Aspek Hukum Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Kredit Macet (Studi Pada Pt. Bank Sumut)

(1)

ASPEK HUKUM MEDIASI PERBANKAN DALAM

PENYELESAIAN KREDIT MACET

(Studi Pada PT. Bank Sumut)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Akhir dan Memenuhi Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh: SARAH DIVA NIM : 110200386

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ASPEK HUKUM MEDIASI PERBANKAN DALAM

PENYELESAIAN KREDIT MACET

(Studi Pada PT. Bank Sumut)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

SARAH DIVA NIM: 110200386

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM DAGANG

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, S.H. M. Hum NIP: 196603031985091001

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. H. Hasim Purba, S.H. M. Hum Aflah, S.H. M. Hum

NIP: 196603031985091001 NIP :1970050192002122002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi inni dengan baik dan tepat pada waktunya.

Skripsi ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Didorong dengan kenyataan ini, maka akhirnya penulis menyelesaikan skripsi ini dengan judul :

“ASPEK HUKUM MEDIASI PERBANKAN DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET (STUDI PADA PT. BANK SUMUT)”.

Skripsi ini membahas tentang aspek hukum mediasi perbankan dalam penyelesaian kredit macet pada PT. Bank Sumut, semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penyusun khususnya dan bagi para pihak yang berkepentingan pada umumnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun dengan lapang hati penulis selalu menerima kritik, saran maupun masukan yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, selaku Pembantu Dekan I.

3. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan, sekaligus sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(4)

4. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan Dagang.

5. Ibu Aflah, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu, tenaga, arahan, dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Malem Ginting, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang telah memberikan arahan selama penulis berada dalam perkuliahan, serta seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang dengan dedikasinya dan pengabdiannya telah mendidik penulis selama menjadi Mahasiswa, dan Staff Administrasi yang telah membantu dalam pengurusan selama perkuliahan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua saya tercinta, Ir. Faizal Rida dan

Fauziah Hanum Lubis serta abang dan kakak ipar saya Gallif Faizal Rida, S.H dan Jihan Farhana Lubis, S.E, yang selalu mendoakan, mendukung, menyemangati dan memberikan kasih sayang selama ini kepada penulis

baik dalam menyelesaikan perkuliahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

8. Kepada Fauzal Rizkal, S.T, yang selalu memberikan semangat, dan kasih

sayang, dan selalu sabar mendengarkan keluhan penulis mulai dari masa-masa perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

9. Kepada sahabat-sahabat yang penulis sayangi : Calvin, Rido, Nadhira,

Lutfhi, Fauzan Zaki, Yovina, dan Ka Anditha, terima kasih telah setia mendengarkan keluhan penulis dan selalu menyemangati penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, seluruh teman-teman seperjuangan stambuk 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, dan khususnya


(5)

kepada teman-teman Grup A Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, serta teman-teman Departemen Keperdataan Program Kekhususan Dagang, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya.

10.Kepada seluruh staff PT. Bank Sumut : Bapak Abdi Santosa, Bapak

Ikhwan Simanjuntak, Bapak Prima dan seluruh staff yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bimbingan, kerjasamanya, dan keramahannya dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis selama ini

yang tidak dapat penulis lupakan atas segala bantuan dan dukungannya hingga terselesaikannya skripsi ini.

Atas semua dukungan tersebut, kiranya tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmatNya dan balasan yang berlipat ganda.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan ketidaksempurnaan, karena sebagai manusia penulis tentu jauh dari kesempurnaan dan ingin melangkah baik dan belajar dari kesalahan.

Penulis juga berharap kiranya skripsi ini dapat bermanfaat dalam memperluas cakrawala dan pengetahuan kita semua.

Medan, April 2015


(6)

ABSTRAK

Sarah Diva*

Hasim Purba**

Aflah***

Perbankan sebagai lembaga yang memberikan kredit kepada rakyat, akan selalu di ancam oleh berbagai krisis, antara lain adalah krisis kredit bermasalah. Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit oleh bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan hutangnya dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Terjadinya kredit macet terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pihak bank setidaknya mempertimbangkan lembaga penyelesaian sengketa mana yang dipandang dapat menyelesaikan secara efektif dan efisien dengan hasil yang memuaskan. Untuk penyelesaian sengketa di bidang perbankan antara kedua belah pihak, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 8/5/PBI/2006 yang telah dirubah menjadi No. 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan. Beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian ini diantaranya, bagaimana pelaksanaan pemberian kredit, bagaimana menentukan kredit tersebut dapat dikatakan sebagai kredit macet, bagaimana proses pelaksanaan mediasi perbankan, dan apa saja yang menjadi hambatan dalam menyelesaikan kredit macet tersebut dilihat dari segi pihak bank.

Metode penelitian yang digunakan metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kepustakaan, yaitu dengan meneliti bahan pustaka seperti perundang-undangan, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, pendapat para sarjana, jurnal hukum, internet, dan diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, yakni dilakukannya wawancancara di PT. Bank Sumut.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, pihak Bank Sumut juga mengalami perkreditan macet, nasabah yang memperoleh kredit dari Bank Sumut pada akhirnya ada beberapa yang tidak bisa membayar hutangnya. Dari hasil penelitian pihak Bank Sumut pernah melakukan mediasi untuk saling membantu kedua bela pihak agar bisa menyelesaikan kredit bermasalah tersebut. Mediasi yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 dengan medasi dalam peraturan lainnya memiliki beberapa persamaan dalam unsur-unsurnya maupun dalam pelaksanaannya dan juga tidak memiliki perbedaan yang begitu menonjol. Peranan mediasi ini bagi kedua belah pihak dalam menyelesaikan perkreditan macet pada dasar nya sama-sama menguntungkan bagi keduanya, sehingga baik pihak bank maupun pihak nasabah tetap dapat menjalankan hubungan mereka dengan baik.

Kata kunci: Mediasi Perbankan, Kredit Macet

*

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Peneilitan ... 7

E. Metode Penelitian... 8

F. Keaslian Penulisan ... 11

G. Sistematika Penulisan... 12

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI ... 15

A. Pengertian Mediasi Perbankan ... 15

B. Unsur-Unsur Mediasi Perbankan ... 19

C. Manfaat dan Tujuan Mediasi Perbankan... 23

D. Penyelesaian Sengketa Pada Perbankan Melalui Mediasi ... 27

E. Pengaturan Hukum Mengenai Mediasi Perbankan ... 30

BAB III : TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PERBANKAN ... 34

A. Struktur Organisasi PT. Bank Sumut ... 34

B. Jenis-Jenis Kredit ... 37

C. Perjanjian Kredit ... 43

D. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Kredit... 53


(8)

BAB IV: PENERAPAN MEDIASI PERBANKAN DALAM

PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM BANK SUMUT . 60

A. Pelaksanaan Pemberian Kredit Pada Bank Sumut ... 60

B. Pengertian Kredit Macet Pada Bank Sumut ... 65

C. Proses Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Sumut Melalui Mediasi Perbankan... 68

D. Hambatan yang Dihadapi dalam Penyelesaian Kredit Macet dalam Mediasi Perbankan ... 72

BABV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN

a. Wawancara (Question of Interview)

b. Surat Izin Riset dari PT. Bank Sumut


(9)

ABSTRAK

Sarah Diva*

Hasim Purba**

Aflah***

Perbankan sebagai lembaga yang memberikan kredit kepada rakyat, akan selalu di ancam oleh berbagai krisis, antara lain adalah krisis kredit bermasalah. Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit oleh bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan hutangnya dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Terjadinya kredit macet terdapat beberapa faktor yang mempengaruhinya. Pihak bank setidaknya mempertimbangkan lembaga penyelesaian sengketa mana yang dipandang dapat menyelesaikan secara efektif dan efisien dengan hasil yang memuaskan. Untuk penyelesaian sengketa di bidang perbankan antara kedua belah pihak, Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 8/5/PBI/2006 yang telah dirubah menjadi No. 10/1/PBI/2008 tentang mediasi perbankan. Beberapa permasalahan yang timbul dalam penelitian ini diantaranya, bagaimana pelaksanaan pemberian kredit, bagaimana menentukan kredit tersebut dapat dikatakan sebagai kredit macet, bagaimana proses pelaksanaan mediasi perbankan, dan apa saja yang menjadi hambatan dalam menyelesaikan kredit macet tersebut dilihat dari segi pihak bank.

Metode penelitian yang digunakan metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kepustakaan, yaitu dengan meneliti bahan pustaka seperti perundang-undangan, buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, pendapat para sarjana, jurnal hukum, internet, dan diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, yakni dilakukannya wawancancara di PT. Bank Sumut.

Hasil penelitian menunjukan bahwa, pihak Bank Sumut juga mengalami perkreditan macet, nasabah yang memperoleh kredit dari Bank Sumut pada akhirnya ada beberapa yang tidak bisa membayar hutangnya. Dari hasil penelitian pihak Bank Sumut pernah melakukan mediasi untuk saling membantu kedua bela pihak agar bisa menyelesaikan kredit bermasalah tersebut. Mediasi yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 dengan medasi dalam peraturan lainnya memiliki beberapa persamaan dalam unsur-unsurnya maupun dalam pelaksanaannya dan juga tidak memiliki perbedaan yang begitu menonjol. Peranan mediasi ini bagi kedua belah pihak dalam menyelesaikan perkreditan macet pada dasar nya sama-sama menguntungkan bagi keduanya, sehingga baik pihak bank maupun pihak nasabah tetap dapat menjalankan hubungan mereka dengan baik.

