BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Kelapa
Kelapa termasuk tanaman berkeping satu monocotyledone, berakar serabut dan merupakan golongan palem palmae Warisno,2002. Kelapa
terdiri dari batang, sabut, tempurung, daging buah, dan air kelapa. Seluruh bagian tanaman ini bermanfaat bagi kehidupan sehingga tidak ada yang
terbuang dan dapat dibuat untuk menghasilkan produk industri. Produk kelapa yang paling berharga adalah minyak kelapa. Minyak kelapa dapat
diperoleh dari daging buah segar Suhardiyono, 1988. Buah kelapa terdiri dari bagian-bagian :
- Epicarp, yaitu klit bagian luar yang permukaannya licin, dan agakkeras. - Mesokarp, yaitu kulit bagian tengah terdiri dari serat-serat keras dengan
ketebalan 3- 5 cm yang dibuat sabut.
- Endocarp, yaitu bagian tempurung yang keras sekali. - Endosperm, yaitu daging buah yang tebalnya 8-10 mm
2.2 Sistematika Tumbuhan
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledonae
Universitas Sumatera Utara
Ordo : Palmales Famili : Palmae
Genus : Cocos Species
: Cocos nucifera Suhardiman,1999.
2.3 Minyak Kelapa Murni
Minyak kelapa murni atau VCO virgin coconut oil merupakan salah satu olahan dari buah kelapa Cocos nucifera Sutarmi, 2005.
Minyak kelapa trdiri dari 90 asam lemak jenuh dan 10 asam lemak tidak jenuh. Asam laurat merupakan asam lemak yang paling besar
dibandingkan dengan asam lemak lainnya yaitu sekitar 44-52 Alamsyah, 2005. Asam laurat ini merupakan asam lemak jenuh dengan rantai sedang
yang lebih dikenal dengan medium chain fatty acids MCFA Rindengan dan Hengki, 2005.
2.3.1 Manfaat Minyak Kelapa Murni
Minyak kelapa murni atau VCO virgin coconut oil mengandung asam lemak rantai sedang medium chain fatty acids,MCFA yang mudah
diurai dalam tubuh. Kandungan asam lemak rantai sedang ini sangat berperan dalam menjaga kesehatan, misalnya asam laurat. Asam laurat
merupakan suatu monogliceride yang bersifat antibakteri. Adanya kandungan asam lemak rantai sedang tersebut, maka VCO
mempunyai kemampuan menangkal beberapa jenis penyakit, diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
1 Membantu mengatasi infeksi bakteri
2 Membunuh jamur yang menyebabkan keputihan
3 Membnatu kulit tetap lembut dan halus
4 Membantu dalam pencegahan sakit jantung, stroke,dan
artherosclerosis 5
Membantu meredakan gejala-gejala dan mengurangi resiko kesehatan yang dihubungkan dengan diabetes mellitus
6 Membantu mencegah kegemukan
Bambang, 2006
2.3.2 Prinsip Pembuatan Minyak Kelapa Murni
Kandungan kimia minyak yang paling tinggi dalam sebutir kelapa yaitu air, protein, dan lemak. Ketiga senyawa tersebut tergabung dalam
bentuk emulsi. Emulsi adalah suatu sistem dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh
pembawa fase terdispers yang tidak saling bercampur Ansel, 1989. Sebaliknya yang dimaksud dengan pengemulsi emulgator yaiut zat yang
berfungsi untuk mempererat memperkuat mencampurnya kedua fase tersebut. Protein sebagai emulgator akan mengurangi tegangan antar muka
minyak dan air sehingga minyak dan air tidak saling menyatu dan masing- masing tidak membentuk lapisan sendiri. Emulsi tersebut tidak akan pernah
pecah karena masih ada tegangan muka protein air yang lebih kecil dari protein minyak. Dngan demikian, air merupakan fase kontinu terdispers,
sedangkan miyak merupakan fase diskontinu pendispers. Minyak kelap murni baru bias keluar dari ikatan emulsi tersebut jika emulgatornya
dirusak. Untuk merusak emulsi tersebut ada beberap cara, yaitu fermentasi,
Universitas Sumatera Utara
pemanasan bertahap, enzimatis, tehnik pemancingan, pengasaman dan sentrifugasi.
