banyak orang yang tidak selamat pada kecelakaan itu. Tetapi, di saat sedang terjadi kecelakaan, orang-orang yang terjebak
kemacetan karena kecelakaan tersebut, malah memotret dengan kamera ponsel mereka dengan wajah seolah sedang menonton televisi. Sehingga, Matsukata
tertarik untuk membuat suatu artikel yang berbeda dan dia sangat semangat sekali
Universitas Sumatera Utara
untuk mengerjakan artikel tersebut. Dan akhirnya, dia menginap dua hari di kantor dan tidak mandi untuk menyelesaikan artikel tersebut.
Demi pekerjaan, Matsukata juga rela mengabaikan kesehatannya. Seperti, pada saat Matsukata ditugasi untuk mengerjakan artikel untuk edisi spesial.
Sebenarnya, dia merasa stres psikisnya meningkat, fisik dan mentalnya juga sudah lelah, karena harus mengerjakan edisi spesial tanpa mengabaikan tugasnya yang
biasa. Tetapi, karena terlalu senang dan menyukai pekerjaannya, dia tidak memedulikan hal-hal lainnya. Jadwalnya pun sudah tercatat sampai bulan
mendatang. Teman dekatnya, Masami Araki juga sering mengingatkannya untuk tidak terlalu memaksakan diri pada pekerjaannya, karena akan merusak tubuhnya
sendiri. Tetapi, Matsukata tetap saja tidak menghiraukannya, karena dia yakin dia akan baik-baik saja.
Untuk mengerjakan edisi spesial, Matsukata dan lima orang wartawan lainnya harus mewawancarai 50 orang. Tujuh orang diantaranya telah
diwawancarai Matsukata pada edisi sebelumnya. Sebenarnya Matsukata ingin mewawancarai semuanya, tetapi dia harus berbagi dengan wartawan lain.
Awalnya, dia memutuskan untuk mewawancarai delapan orang, tetapi karena ingat dia masih punya artikel lainnya yang belum selesai, akhirnya dia
memutuskan untuk mewawancarai lima orang saja. Keesokan paginya, karena kelelahan, Matsukata terserang flu dan demam, padahal dia harus melakukan
banyak tugasnya hari itu. Dia sempat mengutuki dirinya sendiri, mengapa harus demam pada saat seperti ini. Tetapi seperti biasa, Matsukata tetap datang ke
kantor. Keadaan ini diperparah dengan salah satu wartawan yang juga mengerjakan artikel untuk edisi spesial, Kawamura, malah masuk rumah sakit
Universitas Sumatera Utara
karena terkena pneumonia dan komplikasi nephritis. Matsukata bingung harus berbuat apa, sementara tidak ada tersisa satu orang wartawan pun yang mau
mengerjakannya. Akhirnya, dia memohon kepada empat orang wartawan lainnya, untuk membantu sisa tugas yang belum dikerjakan Kawamura.
Keesokan paginya, Matsukata menemui Masami, temannya yang seorang dokter, untuk disuntik. Masami menyarankannya untuk beristirahat, tetapi dia
tidak bisa karena waktu deadline sudah dekat. Dengan menggunakan masker dan baju hangat, dia tetap pergi mewawancarai orang yang sudah dijanjikan. Tetapi
sesampainya di kantor, dia malah menerima pesan dari Nojima, yang juga salah satu wartawan yang mengerjakan edisi spesial, bahwa dia pergi jalan-jalan.
Matsukata bingung harus melakukan apa, sementara tugas Pak Kawamura dan tugasnya sendiri belum dikerjakannya. Akhirnya, dia tetap melanjutkan
pekerjaannya, dengan tetap meminum obatnya. Malam harinya, pada saat dia berhasil menyelesaikan separuh tugasnya, Nojima datang ke kantor dan meminta
maaf. Matsukata pun emosi dan memarahinya. Tetapi, akhirnya edisi spesial dapat terselesaikan.
Pada saat rumahnya kebanjiran pun, karena ada kebocoran, Matsukata tidak memberitahukan kepada atasannya. Alasannya, dia tidak mau beralasan. Dia
tidak ingin membuat repot yang lainnya kalau dia keluar di tengah-tengah pekerjaan. Sampai-sampai dia tidak ingin memperbaiki langit-langit dan lantai
rumahnya, kalau membutuhkan waktu yang lama. Matsukata menyesal karena dia tidak bilang kepada atasannya soal rumahnya, sehingga dia dibebani tugas yang
lainnya selain pekerjaannya yang biasa. Penyesalan tinggal penyesalan.
Universitas Sumatera Utara
Karena kesibukan pekerjaan juga, kencan Matsukata sering batal. Walaupun sebenarnya pacar Matsukata, Shinji Yamashiro, juga orang yang sangat
mementingkan pekerjaannya. Tetapi, terkadang melihat Matsukata yang sangat berusaha terhadap pekerjaannya, membuat Shinji merasa tidak mengerjakan
pekerjaannya secara maksimal, sehingga pekerjaannya menjadi tidak lancar. Akhirnya, karena pekerjaan juga, Matsukata kehilangan orang yang disayanginya.
Dia menangis semalaman. Tetapi, dia malah tetap mengerjakan pekerjaannya, bahkan lebih cepat dari biasanya. Walaupun akhirnya dia tetap menyesali,
mengapa dia putus dengan Shinji. Setelah lama tidak liburan, akhirnya Matsukata bisa mengambil cuti
selama seminggu. Cutinya yang terakhir, sama sekali tidak terpakai karena pekerjaan. Untungnya pekerjaan kali ini bisa beres, hanya tinggal satu naskah dari
novelis Natsume yang sudah dititipkan pada Kitagawa untuk diterima. Tapi, begitu menginjakkan kaki di Hawaii, Matsukata malah disambut faks dari Jepang.
Apalagi kalau bukan soal kerjaan. Sampai akhirnya, dia pulang lebih cepat, karena tidak sabar menyelesaikan pekerjaannya.
3.2 Analisis Sikap dan Perilaku Hatarakisugi Hiroko Matsukata dalam