b. Program penyelesaian kredit bermasalah harus sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank KPB.
5. Pelaksanaan program penyelesaian kredit bermasalah Pelaksanaan penyelesaian dilakukan secara penuh oleh STK dan dilakukan
evaluasi secara berkala atas perkembangan penyelesaian kredit bermasalah dan melaporkan hasilnya kepada Direksi dan juga Bank Indonesia.
6. Evaluasi efektivitas program penyelesaian kredit bermasalah sekurang-kurangnya dilakukan enam bulan sekali setelah program dilaksanakan atau tenggang waktu
lain yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Apabila hasilnya jauh di bawah target, maka STK mengusulkan perbaikan perubahan program. Hasil evaluasi
efektivitas program wajib dilaporkan ke Bank Indonesia. 7. Penyelesaian terhadap kredit yang tidak dapat ditagih, STK akan mengusulkan
cara-cara penyelesaiannya dan akan dilaksanakan setelah mendapat persetujuan.
2. Tindakan Bank Dalam Penyelesaian Kredit Bermasalah
Selanjutnya ketika kredit bermasalah terdeteksi terjadi, maka bank akan melakukan upaya penanganan untuk menghindari terjadinya tingkat kredit
bermasalah yang semakin tinggi. Penanganan suatu kredit bermasalah terdiri dari :
108
1. Pembinaan kredit bermasalah adalah upaya yang dapat dilakukan oleh bank dalam pengelolaan kredit bermasalah agar dapat diperoleh hasil yang optimal
sesuai dengan asumsi dan tujuan dari pemberian kredit tersebut.
108
Pradjoto B, Op. cit., hal
Universitas Sumatera Utara
2. Penyelamatan kredit bermasalah adalah upaya yang dilakukan oleh bank dalam pengelolaan kredit bermasalah yang masih mempunyai prospek di dalam
usahanya, dengan tujuan untuk meminimalkan kemungkinan timbulnya kerugian bagi bank, menyelamatkan kembali kredit yang ada agar menjadi lancar, serta
usaha-usaha lainnya yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas usaha debitur. 3. Penyelesaian kredit bermasalah adalah upaya yang dilakukan bank untuk
menyelesaikan kredit bermasalah yang tidak mempunyai prospek, setelah usaha- usaha pembinaan dan penyelamatan ternyata tidak mungkin dilakukan lagi.
Selanjutnya, ketika tindakan penyelamatan tidak membawa perubahan, bank akan melakukan tindakan penyelesaian tehradap kredit bermasalah tersebut. Dilihat
dari para pihak, tindakan penyelesaian kredit bermasalah tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
109
1. Penyelesaian langsung Yaitu ketika upaya penyelesaian kredit bermasalah dilakukan langsung oleh bank
yang bersangkutan. Penyelesaian langsung tersebut dapat berupa : a. Penagihan langsung kepada debitur
b. Pengumuman kepada publik market discipliner c. Hapus buku dan hapus tagih
110
2. Penyelesaian tidak langsung
109
Ibid., hal. 1
110
Hapus buku adalah tindakan administratif Bank untuk menghapus buku kredit yang memiliki kualitas Macet dari neraca sebesar kewajiban debitur tanpa menghapus hak tagih Bank
kepada Debitur. Hapus tagih adalah tindakan Bank menghapus kewajiban debitur yang tidak dapat diselesaikan.
Ibid., penjelasan pasal 69.
Universitas Sumatera Utara
Yaitu ketika upaya penyelesaian kredit bermasalah dilakukan dengan melibatkan pihak ketiga atau institusi lain seperti melalui debt collector, arbitermediator,
pengadilan, atau special purpose vehicle SPV
111
Hapus buku dan hapus tagih adalah upaya yang dapat dilakukan oleh bank terhadap kredit bermasalah apabila dianggap membahayakan kelangsungan usaha
suatu bank. .
112
Namun, upaya itu dapat dilakukan sebagai upaya terakhir ketika semua upaya telah dilakukan untuk memperbaiki kualitas kredit.
113
Kedua upaya ini juga hanya dapat dilakukan kepada kredit dalam kualitas macet.
114
Setiap bank wajib memiliki kebijakan disetujui komisaris dan prosedur disetujui minimal direksi
tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih.
115
Tidak seperti hapus buku, hapus tagih dapat dilakukan terhadap sebagian, namun hanya dalam rangka restrukturisasi
kredit.
