31
terbenam pada hari ke 29 atau dengan jalan istikmal yakni menggenapkan bilangan bulan itu menjadi 30 hari manakala rukyat yang dilakukan itu tidak
berhasil.
35
Jadi, menurut kelompok rukyat bil fi’li yang disebut hilal itu adalah “cahaya” yang dipantulkan bulan setelah ijtima’, pada saat maghrib terlihat
berupa garis lengkung putih. Sedangkan menurut kelompok Wujudul Hilal, hilal didefinisikan sebagai “posisi bulan” setelah ijtima’ dan pada saat
maghrib berada di atas ufuk mar’i walau belum terlihat berupa garis lengkung putih.
3. Pendapat Ulama Mengenai Penetapan Awal Bulan Kamariah
Awal bulan Kamariah memang harus ditetapkan, karena hal ini erat kaitannya dengan pelaksanaan ibadah yang harus kita lakukan. Dasar
penetapan awal bulan Kamariah dalam al-Qur’an dan hadits yang sudah dipaparkan di atas, ada beberapa kalangan fuqaha yang berbeda pendapat
dalam menafsirkan dasar hukum tersebut, diantaranya: a. Jumhur Ulama Hanafi, Maliki, dan Hambali berpendirian bahwa
penetapan awal bulan Kamariah harus berdasarkan rukyat. Menurut Hanafi dan Maliki apabila terjadi rukyat disuatu negeri maka rukyat tersebut
berlaku untuk semua daerah atau wilayah kekuasaannya. Sedangkan menurut Hambali, rukyat tersebut berlaku untuk seluruh dunia Islam.
b. Sebagian aliran dari golongan Syafi’i berpendirian sama dengan Jumhur, yakni awal Ramadhan tersebut ditetapkan berdasarkan rukyat.
35
Maskufa, Ilmu Falak, h. 152.
32
Perbedaannya dengan Jumhur ialah bahwa menurut golongan ini apabila terjadi rukyat didalam suatu negeri maka rukyat tersebut hanya berlaku
untuk daerahwilayah yang berdekatan dengannya, tidak berlaku untuk daerahwilayah yang jauh. Kriteria dekat disini ialah yang satu
mathla’sama mathla’nya. Golongan ini berpegang kepada hadits kuraib. Dan menurut golongan ini penetapan rukyat tersebut harus dilakukan oleh
qadlipemerintah. c. Sebagian ahli fiqh mazhab Syafi’i berpendirian bahwa penetapan awal
bulan Kamariah tersebut dilakukan berdasarkan hisab. Golongan ini bisa bekerjasama
dengan golongan
kedua, karena
golongan kedua
menggunakan mathla’, disamping itu mereka masih dalam satu lingkaran mazhab, dimana kelompok ketiga ini terdiri dari pemuka-pemuka mazhab
Syafi’i sendiri.
36
Tegasnya dalam mazhab Syafi’i ada yang berpegang kepada rukyat semata, tidak membenarkan campur tangan hisab sebagaimana pendapat
Jumhur dan ada yang berpegang kepada hisab Imkanur Rukyat. Persis dalam memahami dasar hukum penetapan awal bulan Kamariah
tidak mengikuti mazhab manapun, karena pada dasarnya Persis tidak bermazhab, dalam menetapkan awal bulan Kamariah Persis langsung
mentalfiq kepada sumber aslinya yaitu tafsir al-Qur’an dan syara’ hadits
36
Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji , Selayang Pandang Hisab Rukyat, Jakarta: Direktorat Pembinaan Peradilan Agama, 2004, h. 31.
33
tentang awal bulan Kamariah dalam artian mengambil mana sistem yang sesuai dengan pemahaman Persis.
37
Perbedaan pendapat dalam memahami dasar hukum penetapan awal bulan Kamariah apakah hilal itu harus ditetapkan berdasarkan rukyat ataukah
hisab tidak perlu kita perdebatkan, karena pada dasarnya antara dua pandangan saling mengisi dan saling melengkapi serta dapat disatukan.
Apalagi kalau dalam hal ini penetapan itu telah dilakukan oleh qadhi atau pemerintah.
C. Sejarah Singkat dan Perkembangan Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesia