Kajian Potensi Pelet Biomassa dari Pemanfaatan Limbah Serbuk Kayu dan Tandan Kosong Kelapa Sawit Menjadi Bahan Bakar

(1)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Adan, I. U. 1998. Teknologi Tepat Guna. Yogyakarta: Kanisius

[2] American Society for Testing and Materials. 2002. ASTM Standard Coal and Coke D 1762-84 and D 3172-89. Philadelphia

[3] Anonim. 2005. Pemanfaatan Limbah Tanaman Kelapa Sawit sebagai Bahan Baku Pulp dan Kertas. www.balitbangsumut.go.id

[4] Anonimous, 1989. Penelitian Pemanfaatan Sagu sebagai Bahan Perekat. Medan: Hasil Penelitian Industri DEPERWUAG

[5] Anonimous, 2000. Sambutan Menteri Kehutanan dan Perkebunan pada Seminar Nasional Kehutanan Masa Depan Industri Hasil Hutan (Kayu) di Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta

[6] Culp. Archie W, “Prinsip-prinsip Konversi Energi”, Penerjemah Darwin Sitompul Erlangga, 1996

[7] Departemen Kehutanan (DEPHUT). 2000. Balai Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Laporan Tahunan. Bogor

[8] Effendi, K. 2005. Pengaruh Perendaman dan Kadar Air Perekat Terhadap Sifat Fisis Mekanis (Skripsi). Medan. USU

[9] Erlich, C., Ohman, M, et al. 2005. Thermochemical Characteristics of Sugar Cane Bagasse Pellets. Fuel 84 (5): 569 - 575

[10] Fisafarani, H. 2010. Identifikasi Karakteristik Sumber Daya Biomassa dan Pengembangan Pelet Biomassa di Indonesia. Depok: Skripsi Sarjana Fakultas Teknik UI

[11] Gandhi, A. 2010. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat. Professional 8 (1): 1-11

[12] Giancoli, P. C. 2001. Fisika Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

[13] Gusmailina, G. Pari dan S. Komarayati. 1999. Teknologi Penggunaan Arang dan Arang Aktif sebagai Soil Conditioning pada Tanaman Kehutanan. Laporan Proyek. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor (Bahan Publikasi)


(2)

[14] Hartoyo dan N. Hudaya. 1990. Membuat Arang Tempurung Kelapa Sistem Kiln Drum. Trubus, Info Agribisnis

[15] Indoenergi. 2012. Pengertian Energi Terbarukan

[16] Ismun. 1993. Menjadikan Dapur Johannes Bioarang 3B Susunan Bata Siap Pakai. Yogyakarta

[17] Jamilatun, S. 2008. Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Biomassa Arang Kayu. Jurnal Rekayasa Proses: 39-40

[18] Josep, S. dan D. Hislop. 1981. Residu Briquetting in Development Countries. London: Aplyed Science Publisher

[19] Kadir, A. 1995. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi. Cet I. Edisi Kedua. Jakarta: UI

[20] Kamus Besar Bahasa Indonesia

[21] Muin A. Syamsir. 1988. “Pesawat-pesawat Konversi Energi I”. Edisi Pertama. Penerbit CV. Rajawali. Jakarta.

[22] Nugraha, S. dan Rahmat, R. 2008. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian

[23] Nusyirwan, R.Y. dan Nuryetti. 1987. Buletin Hasil Penelitian Industri, Badan Penelitian dan Pengembangan Industri, Banda Aceh

[24] Onu, F. 2010. Pengukuran Nilai Kalor Bahan Bakar Limbah Sawit. Seminar Nasional Teknik Mesin. UMY: Yogyakarta

[25] Pari, E. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Sampah Industri Pengolahan Kayu. Makalah Falsafah Sains. Program Sarjana. Bogor: IPB [26] PelHeat. Biomass Pellet Production Guide. http://www.pelheat.com

[27] Purwanto, W.W. et al. 2010. The Identification of Biomass Resources Characteristics and Bio-pellet Potency in Indonesia. The 1st International Seminar on Fundamental & Application Chemical Engineering, ISFACHE: Bali

[28] Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). 2007. Pemanfaatan Limbah Kebun Kelapa Sawit Rakyat. PPKS: Medan

[29] Reksohadiprojo. 1998. Ekonomi Energi. Edisi I. Yogyakarta: PAU Studi Ekonomi: UGM


(3)

[30] Ruhendi, S. D. N. Koroh, F. A. Syahmani, H. Yanti, Nurhaida, S. Saad, T. Sucipto, 2007. Analisis Perekatan Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan, IPB [31] Saputro, D. D. 2008. Studi tentang Variasi Tekanan Kompaksi terhadap

Nilai Kalor Briket Tongkol Jagung. Jurnal Jurusan Teknik Mesin. Semarang: FT UNNES

[32] Silalahi. 2000. Penelitian Pembuatan Briket Kayu dari Serbuk Gergajian Kayu. Bogor : Hasil Penelitian Industri

[33] Sudarmadji. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty

[34] Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization, New York, Van Nostrand Reinhard

[35] Zentrum fur Rationell Energieanwwendung and Umwelt GmbH. 2000. Biomass in Indonesia-business


(4)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan dan di Lantai 1 gedung Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun letak penelitian ini seperti ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar.3.1 Tata Letak Lokasi Penelitian

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan, yaitu mulai bulan September 2015 sampai Desember 2015. Hal itu sudah termasuk penyediaan bahan dan pengolahan data hasil penelitian.

Lokasi penelitian


(5)

Adapun kalender kerja sebagai berikut :

No Nama Kegiatan

Bulan

I II III IV

1 Membangun Mesin Pencetak Pelet

2 Penyiapan Bahan Baku 3 Pengujian Bahan Bakar 4 Menyusun Laporan

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Termometer, digunakan untuk mengukur suhu air pada pengujian untuk menghitung nilai kalor dan mengukur suhu pada tahap pengujian. Cara penggunaan dari alat ini adalah dengan meletakannnya pada air sebagai bahan yang akan diukur suhunya, lalu didiamkan sampai jarum pada alat tersebut sudah stabil. Kemudian dicatat untuk digunakan sebagai perhitungan nilai kalori dan perhitngan performansi bahan bakar.


(6)

2. Bom Kalorimeter, digunakan untuk menghitung nilai kalor bahan bakar sampel. Alat ini digunakan penulis di Laboratorium Motor Bakar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Cara pengujian kualitas nilai bakar dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Tabung bomb dibersihkan terlebih dahulu sebelum dan sesudah pengujian dilakukan.

2. Pelet biomassa ditimbang sebesar 0,20 gram.

3. Siapkan kawat untuk penyala dengan menggulungnya dan memasangnya pada tangkai penyala yang terpasang pada penutup bomb.

4. Lalu tempatkan cawan berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala.

5. Kemudian tutup bomb dengan kuat, setelah dipasang ring-o dengan memutar penutup tersebut.

6. Lalu oksigen diisikan ke dalam bomb dengan tekanan 30 bar. 7. Kemudian tempatkan bomb yang telah terpasang didalam

kalorimeter.

8. Setelah itu masukkan air pendingin sebanyak 1250 mL. 9. Kemudian tutup kalorimeter dengan alat penutupnya.

10.Pengaduk air pendingin dihidupkan selama 5 menit sebelum penyalaan dilakukan, baca dan catat temperatur air pendingin. 11.Kemudian hidupkan penyalaan (gunakan tombol yang kanan), air

pendingin terus diaduk selama 5 menit setelah penyalaan berlangsung.

12.Kemudian baca dan catat kembali temperatur akhir air pendingin, lalu matikan pengaduk.

13.Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali berturut-turut untuk suatu bahan bakar yang diuji dan diukur, dimana hasil pengujiannya adalah harga rata-rata dari hasil ketiga pengukuran yang dilakukan.


(7)

Temperatur air pendingin sebelum penyalaan = T1

Temperatur air pendingin setelah penyalaan = T2

Dimana T2>T1

Gambar 3.3 Bom Kalorimeter

Keterangan gambar : 1. Tombol on 2. Tombol off

3. Tombol pembakaran 4. Tempat tabung bom

3. Blender, digunakan untuk menghaluskan sampel bahan bakar. Alat ini mempunyai kecepatan motor sebesar 1450 rpm dan dengan daya 220 volt. Cara penggunaan alat ini adalah dengan menghidupkan motor lalu masukkan tandan kosong kelapa sawit kedalam corong sebanyak 50 gram per menit dan keluar dari bawah sudah dalam keadaan halus dengan ukuran 0,8 mm.


(8)

Gambar 3.4 Blender

Keterangan gambar : 1. Sabuk

2. Motor 3. Corong

4. Timbangan digital, digunakan untuk menimbang bahan bakar. Alat ini memiliki ketelitian yang tinggi, mampu menimbang benda sampai batas 0,0001 gram. Timbangan digital ini sangat peka, karena itu harus secara halus dan hati-hati.


(9)

5. Mesin pencetak pelet, digunakan untuk mencetak sample biomassa yang telah dihaluskan menjadi bentuk pelet. Mesin ini mempunyai kecepatan motor 1400 rpm dan menggunakan sabuk yang dihubungkan ke motor dalam penekanannya dengan screw press untuk menekan sample sehingga pelet biomassa yang dihasilkan mempunyai ukuran panjang 2-3 cm dan lebar 8 mm.

Gambar 3.6 Mesin Pelet Keterangan gambar :

1. Corong 2. Motor 3. Sabuk 4. Gearbox

6. Kassa penyaring, digunakan untuk menyaring sampel biomassa yang sudah keluar dari mesin pencetak pelet karena hasil yang keluar dari mesin pencetak pelet itu tidak seutuhnya berbentuk pelet, ada juga sisa-sisa dari pencetakan yang berbentuk pasir. Oleh sebab itu, tahap ini diperlukan untuk memisahkan sisa-sisa pasir dengan pelet. Sisa-sisa pasir tersebut dimasukkan kembali kedalam mesin pencetak agar tidak


(10)

terbuang dengan sia-sia sehingga dapat menghasilkan ukuran 5 mesh (4 mm) untuk digunakan.

Gambar 3.7 Kassa Penyaring

7. Stopwatch, digunakan untuk menghitung waktu yang dibutuhkan dalam pengujian nilai kalor dan pengujian proses pembakaran dari bahan bakar sampel sampai menjadi abu. Alat ini memiliki batas ketelitian hingga 0,01 sekon.


(11)

8. Kompor biomassa, digunakan untuk menghitung konsumsi bahan bakar, efisiensi bahan bakar dan laju pembakaran yang terjadi pada sampel yang digunakan. Kompor ini memiliki tinggi 60 cm dan diameter 25 cm.

