Anggota yang telah mendapatkan dananya maka ia telah berstatus sebagai peminjam dan berkewajiban untuk membayar angsuran beserta
bunganya. Jika terjadi keterlambatan maka peminjam dikenakan denda sebesar 2 dari angsuran pokok ditambah bunga pinjaman dan setiap
keterlambatan pembayaran angsuran pinjaman jangka waktu tiga bulan, dikenakan pembayaran senilai angsuran, bunga dan denda sebagaimana
diatas sebagai 5 dari pokok pinjaman perbulan. Apabila peminjam tidak dapat melunasi pinjamannya dikarenakan
meninggal maka ahli warisnya dibebaskan dari kewajiban membayar hutang. Namun, apabila dikarenakan pembayaran gajinya dihentikan akibat
pemberhentian tugas tanpa menerima pensiun atau karena sebab lain, KOPASJA berhak menagih piutangnya kepada peminjam seketika dan
sekaligus. Semua biaya penagihan pinjaman dibebankan kepada peminjam.
5.2. Kinerja Manajemen Piutang KOPASJA
Kinerja manajemen piutang KOPASJA secara keseluruhan akan diketahui dengan menggunakan analisis rasio. Analisis rasio yang digunakan
adalah rasio likuiditas, rasio aktivitas, rasio solvabilitas dan rasio profitabilitas.
Selain itu, penulis juga menggunakan analisis rasio PEARLS, yaitu: Protection, Effective Financial Structure, Asset Quality, Rates of Return and
Cost, Liquidity, Sign of Growth. Analisis PEARLS digunakan khusus untuk USP karena USP merupakan unit yang menjadi andalan KOPASJA. Semua
analisis tersebut akan memberikan gambaran kondisi piutang KOPASJA yang sesungguhnya.
5.2.1. Analisis Rasio
1. Rasio Likuiditas Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan KOPASJA dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang jatuh tempo. Rasio ini dapat menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek.
Untuk menganalisis tingkat likuiditas KOPASJA dapat dilihat dari rasio cepat, rasio posisi kas dan rasio lancar.
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
1.4 1.6
Rasio cepat Rasio posisi kas
Rasio lancar 1999
2000 2001
2002
Gambar 4. Rasio likuiditas KOPASJA periode 1999-2002 Posisi rasio likuiditas KOPASJA periode 1999-2002 dapat
dilihat pada Gambar 4. Secara umum tingkat likuiditas KOPASJA cukup baik hanya saja posisi kas yang terdiri dari kas dan bank
perlu ditingkatkan supaya KOPASJA dapat memenuhi kewajiban lancarnya dengan mudah.
b. Rasio cepat Quick Ratio Rasio cepat KOPASJA dari tahun 1999 hingga tahun 2002
mengalami fluktuasi, besarnya rasio ini secara berturut-turut adalah 1,32, 1,24, 1,18 dan 1,3. Rasio cepat yang dimiliki KOPASJA
nilainya lebih besar dari satu, hal ini menggambarkan bahwa kemampuan KOPASJA dalam memenuhi kewajiban lancarnya
tanpa mengikutsertakan persediaan lebih dari cukup. Penurunan rasio yang terjadi pada tahun 2000 6,45,
disebabkan oleh peningkatan kewajiban lancar 15,93 yang lebih besar dibandingkan dengan peningkatan aktiva lancar tanpa
persediaan 9,14. Pada tahun 2002 rasio ini meningkat sebesar 10,17 dari 1,18 menjadi 1,3. Hal ini disebabkan oleh kenaikan
piutang anggota sebesar 34,6 dari tahun 2001 dapat menutupi penurunan jumlah kas, bank, dan sibuhar sebesar 52,08. Bila di
lihat kondisi per unit usaha maka UBU dan USP dapat memenuhi
kewajiban lancarnya karena memiliki rasio selalu lebih dari satu. Lihat Lampiran 2.
c. Rasio Posisi Kas Cash Ratio Rasio posisi kas KOPASJA dari tahun 1999 hingga tahun
2002 juga mengalami pasang surut. Posisi terbaik terjadi pada tahun 2001 dengan nilai 0,08. Hal ini dikarenakan banyaknya
piutang yang pembayarannya jatuh tempo sehingga jumlah kas dan bank meningkat. Sedangkan posisi terburuk terjadi pada tahun
2002 dengan nilai sebesar 0,03. Keterpurukan ini disebabkan tidak adanya kas pada UBU karena pada tahun ini UBU hanya
beroperasi hingga bulan Mei serta besarnya nilai piutang yang belum menjadi kas karena kelalaian peminjam.
