Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Umat Islam di seluruh dunia, khususnya di Indonesia dalam menjalankan ibadahnya selalu berhubungan dengan waktu, seperti: shalat, puasa ramadhan, zakat fitrah, ibadah haji, penetapan awal bulan Kamariah dan lain sebagainya. Ada dua benda angkasa yang mempengaruhi waktu-waktu tersebut, yakni Matahari dan Bulan, 1 dan untuk menetukan waktu-waktu tersebut diperlukan suatu cabang ilmu pengetahuan yang memuat suatu rumus atau metode-metode tertentu, yakni ilmu hisab atau Ilmu Falak. 2 Ilmu Falak menempati kedudukan yang sangat penting sebagai alat atau ilmu bantu yang berfungsi memberikan kemudahan dan sekaligus ketepatan dalam melaksanakan syari’at Islam. Dengan ilmu falak, segala sesuatu mengenai keluar dan masuknya waktu-waktu shalat dapat diketahui dengan akurat. 3 Begitu pula dalam penentuan awal bulan Kamariah khususnya bulan Ramadhan kapan hari pertama wajib berpuasa, penentuan awal bulan Syawal sebagai hari ‘Idul Fitri dan awal bulan Zulhijjah sebagai ibadah haji yang sering menjadi kontroversi di kalangan umat Islam, khususnya di Indonesia, sehingga peranan ilmu ini menjadi menonjol. 1 Hendro Setyanto, Membaca Langit, Jakarta: Al-Ghuraba, 2008, cet. Ke-1, h. v. 2 Ilmu Falak merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya dengan tujuan untuk mengetahui posisi dari benda-benda langit itu serta kedudukannya dari benda-benda langit yang lain. Lihat Maskufa, Ilmu Falak, Jakarta: Gaung Persada, 2008, cet. Ke-2, h. 1. 3 Ibrahim Salamun, Ilmu Falak Cara Mengetahui Awal Bulan, Awal Tahun, Musim, Kiblat dan Perbedaan Waktu, Surabaya: Pustaka Progresif, 2003, h. ix. 2 Penentuan awal bulan Kamariah merupakan salah satu lahan ilmu hisab rukyat yang lebih kerap diperdebatkan dibanding dengan lahan-lahan lain seperti penentuan arah kiblat dan penentuan waktu shalat. Menurut Ibrahim Husein, persoalan ini dikatakan sebagai persoalan klasik nan aktual. Klasik, karena persoalan ini sudah mendapatkan perhatian dan pemikiran yang cukup mendalam serta serius dari para pakar hukum Islam fuqaha’ sejak masa-masa awal Islam, dan dikatakan aktual, karena setiap tahun selalu muncul dan mengandung polemik terutama menjelang bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah, persoalan ini selalu mengundang polemik berkenaan dengan pengaplikasian pendapat-pendapat tersebut, sehingga nyaris mengancam persatuan dan kesatuan umat. 4 Perdebatan ini terjadi disebabkan oleh perbedaan pemahaman terhadap ayat-ayat al-Qur’an, hadits Nabi Muhammad SAW serta disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan awal bulan Kamariah. Hal inilah yang menjadi akar dari lahirnya perbedaan aliran dan mazhab dalam penetapan awal bulan Kamariah, sebagaimana hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah yang berbunyi: 5 Artinya: “Berpuasalah kamu karena melihat hilal tanggal dan berbukalah berlebaranlah kamu karena melihat hilal. Bila kamu tertutup oleh mendung maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari” HR. Bukhari Muslim 4 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam Penentun Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 2. 5 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari buku II, Penerjemah Amiruddin, dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006, cet. ke-2, h. 56. 3 Ketika terjadi perbedaan dalam memahami dan memenuhi perintah hadits tersebut, tidak sedikit masyarakat luas pada umumnya beranggapan bahwa sumber keragaman tersebut hanya perbedaan antara hisab perhitungan astronomis dan rukyat pengamatan bulan. Saat ini permasalahannya tak sesederhana itu lagi. Perdebatannya pun tidak lagi terbatas antara penganut hisab dan rukyat, melainkan antara penganut hisab dengan hisab, atau rukyat dengan rukyat. 6 Penentuan awal bulan Kamariah khususnya bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah di Indonesia memang sangat menarik untuk dikaji. Meskipun penetapan awal bulan Kamariah sudah diserahkan kepada Departemen Agama, namun sejak dahulu selalu terjadi perbedaan pendapat, baik antara pemerintah dengan suatu organisai kemasyarakatan maupun antar organisasi kemasyarakatan itu sendiri. Hal ini terlihat dalam beberapa kasus munculnya dua hari raya, seperti yang terjadi pada tahun 1985, 1992, 1993, 1994, 1998, 2002, 2006, 2007, 2008. Bahkan berdasarkan perhitungan ahli hisab, kasus tersebut akan terulang lagi pada tahun 2016, 2019, dan 2020 M. 7 Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa perbedaan penentuan awal bulan Kamariah, terutama penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha tidak sepenuhnya karena perbedaan di kalangan hisab ataupun kalangan rukyat, karena 6 BJ. Habibie, Rukyat dengan Teknologi Upaya Mencari Kesamaan Pandangan tentang Penentuan Awal Ramadhan dan Syawal, Jakarta: Gema Insani Press, 1994, cet. Ke-1, h. 79. 7 Susiknan Azhari, Pemikiran Hisab di Indonesia: Problema Menuju Solusi, Jurnal Penelitian Agama, No. 18 th. VII, h. 143. 4 terdapat kelompok yang berpedoman pada kelompok hisab dan kelompok rukyat. 8 Selain itu, perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya kriteria yang berbeda-beda, baik antara ahli rukyat maupun antara ahli hisab itu sendiri. Perbedaan penentuan awal bulan ini pun kerap kali terjadi di organisasi Islam di Indonesia, yang terbagi ke dalam beberapa mazhab, diantaranya: 1. Mazhab rukyat yang dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam terbesar di Indonesia NU; 2. Mazhab hisab dengan sponsor utama Muhammadiyah; 3. Mazhab imkanur rukyat yang dimunculkan oleh Pemerintah; 9 4. Mazhab Imkanur Rukyat ahli astronomi LAPAN 2010 oleh Persatuan Islam PERSIS, serta berbagai organisasi kemasyarakatan Islam lainnya. Organisasi kemasyarakatan Islam terbesar Nahdlatul Ulama NU berkesimpulan bahwa penetapan-penetapan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan awal Zulhijjah yaitu dengan ru’yah al-hilal bi al-fi’li atau istikmal. Sedangkan kedudukan hisab hanyalah sebagai pembantu dalam melaksanakan rukyat. 10 Muhammadiyah, organisasi kemasyarakatan terbesar kedua, menegaskan bahwa di dalam menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan melalui Majelis Tarjih menggunakan hisab wujud al-hilal milad al-hilal. Kendatipun demikian, Muhammadiyah menyatakan “apabila ahli hisab menetapkan bahwa tanggal 8 Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Qamariyah dan Permasalahannya di Indonesia”, dalam Choirul Fuad Yusuf dan Bashori A. Hakim, ed., Hisab Rukyat dan Perbedaannya, T. tt., Proyek Peningkatan Pengkajian Kerukunan Hidup Umat Beragama, Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agam dan Diklat Keagamaan, Departemen Agama RI, 2004, h. 5. 9 Ahmad Rofiq, “Mungkinkah Hisab dan Rukyah Dipersatukan?”, h. xiv. 10 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat, h. 110. 5 bulan belum tampak, atau sudah wujud tetapi belum kelihatan, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu juga, Majelis Tarjih memutuskan bahwa rukyatlah yang muktabar.” Karena itulah, Muhammadiyah lebih mengidentifikasikan dirinya sebagai mazhab hisab. 