Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Kamariah di Indonesia

40 Setiap tahun Badan Hisab dan Rukyat selalu mengadakan musyawarah bersama ulama-ulama ahli hisab, ormas-ormas Islam, lembaga-lembaga, serta perseorangan untuk membahas mengenai penetapan awal bulan Kamariah khususnya penetapan tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, 1 Zulhijjah. Tujuan dari musyawarah tersebut ialah untuk menggali dan membahas masalah hisab dan rukyat sehubungan dengan penentuan awal tanggal 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Zulhijjah. Selalu ada perbedaan pendapat dalam musyawarah tersebut, meskipun bebeda kriteria, hasil perhitungan dan lain sebagainya. Badan Hisab dan Rukyat selalu mencoba untuk meminimalisir perbedaan tersebut supaya tidak adanya perpecahan antara umat Islam di Indonesia.

D. Persoalan Seputar Penetapan Awal Bulan Kamariah di Indonesia

Penentuan awal bulan Kamariah penting artinya bagi umat Islam sebab selain untuk menentukan hari-hari besar juga yang lebih penting adalah untuk menentukan awal dan akhir bulan Ramadhan dan Dzulhijjah, karena masalah ni menyangkut masalah “wajib ain” bagi setiap umat Islam, yaitu kewajiban menjalankan ibadah puasa dan haji. Kita sering mengalami adanya perbedaan dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan serta perbedaan berhari raya. Perbedaan ini baik dikalangan umat Islam Indonesia maupun antar umat Islam Indonesia dengan umat Islam di luar negeri, seperti Malaysia atau Saudi Arabia. Perbedaan tersebut tidak jarang menimbulkan keresahan, bahkan menimbukan adanya pertentangan fisik dikalangan umat Islam. Perbedaan seperti ini merugikan persatuan dan ukhuwah umat Islam khususnya umat Islam Indonesia. 41 Perbedaan penetapan awal bulan Kamariah ini, khususnya di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat wajar. Karena di Indonesia terdapat dua pemikiran besar yang secara institusi selalu disimbolkan pada dua organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia yang sangat sulit untuk disatukan. Nahdlatul Ulama’ menganut mazhab Rukyat, sedangkan Muhammadiyah menganut mazhab hisab. Begitu juga dengan Persatuan Islam Persis juga menggunakan hisab dan rukyat dalam menentukan awal bulan Kamariah. Hanya saja Persis memakai kriteria ahli astronomi LAPAN 2010 dalam penetapan awal bulan Kamariah sehingga walaupun memakai hisab dan rukyat namun banyak kemungkinan tidak mendahului hasil sidang isbat, seperti yang sering terjadi di Muhammadiyah. Ada beberapa hal yang menjadikan perbedaan penetapan awal bulan Kamariah, diantaranya: a. Perbedaan antara hisab dan rukyat Dalam penentuan awal bulan terdapat kelompok masyarakat yang berpedoman pada hisab dan kelompok yang berpedoman pada rukyat. Kedua kelompok ini sangat sulit untuk disatukan karena mempunyai argumen fiqh yang berbeda satu sama lain. Dalam kenyataannya, perbedaan tersebut tidak selamanya menimbulkan perbedaan dalam memulai puasa dan hari raya. Bahkan cenderung sedikit kasus perbedaan yang dipicu oleh perbedaan kelompok hisab rukyat ini. Berdasarkan kasus yang tercatat di Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, sejak tahun 1962 M ada kesimpulan bahwa; jika ahli hisab sepakat menyatakan hilal di bawah ufuk, maka tidak pernah ada yang melaporkan 42 bahwa hilal berhasil dirukyat. Sebaliknya, jika ahli hisab sepakat bahwa hilal di atas ufuk, maka hampir selalu dilaporkan hilal bisa diobservasi dirukyat. 49 b. Perbedaan di kalangan ahli hisab Perbedaan di kalangan ahli hisab bermuara pada dua hal, pertama karena bermacam-macamnya sistem dan referensi hisab, dan kedua karena berbeda-beda kriteria hasil hisab yang dijadikan pedoman. 50 Selain berbeda-beda dalam menggunakan sistem hisab, para ahli hisab pun berbeda dalam menerapkan kriteria hasil hisab. Sebagian berpedoman pada Ijtima’ qoblal ghurub, sebagian berpegang pada posisi hilal di atas ufuk. Yang berpegang pada posisi hilal di atas ufuk juga berbeda-beda. Ada yang berpendapat pada wujudul hilal, ada yang berpedoman pada imkan al-rukyah, dan ada yang berpedoman pada rukyat bil fi’li. c. Perbedaan di kalangan ahli rukyat Di kalangan ahli rukyat belum satu kata dalam menetapkan mathla’ tentang batasan wilayah berlakunya hasil rukyat suatu tempat. Ada yang menganggap hasil rukyat suatu tempat hanya berlaku untuk satu wilayah hukum negara. Pemikiran ini terkenal dengan Rukyat Fi Wilayatil Hukmi sebagaimana pemikiran yang selama ini dipegang oleh Nahdlatul Ulama secara institusi. Sebagiannya lagi berpendapat bahwa rukyat suatu tempat berlaku untuk seluruh dunia. Pemikiran inilah yang terkenal dengan Rukyat 49 Wahyu Widiana, Sambutan dalam Buku Menggagas Fiqh Astronomi telaah Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya, Bandung: Kaki Langit, 2005, h. x. 50 Wahyu Widiana, Sambutan dalam Buku Menggagas Fiqh Astronomi telaah Hisab Rukyat dan Pencarian Solusi Perbedaan Hari Raya, h. xi. 43 Internasional atau Rukyat Global. Perbedaan ini berimbas pada perbedaan mengawali puasa dan berhari raya. 51 Kasus seperti ini banyak terjadi jika Saudi Arabia dikabarkan telah berhasil rukyat, maka Indonesia akan terpengaruh dengan informasi hasil rukyat tersebut. 52 d. Perbedaan di luar teknis hisab rukyat Penyebab diluar teknis hisab rukyat tersebut antara lain adalah adanya pemahaman fiqh yang berbeda. Sebagian menghendaki agar Idul Adha di Indonesia mengikuti penetapan hari wukuf di Saudi Arabia, sedangkan yang lainnya menghendaki agar penetapan Idul Adha di Indonesia berdasarkan keadaan di Indonesia. Faktor lain di luar teknis hisab rukyat adalah sulitnya melakukan kesepakatan tentang pedoman penentuan awal bulan Kamariah yang dapat mengikat semua fihak. 53 Perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam menentukan awal bulan Kamariah karena banyaknya sistem dalam hisab dan permasalahan dalam pelaksanaan rukyat, maka pantaslah jika sering timbul perbedaan dalam penetapan 1 Ramadhan, 1 Syawal, dan 1 Dzulhijjah. Hal ini akan menjadi lebih parah lagi jika setiap kelompok yang berpegang pada sistem dan pendapatnya sendiri 51 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia Upaya Penyatuan Mazhab Rukyat dengan Mazhab Hisab, h. 76-77. 52 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia Upaya Penyatuan Mazhab Rukyat dengan Mazhab Hisab, h. 76-77. 53 Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat di Indonesia Upaya Penyatuan Mazhab Rukyat dengan Mazhab Hisab, h. xii. 44 mengumumkan sendiri-sendiri hasil penetapannya tanpa koordinasi, baik dengan kelompok lainnya atau dengan Kementrian Agama. 45

