Landasan dalam Hadits Landasan Hukum Hisab Rukyat

29 16, al-Hijr ayat 16, al-Anbiya ayat 33, al-Rahman ayat 5 dan 33, dan surat Yasin ayat 38, 39 dan 40.

2. Landasan dalam Hadits

Adapun hadits-hadits yang berhubungan dengan hisab rukyat antara lain berbunyi sebagai berikut: : , : , 29 Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. berkata, Nabi SAW, bersabda atau betkata Abu Hurairah , bersabda Abul Qasim saw. “Puasalah kamu ketika melihat hilal dan berbukalah ketika melihat hilal, apabila hilal tidak terlihat olehmu maka sempurnakan bilangan Sya’ban tiga puluh hari.” HR. Bukhari Hadits di atas menetapkan bahwa mengawali berpuasa dan berhari raya hendaklah dengan rukyat. Mereka golongan hisab memahami rukyat dalam arti melihat dengan ilmu dan akal rukyat bil ilmi. 30 31 Artinya: “Bila kamu melihat hilal, maka berpuasalah, dan bila kamu melihat hilal maka berbukalah. Bila hilal itu tertutup awan maka kira-kirakanlah ia” Diriwayatkan oleh Muslim Kalimat “faqdurulah” pada hadits di atas dimaknai oleh kalangan penganut hisab sebagai kira-kirakanlah yaitu dengan jalan hisab. Diperkuat juga oleh pendapat Mithraf bin Abdullah kibaruttabi’iin, Abdul Abbas bin 29 Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Baari Buku II, Penerjemah Amiruddin, dkk, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006, cet. ke-2, h. 56. 30 Maskufa, Ilmu Falak, h. 155. 31 Al-Imam Abu Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi an-Naisaburi, Shahih Muslim, Beirut: Darul Kitab al-‘Araby, tth, h. 421. 30 Suraji, Ibnu Qutaibah dan lainnya, mengatakan makna “faqdurulah” ialah perkiraan hilal itu berdasarkan dengan hisab. 32 Sementara bagi kalangan penganut rukyat kalimat tersebut masih mujmal sedangkan hadits dengan teks “... faakmiluu’idata Sya’ban tsalaatsiina” adalah mufasar. Maka yang mujmal harus dibawa ke yang mufasar. Jadi makna faqdurulah dalam hadits itu adalah istikmal, yaitu bila rukyat tidak berhasil maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban itu 30 hari. 33 , : 34 Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A. Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW., bersabda “Puasalah kamu tatkala melihat hilal dan berbukalah tatkala melihat hilal, bila hilal tidak terlihat olehmu maka sempurnakan bilangan.” HR. Muslim Lafadz-lafadz: dan dalam hadits di atas mengandung makna bahwa jika hilal tidak terlihat atau terhalang walaupun berada di atas ufuk maka hilal dianggap tidak atau belum wujud. Artinya posisi hilal zaman Rasul tidak hanya berada di atas ufuk mar’i saja tetapi hilal dapat terlihat sebagai cahaya pertama yang dipantulkan bulan setelah ijtima’. Berdasarkan hadits-hadits di atas, penetapan awal bulan Kamariah khususnya awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah adalah dengan jalan rukyatul hilal yaitu melihat secara langsung hilal sesaat setelah matahari 32 Abdul Karim Kassim, Menentukan Awal dan Akhir Puasa Ramadhan Dengan Rukyat dan Hisab, h. 45. 33 Maskufa, Ilmu Falak, h. 155. 34 Al-Imam Abi Husain Muslim bin al-Hijaaji al-Qusyairi al-Naisaburi, Shahih Muslim, Beriut: Dar al-Fikr, 1991, Juz I, h. 472. 31 terbenam pada hari ke 29 atau dengan jalan istikmal yakni menggenapkan bilangan bulan itu menjadi 30 hari manakala rukyat yang dilakukan itu tidak berhasil. 35 Jadi, menurut kelompok rukyat bil fi’li yang disebut hilal itu adalah “cahaya” yang dipantulkan bulan setelah ijtima’, pada saat maghrib terlihat berupa garis lengkung putih. Sedangkan menurut kelompok Wujudul Hilal, hilal didefinisikan sebagai “posisi bulan” setelah ijtima’ dan pada saat maghrib berada di atas ufuk mar’i walau belum terlihat berupa garis lengkung putih.

3. Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Awal Bulan Kamariah