Gambar 3.9 Kompor Biomassa

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Serbuk Kayu

Serbuk kayu akan dipakai sebagai bahan utama dalam pembuatan pelet biomassa yang bisa kita dapat dari sisa hasil penyerutan kayu yang biasa digunakan dari industri penggergajian kayu di Medan.


(12)

2. Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong kelapa sawit akan dipakai sebagai bahan utama dalam pembuatan pelet biomassa yang bisa didapat dari sisa-sisa limbah di industri PTPN.

Gambar 3.11 Tandan Kosong Kelapa Sawit

3. Tepung Kanji

Tepung kanji dipakai sebagai bahan perekat dalam pembuatan pelet biomassa yang bisa didapat di toko.


(13)

3.3 Diagram Alir Penelitian

Tidak

Ya

Gambar 3.13 Diagram Alir Penelitian Penyiapan Alat

dan Bahan

Pembuatan Pelet

Karakterisasi Bahan

Kesimpulan

Uji Proksimat dan Ultimat Uji Kalor

Uji Pembakaran

Evaluasi

Nilai kalor : ≥ 17000 kJ/kg Efisiensi : ≥ 60 %

Mulai


(14)

3.4 Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari:

3.4.1 Variabel Bebas

1. Komposisi serbuk gergaji 100%

2. Komposisi tandan kosong kelapa sawit 100%

3. Komposisi serbuk gergaji dan tandan kosong kelapa sawit 50% : 50%

3.4.2 Variabel terikat

1. Hasil proksimat 2. Hasil ultimat 3. Nilai kalor

4. Hasil laju pembakaran 5. Efisiensi

6. Konsumsi bahan bakar 7. Kebutuhan udara bahan bakar 8. Perhitungan gas asap

9. Volume gas asap

3.5 Prosedur Kerja

Dalam penelitian ini ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu : 1. Tahap penyiapan bahan baku

2. Tahap pencampuran 3. Tahap pembuatan pelet 4. Tahap pengayakan 5. Tahap pengeringan 6. Tahap pengujian


(15)

3.5.1 Tahap penyiapan bahan baku

Tahap ini bertujuan untuk menyiapkan serbuk kayu, tandan kosong kelapa sawit dan tepung kanji sebagai bahan yang akan digunakan dalam percobaan sehingga mempunyai bentuk yang seragam dan dapat dengan mudah untuk digunakan dalam tahap selanjutnya.

Adapun tahap penyiapan bahan baku dilakukan untuk memudahkan dalam proses pengujian sehingga didapat hasil yang maksimal. Dalam tahap ini, supaya tandan kosong kelapa sawit mempunyai ukuran yang sama dengan serbuk kayu maka tandan kosong kelapa sawit dapat dimasukkan kedalam mesin pencacah sehingga langsung menghasilkan berupa serbuk ataupun menggunakan palu untuk menghancurkan setiap pucuk hingga menjadi serat. Kemudian tandan kosong kelapa sawit siap diblender menggunakan blender dengan kapasitas 50 gram per menit, daya 220 volt, dan putaran 1450 rpm sehingga menghasilkan ukuran 20 mesh (0,8 mm).

3.5.2 Tahap Pencampuran

Tahap ini bertujuan untuk mencampurkan serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit yang telah halus dengan komposisi 10 % bahan perekat (tepung kanji) dari jumlah serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit yang akan digunakan.

Komposisi formula bahan tersebut adalah :  F1 = 100% SK : 10% TK

 F2 = 100% TKKS : 10 % TK

 F3 = 50% SK : 50% TKKS : 10% TK

Sebelumnya bahan perekat yang telah dicampur air 50 mL lalu dipanaskan sampai kental untuk dicampur menjadi satu dengan serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit dan siap untuk dicetak. Dan tahap ini juga untuk memudahkan memasukkan bahan kedalam mesin karena kondisi bahan yang mulai merekat.


(16)

3.5.3 Tahap Pembuatan Pelet

Tahap ini adalah tahap akhir dari tujuan penelitian ini. Tahap ini melalui proses dengan pencampuran serbuk kayu, tandan kosong kelapa sawit dan tepung kanji sebagai bahan perekat yang dipanasakan dengan air 50 mL sampai kental lalu dimasukkan kedalam mesin pencetak pelet.

Dalam mesin tersebut terjadi pencampuran bahan hingga menyatu dan padat. Setelah padat lalu dikeluarkan melalui cetakan pelet yang berbentuk bulat pada ujung mesin tersebut dengan hasil akhir berbentuk silinder yang memiliki panjang kira-kira 2-3 cm dan lebar 8 mm. Adapun hasil pembuatan pelet biomassa pada gambar berikut :

(a) (b)

(c)

Gambar 3.14 Hasil Campuran. (a) Campuran F1. (b) Campuran F2.


(17)

3.5.4 Tahap Pengayakan

Tahap ini bertujuan untuk mengayak atau menyaring menggunakan saringan 5 mesh sebagai hasil akhir dari pelet yang keluar dari mesin pencetak pelet. Hasil yang keluar dari mesin pencetak pelet itu tidak seutuhnya berbentuk pelet, ada juga sisa-sisa dari pencetakan yang berbentuk pasir. Oleh sebab itu, tahap ini diperlukan untuk memisahkan sisa-sisa pasir dengan pelet.

Sisa-sisa pasir tersebut dimasukkan kembali kedalam bahan untuk dicampur kembali sehingga bahan perekat dapat tercampur dengan rata dan agar tidak terbuang dengan sia-sia.

3.5.5 Tahap Pengeringan

Tahap ini bertujuan untuk mengeringkan pelet yang keluar dari mesin pencetak pelet. Pengeringan ini sangat diperlukan agar tidak ada pelet yang saling menyatu dengan pelet yang lain ataupun agar pelet menjadi tidak mudah rapuh. Tahap pengeringan ini dengan mengeringkan dibawah sinar matahari dengan suhu berkisar 35 oC – 37 oC hingga kadar air tidak lebih dari 10 % ataupun biasanya dalam waktu 3-4 hari lalu pelet sudah kering dan siap dipakai.

3.5.6 Tahap Pengujian

Tahap ini bertujuan untuk menganalisa karakteristik dasar dari pelet yang dihasilkan sehingga dapat mengetahui potensi dari bahan yang digunakan sebagai bahan bakar. Karakteristik dasar itu antara lain nilai kadar air, nilai kadar abu, nilai kadar bahan mudah menguap, nilai total karbon terikat, nilai kalor, laju pembakaran, efisiensi, konsumsi bahan bakar, kebutuhan udara pemakaran, perhitungan gas asap dan volume gas asap.

Pengambilan data suhu awal dan suhu akhir pada air berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan menggunakan termometer untuk pengujian


(18)

dengan bom kalorimeter yang digunakan sebagai perhitungan untuk mencari nilai kalor, maka didapat data sebagai berikut :

Tabel 3.1 T1oC dan T2oC pada Serbuk Kayu 100 %

No T1oC T2oC

1 25,06 25,36

2 25,72 26,03

3 26,15 26,44

4 26,18 26,48

5 26,53 26,84

Tabel 3.2 T1oC dan T2oC pada Tandan Kosong Kelapa Sawit 100 %

No T1oC T2oC

1 26,53 26,79

2 26,87 27,14

3 27,18 27,43

4 27,46 27,72

5 27,77 28,02

Tabel 3.3 T1oC dan T2oC pada Serbuk Kayu 50 % + Tandan Kosong

Kelapa Sawit 50 %

No T1oC T2oC

1 26,04 26,34

2 26,48 26,81

3 26,89 27,24

4 27,29 27,63


(19)

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakterisasi Biomassa

Setiap biomassa memiliki perbedaan sifat dan karakterisasi yang dapat mempengaruhi performa sebagai bahan bakar didalam proses pembakaran.

4.1.1 Analisis Proksimat

Analisis proksimat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui kinerja bahan bakar pada saat pemanasan dan pembakaran antara lain kadar air, zat mudah menguap (volatile matter), kadar abu (ash content), kadar karbon terikat (fixed carbon). Berikut data yang mengenai beberapa kandungan yang terdapat pada serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Maka komposisi analisis proksimat untuk serbuk kayu 50 % + tandan kosong kelapa sawit 50 % sebagai berikut:

Kadar Air = (50

100 8,15 %) + ( 50

100 9,38 %) = 8,76 % Kadar Zat Menguap = 50

100 90,00 % + 50

100 68,47 % = 83,23 % Kadar Abu = (50

100 1,59 %) + ( 50

100 5,38 %) = 3,48 % Kadar Karbon Terikat = (50

100 0,24 %) + ( 50

100 16,77 %) = 8,50 %

4.1.2 Analisis Ultimat

Analisis ultimat merupakan analisis yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam unsur kimia seperti karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dll.


(20)

Analisis ini berguna dalam penentuan jumlah udara yang diperlukan untuk pembakaran. Berikut data yang mengenai beberapa kandungan yang terdapat pada serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit adalah sebagai berikut:

Maka komposisi bahan bakar untuk serbuk kayu 50 % + tandan kosong kelapa sawit 50 % adalah sebagai berikut :

C = (50

100 43,01 %) + ( 50

100 45,53 %) = 44,27 % H₂= (50

100 5,9 %) + ( 50

100 5,46 %) = 5,68 % N₂= (50

100 0,0 %) + ( 50

100 0,45 %) = 0,22 % S = (50

100 0,8 %) + ( 50

100 0,04 %) = 0,42 % O₂ = (50

100 45,10 %) + ( 50

100 43,40 %) = 44,25 % Ash = (50

100 5,19 %) + ( 50

100 5,12 %) = 5,15 %

4.2 Nilai Kalor Bahan Bakar

Analisa percobaan dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut ini :

Nilai Kalor Pembakaran Tinggi :

HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg


(21)

M = Moisture (kandungan air dalam bahan bakar) H2 = Hidrogen dalam bahan bakar

4.2.1 Analisa Nilai Kalor Pelet Bahan Bakar Serbuk Kayu 100% a) Analisa Pengujian 1

Diketahui : HHV = (T2 – T1 – 0,05) x Cv

HHV = (25,36 – 25,06 – 0,05) x 73529,6

HHV = 18382,40 kJ/kg HHV = 4390,56 kal/gr H2 = 5,9 %

M = 8,15 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 18382,4 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 18382,4 – 2400 (0,61) kJ/kg

LHV = (18382,4 – 1470,19) kJ/kg

LHV = 16912,20 kJ/kg

b) Analisa Pengujian 2

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (26,03 – 25,72 – 0,05) x 73529,6

HHV = 19117,69 kJ/kg HHV = 4566,18 cal/gr H2 = 5,9 %


(22)

M = 8,15 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 19117,69 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 19117,69 – 2400 (0,61) kJ/kg

LHV = (19117,69 – 1470,19) kJ/kg

LHV = 17647,50 kJ/kg

c) Analisa Pengujian 3

Diketahui : HHV = (T2 – T1 – 0,05) x Cv

HHV = (26,44 – 26,15 – 0,05) x 73529,6

HHV = 17647,10 kJ/kg HHV = 4214,94 cal/gr H2 = 5,9 %

M = 8,15 % Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 17647,10 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 17647,10 – 2400 (0,61) kJ/kg

LHV = (17647,10 – 1470,19) kJ/kg LHV = 16176,91 kJ/kg


(23)

d) Analisa Pengujian 4

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (26,48 – 26,18 – 0,05) x 73529,6 HHV = 18382,4 kJ/kg

HHV = 4214,94 cal/gr H = 5,9 %

M = 8,15 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 18382,4 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 18382,4 – 2400 (0,61) kJ/kg

LHV = (18382,4 – 1470,19) kJ/kg

LHV = 16912,20 kJ/kg

e) Analisa Pengujian 5

Diketahui : HHV = (T2 – T1 – 0,05) x Cv

HHV = (26,84 – 26,53 – 0,05) x 73529,6 HHV = 19117,69 kJ/kg

HHV = 4566,18 cal/gr H2 = 5,9 %

M = 8,15 % Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 19117,69 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 19117,69 – 2400 (0,61) kJ/kg


(24)

LHV = (19117,69 – 1470,19) kJ/kg LHV = 17647,50 kJ/kg

Tabel 4.1 Hasil analisa nilai kalor pelet bahan bakar Serbuk Kayu 100%

Percobaan HHV (kJ/kg) LHV (kJ/kg)

1. 18382,4 16912,20

2. 19117,69 17647,50

3. 17647,10 16176,91

4. 18382,4 16912,20

5. 19117,69 17647,50

Rata-rata 18529,45 17059,26


(25)

 Dari grafik diatas pada percobaan 2 dan 5 didapat nilai kalor tertinggi (HHV) adalah 19117, 69 kJ/kg dan nilai kalor terendah (LHV) adalah 17647,50 kJ/kg

 Nilai kalor dari serbuk kayu 100% didapat rata-rata nilai kalor tertinggi (HHV) adalah 18529,45 kJ/kg dan rata-rata nilai kalor terendah adalah 17059,26 kJ/kg

 Nilai kalor diatas juga dipengaruhi dari jumlah komposisi karakteristik dari analisis proksimat dan ultimat

4.2.2 Analisa Nilai Kalor Pelet Bahan Bakar Tandan Kosong Kelapa Sawit 100%

a) Analisa Pengujian 1

Diketahui : HHV = (T2 – T1 – 0,05) x Cv

HHV = (26,79 – 26,53 – 0,05) x 73529,6

HHV = 15441,21 kJ/kg HHV = 3688,07 cal/gr H2 = 5,46 %

M = 9,38 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 15441,21 – 2400 (0,09 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 15441,21 – 2400 (0,58) kJ/kg

LHV = (15441,21 – 1404,48) kJ/kg LHV = 14036,73 kJ/kg


(26)

b) Analisa Pengujian 2

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (27,14 – 26,87 – 0,05) x 73529,6

HHV = 16176,51 kJ/kg HHV = 3863,69 cal/gr H2 = 5,46 %

M = 9,38 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 16176,51 – 2400 (0,09 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 16176,51 – 2400 (0,58) kJ/kg

LHV = (16176,51 – 1404,48) kJ/kg

LHV = 14772,03 kJ/kg

c) Analisa Pengujian 3

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (27,43 – 27,18 – 0,05) x 73529,6 HHV = 14705,92 kJ/kg

HHV = 3512,45 cal/gr H2 = 5,46 %

M = 9,38 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :


(27)

LHV = 14705,92 – 2400 (0,09 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 14705,92 – 2400 (0,58) kJ/kg

LHV = (14705,92 – 1404,48) kJ/kg LHV = 13301,44 kJ/kg

d) Analisa Pengujian 4

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (27,72 – 27,46 – 0,05) x 73529,6 HHV = 15441,21 kJ/kg

HHV = 3688,07 cal/gr H2 = 5,46 %

M = 9,38 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 15441,21 – 2400 (0,09 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 15441,21 – 2400 (0,58) kJ/kg

LHV = (15441,21 – 1404,48) kJ/kg LHV = 14036,73 kJ/kg

e) Analisa Pengujian 5

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (28,02 – 27,77 – 0,05) x 73529,6 HHV = 14705,92 kJ/kg


(28)

H2 = 5,46 %

M = 9,38 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 14705,92 – 2400 (0,09 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 14705,92 – 2400 (0,58) kJ/kg

LHV = (14705,92 – 1404,48) kJ/kg

LHV = 13301,44 kJ/kg

Tabel 4.2 Hasil analisa nilai kalor pelet bahan bakar Tandan Kosong Kelapa Sawit 100%

Percobaan HHV (kJ/kg) LHV (kJ/kg)

1. 15441,21 14036,73

2. 16176,51 14772,03

3. 14705,92 13301,44

4. 15441,21 14036,73

5. 14705,92 13301,44


(29)

Gambar 4.2 Grafik HHV dan LHV pada Tandan Kosong Kelapa Sawit 100 %

 Dari grafik diatas pada percobaan 2 didapat nilai kalor tertinggi (HHV) adalah 16176,51 kJ/kg dan nilai kalor terendah (LHV) adalah 14772,03 kJ/kg

 Nilai kalor dari tandan kosong kelapa sawit 100% didapat rata-rata nilai kalor tertinggi (HHV) adalah 15294,15 kJ/kg dan rata-rata nilai kalor terendah adalah 13889,67 kJ/kg

 Nilai kalor diatas juga dipengarauhi dari jumlah komposisi karakteristik dari analisis proksimat dan ultimat

4.2.3 Analisa Nilai Kalor Pelet Bahan Bakar Serbuk Kayu 50% + Tandan Kosong Kelapa Sawit 50%

a) Analisa Pengujian 1

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (26,34 – 26,04 – 0,05) x 73529,6 HHV = 18382,4 kJ/kg


(30)

HHV = 4390,56 cal/gr H2 = 5,68 %

M = 8,76 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 18382,4 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 18382,4 – 2400 (0,59) kJ/kg

LHV = (18382,4 – 1437,33) kJ/kg LHV = 16945,07 kJ/kg

b) Analisa Pengujian 2

Diketahui : HHV = (T2 – T1 – 0,05) x Cv

HHV = (26,81 – 26,48 – 0,05) x 73529,6

HHV = 20588,28 kJ/kg HHV = 4917,43 cal/gr H2 = 5,68 %

M = 8,769 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 20588,28 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 20588,28 – 2400 (0,59) kJ/kg


(31)

LHV = 19150,95 kJ/kg

c) Analisa Pengujian 3

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (27,24 – 26,89 – 0,05) x 73529,6 HHV = 22058,88 kJ/kg

HHV = 5268,67 cal/gr H2 = 5,68 %

M = 8,76 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 22058,88 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 22058,88 – 2400 (0,59) kJ/kg

LHV = (22058,88 – 1437,33) kJ/kg

LHV = 20621,55 kJ/kg

d) Analisa Pengujian 4

Diketahui : HHV = (T2– T1– 0,05) x Cv

HHV = (27,63 – 27,29 – 0,05) x 73529,6 HHV = 21323,58 kJ/kg

HHV = 5093,05 cal/gr H2 = 5,68 %


(32)

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 21323,58 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 21323,58 – 2400 (0,59) kJ/kg

LHV = (21323,58 – 1437,33) kJ/kg LHV = 19886,25 kJ/kg

e) Analisa Pengujian 5

Diketahui : HHV = (T2 – T1 – 0,05) x Cv

HHV = (28,03 – 27,70 – 0,05) x 73529,6 HHV = 20588,28 kJ/kg

HHV = 4917,43 cal/gr H2 = 5,68 %

M = 8,76 %

Nilai Kalor Pembakaran Rendah :

LHV = HHV – 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = 20588,28 – 2400 (0,08 + 9 x 0,05) kJ/kg LHV = 20588,28 – 2400 (0,59) kJ/kg

LHV = (20588,28 – 1437,33) kJ/kg LHV = 19150,95 kJ/kg


(33)

Tabel 4.3 Hasil analisa nilai kalor pelet bahan bakar Serbuk Kayu 50 % + Tandan Kosong Kelapa Sawit 50 %

Percobaan HHV (kJ/kg) LHV (kJ/kg)

1. 18382,4 16945,07

2. 20588,28 19150,95

3. 22058,88 20621,55

4. 21323,58 19886,25

5. 20588,28 19150,95

Rata-rata 20588,28 19150,95

Gambar 4.3 Grafik HHV dan LHV pada Serbuk Kayu 50 % + Tandan Kosong Kelapa Sawit 50 %


(34)

 Dari grafik diatas pada percobaan 3 didapat nilai kalor tertinggi (HHV) adalah 22058,8 kJ/kg dan nilai kalor terendah (LHV) adalah 20621,55 kJ/kg

 Nilai kalor dari serbuk kayu 50% dan tandan kosong kelapa sawit 50% didapat rata-rata nilai kalor tertinggi (HHV) adalah 20588,28 kJ/kg dan rata-rata nilai kalor terendah adalah 19150,95 kJ/kg

 Nilai kalor diatas juga dipengarauhi dari jumlah komposisi karakteristik dari analisis proksimat dan ultimat

4.3 Laju Pembakaran

a). Untuk serbuk kayu 100 % Dik : W = 100 gram t = 671 detik LP =�

� LP = 100 ���

671 ���

LP = 0,15 gram/detik

b). Untuk tandan kosong kelapa sawit 100 % Dik : W = 100 gram

t = 580 detik LP =�

� LP = 100 ���

580 ���

LP = 0,17 gram/detik

c). Untuk serbuk kayu 50 % + tandan kosong kelapa sawit 50 % Dik : W = 100 gram

t = 706 detik LP =�

� LP = 100 ���


(35)

LP = 0,14 gram/detik

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Laju Pembakaran dengan Komposisi Bahan

 Dari grafik diatas didapat pelet dengan komposisi bahan serbuk kayu 50% + tandan kosong kelapa sawit 50% menunjukkan laju pembakaran tertinggi, yaitu 0,14 gram/detik.

 Nilai kalor yang tinggi maka seiring juga dengan laju pembakaran yang tinggi dikarenakan nilai kalori yang tinggi pada saat proses pembakaran akan mempengaruhi pencapaian temperatur yang tinggi dengan pecapaian suhu optimum yang cukup lama.

4.4 Perhitungan Efisiensi

a). Untuk serbuk kayu 100 %

Dik : 1 kg BB = 17059,26 kJ 100 gr BB = 1,70592 J/gr

mair = 0,5 L = 500 mL = 0,5 kg


(36)

T2 = 93 oC = 366 K

Tf = 334,5 K

Cpair = 4,18 kJ/kg.K

Maka : = ������ �2− �1

= (0,5 kg x 4,18 kJ/kg.K x (366 – 303)) = 131670 J

η

=

Qout

η =

131670

1,70592

η

= 77 %

b). Untuk tandan kosong sawit 100 % Dik : 1 kg BB = 13889,67 kJ 100 BB gr = 1,38896 J/gr

mair = 0,5 L = 500 mL = 0,5 kg

T1 = 30 oC = 303 K

T2 = 78 oC = 351 K

Tf = 334,5 K

Cpair = 4,18 kJ/kg.K

Maka : = ������ �2− �1

= (0,5 kg x 4,1832 kJ/kg.K x (351 – 303)) = 100320 J


(37)

η

=

Qout

x 100%

η =

10032

1,38896

η

= 72 %

c). Untuk serbuk kayu 50 % + tandan kosong kelapa sawit 50 % Dik : 1 kg BB = 19150,95 kJ

100 gr = 1,91509 J/gr

mair = 0,5 L = 500 mL = 0,5 kg

T1 = 30 oC = 303 K

T2 = 95 oC = 368 K

Tf = 335,5 K

Cpair = 4,18 kJ/kg.K

Maka : = ������ �2− �1

= (0,5 kg x 4,18 kJ/kg.K x (368 – 303)) = 136100 J

η

=

Qout

η =

136100

1,91509


(38)

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Efisiensi dengan Komposisi Bahan

 Dari grafik diatas didapat pelet dengan komposisi bahan serbuk kayu 100% menunjukkan efisiensi tertinggi, yaitu 77% dikarenakan energi yang berhasil diubah menjadi energi yang berguna untuk digunakan lebih banyak dari pada bahan yang lain.

4.5Konsumsi Bahan Bakar

a). Untuk serbuk kayu 100 % Dik : T1 = 30 oC

T2 = 93 oC

LP = 0,15 gram/detik t = 485 detik Wf = � � Wf = 0,15 485


(39)

b). Untuk tandan kosong kelapa sawit 100 % Dik : T1 = 30 oC

T2 = 78 oC

LP = 0,17 gram/detik t = 397 detik Wf =� �

Wf = 0,17 397

Wf = 68,28 ���

c). Untuk serbuk kayu 50 % + tandan kosong kelapa sawit 50 % Dik : T1 = 30 oC

T2 = 95 oC

LP = 0,14 gram/detik t = 468 detik Wf =� �

Wf = 0,14 468


(40)

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Konsumsi Bahan Bakar dengan Komposisi Bahan

 Dari grafik diatas pelet dengan komposisi bahan serbuk kayu 50% + tandan kosong kelapa sawit 50% menunjukan konsumsi bahan bakar terendah, yaitu 65,98 gram sehingga penggunaannya yang hemat.

4.6 Kebutuhan Udara Bahan Bakar

a). Kebutuhan udara teoritis (Ut) : 1. Untuk serbuk kayu

Ut = 11,5 C + 34,5 (H-O/8) + 4,32 S kg/kgBB

Ut = 11,5 (0,43) + 34,5 (0,05 – 0,45 / 8) + 4,32 (0,008) kg/kgBB Ut = 4,94 + 0,09 + 0,03

Ut = 5,01 kg/kgBB

2. Untuk tandan kosong kelapa sawit

Ut = 11,5 C + 34,5 (H-O/8) + 4,32 S kg/kgBB


(41)

Ut = 5,23 + 0,01 + 0,0017 Ut = 5,24 kg/kgBB

3. Untuk 50% serbuk kayu dan 50% tandan kosong kelapa sawit Ut = 11,5 C + 34,5 (H-O/8) + 4,32 S kg/kgBB

Ut = 11,5 (0,44) + 34,5 (0,05 – 0,44 / 8) + 4,32 (0,004) kg/kgBB Ut = 5,09 + 0,05 + 0,01

Ut = 5,16 kg/kgBB

b). Kebutuhan udara pembakaran sebenarnya/aktual (Us) : 1. Untuk serbuk kayu

Us = Ut (1 + α) kg/kgBB

Us = 5,01 (1 + 0,20) kg/kgBB Us = 6,02 kg/kgBB

2. Untuk tandan kosong kelapa sawit Us = Ut (1 + α) kg/kgBB

Us = 5,24 (1 + 0,20) kg/kgBB Us = 6,29 kg/kgBB

3. Untuk 50% serbuk kayu dan 50% tandan kosong kelapa sawit Us = Ut (1 + α) kg/kgBB

Us = 5,16 (1 + 0,20) kg/kgBB Us = 6,19 kg/kgBB


(42)

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Kebutuhan Udara Pembakaran dengan Komposisi Bahan

 Dari grafik diatas pelet dengan komposisi bahan serbuk kayu 100% menunjukkan kebutuhan udara pembakaran yang rendah sehingga tidak membutuhkan udara yang banyak pada saat penggunaan.

4.6 Perhitungan Gas Asap

a) Berat gas asap teoritis (Gt) : 1. Untuk serbuk kayu Gt = Ut + (1-A) kg/kgBB Gt = 5,01 + (1- 0,01) kg/kgBB Gt = 6,00 kg/kgBB

2. Untuk tandan kosong kelapa sawit Gt = Ut + (1-A) kg/kgBB

Gt = 5,24 + (1- 0,05) kg/kgBB Gt = 6,19 kg/kgBB


(43)

3. Untuk 50% serbuk kayu dan 50% tandan kosong kelapa sawit Gt = Ut + (1-A) kg/kgBB

Gt = 5,16 + (1- 0,05) kg/kgBB Gt = 6,10 kg/kgBB

b) Berat gas asap sebenarnya (Gs) 1. Untuk serbuk kayu

Gs = Us + (1-A) kg/kgBB Gs = 6,02 + (1- 0,01) kg/kgBB Gs = 7,00 kg/kgBB

2. Untuk tandan kosong kelapa sawit Gs = Us + (1-A) kg/kgBB

Gs = 6,29 + (1- 0,05) kg/kgBB Gs = 7,24 kg/kgBB

3. Untuk 50% serbuk kayu dan 50% tandan kosong kelapa sawit Gs = Us + (1-A) kg/kgBB

Gs = 6,19 + (1- 0,05) kg/kgBB Gs = 7,14 kg/kgBB


(44)

 Dari grafik diatas pelet dengan komposisi bahan serbuk kayu 100% menunjukkan hasil gas asap terendah sehingga aman dalam penggunaannya.

4.7 Volume Gas Asap

1. Untuk serbuk kayu Vg = 1,866 C + 0,7 S

0,11 + 1,24 (9 H2+ M)m³/kgBB

Vg = 1,866 0,43 + 0,7(0,008)

0,11 + 1,24 9 x 0,05 + 0,08 Vg = 7,34 + 0,74

Vg = 8,08 m³/kgBB

2. Untuk tandan kosong kelapa sawit

Vg =1,866 C + 0,7 S

0,11 + 1,24 (9 H2+ M)m³/kgBB

Vg = 1,866 0,45 + 0,7(0,0004 )

0,11 + 1,24 (9 x 0,05)+ 0,0938

Vg = 7,721 + 0,70 Vg = 8,42 m³/kgBB

3. Untuk 50% serbuk kayu dan 50%tandan kosong kelapa sawit Vg = 1,866 C + 0,7 S

0,11 + 1,24 (9 H2+ M) m³/kgBB

Vg = 1,866 0,44 + 0,7(0,004)

0,11 + 1,24 9 x 0,05 + 0,08 Vg = 7,53 + 0,72


(45)

Gambar 4.9 Grafik Hubungan Volume Gas Asap dengan Komposisi Bahan

 Dari grafik diatas menunjukkan pelet dengan komposisi bahan serbuk kayu 100% menunjukkan hasil volume gas asap yang terendah dan serbuk kayu 50% + tandan kosong kelapa sawit 50% menunjukan volume gas asap tertinggi.


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain :

1. Ada beberapa proses kerja pembuatan pelet biomassa adalah tahap penyiapan bahan baku, tahap pencampuran, tahap pembuatan pelet, tahap pengayakan, tahap pengeringan, tahap pengujian.

2. Performansi bahan bakar dengan pelet biomassa yaitu pada kandungan serbuk kayu 100% didapat efisiensi 77%, kandungan tandan kosong kelapa sawit 100% didapat efisiensi 72%, dan kandungan serbuk kayu 50% + tandan kosong kelapa sawit 50% didapat efisiensi 71%.

3. Untuk kondisi laju pembakaran pelet biomassa adalah pelet biomassa dari 100 % serbuk kayu : 0,15 gram/detik, pelet biomassa dari 100 % tandan kosong kelapa sawit : 0,17 gram/detik, pelet biomassa dari 50 % serbuk kayu + 50 % tandan kosong kelapa sawit : 0,14 gram/detik.

4. Kondisi ukuran pelet yang bagus untuk digunakan adalah berbentuk tabung dengan diameter tidak melebihi dari 1 cm dan tinggi tidak melebihi dari 3 cm karena akan mempersulit proses pembakaran awal dan akan membutuhkan ruang bakar yang cukup besar.

5. Pelet biomassa yang optimal dan sangat berpotensi sebagai bahan bakar dari hasil pengujian ini adalah pelet dari kandungan serbuk kayu 100 % dengan efisiensi 77 % dan hasil gas asap terendah yaitu 6,00kg/kgBB secara teoritis dan 7,00kg/kgBB secara aktual.


(47)

5.2 Saran

1. Untuk mendapatkan hasil campuran bahan pelet yang homogen, sebaiknya kedua bahan harus dalam keadaan ukuran yang seragam dan halus.

2. Sebaiknya dalam menggunakan biomassa ini harus ditempat terbuka agar kebutuhan udara selama pembakaran dapat tercukupi.

3. Sebaiknya mempelajari terlebih dahulu bahan-bahan dari limbah yang dapat menghasilkan pelet biomassa yang optimal.


(48)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi

Energi merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia dewasa ini dan akan mengambil peranan yang lebih besar diwaktu yang akan datang baik dalam rangka penyediaan devisa, penyerapan tenaga kerja, pelesatarian sumber daya energi, pembangunan nasional serta pembangunan daerah. Situasi energi di Indonesia tidak terlepas dari situasi energi dunia. Konsumsi energi dunia yang makin meningkat menimbulkan kesempatan bagi Indonesia untuk mencari sumber energi silih (alternatif) untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Untuk itu perlu untuk mengidentifikasi sektor mana yang dapat dimanfaatkan sumber daya energi silih (Kadir, 1995).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), energi adalah tenaga atau gaya untuk berbuat sesuatu. Definisi ini merupakan perumusan yang lebih luas daripada pengertian-pengertian mengenai energi pada umumnya dianut di dunia ilmu pengetahuan. Dalam pengertian sehari-hari energi dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu pekerjaan.

Seperti diketahui Indonesia sangat berkepentingan untuk menggantikan sumber daya energi minyak dengan sumber daya energi lainnya karena minyak merupakan sumber daya energi yang menghasilkan devisa selain gas alam. Oleh karena itu, sektor-sektor perekonomian yang memanfaatkan minyak sedapat mungkin menggantikannya dengan sumber daya lain seperti gas alam, batubara, panas bumi, listrik tenaga air, dan biomassa yang tersedia dalam jumlah besar (Reksohadiprojo, 1998).


(49)

2.2 Bahan Bakar

Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalakan api. Bahan bakar dapat bersifat alami dan dapat juga bersifat buatan. Bahan bakar alami misalnya, kayu bakar, batubara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya, gas alam cair dan listrik. Sebenarnya, listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena langsung mengahsilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari proses pembakaran, disamping cahaya akibat nyalanya (Ismun, 1993).

Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar makin lama makin mahal. Makin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan bakar, maka makin mahal harganya. Demikian pula, makin langka bahan baku yang dipakai untuk menghasilkan bahan bakar. Maka harganya akan semakin mahal. Akibat langsung jika menggunakan bahan bakar semacam ini adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang yang mampu memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalnya LNG tidak banyak terjangkau oleh masyarakat desa atau pedagang-pedagang kecil yang memerlukan bahan bakar (Anonimous, 2000).

Konsumsi energi bagi manusia merupakan suatu masalah besar dimana sumber energi banyak digunakan sekarang yaitu minyak bumi dan batubara yang cadangannya makin menipis. Oleh sebab itu, penghematan konsumsi energi bagi umat manusia perlu ditanggulangi guna penyelamatan kebutuhan hidup masa datang. Hal ini bisa terjadi terutama di negara-negara berkembang (Nusyirwan dan Nuryetti, 1987).

Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar membantu dalam memilih bahan bakar yang benar untuk keperluan yang benar dan untuk penggunaan bahan bakar yang efisien. Uji laboratorium biasanya digunakan untuk mengkaji sifat dan kualitas bahan bakar (Reksohadiprojo, 1998). Jadi untuk melakukan pembakaran diperlukan dua unsur, yaitu :

a. Bahan bakar b. Oksigen


(50)

Berbagai jenis bahan bakar (seperti bahan bakar cair, padat, dan gas) yang tersedia tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, dan lain-lain.

1) Bahan bakar padat

Bahan bakar padat yang terdapat dibumi kita ini berasal dari zat-zat organik. Bahan bakar padat mengandung unsur-unsur antara lain : Zat arang atau Karbon (C), zat lemas atau Nitrogen (N), Hidrogen (H), Belerang (S), zat asam atau Oksigen (O) Abu dan Air yang kesemuanya itu terikat dalam satu persenyawaan kimia.

2) Bahan bakar cair

Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya pada ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas permukaan bumi, untuk selanjutnya diolah lebih lanjut menjadi berbagai jenis minyak bakar.

3) Bahan bakar gas

Didalam tanah banyak terkandung : Gas Bumi (Petrol Gas) atau sering disebut pula dengan gas alam, yang timbul pada saat proses pembentukan minyak bumi, gas tambang, dan gas rawa CH4 (Methane). Seperti halnya dengan minyak bumi, gas alam tersebut diperoleh dengan jalan pengeboran dari dalam tanah, baik di daratan maupun pada lepas pantai terhadap lokasi-lokasi yang diduga terdapat kandungan gas alam.

2.3 Biomassa

2.3.1 Definisi Biomassa dan Pelet Biomassa

Biomassa merupakan bahan yang potensial untuk menghasilkan berbagai produk yang bermanfaat melalui suatu proses konversi baik secara fisik, kimiawi, biologis, ataupun enzimatis untuk energi (bioetanol). Ketersediaan biomassa yang merupakan bahan terbarukan cukup melimpah, baik berupa hasil penanaman maupun berupa limbah. Sumber-sumber untuk membuat energi biomassa itu sendiri bisa berasal dari tumbuh-tumbuhan yang


(51)

mengandung selulosa, seperti kayu, cangkang sawit, sekam padi, tebu, dan lain-lain (Erlich, 2005).

Suatu perubahan (konversi) dari suatu biomassa menjadi bentuk lainnya yang melibatkan keadaan fisik dari bahan tersebut. Konversi fisika meliputi penggerusan, penggerindaan, dan pengukusan untuk mengurai struktur biomassa dengan tujuan meningkatkan luas permukaan sehingga proses selanjutnya, kimia, termal, dan biologi bisa dipercepat. Proses ini juga meliputi pemisahan, ekstraksi, penyulingan, dan sebagainya untuk mendapatkan bahan berguna dari biomassa serta proses pemapatan, pengeringan, atau kontrol kelembaban dengan tujuan membuat biomassa lebih mudah diangkut dan disimpan. Teknologi konversi fisika sering digunakan pada perlakuan pendahuluan untuk mempercepat proses utama (Ismun, 1993).

Pelet telah diproduksi sejak seabad yang lalu dengan menggunakan panas dan tekanan sehingga pelet berbentuk silindris, dapat diproduksi dari berbagai materi untuk tujuan yang berbeda-beda. Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pelet adalah densitasnya yang maksimal sekitar 40 lbs/ft3, mengalir seperti cairan dan ideal dipergunakan untuk sistem yang otomatis, dapat digunakan pada kompor dan boiler, dapat digunakan dalam aplikasi berskala kecil maupun besar, mudah untuk ditangani, disimpan, dan ditransportasikan, serta meningkatkan karakteristik pembakaran dari bahan baku yang dipergunakan (www.pelheat.com). Gambar pelet biomassa dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini.

Gambar 2.1 Pelet Biomassa (Lit: 26)


(52)

Peletisasi biomassa merupakan salah satu upaya untuk mengembangkan penanganan, transportasi, pengubahan yang lebih mudah, dan penyimpanan sewaktu-waktu (Erlich, 2005). Untuk menghasilkan pelet biomassa yang memiliki kualitas yang baik, tahapan prosesnya dideskripsikan dalam skema pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

Gambar 2.2 Skema proses produksi pelet biomassa (Lit: 26)

2.3.2 Serbuk Kayu

Serbuk kayu adalah serbuk kayu dari jenis kayu yang sembarang diperoleh dari limbah ataupun sisa yang terbuang dari jenis kayu dan dapat diperoleh ditempat pengolahan kayu ataupun industri kayu. Serbuk ini biasanya terbuang percuma ataupun dimanfaatkan untuk bahan pembuatan obat nyamuk. Maka dicari alternatif untuk membuat limbah gergaji kayu lebih bermanfaat dalam penggunaannya (Effendi, 2005).

Penyiapan bahan baku

Pengayakan

Pembuatan Pelet Pencampuran

Pengeringan Pengujian

1

2

3

4


(53)

Gambar 2.3 Serbuk Kayu

Limbah pengolahan kayu dapat digunakan untuk beberapa keperluan dan dapat dibedakan menjadi : kulit kayu, potongan kayu, serpihan dan serbuk hasil gergaji. Limbah kayu dapat terjadi di industri penggergajian, yang terdiri atas kayu-kayu dari berbagai bentuk dan ukuran yang pemanfaatannya belum secara optimal, pada umumnya banyak dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Berdasarkan Departemen Kehutanan (2000) produksi kayu gergajian di Sumatera Utara pada tahun 2006 mencapai 66.616 m3. Dengan asumsi bahwa produksi limbah kayu gergajian sebesar 50% dan serbuk gergajian sebesar 15% (Departemen Kehutanan 1998/1999, dalam Pari, 2002) maka besarnya limbah kayu gergajian yang dihasilkan adalah sebesar 33.308 m3 dan produksi serbuk gergajian yang dihasilkan sebesar 9.992,4 m3

2.3.3 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan salah satu limbah industri minyak sawit yang jumlahnya cukup banyak dan mengandung serat yang cukup banyak serta sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut, hasil penelitian, 1 hektar kebun kelapa sawit bisa menghasilkan 1,5 ton TKS kering atau 2,64 TKS (kadar air 50%) per tahun (Anonim, 2005).


(54)

Gambar 2.4 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Pemanfaatan TKS sebagai sumber energi berupa pelet biomassa akan memberikan keuntungan secara finansial dan juga akan membantu di dalam pelestarian lingkungan.

Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan cangkang kelapa sawit, cangkang kelapa sawit memiliki banyak kemiripan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh cangkang kelapa sawit.

Tabel 2.1 Kandungan proksimat cangkang kelapa sawit (Lit: 22)

Parameter Hasil (%)

Kadar air (moisture in analysis) 7.8 Kadar abu (ash content) 2.2 Kadar yang menguap (volatile matter) 69.5 Karbon aktif murni (fixed carbon) 20.5 (Sumber: Nugraha dan Rahmat, 2008)

2.3.4 Briket Arang

Briket arang adalah arang yang diolah lebih lanjut menjadi bentuk briket (penampilan dan kemasan yang lebih menarik) yang dapat digunakan untuk keperluan energi sehari-hari. Pembuatan briket arang dari limbah industri pengolahan kayu dilakukan dengan cara penambahan perekat tapioka, dimana


(55)

bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik manual selanjutnya dikeringkan (Pari, 2002).

Gambar 2.5 Briket Arang

Briket arang juga disebut arang kayu yang diubah bentuk, ukuran, dan kerapatannya dengan cara mengempa campuran serbuk dengan bahan perekat. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan briket adalah arang kayu atau kayu yang berukuran kecil yang diperoleh dari limbah industri penggergajian tau industri perkayuan. Tsoumis (1991), mengemukakan bahwa briket juga terbuat dari residu berkarbon, dan digunakan untuk pembakaran dan kegunaan lain yang berhubungan. Pada beberapa produk, bahan tambahan diperlukan, seperti lilin untuk menambah pembakaran, dan substansi lainnya untuk memberikan bau yang menyenangkan dan warna yang seragam.

Arang dalam bentuk briket memiliki kelebihan dibandingkan dalam bentuk arang, yakni :

1. Memperbesar rendemen pada pembuatan arang karena arang yang diperoleh dapat dipergunakan dalam pembuatan briket arang.

2. Bentuknya seragam dan lebih padat atau memperkecil tempat penyimpanan dan transportasi.

3. Kualitas pembakaran lebih baik apabila digunakan tambahan yang sesuai 4. Lebih menguntungkan karena pada umumnya 40% terdiri dari bahan baku

arang yang nilainya lebih rendah dari arang.

5. Bahan baku tidak terikat pada satu jenis kayu, hampir segala jenis kayu dapat digunakan sebagai bahan pembuatan briket arang.


(56)

Karakteristik briket arang yang terbuat dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan cangkang sawit sangat berbeda. Briket arang TKKS memiliki kadar abu yang lebih tinggi, sedangkan kadar kalor dan karbon terikatnya lebih rendah. Ditinjau dari segi kalor, kedua briket arang tersebut telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk briket arang kayu yaitu minimal 5000 kalori/gram.

Tabel 2.2 Kandungan proksimat briket dari tandan kelapa sawit dan cangkang kelapa sawit (Lit: 22)

Karakteristik Briket Arang Tandan Kosong Kelapa Sawit

Briket Arang Cangkang Kelapa Sawit

Kadar air, % 9,77 8,47

Kadar abu, % 17,15 9,65

Kadar yang menguap, % 29,03 21,10

Karbon aktif murni, % 53,82 69,25

Nilai kalor, kal/g 5578 6600

(Sumber: Nugraha dan Rahmat, 2008)

2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Pelet 2.4.1 Lama Penyalaan Pelet

Kecepatan pembakaran dipengaruhi oleh struktur bahan, kandungan karbon terikat dan tingkat kepadatan bahan. Jika pelet memiliki kandungan senyawa volatile (zat yang mudah menguap) yang tinggi, maka pelet akan mudah terbakar dengan kecepatan pembakaran yang tinggi (Jamilatun, 2008).

2.4.2 Kadar Air

Kadar air pelet adalah perbandingan berat air yang terkandung dalam pelet dengan berat kering pelet tersebut. Kadar air berhubungan langsung dengan nilai kalor. Kadar air tinggi mengakibatkan penurunan nilai kalor. Hal


(57)

ini diakibatkan oleh panas yang dihasilkan terlebih dahulu digunakan untuk mengeluarkan air dalam bahan bakar (Gandhi, 2010).

Pengeringan adalah suatu proses penurunan kadar air suatu material sampai batas tertentu hingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan akibat aktivitas biologis dan kimia sebelum material itu digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dapat dikategorikan pada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya adalah kadar air awal material yang akan dikeringkan, sedangkan faktor eksternal dapat berupa suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara pengering. Temperatur atau suhu menyatakan kemampuan suatu benda untuk memberi atau menerima panas. Semakin tinggi suhu dan semakin rendah kelembaban udara pengering maka semakin besar kemampuan pengeringnya. Bila suhu pengering dinaikkan maka panas yang dibutuhkan untuk penguapan air material menjadi berkurang. Semakin tinggi udara pengering, semakin banyak uap air yang dapat dikeluarkan sebelum kejenuhan terjadi dan semakin banyak uap air yang dapat diangkut, maka proses pengeringan akan lebih cepat (Gandhi,2010).

Suatu cara untuk menentukan kadar air dari material adalah metode oven. Prosedur yang biasa adalah dengan menimbang berat sejumlah material dan menempatkan material didalam satu set oven. Prosedur ini adalah dirancang untuk mengeluarkan seluruh kandungan air dalam sampel sama dengan berat mula-mula berat sampel akhir.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan adalah :

1. Laju pemanasan yaitu waktu yang diperlukan untuk memindahkan panas pada material.

2. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menguapkan tiap pound gram air.

3. Suhu maksimum pada material.

4. Tekanan pada saat terjadinya penguapan.

5. Perubahan lain yang mungkin terjadi didalam material selama proses penguapan berlangsung.


(58)

Kadar air pelet diharapkan serendah mungkin agar nilai kalornya tinggi dan mudah dinyalakan. Kadar air mempengaruhi kualitas pelet yang dihasilkan. Semakin rendah kadar air maka semakin tinggi nilai kalor dan daya pembakarannya. Sebaliknya, kadar air yang tinggi menyebabkan nilai kalor yang dihasilkan akan menurun, karena energi yang dihasilkan banyak terserap untuk menguapkan air (Jamilatun, 2008).

Perhitungan kadar air menggunakan standar ASTM D 1762-84 dengan rumus :

Kadar Air = �1−�2

�1 100%...(2.1) Dimana : W1 = Berat mula-mula (gr)

W2 = Berat setelah dikeringkan (gr)

2.4.3 Nilai Kalor

Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui rasio komponen dan jenisnya serta rasio unsur didalam biomassa itu sendiri (Jamilatun, 2008).

Nilai kalor sangat menentukan kualitas pelet. Semakin tinggi nilai kalor maka semakin baik kualitas pelet yang dihasilkan. Kadar air, kadar abu, volatile matter yang rendah dapat meningkatkan nilai kalor. Kandungan kadar karbon yang tinggi dapat meningkatkan nilai kalor. Pengujian terhadap nilai kalor bertujuan untuk mengetahui sejauh mana nilai panas pembakaran yang dihasilkan pelet.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gandhi (2010), yaitu semakin banyak komposisi perekat, nilai kalornya semakin rendah. Ini dikarenakan bahan perekat memiliki sifat termoplastik serta sulit terbakar dan membawa lebih banyak air, sehingga panas yang dihasilkan terlebih dahulu digunakan menguapkan air dalam pelet. Semakin tinggi nilai kalor, semakin


(59)

baik kualitas pelet yang dihasilkan. Semakin besar nilai kalor maka kecepatan pembakaran semakin lambat.

Penelitian ini menggunakan Oxygen Bomb Calorimeter yang dilakukan di Laboratorium Motor Bakar, Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik,USU. Setelah diketahui besar kadar air lalu diukur kualitas nilai bakar dari pelet tersebut dengan Oxygen Bomb Calorimeter.

Cara pengujian kualitas nilai bakar dilakukan dengan cara sebagai berikut : 1. Tabung bomb dibersihkan terlebih dahulu sebelum dan sesudah

pengujian dilakukan.

2. Pelet biomassa ditimbang sebesar 0,20 gram.

3. Siapkan kawat untuk penyala dengan menggulungnya dan memasangnya pada tangkai penyala yang terpasang pada penutup bomb.

4. Lalu tempatkan cawan berisi bahan bakar pada ujung tangkai penyala. 5. Kemudian tutup bomb dengan kuat, setelah dipasang ring-o dengan

memutar penutup tersebut.

6. Lalu oksigen diisikan ke dalam bomb dengan tekanan 30 bar.

7. Kemudian tempatkan bomb yang telah terpasang didalam kalorimeter. 8. Setelah itu masukkan air pendingin sebanyak 1250 mL.

9. Kemudian tutup kalorimeter dengan alat penutupnya.

10.Pengaduk air pendingin dihidupkan selama 5 menit sebelum penyalaan dilakukan, baca dan catat temperatur air pendingin.

11.Kemudian hidupkan penyalaan (gunakan tombol yang kanan), air pendingin terus diaduk selama 5 menit setelah penyalaan berlangsung. 12.Kemudian baca dan catat kembali temperatur akhir air pendingin, lalu

matikan pengaduk.

13.Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali berturut-turut untuk suatu bahan bakar yang diuji dan diukur, dimana hasil pengujiannya adalah harga rata-rata dari hasil ketiga pengukuran yang dilakukan.

Perhitungan :


(60)

Temperatur air pendingin setelah penyalaan = T2

Dimana T2>T1

Panas Jenis Bomb Calorimeter = 73529,6 (Joule/g oC) Kenaikan temperatur akibat kawat penyalaan = 0,05 oC Kenaikan temperatur adalah = (T2 – T1– 0,05) oC

Nilai panas (HHV) = (T2– T1– 0,05) x Cv (KJ/kg)

HHV = ∑ HHVi (kJ/kg) 5

LHV = HHV - 2400 (M + 9H2) kJ/kg

LHV = Low Heating Value HHV = High Heating Value

∑ HHVi = Jumlah pengukuran nilai kalor sebanyak ulangannya 2.4.4 Kadar Bahan Mudah Terbakar dan Menguap

Besarnya kadar bahan mudah terbakar dan menguap (volatile matter) mempunyai hubungan terbalik dengan kadar karbon terikat. Semakin tinggi kandungan volatile matter dalam pelet maka kadar karbon terikat semakin rendah, sehingga menurunkan nilai kalor(Jamilatun, 2008).

Kadar bahan mudah terbakar dan menguap (volatile matter) atau sering disebut dengan zat terbang, berpengaruh terhadap pembakaran pelet. Semakin banyak kandungan kadar bahan mudah terbakar dang menguap pada pelet maka pelet semakin mudah untuk terbakar (Jamilatun, 2008).

Perhitungan kadar bahan mudah terbakar dan menguap menggunakan standar ASTM D 1762-84 dengan rumus :

VCm = − 100%...(2.2)


(61)

Dimana : VCm = Volatile Combustible Matter (%) D = Berat sample (gr)

C = Berat zat sisa pembakaran (gr) B = Berat crucible kosong (gr)

A = Berat zat sisa pembakaran + berat crucible (gr)

2.4.5 Kadar Abu

Abu adalah bahan yang tersisa apabila kayu dipanaskan hingga berat konstan. Kadar abu ini sebanding dengan kandungan bahan anorganik didalam kayu. Abu berperan menurunkan mutu bahan bakar karena menurunkan nilai kalor (Onu, 2010).

Abu merupakan bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang sudah tidak memiliki unsur karbon lagi. Unsur utama abu adalah silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah kualitas pelet karena kandungan abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor pelet.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu dapat ditentukan dengan pengoksidasian zat pada suhu yang tinggi. Bahan yang mempunyai kadar air tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan dahulu, karena jika kadar air tinggi, maka kadar abunya akan tinggi juga. Bahan yang akan diabukan ditempatkan dalam wadah khusus yang disebut krus yang terbuat dari porselin, silika, quart, nikel, atau platina. Penggunaan krus porselin sangat luas, karena dapat mencapai berat konstan yang cepat dan murah tetapi mempunyai kelemahan sebab mudah pecah pada perubahan suhu yang mendadak. Wadah yang terbuat dari nikel tidak dianjurkan karena dapat bereaksi dengan bahan membentuk nikel-karbonil bila produk banyak mengandung karbon. Pengabuan dilakukan dengan muffle yang dapat diatur suhunya, tetapi bila tidak tersedia dapat menggunakan pemanas bunsen.pengabuan dianggap selesai apabila diperoleh


(62)

sisa pengabuan yang umumnya berwarna putih abu-abu dan beratnya konstan dengan selang waktu pengabuan 30 menit (Sudarmadji, 1989).

Perhitungan kadar abu pelet menggunakan standar ASTM D 1762-84 dengan rumus :

Kadar Abu = − 100%...(2.3) Dimana : A = bobot crucible + Abu

B = bobot crucible kosong C = bobot pelet

2.4.6 Kadar Karbon Terikat

Kadar karbon terikat menunjukkan jumlah zat dalam biomassa kandungan utamanya adalah karbon, hidrogen, oksigen, sulfur dan nitrogen yang tidak terbawa dalam bentuk gas.

Kandungan selulosa dalam kayu akan mempengaruhi besarnya kadar karbon terikat dalam pelet. Semakin besar kandungan selulosa menyebabkan kadar karbon terikat semakin besar, hal ini dikarenakan komponen penyusun selulosa adalah karbon. Kadar karbon pelet menentukan kualitas pelet. Kadar karbon terikat yang tinggi menunjukkan kualitas yang baik. Semakin tinggi kandungan kadar karbon terikat maka nilai kalor yang dihasilkan tinggi (Saputro, 2008).

Perhitungan kadar karbon terikat pelet menggunakan standar ASTM D 3172-89 dengan rumus :

Rumus : FC + VCM + KA + Kab = 100%

FC = 100% - KA – Kab – VCM...(2.4) Dimana = FC = Kadar Karbon Terikat (%)


(63)

KAB = Kadar Abu (%)

VCM = Kadar Zat Mudah Menguap dan Terbakar (%)

2.4.7 Laju Pembakaran Pelet

Laju pembakaran pelet adalah kecepatan pelet habis sampai menjadi abu dengan berat tertentu. Perhitungan laju pembakaran dengan menggunakan rumus :

LP =�

�...(2.5) Dimana : LP = Laju pembakaran (gr/detik)

W = Massa pelet (gr)

t = Waktu sampai pelet habis (detik)

2.4.8 Efisiensi

Efisiensi pelet diperoleh dengan menggunakan nilai kalori pada masing-masing perlakuan komposisi. Perhitungan efisiensi dengan menggunakan rumus :

η

=

Qout

...(2.6)

Dimana : Qout = Jumlah total energi untuk memasak air (J) Qin = Nilai kalor dari berat pelet yang digunakan (J)

Energi untuk memasak air merupakan nilai kalor atau panas yang dihasilkan pelet sampai air mendidih atau sampai suhu tertentu dengan menggunakan rumus :


(64)

Dimana : Q = Jumlah panas untuk mendidihkan air (Joule) c = Panas jenis air (kJ/kg.K)

m = Massa pelet (kg) ∆t = Kenaikan suhu (0C)

2.4.9 Konsumsi Bahan Bakar

Konsumsi bahan bakar adalah jumlah kebutuhan bahan bakar yang digunakan selama proses pembakaran berlangsung. Perhitungan konsumsi bahan bakar dengan menggunakan rumus :

=� �...(2.7) Dimana : w = Konsumsi bahan bakar (gr)

Lp = Laju pembakaran (gr/detik) t = Waktu yang dibutuhkan (detik)

2.4.10 Kebutuhan Udara Pembakaran

Kebutuhan udara pembakaran didefinisikan sebagai kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk pembakaran 1 kg bahan bakar secara sempurna yang meliputi :

a. Kebutuhan udara teoritis

Kebutuhan udara bahan bakar teoritis menunjukkan kebutuhan udara minimum untuk pembakaran sempurna suatu bahan bakar. Kebutuhan ini dapat ditentukan dengan analisis ultimate begitu terbakar. Kebutuhan ini dapat dihitung sebagai berikut :


(65)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi akan semakin banyak berkembang seiring dengan perkembangan zaman, salah satu teknologi yang berperan penting dalam memanfaatkan energi adalah kompor. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kompor didefinisikan sebagai perapian untuk memasak yang menggunakan minyak tanah, gas atau listrik sebagai bahan bakar atau sumber energi. Di Indonesia, pada umumnya masyarakat menggunakan kompor berbahan bakar minyak tanah dan LPG untuk memasak. Kompor minyak tanah dan LPG memiliki efisiensi yang tinggi, emisi yang bersih, desain kompor yang modern dan aplikasi yang praktis sehingga banyak digunakan oleh masyarakat. Namun, bahan bakar kompor-kompor tersebut adalah hasil pengolahan minyak bumi dan gas alam yang jenisnya bahan bakar fosil. Bahan bakar ini termasuk energi yang tidak terbarukan sehingga tidak dapat selamanya digunakan sebagai bahan bakar tersebut.

Bahan bakar fosil yang ada di Indonesia sudah tidak mampu mencukupi kebutuhan penduduk yang sangat bergantung pada minyak bumi sebagai sumber energi sehari-hari. Menurut Tampubolon (2008) penggunaan energi terbarukan (renewable energy) dalam konteks diversifikasi energi sangat strategis karena sejalan dengan pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan ramah lingkungan (emisi gas rumah kaca relatif rendah). Hal ini sejatinya sudah diakomodasikan dalam Peraturan Presiden No.5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

Selain itu, pemerintah dinilai kurang optimal dalam mengalihkan bahan bakar dari minyak tanah ke LPG. Permasalahan ini dikarenakan program pemerintah tersebut belum diterima sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia, terutama untuk kalangan menengah ke bawah. Kurangnya sosialisasi program sehingga sulit untuk dimengerti oleh masyrakat, material komponen tabung yang kurang aman dan pendistribusian yang kurang baik, mengakibatkan banyaknya terjadi ledakan tabung LPG yang menimbulkan banyak kerugian.


(66)

Dari kondisi yang telah ada, maka Indonesia membutuhkan suatu energi alternatif terbarukan yang ketersediaannya besar di Indonesia untuk menggantikan bahan bakar fosil tersebut, misalnya biomassa. Energi biomassa adalah energi hijau dan merupakan sumber energi yang potensial di Indonesia. Indonesia merupakan Negara Agraris yang memiliki potensi bahan baku biomassa yang tinggi dan mudah diperoleh, terutama yang berasal dari limbah pertanian.

Keadaan seperti ini sejak lama telah disadari dan usaha untuk memecahkannya sudah banyak dilakukan. Menurut Mindawati (2005) usaha-usaha lainnya yang bisa pemerintah lakukan khususnya Kementrian Kehutanan untuk mengatasi mahalnya minyak tanah dan sebagai alternatif dalam penyediaan bahan bakar antara lain adalah dengan menggalakkan kembali hutan dengan tujuan kayu energi untuk menyediakan bahan kayu bakar dan arang bagi konsumsi pabrik dan seluruh masyarakat.

Energi biomassa, masih merupakan sumber energi dominan bagi masyarakat pedesaan yang pada umumnya berpenghasilan rendah. Diperkirakan 50% penduduk Indonesia masih menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi dengan tingkat konsumsi 1,2 m3/orang/tahun. Selain itu, sekitar 80% sumber energi masyarakat pedesaan diperoleh dari tumbuhan (Departemen ESDM, 2005), khususnya untuk memasak. Hal ini menuntut Kementrian Kehutanan untuk proaktif memfasilitasi dan mensosialisasikan energi biomassa secara luas kepada masyarakat. Jika tidak dilakukan, kemungkinan akan menimbulkan ancaman peningkatan degradasi hutan akibat pengambilan tumbuhan yang tidak memperhatikan asas kelestarian.

Tidak hanya itu, kedepannya diharapkan energi biomassa ini dapat digunakan diperkotaan dan diindustri sebagai bahan bakar. Sudah banyak kita ketahui bahwa semakin berkembangnya teknologi diperkotaan yang serba instan maka banyak orang yang berpikir bahwa menggunakan energi dari biomassa ini akan lebih banyak menggunakan waktu dan kotor dalam penggunaannya. Oleh sebab itu, sangat wajar bagi penduduk kota yang masih menggunakan bahan bakar dari fosil karna penggunaannya yang instant dan bersih. Penelitian ini diharapkan dapat mengalihkan pandangan masyarakat untuk menggunakan energi biomassa ini sebagai bahan bakar dikarenakan mudah dalam penggunaanya, tidak kotor,


(67)

serta tidak merusak lingkungan sekitar. Dapat dikatakan seperti itu dikarenakan kami mencoba membuat bahan bakar dari limbah biomassa yang berbentuk pelet yang dimasukkan kedalam kompor khusus dengan mengurangi kadar abu dari hasil pembakaran dan menghasilkan api yang biru sehingga sangat aman bagi kesehatan dan lingkungan.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan untuk diselesaikan dalam penelitian yang akan dilakukan, antara lain :

1. Karakteristik serbuk kayu, tandan kosong kelapa sawit dan faktor- faktor yang mempengaruhinya.

2. Potensi dan penggunaan serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit di masa mendatang.

3. Teknologi proses pemeletan serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit. 4. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan konversi fisis biomassa ini.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan banyaknya masalah yang dijumpai dalam energi khususnya yang terdapat pada latar belakang dan juga memfokuskan pada penelitian, maka bahan yang digunakan adalah serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit. Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah:

1. Nilai kalor bahan bakar diuji dengan menggunakan bom kalorimeter. 2. Menghitung efisiensi bahan bakar

3. Menghitung kebutuhan udara dalam proses pembakaran

4. Menghitung gas asap yang dihasilkan selama proses pembakaran

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses kerja pembuatan pelet biomassa 2. Untuk mengetahui performansi pelet biomassa


(68)

3. Untuk mendapatkan kondisi laju pembakaran dengan pelet biomassa 4. Untuk mengetahui ukuran pelet yang bagus

5. Untuk mengetahui pelet biomassa yang optimal dan berpotensi jika digunakan sehari-hari

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat dipeoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberi masukan untuk menggunakan pelet biomassa yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar fosil

2. Memberi masukan sebagai literatur pada penelitian dalam rangka pengembangan teknologi khususnya di bidang konversi energi

3. Memberi masukan untuk memanfaatkan limbah serbuk kayu dan menjadi energi terbarukan

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab, yaitu :

 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan pendahuluan yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi pembahasan tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan.

 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi metode perancangan serta langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan, beserta variabel-variabel yang akan diukur dan perlengkapan pengujian meliputi waktu dan tempat penelitian, peralatan pengujian, bahan pengujian, metode penelitian, dan pelaksanaan


(69)

penelitian.

 BAB IV ANALISA DATA

Bab ini berisi tentang pengujian dalam pembuatan pelet biomassa. Selain itu bab ini juga berisi hasil data yang sudah diuji dalam bentuk tabel.  BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari analisa kajian potensi pelet biomassa menjadi bahan bakar dan saran mengenai penyempurnaan hasil penelitian untuk generasi berikutnya.


(70)

ABSTRAK

Bahan bakar fosil adalah energi tidak terbarukan yang jumlahnya semakin menipis sehingga dibutuhkan energi alternatif. Potensi limbah serbuk kayu dan limbah industri kelapa sawit cukup besar dapat digunakan sebagai bahan baku pelet biomassa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah yang berpotensi dapat didaur ulang menjadi bahan bakar, terutama kelapa sawit yang tumbuh subur di Sumatera Utara. Metode yang digunakan adalah dengan menghaluskan serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit menggunakan blender kemudian dicetak menggunakan mesin pencetak pelet. Dari hasil pengujian, pelet dengan komposisi dari serbuk kayu 100% merupakan bahan bakar yang optimal karena memiliki nilai kalor tertinggi (HHV) yaitu 20588,28 kJ/kg dan nilai kalor terendah (LHV) yaitu 19150,95 kJ/kg, efisiensi bahan bakar yang tinggi yaitu 77% dan menghasilkan gas asap yang terendah yaitu 6,00 kg/kgBB secara teoritis dan 7,00 kg/kgBB secara aktual.


(71)

ABSTRACT

Fossil fuels are not renewable energy that the numbers will be thinning so that use as alternative energy . Potential of sawdust waste and waste palm oil industry is large enough can be used as raw material for biomass pellets. The purpose of this research was to use the potential of waste that can be recycled into fuel, especially oil palm which thrives in North Sumatera. The method used to smooth the wood powder and oil palm empty fruit bunches using a blender and then printed by the printer engine pellets. From the test result, pellets with a composition of sawdust 100% is optimal fuel because it has highest calorific value (HHV) is 20588,28 kJ/kg and a low combustion value (LHV) is 19150,95 kJ/kg, fuel efficiency is 77% and produce as soon as possible the lowest gas that is 6,00 kg/kgBB theoretical , 7,00 kg/kgBB actually.


(1)

Dari kondisi yang telah ada, maka Indonesia membutuhkan suatu energi alternatif terbarukan yang ketersediaannya besar di Indonesia untuk menggantikan bahan bakar fosil tersebut, misalnya biomassa. Energi biomassa adalah energi hijau dan merupakan sumber energi yang potensial di Indonesia. Indonesia merupakan Negara Agraris yang memiliki potensi bahan baku biomassa yang tinggi dan mudah diperoleh, terutama yang berasal dari limbah pertanian.

Keadaan seperti ini sejak lama telah disadari dan usaha untuk memecahkannya sudah banyak dilakukan. Menurut Mindawati (2005) usaha-usaha lainnya yang bisa pemerintah lakukan khususnya Kementrian Kehutanan untuk mengatasi mahalnya minyak tanah dan sebagai alternatif dalam penyediaan bahan bakar antara lain adalah dengan menggalakkan kembali hutan dengan tujuan kayu energi untuk menyediakan bahan kayu bakar dan arang bagi konsumsi pabrik dan seluruh masyarakat.

Energi biomassa, masih merupakan sumber energi dominan bagi masyarakat pedesaan yang pada umumnya berpenghasilan rendah. Diperkirakan 50% penduduk Indonesia masih menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi dengan tingkat konsumsi 1,2 m3/orang/tahun. Selain itu, sekitar 80% sumber energi masyarakat pedesaan diperoleh dari tumbuhan (Departemen ESDM, 2005), khususnya untuk memasak. Hal ini menuntut Kementrian Kehutanan untuk proaktif memfasilitasi dan mensosialisasikan energi biomassa secara luas kepada masyarakat. Jika tidak dilakukan, kemungkinan akan menimbulkan ancaman peningkatan degradasi hutan akibat pengambilan tumbuhan yang tidak memperhatikan asas kelestarian.

Tidak hanya itu, kedepannya diharapkan energi biomassa ini dapat digunakan diperkotaan dan diindustri sebagai bahan bakar. Sudah banyak kita ketahui bahwa semakin berkembangnya teknologi diperkotaan yang serba instan maka banyak orang yang berpikir bahwa menggunakan energi dari biomassa ini akan lebih banyak menggunakan waktu dan kotor dalam penggunaannya. Oleh sebab itu, sangat wajar bagi penduduk kota yang masih menggunakan bahan bakar dari fosil karna penggunaannya yang instant dan bersih. Penelitian ini diharapkan dapat mengalihkan pandangan masyarakat untuk menggunakan energi biomassa ini sebagai bahan bakar dikarenakan mudah dalam penggunaanya, tidak kotor,


(2)

serta tidak merusak lingkungan sekitar. Dapat dikatakan seperti itu dikarenakan kami mencoba membuat bahan bakar dari limbah biomassa yang berbentuk pelet yang dimasukkan kedalam kompor khusus dengan mengurangi kadar abu dari hasil pembakaran dan menghasilkan api yang biru sehingga sangat aman bagi kesehatan dan lingkungan.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah yang dirumuskan untuk diselesaikan dalam penelitian yang akan dilakukan, antara lain :

1. Karakteristik serbuk kayu, tandan kosong kelapa sawit dan faktor- faktor yang mempengaruhinya.

2. Potensi dan penggunaan serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit di masa mendatang.

3. Teknologi proses pemeletan serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit. 4. Kendala yang dihadapi dalam pengembangan konversi fisis biomassa ini.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan banyaknya masalah yang dijumpai dalam energi khususnya yang terdapat pada latar belakang dan juga memfokuskan pada penelitian, maka bahan yang digunakan adalah serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit. Adapun batasan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah:

1. Nilai kalor bahan bakar diuji dengan menggunakan bom kalorimeter. 2. Menghitung efisiensi bahan bakar

3. Menghitung kebutuhan udara dalam proses pembakaran

4. Menghitung gas asap yang dihasilkan selama proses pembakaran

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui proses kerja pembuatan pelet biomassa 2. Untuk mengetahui performansi pelet biomassa


(3)

3. Untuk mendapatkan kondisi laju pembakaran dengan pelet biomassa 4. Untuk mengetahui ukuran pelet yang bagus

5. Untuk mengetahui pelet biomassa yang optimal dan berpotensi jika digunakan sehari-hari

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat dipeoleh dari penelitian ini adalah:

1. Memberi masukan untuk menggunakan pelet biomassa yang ramah lingkungan sebagai pengganti bahan bakar fosil

2. Memberi masukan sebagai literatur pada penelitian dalam rangka pengembangan teknologi khususnya di bidang konversi energi

3. Memberi masukan untuk memanfaatkan limbah serbuk kayu dan menjadi energi terbarukan

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan ini disajikan dalam tulisan yang terdiri dari 5 bab, yaitu :

 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan pendahuluan yang memberikan gambaran menyeluruh mengenai tugas akhir yang meliputi pembahasan tentang latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan landasan teori dan studi literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan serta metode pendekatan yang digunakan untuk menganalisa persoalan.

 BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi metode perancangan serta langkah yang dilakukan untuk mengidentifikasi permasalahan, beserta variabel-variabel yang akan diukur dan perlengkapan pengujian meliputi waktu dan tempat penelitian, peralatan pengujian, bahan pengujian, metode penelitian, dan pelaksanaan


(4)

penelitian.

 BAB IV ANALISA DATA

Bab ini berisi tentang pengujian dalam pembuatan pelet biomassa. Selain itu bab ini juga berisi hasil data yang sudah diuji dalam bentuk tabel.

 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dari analisa kajian potensi pelet biomassa menjadi bahan bakar dan saran mengenai penyempurnaan hasil penelitian untuk generasi berikutnya.


(5)

ABSTRAK

Bahan bakar fosil adalah energi tidak terbarukan yang jumlahnya semakin menipis sehingga dibutuhkan energi alternatif. Potensi limbah serbuk kayu dan limbah industri kelapa sawit cukup besar dapat digunakan sebagai bahan baku pelet biomassa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan limbah yang berpotensi dapat didaur ulang menjadi bahan bakar, terutama kelapa sawit yang tumbuh subur di Sumatera Utara. Metode yang digunakan adalah dengan menghaluskan serbuk kayu dan tandan kosong kelapa sawit menggunakan blender kemudian dicetak menggunakan mesin pencetak pelet. Dari hasil pengujian, pelet dengan komposisi dari serbuk kayu 100% merupakan bahan bakar yang optimal karena memiliki nilai kalor tertinggi (HHV) yaitu 20588,28 kJ/kg dan nilai kalor terendah (LHV) yaitu 19150,95 kJ/kg, efisiensi bahan bakar yang tinggi yaitu 77% dan menghasilkan gas asap yang terendah yaitu 6,00 kg/kgBB secara teoritis dan 7,00 kg/kgBB secara aktual.


(6)

ABSTRACT

Fossil fuels are not renewable energy that the numbers will be thinning so that use as alternative energy . Potential of sawdust waste and waste palm oil industry is large enough can be used as raw material for biomass pellets. The purpose of this research was to use the potential of waste that can be recycled into fuel, especially oil palm which thrives in North Sumatera. The method used to smooth the wood powder and oil palm empty fruit bunches using a blender and then printed by the printer engine pellets. From the test result, pellets with a composition of sawdust 100% is optimal fuel because it has highest calorific value (HHV) is 20588,28 kJ/kg and a low combustion value (LHV) is 19150,95 kJ/kg, fuel efficiency is 77% and produce as soon as possible the lowest gas that is 6,00 kg/kgBB theoretical , 7,00 kg/kgBB actually.