Kata kunci: Mediasi Perbankan, Kredit Macet

*

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**

Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

***


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam undang-undang No. 7 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 tahun 1998, dimana dalam undang-undang tersebut, pada pasal angka 2, telah didefinisikan bahwa :

“Bank adalah Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia :

Bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas

pembayaran dan peredaran uang.1

Bank merupakan intermediasi dana untuk menggerakkan dunia bisnis dan mempunyai tugas sebagai perantara untuk menyalurkan penawaran dan permintaan kredit pada waktu yang ditentukan dan suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang penyalurannya akan kembali pada masyarakat juga dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sebagai badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan dari usaha yang dijalankannya, sebaliknya sebagai lembaga keuangan bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga kestabilan nilai uang, untuk mendorong kegiatan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja. Dalam hal ini tanpa perbankan yang sehat dan berkembang sebuah perekonomian tidak akan

1


(11)

dapat di bangun, terutama dalam era globalisasi dan ekonomi pasar sekarang,

hanya dengan kesehatan yang primalah bank dapat menjalankan fungsinya.2

Perbaikan struktur permodalan dunia usaha merupakan keharusan untuk

meningkatkan efisiensi dan memperkokoh daya saing perusahaan dalam mengadapi persaingan yang semakin tajam terutama dalam era globalisasi. Upaya-upaya perbaikan dapat dilakukan salah satunya dengan memperhatikan

aspek-aspek good corporate governance, yang studi dan risetnya makin banyak

dilakukan oleh berbagai intitusi baik dalam lingkungan nasional maupun internasional. Globalisasi yang ditandai dengan adanya perapatan dunia (Compression of the world) telah mengubah peta perekonomian, politik dan budaya. Pergerakan barang dan jasa terjadi semakin cepat. Modal dari suatu Negara beralih ke Negara lain dalam hitungan detik akibat pemanfaatan teknologi informasi. Sejalan dengan itu, kegiatan perbankan sebagai urat nadi perekonomian

bangsa tidak luput dari dampak globalisasi.3

Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu Negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana (Surplus of Funds) dengan pihak-pihak yang kekuranngan dan memerlukan dana (Lack of Funds). Dengan demikian perbankan akan bergerak dalam kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan. Bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian masyarakat. Menurut ilmu sosiologi, perbankan diakui merupakan suatu lembaga sosial, dalam arti bahwa perbankan tersebut merupakan bentuk

2Adrian Sutedi, Hukum Perbankan Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi,

dan Kepailitan, Jakarta, Sinar Grafika, 2010, hal. V

3


(12)

himpunan norma-norma dari segala tingkatan yang menyangkut kebutuhan pokok manusia.

Perbankan mempunyai fungsi utama sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat dan bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan

nansional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Dalam

menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya perbankan harus lah tetap senantiasa bergerak cepat guna menghadapi tantangan-tantangan yang semakin berat dan

luas, baik dalam perkembangan ekonomi nasional maupun internasional.4

Dunia perbankan di berbagai belahan dunia ini tampaknya selalu di ancam oleh berbagai krisis, antara lain krisis kredit bermasalah atau yang lazim disebut

sebagai Debt Crisis. Hal ini dapat dipahami karena dunia perbankan adalah suatu

kegiatan usaha yang selalu melayani dan hidup dalam kesatuannya dengan

kegiatan ekonomi nyata dimasyarakat mana pun.5

Para nasabah yang telah memperoleh fasilitas kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan hutang nya dengan lancar sesuai dengan waktu yang telah diperjanjikan. Pada kenyatannya di dalam praktik nya selalu ada sebagian nasabah yang tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat dari nasabah tidak dapat membayar lunas hutang nya, maka akan tergambar perjalanan kredit menjadi kredit yang bermasalah. Kredit bermasalah ini sangat dikhawatirkan oleh bank, karena akan mengganggu kondisi keuangan bank, bahkan dapat mengakibatkan berhentinya kegiatan usaha bank.

4

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti , 2006,hal. 4

5 Gunarto Suhardi, Usaha Perbankan Dalam Perspektif Hukum, Yogyakarta, Kanisius, 2003, hal. 9


(13)

Oleh karena itu setiap bank memiliki prosedur dalam pemberian kredit, dan tidak semata-mata memberikan fasilitas kredit tersebut secara mudah.

Dalam persoalan kredit bermasalah, debitur mengingkari janji mereka membayar bunga dan atau kredit induk yang telah jatuh tempo. Sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran. Di dalam persoalan kredit bermasalah ini, ada kemungkinan yang memungkinkan kreditur untuk terpaksa melakukan tindakan hukum, atau menderita kerugian dalam

jumlah yang jauh lebih besar dari jumlah yang diperkirakan.6

Terjadinya kredit bermasalah ada beberapa faktor yang mempengaruhi nya, yaitu faktor yang berasal dari nasabah dan faktor yang berasal dari bank. Bank sebagai kreditur juga tidak terlepas dari kelemahan yang dimiliki. Faktor

tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berkaitan dengan nasabah.7

Kredit macet bukan hanya persoalan antara bank dengan nasabahnya di bidang perkreditan, namun juga menjadi persoalan bagi pihak nasabah, karena pihak nasabah yang tidak dapat membayar hutangnya akan terancam dengan adanya penyitaan dan akhirnya akan terjadi pelelangan atas jaminan yang nasabah berikan kepada bank. Persoalan kredit macet merupakan bukan hal yang baru dalam dunia perbankan karena pemberian kredit berisiko kemacetan. Sebagai pihak yang meghadapi masalah, bank memiliki kebebasan untuk menentukan lembaga mana yang akan dipilih untuk penyelesaian sengketa kredit macet dengan nasabahnya.

Pihak bank setidaknya akan mempertimbangkan lembaga penyelesaian sengketa mana yang dipandang dapat menyelesaikan secara efektif dan efisien

6

Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Edisi Revisi, Jakarta, PT . Damar Mulia Pustaka, 2008, hal.13

7


(14)

dengan hasil yang memuaskan. Untuk penyelesaian sengketa di bidang perbankan antara bank dengan nasabah, Bank Indonnesia telah mengeluarkan PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan, maka yang dimaksud dengan mediasi perbankan adalah alternatif penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank yang tidak mencapai penyelesaian yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan.

Mediasi perbankan merupakan figur baru dalam dunia perbankan. Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga mediasi perbankan independen yang dibentuk oleh asosiasi perbankan. Mediasi perbankan sebagai cara untuk penyelesaian sengketa mempunyai kelebihan dan keunggulan, yaitu proses

penyelesaiannya yang murah, cepat dan sederhana.8

Keberadaan mediasi perbankan juga dalam rangka tindakan pembinaan dan pengawasan dari Bank Indonesia sebagai bank sentral, dimana tujuan dari pembinaan dan pengawasan tersebut adalah mengingat bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, maka suatu bank perlu dipantau oleh Bank Indonesia, yang bertujuan agar kesehatan bank tetap terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap bank tetap terpelihara sebab kepercayaan terhdap lembaga perbankan hanya dapat ditimbulkan apabila lembaga perbankan dalam kegiatan usahanya selalu berada

dalam keadaan yang sehat.9

8

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Jakarta, Rineka Cipta, 2009, hal.268

9

Astrid Vinolia Siahaan, Peranan Mediasi Perbankan Dalam Menjaga Kepentingan Bank Dan Nasabah, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2009, hal. 4


(15)

Secara konvensional, penyelesaian sengketa biasanya dilakukan secara litigasi atau dimuka pengadilan. Dalam keadaan demikian, posisi para pihak yang bersengketa sangat antagonistis atau saling berlawanan satu sama lain. Penyelesaian sengketa seperti ini tidak direkomendasikan. Dan kalaupun ditempuh, sifatnya semata-mata hanya sebagai jalan yang terakhir setelah alternatif lain dinilai tidak mampu membuahkan hasil. Proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu yanglama mengakibatkan perusahaan atau para pihak yang bersengketa mengalami ketidakpastian. Cara penyelesaian seperti

itu tidak diterima di dunia bisnis karena tidak sesuai dengan tuntutan zaman.10

Berdasarkan uraian latar belakang diatas,maka penulis membuat penelitian hukum yang mengambil judul sebagai berikut : “Aspek Hukum Pelaksanaan

Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Kredit Macet”, ini diangkat sebagai suatu

karya ilmiah yang diharapkan mampu menambah pengetahuan di bidang hukum, khususnya hukum perbankan di Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Setelah menguraikan latar belakang pemilihan judul skripsi, penulis akan merinci permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pelaksanaan Pemberian Kredit Pada Bank Sumut?

2. Bagaimana Pengertian Kredit Macet Pada Bank Bank Sumut?

3. Bagaimana Proses Penyelesaian Kredit Macet Pada Bank Sumut melalui

Mediasi Perbankan?

10

Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dan arbitrase, Proses Kelembagaan dan Aspek Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2000, Hal. 12-13


(16)

4. Apa Saja Hambatan Yang Dihadapi Dalam Penyelesaian Kredit Macet Dalam Mediasi Perbankan?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah bertujuan untuk menghasilkan tulisan yang akurat dan dapat dibuktikan kebenarannya dan juga bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pemberian kredit pada Bank Sumut.

2. Untuk mengetahui pengertian kredit macet pada Bank Sumut.

3. Untuk mengetahui proses penyelesaian kredit macet pada Bank Sumut

melalui mediasi perbankan.

4. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi dalam penyelesaian

kredit macet dalam mediasi perbankan.

D. Manfaat Penulisan

Adapun penulisan ini dilakukan diharapkan bermanfaat, baik bermanfaat teoritis maupun praktis. Adapun kedua manfaat itu adalah sebagai berikut :

a. Secara Teoritis

Hasil penulisan ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dalam suatu karya ilmiah yang berbentuk dalam skripsi, yang dapat bermanfaat bagi masyarakat yang membaca skripsi ini mengenai aspek hukum mediasi perbankan dalam penyelesaian kredit macet.

b. Secara Praktis

Hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi setiap bank dalam menyelesaikan kredit macet melalui mediasi perbankan. Sehingga


(17)

kepentingan bank maupun nasabah sama-sama terlindungi dan tidak ada hak yang dilanggar demi tercapainya kepentingan kedudukan antara bank dan nasabah.