116
Sedangkan untuk penyelesaian tidak langsung, melalui debt collector adalah tindakan yang paling sederhana. Dalam perjanjian kredit, seringkali dicantumkan
klausul pilihan penyelesaian sengketa alternative dispute resolution sehingga kemudian muncul arbiter atau mediator sebagai pihak yang membantu para pihak
111
Special Purpose Vehicle SPV adalah sebuah perusahaan dengan tujuan atau fokus yang terbatas. Perusahaan ini dibentuk oleh suatu badan hukum untuk melakukan aktivitas khusus atau
bersifat sementara. Perusahaan ini biasanya, walaupun tidak perlu, dikuasai hampir sepenuhnya oleh badan hukum yang menjadi sponsornya. Oleh sebab itu SPV ini harus dijauhkan dari sponsor baik
dalam bidang manajemennya maupun pemilikannya tidak 100, karena jika SPV sudah dikuasai atau diatur oleh sponsor, maka tidak akan ada perbedaan antara cabang perusahaan dan SPV.
112
IndonesiaC, Undang-Undang Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790., pasal 37
ayat 1 huruf c.
113
Bank Indonesia B, Op. cit., pasal 71 ayat 1.
114
Ibid., pasal 70 ayat 1.
115
Ibid., pasal 69 jo penjelasan
116
Ibid., pasal 70 2 jo 3 jo 4
Universitas Sumatera Utara
terhadap sengketa yang timbul. Namun jika tidak tercantum klausul tersebut atau tidak berhasil, maka selanjutnya dapat diselesaikan melalui pengadilan yaitu dengan
mengajukan gugatan perdata, meminta pelaksanaan eksekusi hak tanggungan, atau meminta pelaksanaan “fiat eksekusi” pengadilan.
117
Upaya melalui pengadilan dapat juga melalui pidana jika terdapat indikasi tindak pidana dan gugatan kepailitan jika
jaminan yang diberikan tidak memberikan hak preferen atau tidak lagi cukup untuk menutupi kewajiban debitur.
118
Perkembangan terbaru penyelesaian kredit bermasalah adalah melalui Special Purpose Vehicle SPV yaitu suatu perusahaan
seperti perusahaan anjak piutang factoring company yang diperluas tidak meliputi piutang dagang tapi juga piutang bank.
119
Selanjutnya dengan perkembangan perbankan di bidang perkreditan terutama dengan maraknya kredit bermasalah, Bank Indonesia melakukan upaya-upaya sebagai
berikut : 1. Upaya penyelesaian kredit bermasalah dan peningkatan mutu portofolio dalam
rangka menciptakan sistem perbankan yang sehat, efisien, dan kompetitif. Upaya ini dilakukan melalui TSKBP, STK, dan TKK; mencegah danatau mengurangi
timbulnya kredit bermasalah yang baru dengan menciptakan PPKPB; membina bank-bank yang mengalami kesulitan akibat kredit bermasalah dengan
mengarahkan bank yang bersangkutan untuk melakukan merger, konsolidasi, atau
117
Yunus Husein, “Non Performing Loan Ditinjau dari Sudut Hukum Perbankan”, Makalah disampaikan pada acara Seminar mengenai Solusi Hukum Penyelesaian Kredit Bermasalah dan
Hambatan dalam Penyaluran Kredit, Jakarta, 2 Agustus 2006, hal. 3.
118
Pradjoto , slide 43 dan slide 46.
119
Yunus Husein, Op. cit., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
akuisisi; meningkatkan efektivitas sarana hukum, melakukan kerja sama dengan instansi terkait. Hasil yang dicapai adalah berupa pemanfaatan lembaga parate
eksekusi, disetujuinya penerapan putusan serta – merta dan dapat dimanfaatkannya grosse sertifikat Hak Tanggungan.
Disamping itu dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung untuk menyelesaikan perkara kredit bermasalah di pengadilan dalam jangka waktu
paling lambat enam bulan untuk setiap tingkat peradilan. 2. Mempercepat proses konsolidasi dengan meminta bank agar menjalankan
ketentuan perbankan secara ketat, mempertimbangkan risiko usaha yang mungkin akan timbul secara cermat, penerapan kewajiban penghapusan kredit macet write
off sepanjang bank memiliki cadangan penghapusan yang cukup, mengarahkan perbankan untuk mengacu pada budaya menerapkan sistem “Self Regulation” atas
dasar prinsip kehati-hatian.
3. Restrukturisasi Kredit Dalam Rangka Penyelamatan Kredit Bermasalah