Sejarah Singkat dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesia

33 tentang awal bulan Kamariah dalam artian mengambil mana sistem yang sesuai dengan pemahaman Persis. 37 Perbedaan pendapat dalam memahami dasar hukum penetapan awal bulan Kamariah apakah hilal itu harus ditetapkan berdasarkan rukyat ataukah hisab tidak perlu kita perdebatkan, karena pada dasarnya antara dua pandangan saling mengisi dan saling melengkapi serta dapat disatukan. Apalagi kalau dalam hal ini penetapan itu telah dilakukan oleh qadhi atau pemerintah.

C. Sejarah Singkat dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesia

Berbicara mengenai sejarah dan perkembangan pemikiran hisab rukyat yang berkembang di Indonesia ini, tentunya tidak lepas dari sejarah Islam itu sendiri di Indonesia, karena hisab rukyat merupakan suatu fan ilmu yang erat kaitannya dengan Islam itu sendiri terutama dalam hal ibadah-ibadah yang mempunyai waktu tersendiri. Dalam sejarah Islam di Indonesia sendiri terdapat dua periode yang mendapat perhatian khusus, yaitu periode masuknya Islam di Indonesia dan periode reformisme pada abad ke-20. 38 Sejak jaman kekuasaan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia, umat Islam sudah terlibat dalam pemikiran hisab, dimana para raja menggunakan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi. Namun setelah adanya penjajahan Belanda di Indonesia terjadi pergeseran penggunaan kalender resmi pemerintah. Semula 37 Wawancara pribadi dengan Bapak Syarief Ahmad Hakim, tanggal 08 Oktober 2015 di Jakarta. 38 Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia Studi Analisis Pemikiran Saadoeddin Djambek, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, cet. ke-I, h. 9. 34 kalender Hijriyah di ubah menjadi kalender Masehi Miladiyyah. 39 Meskipun demikian, umat Islam tetap menggunakan kalender Hijriyah, terutama di daerah- daerah kerajaan Islam. Tindakan ini tidak dilarang oleh Pemerintah Kolonial bahkan penetapannya diserahkan kepada penguasa kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada, terutama penetapan terhadap hari-hari yang berhubungan dengan persoalan peribadatan, seperti tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah. Sebagaimana dinyatakan di atas bahwa pada masa penjajahan persoalan penentuan awal bulan yang berkaitan dengan peribadatan diserahkan kepada kerajaan-kerajaan Islam yang masih ada. Lalu setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, secara berangsur-angsur mulai diadakan perubahan, dan setelah terbentuknya Departemen Agama pada tanggal 2 Januari 1946, persoalan-persoalan yang berkaitan dengan hari libur termasuk penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah diserahkan kepada Departemen Agama. Wewenang ini tercantum dalam penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 2Um, 7Um, 9Um, dan dipertegas dengan Keputusan Presiden No. 25 tahun 1946, No. 148 tahun 1968 dan No. 10 tahun 1971. 40 Pengaturan hari-hari libur termasuk tanggal 1 Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha itu berlaku untuk seluruh Indonesia. Namun demikian perbedaan masih belum dapat dihindari sama sekali karena adanya dua pendapat yang mendasarkan tanggal satu bulan Kamariah masing-masing dengan hisab, dan dengan rukyat. 39 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia Upaya Penyatuan Mazhab Rukyat dengan Mazhab Hisab, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003, cet. ke-I, h. 48. 40 Susiknan Azhari, Pembaharuan Pemikiran Hisab di Indonesia Studi Analisis Pemikiran Saadoeddin Djambek, h. 12. 