E. Metode Penelitian

Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu research, yaitu

berasal dari kata re (kembali) dan to search (mencari). Pada dasarnya yang dicari

itu adalah “pengetahuan yang benar” untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu dengan menggunakan logika berfikir.

Metode penelitian digunakan dalam setiap penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah itu sendiri suatu proses penalaran yang mengikuti suatu alur berpikir yang logis dan dengan menggabungkan metode yang juga ilmiah karena penelitian ilmiah selalu menuntut pengujian dan pembuktian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris.

Metode penelitian sebenarnya adalah cara alamiah untuk memperoleh data dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Jadi setiap penelitian yang dilakukan itu melakukan kegunaan serta terdapat tujuan tertentu, adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah adanya suatu penemuan, pembuktian dan pengembangan. Penemuan yang dimaksud adalah data nya benar-benar suatu hal yang baru dan belum pernah dibahas sebelumnya, sedangkan pembuktian yang berarti itu datanya bisa digunakan untuk membuktikan keraguan terhadap pengetahuan atau informasi tertentu.


(18)

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini, agar tujuan lebih terarah dan dapat dipertanggung jawabkan, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi ini adalah metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dikenal juga dengan pendekatan kepustakaan, yaitu dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tresier. Pendekatan yuridis empiris yakni dilakukan dengan melihat kenyataan yang ada dalam praktek dilapangan. Pendekatan ini dikenal juga dengan pendekatan secara sosiologis yang dilakukan secara langsung ke lapangan.

2. Sifat Penelitian

Sifat penelitian pada skripsi ini bersifat penelitian deskriptif dan penelitian studi kasus. Penelitian deskriptif secara sistematis, dan akurat mengenai fakta-fakta yang akan dibahas dalam skripsi ini.

3. Jenis dan Sumber Data

Penyusunan skripsi ini jenis data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan, serta didukung oleh data yang diperoleh dari studi lapangan di PT. Bank Sumut.

Sumber data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat seperti perundang-undangan.


(19)

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, doktrin atau pendapat para sarjana, jurnal hukum, internet, dan diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan, yakni dilakukannya wawancara.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hujum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum yang dipergunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

4. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dapat dipertanggung jawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah

selanjutnya untuk mengelola hasil penelitian menjadi suatu laporan.11

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, artinya menguraikan data yang diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat. Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak pada analisis empiris, yang didalamnya dilengkapi dengan analisis normatif. Berdasarkan hasil analisis kesimpulan yang ditarik secara dedukatif, yaitu cara berpikir yang didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan bersifat khusus.

11

Bambang sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta, 2001, hal.18


(20)

F. Keaslian Penulisan

Pembuatan karya ilmiah haruslah merupakan suatu hal yang berasal dari alam pikiran yang berdasarkan pengetahuaan yang dimiliki oleh penulis, tidak merupakan suatu hal yang telah ditulis terlebih dahulu oleh orang lain atau yang biasa disebut plagiat.

Penulisan karya ilmiah ini adalah murni dan benar-benar berasal dari pemikiran penulis dan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam diri penulis bahwa terhadap judul diperlukannya suatu pembahasan yang lebih dalam.

Keaslian penulisan ini dapat dibuktikan karena sebelum penulisan ini berlangsung penulis telah melakukan pengecekkan terhadap judul ini terlebih dahulu ke Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dari hasil tersebut penulis mendapatkan beberapa judul yang bisa dijadikan sebagai refrensi bagi penulis, yaitu :

Nama : Dupa Andhyka S. K Nim : 030200012

Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Pengaduan Nasabah Dalam

Transaksi Perbankan Indonesia (tinjauan yuridis terhadap PBI No.7/7/PPI/2005 tentang penyelesaian pengaduan nasabah dan PBI No.8/5/PBI/2006 tentang mediasi perbankan)

Permasalahan yang dibahas dalam skripsi di atas adalah, bagaimana prosedur penyelesaian sengketa perbankan sebelum keluarnya PBI No.8/5/2006 tentang mediasi perbankan dan bagaimana prosedur penyelesaian sengketa perbankan setelah keluarnya PBI No.8/5/2006 tentang mediasi perbankan.


(21)

Nama : Endika Triono Dachi Nim : 030200197

Judul : Mediasi Perbankan Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dengan Nasabah, merujuk pada peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/14/DPNP

Perumusan masalah yang dibahas dalam skripsi diatas adalah, bagaimana pertanggung jawaban bank terhadap adanya kerugian nasabah, bagaimana proses pelaksanaan mediasi perbankan, bagaimana akta kesepakatan dari proses mediasi dan ketentuan hukum beserta sanksi-sanksinya, dan bagaimana independensi mediator dalam melaksanakan fungsi mediasi perbankan.

Judul dan perumusan masalah diatas adalah beberapa judul yang telah menjelaskan tentang Mediasi Perbankan, namun judul maupun permasalahan yang dibahas tersebut berbeda dengan penulisan skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Aspek Hukum Mediasi Perbankan Dalam Penyelesaian Kredit Macet” (Studi pada PT. Bank Sumut), dan pemasalahannya yaitu bagaimana pelaksanaan pemberian kredit, bagaimana menentukan kredit tersebut dapat dikatakan sebagai kredit macet, bagaimana proses pelaksanaan mediasi perbankan, dan apa saja yang menjadi hambatan dalam menyelesaikan kredit macet, maka dari itu penulisan karya ilmiah ini telah terbukti keasliannya.

G. Sistematika Penulisan

Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik maka pembahasannya harus diuraikan dengan sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab


(22)

yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I : Pendahuluan, bab ini berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang didalamnya terdiri mengenai, latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan, dan diakhiri oleh sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan umum tentang mediasi, bab ini memaparkan tentang pengertian mediasi perbankan, unsur-unsur mediasi perbankan, manfaat dan tujuan mediasi perbankan, penyelesaian sengketa pada perbankan melalui mediasi, dan pengaturan hukum mengenai mediasi perbankan.

BAB III : Tinjauan umum mengenai kredit perbankan, bab ini memaparkan tentang struksur organisasi PT. Bank Sumut, jenis-jenis kredit, perjanjian kredit, hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian kredit, serta wanprestasi dalam perjanjian kredit.

BAB IV : Penerapan mediasi perbankan dalam penyelesaian kredit macet pada PT. Bank Sumut, bab ini memaparkan tentang bagaimana pelaksanaan pemberian kredit, pengertian kredit macet, proses penyelesaian kredit macet melalui mediasi perbankan, dan hambatan yang dihadapi dalam penyelesaian kredit macet melalui mediasi perbankan pada PT. Bank Sumut.


(23)

BAB V : Kesimpulan dan Saran, bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi pihak perbankan, pihak akademis dan orang-orang yang membacanya.


(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI

A. Pengertian Mediasi Perbankan

Bank sebagai badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat menjalankan usahanya terutama dari dana masyarakat dan kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat. Selain itu bank juga memberikan jasa-jasa keuangan

dan pembayaran lainnya.12 Praktek transaksi yang terjadi diantara bank dan

nasabah tidak terlepas dari adanya risiko. Salah satu risiko yang sering terjadi yaitu sengketa antara pihak bank dan nasabah. Ketika hubungan hukum antara bank dan nasabah mulai tercipta, maka sejak itu terbuka kemungkinan sengketa antar para pihak.

Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan masalah sengketa yaitu melalui proses Mediasi. Mediasi merupakan salah satu pilihan alternatif yang digunakan pada saat sengketa yang terjadi antara nasabah dan bank tidak dapat diselesaikan. Ciri utama mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau consensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah maka dalam mediasi tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi

berlangsung.13

Mediasi adalah perluasan dari proses negosiasi. Dimana para pihak yang bersengekta merasa tidak mampu menyelesaikan sengketanya, dimana seorang pihak ketiga yang netral yaitu mediator, membantu para pihak yang bersengketa

12

Mediasi Perbankan Sebagai Wujud Perlindungan Terhadap Nasabah Bank, dalam

http://www. djpp.kemenkumham.go.id diakses pada tanggal 27 November 2014.

13

PTABandung, MEDIASI Pengertian Mediasi, dalam http://www. pta-bandung.go.id dikases pada tanggal 27 November 2014.


(25)

untuk mencapai kesepakatan. Mediator tidak mempunyai kewenangan untuk

menetapkan keputusan bagi para pihak14. Dalam mediasi pihak ketiga akan

membantu pihak-pihak yang bertikai dalam menerapkan niai-nilainya terhadap fakta-fakta untuk mencapai hasil akir. Nilai-nilai ini dapat meliputi hukum, rasa

keadilan, kepercayaan agama, moral, dan masalah-masalah etika15.

Mediasi adalah juga salah satu dari beberapa jalur alternative lain selain arbitrase yang dapat dipergunakan sebagai sarana memecahkan persoalan yang masih dibawah pemukaan atau sebagian besar masih dibawah permukaan atau masalah yang timbul masih dapat diantisipasi agar tidak memasuki jalur litigasi yang prosesnya dapat berlarut-larut. Dimana jalur mediasi ini ditangani oleh

mereka yang ditunjuk sebagai mediator.16

Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Ciri-ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi

berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.17

Pada prinsipnya Mediasi adalah salah satu mekanisme penyelesaian

sengketa diluar pengadilan (Out of Court Settlemen) melalui perundingan yang

14

Arus Akbar Silondae, Andi Farian Fathoeddin, Aspek Hukum dalam Ekonomi dan Bisinis, Jakarta, Mitra Wacana Media, 2010, 2013, Hal.89

15

Astrid Vinolia Siahaan, Op.Cit Hal 17

16

Hamid Shahab, Menyingkap dan Meneropong Undang-undang Arbitrase No. 30 Tahun 1999 dan Jalur Penyelesaian Alternatif, Jakarta, Djambatan, 2000, Hal. 6

17

Bahrony2011, Proses Mediasi, dalam http://www.pta-bandung.go.id diakses tanggal 27 November 2014.


(26)

melibatkan pihak ketiga yang bersifat netral dan tidak memihak. Penyelesaian sengketa melalui mekanisme mediasi tidak mencari siapa yang salah atau benar, atau siapa yang wanprestasi dan siapa yang dirugikan atau siapa yang dilanggar haknya dimasa lalu yang mengakibatkan timbulnya sengketa.

Fokus mediasi adalah untuk mencapai kesepakatan karena para pihak memahami bahwa jika konflik terus berlanjut para piihak akan mengalami kerugian, yaitu kehilangan meraih peluang dimasa depan. Dengan demikian persoalan dimasa lalu yang menimbulkan konflik tidak diungkapkan lagi, tetapi lebih mengutamakan mencapai kesepakatan agar dari kerjasama yang dilanjutkan

tersebut membawa keuntungan bagi mereka.18

Mediasi Perbankan adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian maupun

seluruh permasalahan yang disengketakan.19

Adapun yang menjadi penyelenggara Mediasi Perbankan menurut Pasal 3 Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006, yakni Lembaga Mediasi Perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan. Proses beracara dalam Mediasi Perbankan secara teknis diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006

dan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006.20

Ada beberapa pengertian tentang mediasi dan mediasi perbankan yang dapat disebutkan disini, antara lain :

18 Arus Akbar Silondae, Andi Farian Fathoeddin, Op.Cit. Hal. 89

19

DBS Treasures, Mediasi-Perbankan, http://www.dbs.com/id/treasures-id/mediasi-perbankan.page. Diakses tanggal 27 November 2014

20


(27)

a. Mediasi adalah upaya penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ketiga yang netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan yang membantu pihak-pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian atau

solusi yang dapat diterima oleh kedua belah pihak21.

b. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan

atau mufakat para pihak dengan dibantuk oleh mediator yang tidak

memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.22

c. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator

untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian atau seluruh permasalahan yang disengketakan.

Sebenarnya PBI No.8/5/PBI/2006 tidak menyatakan definisi mediasi perbankan secara lengkap, karena Pasal 1 angka 5 hanya menjelaskan apa yang dimaksud dengan “Mediasi” sebagai bentuk rumusan lain yang tidak jauh berbeda dengan rumusan-rumusan yang ditemukan dalam undang-undang atau pendapat para ahli. Berpedoman pada definisi di atas, definisi mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah atau perwakilan nasabah yang melibatkan mediator sebagai pihak ketiga yang membantu para pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan secara sukarela tanpa adanya kewenangan atau keputusan dari mediator.

Adapun hal- hal yang diatur dalam mediasi perbankan adalah :

21

Bennylin, Mediasi – Wikipedia bahasa Indonesia, Ensiklopedia bebas, dalam

http://www.id.wikipedia.org/wiki/Mediasi diakses tanggal 27 November 2014

22

Gunadarma, Hidup Adalah Perjuangann : Pengertiian Mediasi, dalam


(28)

a. Nasabah atau perwakilan nasabah dapat mengajukan upaya penyelesaian sengketa melalui mediasi ke BI apabila nasabah merasa tidak puas atas penyelesaian pengaduan nasabah;

b. Sengketa yang dapat diajukan penyelesaiannya adalah sengketa keperdataan

yang timbul dari transaksi keuangan yang memiliki tuntutan finansial paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah). Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh tuntutan immaterial;

c. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh hari) kerja

saat tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah;

d. Pelaksanaan proses mediasi sejak ditandatanganinya perjanjian mediasi

sampai dengan penandatanganan Akta Kesepakatan oleh para pihak dilaksanakan dalam waktu 30 hari kerja dan dapat diperpanjang sampai dengan 30 hari berikutnya berdasarkan kesepakatan nasabah dan bank;

e. Akta kesepakatan dapat memuat menyeluruh, kesepakatan sebagian, atau tidak

tercapainya kesepakatan atau kasus yang disengketakan.23

B. Unsur-unsur Mediasi Perbankan

Mediasi perbankan memiliki beberapa unsur yang terdapat di dalamnya, mediasi perbankan bersifat sebagai suatu alternatif dalam menyelesaikan sengketa, yang merupakan keinginan para pihak yang bersengketa sendiri tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun, kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, adanya itikad baik dan adanya pihak ketiga.

23

Mediasi perbankan sebagai wujud perlindungan terhadap nasabah bank dalam

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-bisnis/86-mediasi-perbankan-sebagai-wujud-perlindungan-terhadap-nasabah-bank.html diakses pada tanggal 27 November 2014


(29)

Dikatakan sebagai mediasi perbankan adalah, dengan adanya unsur sengketa dan pengaduan dari nasabah. Dalam kredit macet, terjadinya peristiwa kredit macet ini lah yang menjadi suatu sengketa antara nasabah dengan bank. Pengaduan yang diajukan oleh pihak nasabah kepada bank adalah seperti nasabah yang tidak sanggup lagi melakukan pembayaran hutangnya beserta bunga, sehingga pihak nasabah mengadukan hal ini dan meminta diadakannya mediasi agar pihak nasabah bisa mendapatkan keringanan. Dalam proses penagihan terkadang juga pihak nasabah mengadukan cara penagihan tersebut, seperti pihak nasabah yang merasa malu dengan seringnya dilakukan kunjungan oleh pihak bank.

Mediasi perbankan merupakan suatu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan bagi kalangan perbankan saja. Sengketa yang terjadi haruslah dalam ruang lingkup perbankan, yaitu antara nasabah dan bank. Bank sebagai penghimpun dana masyarakat dan sebagai lembaga yang memberi pelayanan kepada masyarakat, salah satu nya adalah pemberian kredit kepada masyarakat, pasti tidak terlepas dari segala risiko, baik risiko yang ditimbulkan dari bank maupun risiko yang ditimbulkan dari pihak nasabah.

Menurut Soebagjo, didalamnya terdapat 3 (tiga) unsur dalam mediasi :

1) Adanya pihak (dua pihak atau lebih). Dengan demikian jika dalam

suatu proses mediasi hanya dijumpai adanya satu pihak yang bersengketa, maka hal itu menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur pihak-pihak yang bersengketa. Pasal 1 angka 4 Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan tanggal 30 Januari 2006 merumuskan “sengketa” adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah. Dari perumusan di atas, ada kesan seolah-olah yang mempunyai sengketa hanyalah nasabah saja, sedangkan bank tidak mempunyai


(30)

sengketa. Anggapan lain adalah bahwa yang tunduk untuk haarus menyelesaikan sengketa melalui jalur mediasi hanyalah nasabah, sedangkan bank dapat dan bebas menggunakan jalur penyelesaian sengketa lain. Kalaupun bank kemudian mengajukan sengketa tersebut kepada penyelenggara mediasi perbankan, hal itu tidak akan dapat dilayani karena tidak termasuk dalam cakupan “sengketa” seperti yang dimaksud PBI No. 8/5/PBI/2006.

2) Unsur yang kedua adalah adanya unsur “sengketa” diantara para pihak. Dimana, dalam PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan pada Pasal 1 angka 4 disebutkan bahwa sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank sebagaimana diatur dalam Perturan Bank Indonesia tentang penyelesaian Pengaduan Nasabah.

3) Unsur yang ketiga adalah unsur Mediator yang membantu

menyelesaikan sengketa di antara para pihak. Dimana mediator adalah :

a. Seorang fasiliator yang akan membantu para pihak untuk

mencapai kesepakatan yang dikehendaki oleh para pihak. Mediator tidak akan membuat keputusan tentang mana yang salah atau benar, mengintruksikan para pihak tentang apa yang harus dilakikam atau memaksakann para pihak untuk melaksanakan kesepakatan. Segala bentuk komentar, pendapat, saran, pernyataan, atau rekomendasi yang dibuat oleh mediator, bila ada, tidak dapat mengikat para pihak.

b. Mediator tidak memberikan nasehat atau pendapat hukum.

c. Mediator tidak dapat bertindak sebagai penasehat hukum

terhadap salah satu pihak dalam kasus yang sama ataupun yang berhubungan dan ia juga tidak dapat bertindak sebagai arbiter atas kasus yang sama.

d. Para pihak paham bahwa agar proses mediasi dapat berjalan

dengan baik, maka diperlukan proses komunikasi yang terbuka dan jujur. Selanjutnya, segala bentuk komunikasi, negoisasi dan pernyataan baik tertulis maupun lisan yang dibuat dalam proses mediasi akan diperlakukan sebagai informasi yang bersifat tertutup dan rahasia. Oleh sebab itu Mediator tidak akan membicarakan atau menyampaikan hal-hal yang telah didiskusikan dalam proses mediasi ke pohak lain tanpa izin para pihak.

e. Apabila memdiator menganggap bahwa permasalahan tidak

dapat diselesaikan melalui proses mediasi, maka proses mediasi berakhir setelah mediator menyampaikan hal tersebut kepada para pihak.