Pada tahun 1999 dan 2000 sebesar 0,07 dan 0,04. Dengan melihat rasio ini, kemampuan koperasi yang sesungguhnya untuk
memenuhi hutang-hutangnya tepat waktu dinilai kurang, karena nilainya tidak lebih dari 1. Jadi akan lebih baik bila jumlah kas
KOPASJA ditingkatkan namun jangan terlalu tinggi karena semakin tinggi nilai rasio ini tidak selalu berakibat baik karena kas
yang banyak berada di tangan memperlihatkan dana yang menganggur.
d. Rasio Lancar Current Ratio Rasio lancar KOPASJA pada periode 1999-2002 secara
berturut-turut sebesar 1,36, 1,29, 1,17 dan 1,3. Rasio ini dibandingkan dengan awal tahun analisis selalu mengalami
penurunan dari tahun ke tahun, kecuali tahun 2002. Rasio ini, pada tahun 2002 meningkat cukup tinggi karena jumlah piutang anggota
meningkat sebesar 34,6 dari tahun 2001. Tingkat kelancaran KOPASJA dalam memenuhi hutang
lancarnya dengan aktiva lancar cukup baik karena lebih dari rata- rata rasio lancar koperasi sebesar 0,4. Demikian halnya dengan
kondisi tiap unit usaha yang nilai rasionya lebih dari 1. Lihat Lampiran 2.
2. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas KOPASJA dapat diketahui dengan
menganalisis rasio perputaran piutang dan rasio periode pengumpulan piutang. Dengan rasio ini KOPASJA dapat diketahui
kecepatan beberapa perkiraan menjadi penjualan atau kas. Perkembangan rasio aktivitas KOPASJA dapat dilihat pada Tabel
2. Tabel 2. Perkembangan rasio aktivitas KOPASJA periode 1999-
2002
Rasio Aktivitas 1999
2000 2001
2002
ARTR KOPASJA 1
1.2 1.4
1.4 ARTR USP
0.89 0.92
0.94 0.9
ARTR UBU 1.05
1.37 1.17
ACP KOPASJA 404
385 375
484 ACP USP
405 400
382 397
ACP UBU 344
263 308
Sumber: Laporan keuangan KOPASJA 1999-2002 diolah a. Rasio Perputaran Piutang Account Receiveable Turn-Over
Ratio Selama periode 1999-2002 frekuensi KOPASJA untuk
menagih piutangnya dari pemberian pinjaman anggota dan penjualan kredit dalam satu periode meningkat, tetapi pada
tahun 2002 frekuensinya tetap dari tahun 2001. Hal ini dapat diketahui dari rasio perputaran piutang di mana secara berturut-
turut dari tahun 1999 hingga 2002 sebesar 0,89, 1,2, 1,4 dan 1,4. Hal ini menunjukkan KOPASJA pada tahun 1999 hanya
melakukan penagihan sebanyak 1x dan tahun 2000, 2001 dan 2002 sebanyak 2x.
Kecilnya frekuensi penagihan piutang kepada anggota mengakibatkan KOPASJA mempunyai saldo piutang yang
besar atau over investment dalam piutang dan rasionya yang rendah mengindikasikan adanya inefisiensi. Selain itu,
kemampuan KOPASJA dalam mengumpulkan kas dari piutang anggotanya kurang baik.
Hasil dari perhitungan rasio ini lebih kecil dibandingkan frekuensi penagihan yang ditetapkan yaitu sebanyak 12x dalam
setahun. Artinya, piutang yang ditetapkan secara berturut-turut pada periode 1999-2002 adalah Rp 51.637.051,33; Rp
60.675.850,00; Rp. 80.483.430,00; Rp 73.483.333,33. Jika dibandingkan dengan piutang aktual yang ada pada periode ini,
maka piutang aktual sangat jauh dari yang ditetapkan. Tidak jauh berbeda dengan kondisi KOPASJA secara
umum, penagihan yang dilakukan USP terhadap piutangnya hanya terjadi 1x dalam setahun selama periode analisis.
Sedangkan UBU pernah 2x melakukan penagihan pada tahun 2000, selebihnya hanya 1x dalam setahun. Oleh karena itu,
KOPASJA perlu mengevaluasi kembali kebijakan penagihan piutangnya.
b. Hari Rata-Rata Pengumpulan Piutang Average Collection Period
Rasio ini mengukur pengelolaan piutang yang efisien pada KOPASJA dan menunjukkan jangka waktu rata-rata yang
harus ditunggu KOPASJA setelah melakukan transaksi kredit sebelum menerima kas. Rasio ini secara berturut-turut pada
periode 1999-2002 adalah 404 hari, 385 hari, 375 hari dan 484 hari. Periode ini terlalu besar dibandingkan hari pengumpulan
yang ditetapkan yaitu 30 hari. Dari analisis ini dapat diketahui bahwa cara
pengumpulan piutang KOPASJA kurang efisien, besarnya piutang yang bermasalah membuat periode pengumpulannya
melebihi standar. Tidak jauh dengan hasil analisis secara keseluruhan terhadap KOPASJA, analisis per unit usaha juga
memberikan hasil yang kurang baik serta jauh dari standar. Lihat Tabel 2. Pada tahun 2002 meskipun tidak dilakukan
penjualan kredit piutang yang ada tetap bernilai besar, tentu saja hal ini mengindikasikan adanya kelalaian dalam penagihan
piutang. KOPASJA seyogyanya menurunkan rasio ini, sehingga arus kas masuk meningkat dan tidak kekurangan kas.