35 Melihat fenomena tersebut pemerintah mendirikan Badan Hisab Rukyat yang berada di bawah naungan Departemen Agama. Pada dasarnya kehadiran Badan Hisab Rukyat untuk menjaga persatuan dan ukhuwah Islamiyyah khususnya dalam beribadah. Dalam hal ini Departemen Agama selalu berusaaha untuk mempertemukan faham para ahli hisab dan rukyat dalam masyarakat Indonesia terutama di kalangan ulama-ulamanya dengan mengadakan musyawarah-musyawarah, konperensi-konperensi untuk membicarakan hal-hal yang mungkin menimbulkan pertentangan di dalam menentukan hari-hari besar Islam, terutama penentuan awal bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Kalau dapat disatukan, dan kalau ternyata tak dapat berhasil diusahakan untuk menetralisir, jangan sampai menimbulkan pertentangan-pertentangan dikalangan masyarakat luas. Musyawarah tersebut dilakukan setiap tahun, pada tanggal 12 Oktober 1971 diadakan musyawarah dimana waktu itu terjadi perbedaan pendapat mengenai jatuhnya tanggal 1 Ramadhan 1391 H. Dalam musyawarah ini perbedaan-perbedaan dapat dinetralisir dan dapat meniadakan ketegangan- ketegangan di kalangan masyarakat. Dan yang lebih penting lagi pada musyawarah ini Menteri Agama didesak untuk mengadakan Lembaga Hisab dan Rukyat. 41 Musyawarah pada tahun berikutnya diadakan pada tanggal 20 Januari 1972, dalam menghadapi tanggal 1 Dzulhijjah 19721391 yang juga terdapat perbedaan. Musyawarah inipun dapat meredakan suasana pertentangan dan 41 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 23. 36 selanjutnya para peserta mengulangi desakannya lagi supaya didirikan Lembaga Hisab dan Rukyat. Musyawarah ini diikuti oleh ormas-ormas Islam, Pusroh ABRI, Lembaga Meteorologie dan Geofisika, Planetarium, IAIN, dan dari Departemen Agama. 42 Untuk membentuk Lembaga Hisab dan Rukyat Departemen Agama menunjuk team perumus yang terdiri dari lima orang yaitu: a. A. Wasit Aulawi, M.A dari Departemen Agama b. H. Z. A. Noeh dari Departemen Agama c. H. Sa’aduddin Djambek dari Departemen Agama d. Drs. Susanto dari Lembaga Meteorologie dan Geofisika e. Drs. Santoso Nitisastro dari Planetarium. 43 Setelah mengadakan beberapa kali pertemuan maka dalam rapat tanggal 23 Maret 1972 team Perumus mengambil keputusan sebagai berikut: a. Bahwa tujuan dari Hisab dan Rukyat ialah mengusahakan bersatunya ummat Islam dalam menentukan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Zulhijjah. b. Bahwa setatus daripada Lembaga Hisab dan Rukyat ini adalah Resmi Pemerintah dan berada dibawah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan berkedudukan di Jakarta. c. Bahwa tugas dari Lembaga Hisab dan Rukyat ini adlah memberikan advis dalam hal penentuan permulaan tanggal bulan Kamariah kepada Menteri Agama. 42 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 23. 43 Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji , Selayang Pandang Hisab Rukyat, h. 51. 37 d. Bahwa keanggotaan Lembaga Hisab dan Rukyat ini terdiri dari 1 Anggota tetap inti yang mencerminkan 3 unsur, diantaranya: 1 Unsur Departemen Agama; 2 Unsur ahli-ahli FalakHisab; 3 Unsur ahli Hukum IslamUlama. 44 Pelantikan Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama dilaksanakan pada waktu menjelang bulan puasa. Oleh karena itu dalam waktu 2 hari setelah pelantikan badan Hisab dan Rukyat sudah mulai mengadakan kegiatannya dalam rangka menghadapi bulan Ramadhan tahun 1391 H. Dari data yang diterima mengenai tinggi hilal pada waktu matahari terbenam dan hasil perhitungan- perhitungan ormas-ormas Islam dapat diambil kesimpulan bahwa hilal masih dibawah ufuk. Sehingga dalam rapatnya badan hisab, memutuskan tidak usah melakukan rukyat karena hilal tidak mungkin terlihat, dan akhirnya mengistikmalkan bulan Sya’ban 30 hari. Sebulan kemudian yaitu tanggal 14 Oktober 1972 Badan Hisab mengadakan rapatnya yang kedua, membicarakan tentang akan datangnya 1 Syawal 1392 H dalam rapat kedua ini, sama seperti rapat ke satu Badan Hisab dan Rukyat menerima catatan dari ormas-ormas, lembaga-lembaga dan perseorangan yang semuanya sepakat bahwa bulan sudah mungkin untuk dirukyat. 45 Tahun-tahun berikutnya, yaitu tahun 1395 H. penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal juga dapat berjalan dengan lancar, tidak mengalami kesulitan-kesulitan. 