Jadi, pada umumnya syarat-syarat menjadi seorang mediator adalah :

a. Mempunyai kemampuan dan keahlian sehubungan

dengan bidang maslaah yang disengketakan, yaitu tentang sengketa keperdataan di bidang perbankan,


(31)

keuangan dan atau hukum. Sedangkan mengenai syarat-syarat pengangkatan mediator dapat dipergunakan syarat-syarat pengangkatan arbiter sebagaimana terdaoat dalam Pasal 12 Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

b. Tidak mempunyai benturan kepentingan finansial atau

kepentingan lain atas penyelesaian sengketa

c. Tidak mempunyai hubungan sedarah atau semenda

sampai dengan derajat kedua dengan nasabah atau

perwakilan nasabah dan bank.24

Dari penjelasan diatas mengenai unsur-unsur mediasi, dapat disimpulkan

bahwa unsur adalah sebagai berikut :25

1. Adanya pihak (dua atau lebih) yang bersengketa, jika dalam proses

mediasi hanya dijumpai satu pihak yang bersengketa, maka hal itu menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur yang bersengketa.

2. Adanya unsur sengketa di antara para pihak.

3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari

penyelesaian

4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama

perundingan berlangsung

5. Mediasi bertujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang

dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa. Unsur tambahan lain yang terdapat dalam mediasi perbankan antara lain:

1. Sengketa yang dapat diajukan dalam mediasi perbankan adalah sengketa

keperdataan yang timbul dari transaksi keuangan.

24

Felix Oentong Soebagjo, Mediasi sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang

Perbankan, Bahan diskusi Teratas “Pelaksanaan Mediasi Perbankan Oleh Bank Indonesia dan

Pembentukan Lembaga Independen Mediasi Perbankan, dalam http://www.bapmi.org. Diakses tanggal 27 November 2014

25

HP Panggabean, Praktik Peradilan Menangani Kasus Aset Yayasan (termasuk asset lembaga keagamaan) dan Upaya Penanganan Sengketa melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa, Jakarta, Pustaka SInar Harapan, 2002, Hal. 103


(32)

2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil penyelesaian pengaduan Nasabah yang telah dilakukan oleh Bank.

3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntutan finansial yang diakibatkan oleh

kerugian immaterial. Yang dimaksud dengan kerugian immaterial adalah kerugian karena pencemaran nama naik dan perbuatan yang tidak menyenangkan.

C. Manfaat dan Tujuan Mediasi Perbankan

Bank indonesia telah menyediakan fasilitas lembaga mediasi perbankan yang bertujuan untuk membantu para nasabah untuk dapat menyelesaikan sengketanya kepada pihak bank. Sengeketa yang sering terjadi dalam dunia perbankan adalah sengketa dalam persoalaan kredit, dimana permasalahan kredit ini harus lah segera diselesaikan, karena dapat mengganggu kondisi bank tersebut. Permasalahan sengketa diantara bank dan nasabah diaggap penting dan harus segera diselesaikan, mediasi perbankan di harapkan dapat menyelesaikan sengketa antara pihak bank dengan nasabah dengan cara yang cepat, sederhana, dan biaya rinngan.

Penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi sangat dirasakan manfaatnya, karena para pihak telah mencapai kesepakatan yang mengakhiri persengketaan mereka secara adil dan saling menguntungkan. Bahkan dalam mediasi yang gagal pun, di mana para pihak belum mencapai kesepakatan, sebenarnya juga telah merasakan manfaatnya. Kesediaan para pihak bertemu di dalam proses mediasi, paling tidak telah mampu mengklarifikasikan akar persengketaan dan mempersempit perselisihan di antara mereka. Hal ini menunjukkan adanya


(33)

keinginan para pihak untuk menyelesaikan sengketa, namun mereka belum menemukan format tepat yang dapat disepakati oleh kedua belah pihak.

Model utama penyelesaian sengketa adalah keinginan dan iktikad baik para pihak dalam mengakhiri persengketaan mereka. Keinginan dan iktikad baik ini, kadang-kadang memerlukan bantuan pihak ketiga dalam perwujudannya. Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga.

Adapun beberapa karakteristik dari mediasi adalah sebagai berikut :

1. Interest accommodation/interest based-problem solving, penyelesaian sengketa didasarkan pada terakomodasinya kepetingan-kepentingan pihak-pihak yang bersengketa. Mekanisme ini lebih mengutamakan persamaan dari pada perbedaan.

2. Voluntary and consensual, kesediaan para pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan menempuh melalui mediasi bersifat sukarela dan telah disepakati oleh pihak yang bersengketa.

3. Procedural flexibility, prosedur yang ditempuh dalam proses untuk mencapai kesepakatan bersifat informal, mudah, tidak ada suatu proses yang baku atau standar yang harus diterapkan seperti dalam proses litigasi di pengadilan atau arbitrase. Pada mediasi, prosedurnya ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh Mediator.

4. Norm creating, penyelesaian sengketa tidak harus mengacu pada norma hukum privat yang berlaku atau pada isi perjanjian atau kontrak yang menjadi pokok sengketa. Di dalam mekanisme ini para pihak dengan dibantu mediator


(34)

dapat membangun norma-norma baru yang disepakati para pihak sebagai acuan untuk menyelesaikan sengketa mereka.

5. Person-centered, untuk dapat mencapai kesepakatan sangat tergantung dari kemauan yang serius atau itikad baik dari para pihak untuk mencapai kesepakatan. Kesepakatan tidak akan tercapai apabila dalam diri masing-masing pihak masih ada keengganan untuk melanjutkan kerjasama.

6. Relationship-oriented, mekanisme mediasi dilaksanakan dalam hal para pihak yang bersengketa masih saling menghargai atau setidaknya menilai bahwa hubungan bisnis atau kerjasama diantara mereka masih bisa untuk dilanjutkan. 7. Future focus, mediasi berfokus untuk mencapai kesepakatan karena para pihak memahami bahwa jika konflik terus berlanjut maka para pihak akan mengalami kerugian.

8. Private and confidential, sengketa yang diselesaikan melalui mekanisme mediasi adalah terutama dalam wilayah sengketa pribadi yang tunduk pada

hukum perdata atau dagang. 26

Untuk tercapainya kesepakatan dalam mediasi atau mediasi bisa dikatakan berhasil, Garry Goodpaster mengemukakan pendapatnya bahwa syarat-syarat agar mediasi berhasil adalah sebagai berikut :

1. Para pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang seimbang.

2. Para pihak menaruh perhatian terhadap kelanjutan hubungan

kerjasama dimasa depan.

3. Terdapat persoalan yang memungkinkan terjadinya pertukaran

kepentingan.

4. Terdapat urgensi atau batas waktu untuk menyelesaikan.

5. Para pihak tidak memiliki permusuhan yang berlangsung lama dan

mendalam.

6. Mempertahankan suatu hak tidak lebih penting dibandingkan

menyelesaikan persoalan mendesak.27

26

Arus Akbar Silondae, Andi Fariana Fathoeddin, Op.Cit. Hal 89-91

27


(35)

Mediasi perbankan dapat memberikan sejumlah manfaat antara lain:

1. Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan relatif

murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau ke lembaga arbitrase.

2. Mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak pada kepentingan

merekan secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya.

3. Mediasi memberikan kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara

langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka.

4. Mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol

terhadap proses dan hasilnya.

5. Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit

diprediksi, dengan suatu kepastian melalui konsensus.

6. Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan

saling pengertian yang lebih baik di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya.

7. Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir

selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan

oleh hakim di pengadilan atau arbiter pada lembaga arbitrase.28

Tujuan dari pembentukan lembaga mediasi perbankan ini adalah agar hak-hak nasabah dapat terpenuhi dengan baik dan setiap pihak-hak yang bersengketa dapat mencapai kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Terciptanya Peraturan Bank Indonesia ini tentang Mediasi Perbankan diharapkan akan mencitptakan iklim perbankan yang semakin kondusif.

1. Tujuan Utama

a. Membantu mencarikan jalan keluar atau alternatif penyelesaian

sengketa yang timbul diantara para pihak yang disepakati dan dapat diterima oleh pihak yang bersengketa.

b. Mencapai suatu penyelesaian masalah dan bukan kebenaran dan /

atau dasar hukum untuk diterapkan dalam suatu sengketa.

2. Tujuan Tambahan

a. Melalui proses mediasi diharapkan dapat dicapai komunikasi yang

lebih baik antara para pihak yang bersengketa.

b. Menjadikan para pihak yanng bersengketa dapat mendengar,

memahami alasan / penjelasan / argumentasi yang menjadi dasar / pertimbangan pihak lain.

28

Tujuan dan manfaat mediasi dalam

http://handarsubhandi.blogspot.com/2014/11/tujuan-dan-manfaat-mediasi.htmln diakses pada tanggal 27 November 2014


(36)

c. Dengan adanya pertemuan tatap muka, diharapkan dapat mengurangi rasa marah / bermusuhan antara para pihak.

d. Memahami kekurangan / kelebihan / kekurangan masing-masing,

dan hal ini diharapkan dapat mendekatkan cara pandang dari pihak-pihak yang bersengketa, menuju suatu kompromi yang dapat

diterima para pihak.29

D. Penyelesaian Sengketa Pada Perbankan Melalui Mediasi

Dalam pelaksanaan kegiatan usaha perbankan seringkali menimbulkan perbedaan pendapat sehingga dapat terjadi sengketa antara bank dan nasabah. Dalam kegiatan perkreditan juga tidak lepas dengan akan adanya sengketa antara bank dan nasabah ini. Sengketa yang disebabkan debitur tidak dapat mengembalikan uang yang dipinjamnya kepada pihak bank. Sehingga terjadi kredit macet dan pihak bank sebagai kreditur akan mengambil langkah-langkah hukum untuk menyelesaikan kredit macet tersebut. Namun terjadinya kredit macet bukan hanya terjadi oleh faktor nasabah saja, tetapi juga bisa terjadi dari pihak bank yang salah menganalisa calon debiturnya

Proses mediasi perbankan merupakan kelanjutan dari pengaduan nasabah apabila nasabah merasa tidak puas atas penanganan dan penyelesaian yang diberikan oleh bank, namun terjadi nya sengketa antara pihak bank dan nasabah terkadang juga tidak hanya semata-mata ada kesalahan dari pihak bank, tetapi juga dari pihak nasabah.

Penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank perlu diupayakan secara sederhana, murah dan cepat melalui mediasi perbankan. Mediasi Perbankan merupakan proses penyelesaian sengketa antara nasabah dengan bank yang difasilitasi oleh Bank Indonesia, untuk mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela.

29


(37)

Mediasi perbankan merupakan penyelesaian sengketa yang murah, cepat dan sederhana, karena mediasi perbankan tidak memungut biaya, jangka waktu proses mediasi yang singkat paling lama 60 hari kerja dan proses mediasi

dilakukan secara informal atau dengan cara fleksibel.30

Penyelesaian sengketa melalui mediasi juga mampu mencakup masalah prosedural dan psikologis yang tidak mungkin diselesaikan melalui jalur hukum. Mediasi juga memberikan pihak-pihak didalamnya memiliki kontrol yang lebih besar terhadap hasil sengketa. Dan juga, keputusan yang dihasilkan dapat dilaksanakan dan berlaku tanpa mengenal waktu.

Penyelesaian sengketa melalui mediasi juga mendorong terciptanya iklim yang kondusif bagi para pihak yang bersengketa tetap dapat menjaga hubungan kerjasama mereka yang sempat terganggu akibat adanya persengketaan diantara mereka. Selain itu juga, putusan yang dihasilkan dari mediasi tersebut sifat nya tidak memihak, namun bersifat sukarela yang telah disepakati dari masing-masing pihak.

Proses penyelesaian sengketa pada perbankan melalui mediasi :

1. Sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi perbankan hanya sengketa

yang menyangkut aspek keperdataan dalam transaksi keuangan nasabah pada

bank, dengan ketentuan nilai sengeketa setinggi-tingginya adalah

Rp.500.000.000.

2. Sebelum melakukan proses mediasi, pihak nasabah dan bank harus

menandatangani perjanjian mediasi yang memuat tentang kesepakatan untuk

30

Rahmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Hal. 83-85


(38)

memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa, dan persetujuan dari kedua belah pihak untuk patuh dan tunduk pada aturan mediasi

3. Dalam mediasi akan ada pihak ketiga selaku mediator yang akan bersikap

netral, tidak memihak, memotivasi para pihak untuk menyelesaikan sengketanya, dan tidak memberikan rekomendasi atau keputusan. Hasil dari penyelesaian terhadap sengketa tersebut merupakan harus kesepakatan antara pihak nasabah dengan bank.

4. Apabila telah tercapai kesepakatan,maka dituangkan secara tertulis sebagai

suatu kesepakatan bersama dan para pihak akan menandatangani akta kesepakatan.

5. Namun apabila tidak terjadi kesepakatan, maka para pihak dapat melakukan

upaya penyelesaian lanjutan melalui arbitrase atau pengadilan.31

Dalam proses mediasi tersebut, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

1. Nasabah yang hendak mengajukan sengketanya kepada lembaga mediasi

perbankan Bank Indonesia ini terlebih dahulu memastikan bahwa sengketanya memenuhi syarat untuk dapat diselesaikan melalui jalur mediasi perbanbnhkan.

2. Dokumen disampaikan secara lengkap disertai data pendukung.

3. Telah mendapatkan informasi mengenai mediasi perbankan dari bank yang

bersangkutan.

4. Mematuhi hasil kesepakatan yang tertuang dalam akta kesepakatan.

31

Mediasi Perbankan-Bank Sentral Republik Indonesia www.bi.go.id/id/iek/mediasi-perbankanDiakses pada tanggal 9 Februari 2015


(39)

E. Pengaturan Hukum Mengenai Mediasi Perbankan

Mengenai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan, antara lain diatur dalam arbitrase dan mediasi seperti yang diatur dalam UU No. 30 tahun 1999. Pengaturan mediasi di pengadilan diatur dalam PERMA No. 2 tahun 2003.

Mediasi diatur dalam UU No.4 tahun 2004 pasal 16 ayat (2) tentang kekuasaan kehakiman yang berbunyi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata dengan cara perdamaian. UU No. 30 tahun 1990 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, yang lebih memperjelas keberadaan lembaga mediasi sebagai lembaga alternatif penyelesaian sengketa. Sedangkan Mediasi Perbankan diatur dalam PBI No.

8/5/PBI/2006. 32

Sesuai dengan pasal 3 ayat 1 PBI No.8/5/PBI/2006, yang membentuk lembaga mediasi perbankan independen adalah asosiasi perbankan. Asosiasi perbankan yang membentuk lembaga mediasi perbankan independen dapat terdiri dari gabungan asosiasi perbankan untuk menjaga indepedensinya. Bank Indonesia harus mewajibkan seluruh bank untuk menjadi anggota dari lembaga mediasi perbankan. Agar mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka Bank Indonesia perlu membuat PBI tentang kewajiban Bank menjadi anggota lembaga mediasi.

Dalam lembaga mediasi harus ada mediator independen yang dapat memberikan saran sesuai dengan profesinya masing-masing, misalnya apabila ada sengketa antara nasabah dengan bank, maka harus ada mediator yang ahli dalam

bidang perbankan.33

32

Muhammad Djumhana Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti ,Bandung 2006, Hal. 343

33

Mediasi Perbankan Sebagai wujud Perlindungan Nasabah http://www.bphn.go.id-lensa-forum Diakses pada tanggal 9 Februari 2015


(40)

Pembentukan mediasi perbankan diharapkan akan memberikan nilai positif baik bagi nasabah maupun bank, seoerti terciptanya keseimbangan

hubungan antara posisi nasabah dengan bank.34

Keberadaan Lembaga Mediasi Perbankan di Indonesia telah

disosialisasikan melalui Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006, tanggal 30 Januari 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan dan Surat Edaran No. 8/14/DPNP tanggal 1 Juni 2006, sehingga bank-bank di Indonesia telah dapat menginformasikan kepada masyarakat umum dan juga nasabahnya tentang Bank Indonesia yang menjalankan fungsi Mediasi Perbankan sebagai sarana yang sederhana, murah, cepat dalam hal penyelesaian sengketa antara pihak nasabah

dan bank.35

Pengajuan penyelesaian sengketa yang dimaksud dapat disampaikan kepada Bank Indonesia oleh Nasabah atau Perwakilan Nasabah dengan persyaratan sebagai berikut :

1. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa keperdataan yang timbul

dari transaksi keuangan.

2. Sengketa yang dapat diajukan adalah sengketa yang timbul dari hasil

penyelesaian pengaduan nasabah yang telah dilakukan oleh bank.

3. Nasabah tidak dapat mengajukan tuntuan finansial yang diakibatkan oleh

kerugian immaterial. Yang dimaksud dengan kerugian immaterial antara lain adalah karena pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan.

34

Ibid.

35


(41)

4. Nilai tuntutan finansial diajukan dalam mata uang rupiah dengan jumlah maksimal adalah Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Jumlah tersebut dapat berubah kumulatif dari kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakan transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan nasabah untuk mendapatkan penyelesaian sengketa.

5. Batas waktu pengajuan adalah paling lambat 60 hari kerja, yang dihitung

sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan nasabah dari bank.

6. Nasabah mengajukan penyelesaian sengketa kepada lembaga Mediasi

Perbankan secara tertulis dengan menggunakan formulir terlampir atau dibuat sendiri oleh nasabah dan dilengkapi dokumen pendukung antara lain :

a. Foto copy surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan Bank

kepada Nasabah.

b. Foto copy bukti identitas Nasabah yang masih berlaku.

c. Surat pernyataan yang ditandatanganii diatas materai yang cukup

bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam Mediasi Perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.

d. Foto copy dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang

diajukan.

e. Foto copy surat kuasa, dalam hal pengajuan penyelesaian sengketa


(42)

f. Formulir yang telah diisi dan dilengkapi dokumen pendukung disampaikan kepada Bank Indonesia yang berada di Jakarta bidang

Direktorat Investigasu dan Mediasi Perbankan.36

36


(43)

BAB III

TINJAUAN UMUM MENGENAI KREDIT PERBANKAN

A. Struktur Organisasi Bank Sumut

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara didirikan pada tanggal 4 November 1961 dengan Akte Notaris Rusli Nomor 22 dalam bentuk Perseroan terbatas dengan nama BPDSU. Pada tahun 1962 berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1962 tentang ketentuan pokok Bank Pembangunan DaerahTingkat 1 Sumatera Utara Nomor 5 tahun 1965.

Modal dasar pada saat itu sebesar Rp.100.000.000 dan sahamnya dimiliki

oleh Pemerintah Daerah Tingkat II se-Sumatera Utara. Pada tanggal 16 April 1999, berdasarkan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 2 tahun 1999 bentuk badan dirubah kembali menjadi perseroan terbatas dengan nama Bank Sumut. Perubahan tersebut ddituangkan dalam Akte Pendirian Alina Hanum Nasution SH, dan telah mendapat pengesahan dari menteri Kehakiman Republik Indonesia berdasarkan surat keputusan No. C-8224 HT.01.01.TH.99 tanggal 5 Mei 1999, serta diumumkan dalam berita Negara Republik Indonesia Nomor 54 tanggal 6 Juli 1999.

PT. Bank Sumut merupakan bank non devisa yang kantor pusatnya di jalan Imam Bonjol No. 18 Medan. Adapun Visi daripada Bank Sumut yaitu menjadi bank andalan untuk membantu mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah disegala bidang serta sebagai salah satu sumber

pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. 37

37

Wawancara dengan Bapak Ikhwan Simanjuntak, Divisi Penyelamatan Kredit (DPK), Kantor Pusat Bank Sumut, pada tanggal 18 Maret 2015.


(44)

Dalam menjalankan kehidupannya, PT. Bank Sumut telah berusaha untuk mewujudkan visinya dengan cara memberikan bantuan kepada masyarakat yang kurang mampu berupa bantuan beasiswa kepada anak yatim, bantuan kepada anak-anak yang berada di panti asuhan, bantun kepada orang tua yang berada dipanti jompo, bantuan kepada fakir miskin serta turut berpartisipasi dalam pembangunan rumah ibadah dan kegiatan akademis, ibadah dan kegiatan kemasyarakatan lainnya.

Misi daripada Bank Sumut ini yakni mengelola dana pemerintah dan

masyarakat secara profesional yang didasarkan pada prinsip-prinsip compliance

dan budaya dari perusahaan ini adalah yakni ingin memberikan pelayanan yang

terbaik bagi seluruh nasabahnya.38

PT. Bank Sumut berfungsi sebagai alat kelengkapan otonomi daerah dibidang perbankan. PT. Bank Sumut sebagai penggerak dan pendorong lajunya pembangunan di daerah, dan bertindak sebagai pemegang kas daerah yang melaksanakan peenyimpanan uang daerah serta sebagai salah satu sumber pendapatan asli daerah dengan melakukan kegiatan usaha sebagai Bank umum seperti yang dimaksudkan pada Undang-Undang Nomor. 7 tahun 1992, tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998.

Perorganisasian adalah suatu aktivitas yang menghasilkan suatu struktur organisasi. Organisasi adalah sarana untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh orang-orang yang bekerja didalamnya. Struktur adalah susunan dari suatu bidang pekerjaan yang akan diduduki sesuai dengan keahlian masing-masing. Jadi

38

Wawancara dengan Bapak Ikhwan Simanjuntak, Divisi Penyelamatan Kredit (DPK), Kantor Pusat Bank Sumut, pada tanggal 18 Maret 2015.


(45)

strukstur organisasi adalah susunan, fungsi departemen dan posisi mereka dalam organisasi serta hubungan dapat tercipta suatu tim kerja yang baik dalam melaksanakan tugas untuk mencapai tujuan dari perusahaan.

Struktur organisasi perusahaan merupakan landasan kerja bagi seluruh karyawan yang ada dalam suatu perusahaan, dimana struktur organisasi perusahaan ini pada pokoknya mengandung penetapan batas-batas tugas,

wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing karyawan perusahaan.39

Struktur organisasi yang digunakan pada PT.Bank Sumut Kantor Pusat memiliki banyak bagian-bagian atau jenis-jenis divisi, yaitu divisi pengawasan, divisi perencanaan, divisi kepatuhan dan manajemen resiko, divisi sumber daya manusia, divisi teknologi informasi dan akuntasi, divisi umum, divisi terasury,

divisi kredit, divisi penyelamatan kredit, dan divisi usaha syariah.40

Sehubungan dengan judul yang telah ditetapkan yaitu “Aspek Hukum

Mediasi Perbankan dalam Penyelesaian Kredit Macet”, maka ini termasuk dalam divisi kredit dan divisi penyelamatan kredit. Divisi kredit ini berfungsi untuk mengurus segala hal tentang kredit, menyelesaikan segala urusan mengenai perkreditan seperti, mengevaluasi sasaran dibidang perkreditan, menurunkan kredit bermasalah, mereview kredit yang ada untuk meraih potensi pasar dan memperluas pasar kredit. Divisi penyelamatan kredit berfungsi untuk menyelamatkan dan mengamankan, mengelola sumber dana bank untuk

mendapatkan hasil yang optimal.41

39

Wawancara dengan Bapak Ikhwan Simanjuntak, Divisi Penyelamatan Kredit (DPK), Kantor Pusat Bank Sumut, pada tanggal 18 Maret 2015.

40

Wawancara dengan Bapak Ikhwan Simanjuntak, Divisi Penyelamatan Kredit (DPK), Kantor Pusat Bank Sumut, pada tanggal 18 Maret 2015.

41

Wawancara dengan Bapak Ikhwan Simanjuntak, Divisi Penyelamatan Kredit (DPK), Kantor Pusat Bank Sumut, pada tanggal 18 Maret 2015


(46)

B. Jenis-jenis Kredit

Dalam kehidupan sehari-hari tentulah kita sangat sering mendengar istilah kredit atau bahkan berhubungan langsung dengan perkreditan. Kredit merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan bagi setiap orang yang sedang memerlukan dana.

Kegiatan usaha yang lazim dilakukan oleh bank dalam menanamkan dana mereka adalah dengan pemberian kredit, investasi surat berharga, mendanai transaksi perdagangan internasional, penempatan dana pada bank lain, dan penyertaan modal saham. Semua kegiatan menanamkan dana tersebut tidak

terlepas dari risiko tidak terbayar kembali, baik sebagian maupun seluruhnya.42

Kredit merupakan penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal dimana pihak peminjam berkewajiban untuk melunasi hutangnya sesuai dengan jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga

yang telah di tetapkan.43

Kegiatan penyaluran kredit bank umum tersebut pada prinsipnya dapat dibagi dalam tiga sasaran pokok, yaitu :

a. Untuk memenuhi kebutuhan kredit oleh masyarakan yang merupakan

tugas bank-bank umum

b. Untuk menciptakan dan atau memperkuat hubungan nasabah dengan

membiayai usah-usaha yang memenuhi syarat atau kredit

42

Siswanto Sutojo, Menangani Kredit Bermasalah Konsep,Teknik,dan Kasus, Edisi Revisi, Jakarta, PT. Damar Mulia Pustaka, 2008 Hal. 1.

43


(47)

c. Kegiatan perkreditan merupakan sumber utama dari hasil usaha bank. Pentingnya penyaluran kredit bagi perbankan dapat dilihat dari komposisi

penyaluran dana nya yang sampai saat ini tetap tinggi. 44

Dalam kredit terdapat beberapa unsur-unsur yang mendukung pemberian

kredit tersebut, antara lain 45:

1. Kepercayaan, merupakan unsur yang utama dalam memberikan kredit, ini

merupakan suatu keyakinan bagi pemberi kredit bahwa kredit yang di berikan benar-benar diterima kembali dimasa yang akan datang sesuai dengan jangka waktu kredit.

2. Kesepakatan yang dituangkan dalam suatu perjanjian dimana

masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya yang dibuat didalam suatu akad kredit.

3. Jangka waktu merupakan waktu dimana masa pengembalian kredit sesuai

dengan waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

4. Risiko, dalam kredit juga terdapat unsur risiko yang merupakan akibat

adanya tenggang waktu yang mengakibatkan tidak tertagihnya atau macet pembayaran kredit. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja oleh nasabah maupun risiko yang tidak disengaja, misalnya terjadinya bencana alam atau bangkrutnya usaha nasabah, sehingga nasabah tidak sanggup lagi melunasi kredit yang diperolehnya.

5. Balas jasa, bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan

atas pemberian kredit, atau balas jasa dikenal juga sebagai nama „bunga‟.

44

Ibid.

45

Syafrizal Helmi, Klasifikasi KREDIT, http://www.shelmi.wordpress.com diakses pada tanggal 15 Maret 2015


(48)

Selain balas jasa dalam bentuk bunga, bank juga membebankan kepada nasabah biaya administrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bank. Bank dalam memberikan kredit juga tidak sembarangan, pihak bank harus menganalisis dengan baik bagaimana karakter, kemampuan, modal dengan nilai kekayaan, jaminan, dan keadaan perekonomian calon debiturnya. Tujuan analisis tersebut pada prinsipnya dimaksudkan untuk menilai kelayakan permohonan kredit yang diajukan kepada bank. Berdasarkan analisis yang dilakukan selanjutnya akan dapat disimpulkan bahwa permohonan tersebut dapat dikatakan bahwa kredit yang akan dibiayai tersebut memenuhi kriteria yaitu :

a. Safety, yaitu dapat diyakini kepastian pembayaran kembali sesuai dengan jadwal dan jangka waktu kredit yang telah disepakati.

b. Effectiveness, yaitu kredit yang diberikan tersebut benar-benar digunakan sesuai dengan sasaran pembiayaan sebagaimana telah disepakati

sebelumnya.46

Perbankan berfungsi sebagai intermediary dalam artian sebagai lembaga

penghimpun dana yang kemudian menyalurkannya dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya, membuat bank mengembangkan produk-produknya, baik itu dana, jasa, maupun kredit. Berbagai jenis atau penggolongan kredit atau pinjaman yang telah dikembangkan perbankan hingga saat ini cukup banyak dan sangat beragam,

antara lain :47

1. Jenis kredit berdasarkan jangka waktu

a. Kredit jangka pendek

46

Dahlan Siamat, Op.Cit., Hal. 216

47


(49)

Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun atau paling lama 1 tahun dan biasanya digunakan untuk keperluan modal kerja.

b. Kredit jangka menengah

Jangka waktu kreditnya berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun, dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi.

c. Kredit jangka panjang

Merupakan kredit yang pengembaliannya paling panjang. Kredit jangka panjang ini pengembaliannya di atas 3 tahun atau 5 tahun.

2. Jenis kredit dilihat dari segi kegunaan

a. Kredit investasi

Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasanya digunakan untuk keperluan perluasan usaha.

b. Kredit modal kerja

Kredit modal kerja merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya.

3. Jenis kredit dilihat dari segi tujuan kredit

a. Kredit produktif

Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha, produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa, yang hasilnya akan menghasilkan barang industri.

b. Kredit konsumtif

Kredit yang digunakan untuk di gunakan secara pribadi, dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang atau jasa yang dihasilkan, karena


(1)

kredit sebagai divisi yang mengurus segala yang berurusan dengan perkreditan.

Sarah : Apa saja yang menjadi Hak dan Kewajiban debitur dan kreditur?

Bapak Ikhwan : Kewajiban debitur adalah menaati seluruh isi perjanjian yang telah dibuat, namun sebelum perjanjian tersebut ditandatangani oleh debitur, maka debitur berhak membaca terlebih dahulu isi perjanjian tersebut. Dan yang menjadi hak dari kreditur adalah, kreditur berhak menerima kembali uang dari kredit tersebut baik berupa angsuran maupun bunga, berhak melakukan kunjungan yang rutin apabilapihak debitur sudah mulai terlihat tidak cooperative, berhak menagih jumlah kredit yang diberikan apabila debitur tidak memenuhi pembayaran kredit sebagaimana yang telah ditentukan, dan pihak bank juga berhak melelang barang yang menjadi agunan apabila debitur benar-benar tidak bisa menyelesaikan hutangnya. Dan selengkapnya dapat dilihat dalam perjanjian kredit yang telah dituangkan dalam perjanjian baku.

Sarah : Dalam perjanjian kredit yang telah sering dilakukan oleh Bank Sumut, apakah pernah terjadi wanprestasi? Dan bagaimana bentuk dan wujud dari wanprestasi tersebut?

Bapak Ikhwan : Dalam perjanjian kredit sangat mungkin terjadi wanprestasi, yaitu debitur tidak melakukan prestasi, tidak melaksanakan kewajibannya dan dia bisa dipersalahkan. Wanprestasi yang sering terjadi yaitu debitur melakukan prestasi namun tidak sesuai dengan jangka waktu atau terlambat


(2)

membayar, debitur memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai denga yag diperjanjikan, debitur menggunakan kredit nya itu tidak sesuai dengan permohonannya di awal, dan debitur sama sekali tidak melakukan kewajibannya, yaitu tidak melakukan pembayaran. Dan akibat dari debitur melakukan wanprestasi ini akan membuat pihak bank sulit percaya lagi kepada pihak debitur. Sehingga itu akan memberikan hak kepada pihak bank untuk lebih sering melakukan kunjungan, atau menaikkan frekuensi penagihan kepada pihak debitur.

Sarah : Selain melakukan kunjungan penagihan yang lebih rutin, apalagi yang akan dilakukan oleh Bank Sumut dalam menagih kepada debitur?

Bapak Ikhwan : Pihak bank akan memberikan surat peringatan selama 3 kali, dan apabila juga tidak ditanggapi oleh pihak debitur, maka pihak bank akan melakukan pelelangan, namun itu adalah jalan terakhir dan pihak bank juga sebenarnya tidak mau melakukan hal tersebut karena pihak bank juga mau menjaga hubungan yang baik dengan pihak nasabah, maka dari itu akan dicarilah jalan lain bagaimana agar debitur dapat menyelesaikan hutangnya.

Sarah : Bagaimana proses pemberian kredit di Bank Sumut?

Bapak Ikhwan : Pertama pihak pemasaran kredit dan dana akan melakukan analisis terlebih dahulu terhadap calon debitur, ini berfungsi untuk melihat mutu permintaan kredit yang baru maupun penambahan kredit, selain itu ini juga bertujuan untuk meminimalisirkan adanya default atau kegagalan


(3)

nasabah membayar kembali kredit yang diterimanya. Dengan melakukan analisis yang baik akan sedikit kemungkinan terjadinya kredit macet.

Sarah : Analisis apa saja yang dilakukan oleh pihak Bank Sumut?

Bapak Ikhwan : Menganalisis karakter calon debitur, dapat dilihat dari pertama didasarkan oleh hubungannya sebelumnya dengan pihak bank dan bisa juga menganalisis langsung dengan mewawancarai debitur, melihat riwayat hidupnya, meneliti lingkungan dan kegiatan usaha nya, bagaimana pengalaman usah nya. Mencari tahu apa tujuan pengambilan kredit tersebut, apakah debitur ingin membuka usaha baru atau ingin menambahkan modal usahanya, caranya dengan pihak bank akan menghitung terlebih dahulu prospek dari usaha calon debitur tersebut, apabila kredit itu untuk penambahan modal usaha yang dijaalaninya maka pihak bank akan mencari tahu keberadaan usaha tersebut apakah memang benar ada atau hanya untuk mengelabui saja, dan tetap melihat bagaimana keadaan dari usaha tersebut, apakah usaha nya lancar atau tidak.

Sarah : Syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh debitur dalam mengajukan permohonan kredit? Dan tahapan apa saja yang harus dilewati?

Bapak Ikhwan : Syarat-syarat nya berbeda-beda sesuai dengan jenis kredit yang debitur inginkan,namun yang umum adalah, mengisi formulir permohonan kredit,fotocopy KTP, fotocopy buku nikah, fotocopy keluarga, foto copy surat tanah, NPWP pribadi/perusahaan, surat keterangan bedirinya


(4)

usaha dari kelurahan. Tahapan yang pertama adalah melakukan wawancara, kemudian pihak bank akan melakukan survei atau pemeriksaan langsung ke tempat, tahap evaluasi yaitu mengevaluasi tentang tujuan dari pengambilan kredit itu, dan akan dilakukan negoisasi untuk menentukan jumlah kredit yang akan dikeluarkan sesuai dengan hasil dari evaluasi tersebut, kemudian tahap keputusan kredit, apakah kredit tersebut disetujui atau tidak, jika disetujui maka pihak bank akan menghubungi pihak nasabah untuk memenuhi tahap dokumentasi yaitu pembuatan akta perjanjian, pemungutan bea materai, pengikatan jaminan pada notaris. Dan kemudian nasabah diminta untuk membuka rekening di bank tersebut guna untuk mendroping uang tersebut apabila nanti kredit telah cair, dan yang terakhir pencairan kredit, sebelumnya pihak bank juga akan melakukan pengecekan ulang baru pihak bank melakukan droping.

Sarah : Apa saja yang menjadi faktor pendorong terjadinya kredit macet?

Bapak Ikhwan : Faktor yang pertama bisa berasal dari pihak bank, yaitu pihak bank salah menganalisis atau kurang teliti dalam menganalisis calon debitur nya, melihat keadaan usaha nya, dan yang harus diperhatikan adalah melihat jaminan yang diberikan oleh debitur, selain itu adalah faktor dari pihak debitur itu sendiri, ada memang debitur yang nakal, atau terganggunya penghasilan mereka yaitu seperti gaji, honorium dan sebagainya, setiap jenis yang mengganggu keuangan mereka pasti akan berkesinambungan terhadap kelancaran mereka membayar kredit, dan faktor lain adalah


(5)

terjadinya pengalihan penggunaan kredit yang dilakukan oleh pihak debitur, pengalihan penggunaan kredit yang tidak sesuai dengan tujuan awal pasti akan berpotensi sebagai kredit macet, karena tidak sesuai dengan perhitungan awal. Faktor lain diluar dari kekuasaan bank dan nasabah adalah faktor kebijakan ekonomi pemerintah atau kondisi ekonomi negara yang tidak mendukung usaha nya, seperti kenaikan BBM, dan faktor lain terjadi musibah terhadap usahanya.

Sarah : Bagaimana ketentuan kredit dapat dikatakan macet bagi PT. Bank Sumut?

Bapak Ikhwan : Kredit macet menurut Bank Sumut berdasarkan Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005. Terdapat 5 kolektibilitas atau sering disebut sebagai sandi untuk melihat kredit tersebut dikatakan macet. Yang pertama lancar yaitu tidak ada masalah nasabah membayar dengan lancar, kolektibilitas kedua yaitu dalam perhatian khusu yaitu terdapat tunggakan selama 90 hari, kurang lancar yaitu terdapat tunggakan angsuran pokok maupun bunga sampai 180 hari, diragukan yaitu terdapat tunggakan melampaui 180 hari sampai 270 hari dan tingkat keraguan bank kepada nasabah semakin tinggi bahwa kredit itu akan macet, dan yang terakhir adalah macet, kredit tersebut benar-benar macet.

Sarah : Tindakan apa yang akan dilakukan oleh pihak bank apa bila telah terjadi tunggakan atau tidak lancarnya suatu pembayaran kredit oleh debitur? Dan bagaimana reaksi nasabah?


(6)

Bapak Ikhwan : Pihak bank akan melakukan kunjungan atau mendatangi langsung kerumahnya atau ke tempat usaha nya, dan reaksi yang didapatkan bermacam-macam, beberapa nasabah lenih memilih menghindari petugas kami, dan bahkan ada yang bereaksi marah pada saat ditagih karena debitur merasa seperti dipermalukan karena sampai didatangi kerumah ataau ke tempat usahanya. Namun bagi pihak bank reaksi marah tersebut menjadi suatu pertanda baik, karena jika debitur merasa malu dan sudah merasa terganggu ketenangannya maka akan timbul lah itikad baik dari diri debitur untuk dapat menyelesaikan hutangnya.

Sarah : Hambatan apa yang dihadapi dalam melakukan mediasi perbankan untuk menyelesaikan kredit macet?

Bapak Ikhwan : Adanya perbedaan padangan antara bank dan nasabah dalam sengketa nya, pada dasar nya pihak bank hanya berpegang dengan perjanjian kredit yang seharusnya dipatuhi oleh nasabah, ini terjadi karena perbedaan karakteristik dan sudut pandang, nasabah yang mengadukan masalahnya tidak mau mendengar penjelasan karena faktor emosional, nasabah masih melakukan wanprestasi meskipun sudah terjadi kesepakatan dalam mediasi, dan faktor lain nasabah itu sendiri tidak melengkapi syarat-syarat.