BAB III GAMBARAN UMUM PERSATUAN ISLAM PERSIS

A. Sejarah Singkat Persis

1. Sejarah Kelahiran Persis Tampilnya jam’iyyah Persatuan Islam Persis dalam pentas sejarah di Indonesia pada awal abad ke-20 telah memberikan corak dan warna baru dalam gerakan pembaruan Islam. Persatuan Islam Persis lahir sebagai jawaban atas tantangan dari kondisi umat Islam yang tenggelam dalam kejumudan kemandegan berfikir, terperosok ke dalam kehidupan mistisisme yang berlebihan, tumbuh suburnya khurafat, bid’ah, takhayul, syirik, musyrik, rusaknya moral, dan lebih dari itu, umat islam terbelenggu oleh penjajahan kolonial Belanda yang berusaha memadamkan cahaya Islam. Situasi demikian kemudian mengilhami munculnya gerakan “reformasi” Islam, yang pada gilirannya, melalui kontak-kontak intelektual, mempengaruhi masyarakat Islam Indonesia untuk melakukan pembaharuan Islam. Lahirnya Persis diawali dengan terbentuknya suatu kelompok tadarusan penelaahan agama Islam di kota Bandung yang dipimpin oleh H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus, 1 dan kesadaran akan kehidupan berjamaah, berimamah, berimarah dalam menyebarkan syiar Islam, menumbuhkan semangat kelompok tadarus ini untuk mendirikan sebuah organisasi baru dengan ciri dan karakteristik yang khas. 1 Howard M. Federspiel, Persatuan Islam Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX, Judul Asli, Persatuan Islam; Islamic Reform in Twentieth Century Indonesia, Penerjemah; Yudian W. Asmin dan H. Afandi Mochtar, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1996, h. 14-15.