44 Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji , Selayang Pandang Hisab Rukyat, h. 51. 45 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 26. 38 Pada tanggal 5 s.d Juli 1974 Ditjen Bimas Islam menyelenggarakan Musyawarah Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama yang mengambil kesimpulan- kesimpulan, yaitu; menyambut baik prakarsa Menteri Agama untuk merintis hubungan kerja sama dengan Malaysia dan Singapura di bidang hisab dan rukyat. Kemudian, pada tanggal 9 s.d 11 Juli 1974 diadakan musyawarah Hisab dan Rukyat antar Negara Malaysia, Singapura, dan Indonesia di Jakarta. Hasil dari musyawarah tersebut antara lain: Badan Hisab dan Rukyat Indonesia bekerjasama dengan Malaysia, Singapura dalam bidang hisab dan rukyat, saling memberikan informasi mengenai hisab dan rukyat, kaidah-kaidah dan istilah-istilah falak syar’i, kerjasama tersebut hendaknya dapat dikembangkan di negara-negara Islam. 46 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama, pada tanggal 26 April 1976 telah mengirimkan surat kepada para ulama-ulama dan cerdik pandai di bidang hisab di Indonesia untuk memohon kesediaan mereka menyampaikan perhitungan dan data hisab tanggal 1 Syawal 1397 H 1977 dan tanggal 10 Zulhijjah 1397 H 1997. Data perhitungan tersebut dijadikan bahan dalam musyawarah hisab dan rukyat yang diselenggarakan Direktoral Jendral Bimbingan Masyarakat Islam tanggal 9 s.d 11 Maret 1977 di Jakarta. 47 Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama dalam upaya meminimalisir perbedaan diantara ahli hisab dan ahli rukyat diadakanlah musyawarah yang melibatkan ulama-ulama ahli hisab dan rukyat serta ormas-ormas Islam tentang kriteria Imkan al-rukyat di Indonesia pada tanggal 24 s.d 26 Maret 1998, 46 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 27. 47 Badan Hisab dan Rukyah Dep. Agama, Almanak Hisab Rukyah, h. 28. 39 kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah Imkan al-rukyat antara Pimpinan Ormas Islam, MUI, dan Pemerintah pada hari senin, 28 September 1998 di Jakarta, yang memutuskan: Menetapkan: 1. Penentuan awal bulan Kamariah didasarkan pada sistem Hisab Hakiki Tahkiki dan atau Rukyat. 2. Penentuan awal bulan Kamariah yang terkait dengan pelaksanaan ibadah mahdhah yaitu awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah di tetapkan dengan mempertimbangkan hisab hakiki tahkiki dan rukyat. 3. Kesaksian rukyat dapat diterima apabila ketinggian hilal mencapai 2 derajat dan jarak ijtima’ ke ghurub matahari minimal 8 jam. 4. Kesaksian hilal dapat diterima, apabila ketinggian hilal kurang dari 2 derajat, maka awal bulan ditetapkan berdasarkan istikmal. 5. Apabila ketinggian hilal mencapai 2 derajat atau lebih, maka awal bulan dapat ditetapkan. 6. Kriteria Imkan al-rukyat tersebut di atas akan dilakukan penelitian lebih lanjut. 7. Menghimbau kepada seluruh pimpinan Ormas Islam mensosialisasikan keputusan ini. 8. Dalam pelaksanaan itsbat, pemerintah mendengar pendapat-pendapat dari ormas-ormas Islam dan para ahli. 48 48 Depag RI, Jurnal Hisab Rukyat, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2000, h. 79-85. 40 Setiap tahun Badan Hisab dan Rukyat selalu mengadakan musyawarah bersama ulama-ulama ahli hisab, ormas-ormas Islam, lembaga-lembaga, serta perseorangan untuk membahas mengenai penetapan awal bulan Kamariah khususnya penetapan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, 1 Zulhijjah. Tujuan dari musyawarah tersebut ialah untuk menggali dan membahas masalah hisab dan rukyat sehubungan dengan penentuan awal tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Zulhijjah. Selalu ada perbedaan pendapat dalam musyawarah tersebut, meskipun bebeda kriteria, hasil perhitungan dan lain sebagainya. Badan Hisab dan Rukyat selalu mencoba untuk meminimalisir perbedaan tersebut supaya tidak adanya perpecahan antara umat Islam di Indonesia.

D. Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Kamariah di Indonesia