11 Dengan keadaan yang beragam tersebut, Kementrian Agama berusaha mempersatukan sistem-sistem yang telah dipergunakan. Kementrian Agama berusaha mengembangkan sistem rukyat yang berpadukan hisab, dan sistem hisab yang berpadukan rukyat. Hasilnya, dalam banyak kasus perbedaan tersebut dapat berhasil dihilangkan atau setidak-tidaknya terkurangi atau dapat diminimalisirkan. Meskipun demikian, dalam beberapa kasus perbedaan tersebut tidak dapat teratasi. Menurut penelitian awal yang penulis lakukan, Persatuan Islam merupakan salah satu organisasi tertua yang berdiri di Indonesia sejak tahun 1923 H yang berpusat di Bandung, dalam penentuan awal bulan Kamariah Persatuan Islam menggunakan hisab hakiki dan tidak menggunakan rukyat, karena hisab hakiki dianggap sudah bisa menggantikan rukyat. 12 Setelah itu hisab yang digunakan oleh Persatuan Islam adalah hisab wujudul hilal mirip dengan yang digunakan oleh Muhammadiyah sekarang. Pada saat itu kriteria wujudul hilal Persatuan Islam, ialah awal bulan hijriah dapat ditetapkan jika setelah ijtima di seluruh wilayah Indonesia “saat magrib posisi bulan harus berada di atas ufuk”, ternyata saat maghrib setelah ijtima bulan tidak selalu terbenam mengikuti matahari, atau adakalanya saat maghrib setelah ijtima, bulan terbenam mendahului 11 Ahmad Izzuddin, Fiqih Hisab Rukyat, h. xv. 12 www.persatuanislam.or.id diakses pada tanggal 15 Juni 2015 pada pukul 13:45 WIB. 6 matahari, saat itu dasar hukum wujudul hilal tidak dijelaskan dengan tegas. Meskipun kriteria wujudul hilal sangat sederhana dan relatif mudah, akan tetapi tidak didukung argumen ilmiah dan dalil yang qat’i, hanya berdasarkan ijtihadiyah. 13 Karena berbagai kekurangan hisab wujudul hilal tersebut, Persatuan Islam kemudian menggunakan hisab hakiki dengan kriteria imkanur rukyat, karena hisab imkanur rukyat mempunyai landasan dalil yang kuat serta berdasarkan argumentasi ilmiah yang teruji. Awalnya hisab imkanur rukyat yang digunakan Persis menggunakan kriteria kesepakatan MABIMS, tetapi kriteria MABIMS tersebut banyak digugat, maka sejak tahun 2008 sudah tidak digunakan lagi oleh Persis. Penolakan Persis terhadap kriteria MABIMS tersebut karena kesepakatan MABIMS lebih menonjol sebagai “kompromi politis” bukan atas dasar prinsip ilmiah, apalagi dalam banyak kasus kriteria tersebut bertentangan dengan hasil pengamatan empirik di lapangan. Oleh karena itu, saat ini Persis cenderung menggunakan kriteria yang dirumuskan oleh Prof. Dr. T. Djamaluddin astronom senior LAPAN. Kriteria hisab Imkanur Rukyat Persis saat ini adalah: awal bulan hijriyah dapat ditetapkan jika setelah terjadi ijtima, posisi bulan pada waktu ghurub terbenam matahari di wilayah Indonesia sudah memenuhi syarat: beda 13 M. Iqbal Santoso, ”Hisab Imkanur Rukyat Kriteria Awal Bulan Hijriyyah Persatuan Islam”, artikel diakses pada 11 Januari 2015 dari https:pemudapersisjabar.comhisab-imkanur- rukyat-kriteria-awal-bulan-hijriyyah-persatuan-islam.html. 7 tinggi antara bulan dan matahari minimal 4 derajat, dan jarak busur antara bulan dan matahari minimal sebesar 6.4 derajat. 14 Melihat pemikiran serta pengaplikasian sistem perhitungan dan metode hisab rukyat yang digunakan oleh Persatuan Islam Persis, penulis tertarik untuk mengangkat fenomena tersebut menjadi sebuah penelitian dengan mengambil judul “DINAMIKA KRITERIA PENETAPAN AWAL BULAN KAMARIAH Studi Terhadap Organisasi Kemasyarakatan Persatuan Islam”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah