pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah
itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Sedangkan di Indonesia, dengan
prevalensi 8,6 dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5 juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4
juta penderita Suyono, 2006. Dari jenis Diabetes Melitus, kasus yang terbanyak
adalah Diabetes Melitus tipe 2 yang meliputi 90 dari populasi DM di Indonesia Handayani, 2007.
Diakui bahwa perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit-penyakit yang selama ini tidak
terdiagnosis dan terobati sekarang sudah banyak yang teratasi. Tetapi untuk memperbaiki taraf kesehatan secara global, tidak dapat mengandalkan hanya pada
tindakan kuratif, karena penyakit-penyakit seperti Diabetes Melitus sebagian besar komplikasinya dapat dicegah dengan tetap berperilaku pola hidup yang sehat
aktivitas fisik yang teratur dan diet makanan dan menjauhi pola hidup berisiko Suyono, 2006.
Dari kasus yang terdeteksi cukup tinggi, ternyata hanya 13 penderita DM yang melakukan aktivitas fisik secara teratur Handayani, 2007. Padahal aktivitas
fisik yang teratur merupakan hal pokok yang harus dilakukan penderita DM. Kebiasaan melakukan aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga kesehatan
tubuh penderita DM karena dapat meningkatkan kesehatan psikologis dan mencegah kematian prematur Buse,2008.
2.3 Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan sebab utama terjadinya DM tipe 2 sehingga Diabetes Melitus tipe 2 didefenisikan
sebagai gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa hati, dan gangguan metabolisme lemak. Resistensi insulin menyebabkan
penurunan kemampuan insulin untuk bekerja pada target organ khususnya otot,
Universitas Sumatera Utara
hati dan lemak, yang disebabkan oleh gangguan genetik, dan obesitas. Hal ini menyebabkan tidak masuknya glukosa ke dalam organ dan peningkatan produksi
glukosa hati yang menyebabkan peninggian glukosa dalam darah Schteingart,
2006.
Pada awalnya resistensi insulin masih belum bisa menyebabkan diabetes secara klinis karena sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini
dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas
akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjaidnya
peningkatan kadar glukosa darah Soegondo, 2006.
2.4 Komplikasi dan dampak Diabetes Melitus pada sistem organ
Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas terbukti bahwa insidensi diabetes melitus DM meningkat menye luruh di semua tempat di bumi
kita ini, termasuk di Indonesia. Peningkatan insidensi diabetes melitus tersebut tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik
diabetes melitus. Penderita DM yang kronis akan mengenai banyak sistem organ dan bertanggung jawab atas angka kesakitan dan kematian. Komplikasinya
mencakup vaskular dan nonvaskular, komplikasi vaskular yang tersering adalah penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati,
maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga pembuluh darah tungkai bawah, sedangkan nonvaskular adalah infeksi dan
perubahan kulit Hermawan, 2006. Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal
merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Perubahan dasardisfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot
polos pembuluh darah maupun pada sel messangial ginjal, semuanya menyebabkan perubahan pada pertumbuhan, yang kemudian pada gilirannya akan
menyebabkan terjadinya komplikasi vaskular diabetes. Komplikasi ini terjadi jika
Universitas Sumatera Utara
kadar gula darah pada penderita DM tidak terkontrol untuk jangka waktu yang panjang karena tidak melakukan intervensi non farmakologis dan meminum obat
secara teratur Waspadji, 2006. Salah satu penyebab yang paling sering diabaikan penderita DM pada
intervensi non farmakologis adalah tidak melaksanakan aktivitas fisik Handayani,2007. Hal ini dapat disebabkan karena banyak penderita DM yang
tidak mengetahui pentingnya manfaat aktivitas fisik dalam menjaga kadar glukosa darah atau banyak penderita DM yang tidak patuh dalam melakukan aktivitas fisik
tersebut.
2.5 Pencegahan dan penanggulangan Diabetes Melitus di Indonesia