2.3.3 Kerusakan Minyak
Bahan makanan berlemak merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan beberapa jenis jamur dan bakteri. Kerusakan lemak di dalam
bahan pangan dapat terjadi selama proses pengolahan dan selama penyimpanan. Kerusakan lemak ini, menyebabakan bahan pangan berlemak
mempunyai baud an rasa yang tidak enak, sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi bahan pangan ersebut. Tipe penyebab ketengikan dalamlemak
dapat dibagi atas 3 golongan yaitu : 1.
ketengikan oleh oksidasi oxidative rancidity 2.
ketengikan oleh enzim enzymatic rancidity 3.
ketengikan oleh proses hidrolisa hidrolitic rancidity
2.4 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam dasar yang sesuai.
Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsentrasi relatif cair yang diformulasi sebagai emulsi air
dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau
dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air atau lebih ditujukan untuk penggunaan
kosmetika dan estetika Ditjen POM, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi krim adalah sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit, sebagai bahan pelumas untuk kulit, dan sebagi pelindung
untuk kulit yaitu mncegah kontak permukaan kulit dengan larutan berair dan rangsangan kulit Anief, 2000.
Syarat-syarat krim yang baik adalah : - Stabil selama dalam pemakaian pada suhu kamar dan kelembaban
yang ada dalam kamar - lunak yait semua zat dalam keadaan halus
- seluruh produk homogen - mudah dipakai
2.4.1 Stabilitas Krim
Pertimbangan yang terpnting bagi sediaan emulsi seperti krim di bidang farmasi dan kosmetika adalah stabilitas dari produk jadi. Menurut
Anief, 2000, ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan menjadi : a.
flokulasi atau creaming b.
Koalesen atau pecahnya emulsi breaking, cracing c.
Macam-macam perubahan fisika dan kimia d.
Inverse Creaming adalah terpisahnya emulsi menjadi dua lapiasan, dimana
lapisan yang satu mengandung butir-butir tetesan fase terdispers lebih banyak dari pada lapisan yang lain. Creaming merupakan proses bolak-
Universitas Sumatera Utara
balik, sedangkan pemecahan merupakan proses searah. Krim yang menggumpal bisa didispersikan kembali dengan mudah, dan dapat terbentuk
kembali suatu campuran yang homogen dari suatu emulsi yang membentuk krim dengan pengocokan, karena bola-bola minyak masih dikelilingi oleh
suatu lapisan pelindung dari zat pengemulsi. Jika terjadi pemecahan, pencampuran biasa tidak bisa mensuspensikan kembali bola-bola tersebut
dalam suatu emulsi yang stabil Martin, 1993. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi dari tipe MA menjadi
AM atau sebliknya. Inverse dapat dipengaruhi oleh suhu, atau inverse merupakan fungsi suhu Anief, 2000.
Faktor-faktor yang dapat memecah emulsi digolongkan dalam: 1.
pemecahan emulsi secara kimia, contohnya; penambahan zat yang dapat menarik air seperti CaCl
2
eksikatus dan CaO 2.
pecahnya emulsi secara fisika, yaitu; - Kenaikan suhu, dapat menyebabkan perubahan viskositas,
mengubah sifat emulgator dan menaikkan benturan butir-butir tetesan.
- Pendingin menyebabkan terpisahnya air dari sistem emulsi - Penambahan ganul kasar
- Pengenceran emulsi yang berlebihan - Penyaringan, karena kedua fae melalui pori-pori dan butir-butir
fase intern akan menggumpal menjadi satu - Pemutaran dengan alat sentrifugal
Universitas Sumatera Utara
3. Efek elektrolit terhadap stabilitas emulsi, tergantung dari jenis emulator yang ada. Bila ada reaksi dari elektrolit dengan emulsi
maka emulsi akan pecah Anief, 2000.
2.4.2 Pembutan Krim
Dalam pembuatan krim dari formula dengan tipe emulsi minyak dalam air MA, metode pembuatan secara umum meliputi proses
peleburan, emulsifikasi dan saponifikasi. Komponen yang tidak berampur dengan air seperti minyak dan lilin dicairkan di atas penangas air pada
temperature sekitar 70 sampai 75
o
C. sementara itu, semua larutan berair yang tahan panas, komponen yang larut dalam air, dibuat dalam sejumlah
air yang dimurnikan, khususnya dalam formula dan dipanaskan pada temperatur yang sama dengan komponen berlemak. Larutan berair diolah
dalam komponen berlemak yang cair dalam keadaan hangat dengan pengadukan kontinu sampai campuran membekumengental.apabila larutan
berair tidak sama temperaturnya dengan leburan lemak, maka lemak akan menjadi padat.
2.5 Absorbsi Obat Melalui Kulit
Tujuan umum pengunaan obat topikal pada terapi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan
epidermis. Daerah yang terkena, umumnya epidermis dan dermis, sedangkan obat-obat topical tertentu seperti emoliens pelembab, dan
antimikroba bekerja dipermukaan kulit saja Lachman, dkk, 1994.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi penetrasi kulit sangat bergantung dari sifat fisika kimia obat dan juga bergantung pada zat
pembawa, pH dan konsentrasi. Perbedaan fisiologis melibatkan kondisi kulit yaitu apakah kulit dalam keadaan baik atau terluka, umur kulit, perbedaan
spesies dan kelembaban yang dikandung oleh kulit Lachman, dkk, 1994.
2.5.1 Penyakit dan Kelainan pada Kulit
Penyakit dan kelainan pada kulit diantaranya adalah: a.
Jerawat Jerawat merupakan penyakit kulit yang sudah dikenal secara luas
dan sering timbul pada wajah, baik wajah para remaja maupun dewasa. Jerawat terjadi karena adanya peradangan yang disertai
penyumbatan pada saluran kelenjar minyak dalam kulit dan rambut Wirakusumah dan Setyowati, 1999.
b. Infeksi pada kulit
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur atau virus ini dapat berupa bisul, cacar air, kusta atau jamuran. Umumnya infeksi di sela
paha dan telapak kaki Wirakusumah dan Setyowati, 1999. c.
Penuaan dini pada kulit Penyebabnya demam yang tinggi dan berkepanjangan atau terkena
sinar matahari yang terlalu lama Wirakusumah dan Setyowati,1999.
d. Noda-noda hitam
Kelainan kulit ini disebabkan oleh sinar ultra violet mathari yang memacu pembentukan pigmen warna kulit secara berlebihan.
Universitas Sumatera Utara
Akibatnya, timbul bercak atau noda hitam pada bagian-bagian kulit yang sering terkena sinar matahari Wirakusumah dan
Setyowati,1999.
2.6 Bakteri
Bakteri termasuk kedalam golongan prokariota, ukurannya sangat kecil dan tidak dapat dilihat secara visual Tim mikrobiologi FK Unibraw,
2003.
2.6.1 Fase Pertumbuhan Bakteri
Ada empat fase pada pertumbuhan bakteri yaitu : 1.
Fase Penyesuaian Diri Lag Phase Kurun waktu ini merupakan penyesuaian bakteri ke suatu
lingkungan baru. Pada fase ini tidak ada kenaikan jumlah sel, melainkan peningkatan ukuran dan besar sel.
2. Fase Logaritmik Exponential Phase
Pada fase ini bakteri berkembang biak, jumlah bakteri meningkat secara eksponensial. Untuk kebanyakan bakteri, fase ini berlangsung 18-24
jam. Pada pertengahan fase ini pertumbuhan bakteri sangat ideal, pembelahan terjadi secara teratur, semua bahan dalam sel berada dalam
seimbang Chatim, 1994. 3.
Fase Stasioner Stationary Phase Pada fase ini terjadi penumpukan racun akibat metabolisme sel dan
kandungan nutrien mulai habis, akibat terjadinya kompetisi nutrisi sehingga
Universitas Sumatera Utara
beberapa sel mati dan yang lainnya tetap tumbuh. Jumlah sel menjadi konstan.
4. Fase Kematian Death Phase
Pada fase ini terjadi akumulasi bahan toksik, zat hara yang diperlukan oleh bakteri juga berkurang, sehingga bakteri akan memasuki
fase kematian. Fase ini merupakan kebalikan dari fase logaritmik pertumbuhan. Jumlah sel menurun terus sampai didapatkan jumlah sel yang
konstan untuk beberapa waktu Roday S., 1999.
2.6.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mikroorganisme
a. Suplai Zat Gizi Seperti halnya makhluk lain, mikroorganisme juga membutuhkan
suplai makanan yang akan menjadi sumber energi dan menyediakan unsur- unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel.
b. Waktu Bila
suatu sel
mikroorganisme diinokulasi pada nutrient segar,
pertumbuhan yang terlihat mula-mula adalah suatu pembesaran ukuran, volume dan berat. Ketika ukurannya telah mencapai kira-kira dua kali dari
besar normal, sel tersebut membelah dan menghasilkan empat sel. Selama kondisi memungkinkan, pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung
terus sampai sejumlah besar populasi sel terbentuk. c. Suhu
Universitas Sumatera Utara
Suhu adalah salah satu faktor lingkungan yang terpenting yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat
mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara yang berlawanan yaitu : 1.
Apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolisme
juga turun dan pertumbuhan diperlambat. 2.
Apabila suhu naik atau turun, tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati.
d. Nilai pH
Setiap organisme
mempunyai kisaran nilai pH dimana pertumbuhan
masih memungkinkan dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum. Kebanyakan mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran pH 6,0-
8,0 dan nilai pH diluar kisaran 2,0 sampai 10,0 biasanya bersifat merusak. Beberapa mikroorganisme dalam bahan pangan tertentu dapat tumbuh
dengan baik pada kisaran nilai pH 3,0-6,0. e. Aktivitas
Air Semua
organisme membutuhkan air untuk kehidupannya. Air
berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat-zat gizi atau bahan limbah kedalam dan keluar sel.
Universitas Sumatera Utara
f. Ketersediaan Oksigen O
2
Tidak seperti bentuk kehidupan lainnya, mikroorganisme berbeda nyata dalam kebutuhan oksigen guna metabolismenya. Beberapa kelompok
dapat dibedakan atas : 1.
Mikroba Aerob, mikroba yang membutuhkan oksigen O
2
didalam pertumbuhannya.
2. Mikroba Anaerob, mikroba yang tidak membutuhkan oksigen O
2
didalam pertumbuhannya, bahkan oksigen O
2
ini dapat menjadi racun bagi mikroba tersebut.
3. Mikroba Anaerob Fakultatif, mikroba yang dapat hidup tumbuh
dengantanpa adanya oksigen O
2
. 4.
Mikroba Mikro-Aerofilik, mikroba yang membutuhkan hanya sedikit oksigen O
2
dalam pertumbuhannya. g. Bahan
Kimia Adanya bahan kimia berupa zat pengawet dan bakterisidal dapat
menghambatmematikan pertumbuhan mikroorganisme, misalnya : fenol, alkohol, deterjen dan antibiotika Roday S., 1999.
2.7. Obat Antimikroba
Obat antimikroba dapat berarti terhadap bakteri, jamur dan virus. Untuk maksud penggunaan secara sistematik diperlukan toksisitas selektif
yang tinggi dari obat antimikroba. Antimikroba dapat digolongkan berdasarkan kemampuan mematikan diberi akhiran-sidal atau hanya
menghambat pertumbuhan mikroba diberi akhiran-statika. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
kemampuan mempengaruhi banyaknya jenis bakteri, dikenal antibakteri berspektrum sempit dan berspektrum luas Mikrobiologi Tim, 2003.
2.8 Uji Kepekaan Terhadap Antibakteri Secara In Vitro
Aktivitas potensi antibakteri dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap bakteri. Ada dua metode
umum yang dapat digunakan yaitu penetapan dengan lempeng silinder atau ”lempeng” dan penetapan dengan cara ”tabung” atau turbidimetri. Metode
pertama berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri, sehingga bakteri yang
ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau ”zona” disekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik. Metode
turbidimetri berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik dalam media cair yang dapat menumbuhkan
mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik Ditjen POM, 1995.
2.9 Bakteri Staphylococcus aureus
Sistematika bakteri Staphylococcus aureus menurut Bergey edisi ke- 7 Dwidjoseputro, 1987 adalah sebagai berikut :
Domain :
Bacteria Phylum
: Protophyta
Class :
Bacilla Ordo
: Bacillales
Universitas Sumatera Utara
Familia :
Staphylococcaceae Genus
: Staphylococcus
Species :
Staphylococcus aureus Staphylococcus
aureus merupakan bakteri gram negatif dan mikroba flora normal yang terdapat pada permukaan tubuh, seperti pada permukaan
kulit, rambut, hidung, mulut dan tenggorokan Jawetz et all, 2001.
2.10 Bakteri Pseudomonas aeruginosa