3. Rasio Solvabilitas KOPASJA Rasio ini diukur dengan perbandingan antara total aktiva
dengan total kewajiban. Adapun nilai rasio pada 1999 adalah 1,26 kemudian tahun 2000-2002 sebesar 1,32. Berdasarkan rasio yang
didapatkan, kemampuan koperasi dalam melunasi kewajibannya kurang baik dibandingkan dengan kemampuan rata-rata koperasi
yang nilainya 2. Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan simpanan non saham anggota yang dominan dari total kewajiban
koperasi, kurang optimal. Keadaan serupa terjadi pada kedua unit usaha koperasi. Lihat Lampiran 2.
Mengenai kewajiban yang ada di KOPASJA, pemberian pinjaman oleh USP kepada UBU tidak dikenai bunga. Transaksi
ini tentunya mempengaruhi pengelolaan piutang USP di mana terdapat harga transfer yang dibayar oleh USP. Dengan
memberikan pinjaman tanpa bunga kepada UBU maka opportunity cost yang harus dibayar USP adalah sebesar bunga
pinjaman yang dibebankan kepada anggota yaitu sebesar 2 per bulan. Sedangkan beban bunga pinjaman pihak ke-3 yaitu Bank
“X” sebesar 2 sampai 2,5 per bulan maka transfer pricing yang dilakukan USP adalah sebesar 0. Transaksi hutang piutang
antar unit ini mengakibatkan pos piutang dan hutang antarunit menjadi tidak bernilai pada neraca konsolidasi.
4. Rasio Profitabilitas KOPASJA Rasio profitabilitas ini mengukur keberhasilan manajemen
KOPASJA dalam menghasilkan SHU. Adapun nilai rasio profitabilitas KOPASJA dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perkembangan rasio profitabilitas KOPASJA periode 1999-2002
Rasio Profitabilitas 1999
2000 2001
2002
GPM 74
45 46
82 OPM
4.53 4.52
2.38 0.87
NPM 3.64
2.61 1.74
0.78 ROA
1.01 1.21
0.71 2
RE 4.94
4.97 4.24
0.72 RMS
5.2 5.23
4.43 0.73
Sumber: Laporan keuangan KOPASJA 1999-2002 diolah Berdasarkan hasil perhitungan rasio, KOPASJA memiliki
kemampuan yang rendah dalam menghasilkan SHU. Kecenderungan mendapatkan SHU yang terus menurun seiring
dengan peningkatan HPP dan beban usaha. Biaya yang meningkat ini tidak disertai dengan kelancaran pembayaran
piutang dari anggota. Hal ini menyebabkan pendapatan yang diterima kurang optimal.
Bahkan, tahun 2001 UBU mengalami kerugian dengan rasio NPM sebesar -1,16. Sedangkan USP menyumbangkan
SHU bersih sebesar 6,68 dari pendapatan pada tahun yang sama. Selama periode analisis USP selalu memberikan
keuntungan. Lihat Lampiran 2 5. Rasio PEARLS
Rasio ini hanya digunakan untuk menganalisis manajemen piutang USP. Rasio ini lebih rinci dalam menganalisis dan
memberikan informasi yang berarti bagi USP. Rasio PEARLS menganalisis berbagai aspek dalam pengelolaan piutang yaitu
aspek perlindungan, struktur keuangan efektif, kualitas aset, tingkat pengembalian dan biaya, likuiditas dan tanda-tanda
pertumbuhan. Lihat hasil perhitungan analisis ini pada Lampiran 2.
1. Perlindungan Aspek perlindungan yang dianalisis adalah kemampuan
cadangan risiko untuk menghapus kelalaian pinjaman yang lebih dari 12 bulan. Nilai ideal dari rasio ini adalah lebih dari
atau sama dengan 100. USP pada periode ini tidak secara khusus memposkan SHU untuk cadangan risiko namun
memposkannya pada cadangan koperasi, hal ini dimaksudkan untuk melindungi koperasi dari kerugian.
USP tidak memiliki cadangan risiko untuk menghapus kelalaian pinjaman baik pinjaman yang kurang maupun lebih
dari 12 bulan. Hal ini terbukti dari tidak adanya penghapusan bagi kelalaian pinjaman, kecuali pihak terhutang meninggal.
Kondisi ini menyebabkan koperasi amat lemah dalam melindungi risiko piutang macet.
2. Struktur Keuangan Efektif Aspek ini melihat proporsi pos-pos piutang, investasi
lancar selain piutang, simpanan non saham, hutang, simpanan saham dan modal lembaga terhadap aktiva. Rasio ideal
piutang terhadap total aktiva adalah 70-80. Struktur keuangan USP dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perkembangan struktur keuangan USP KOPASJA periode 1999-2002
Rasio 1999 2000 2001 2002
Rasio pinjaman beredar piutang 9,44
79,26 77,71
77,14 Rasio investasi lancar
20,56 20,74
22,29 22,86
Rasio simpanan non saham 67,99
70,69 72,94
76,73 Rasio hutang
11,96 5,79
1,51 0,28
Rasio simpanan saham 13,75
17,08 20
19,99 Rasio modal lembaga
5,84 5,91
4,46 2,48
Sumber: Laporan keuangan KOPASJA 1999-2002 diolah Rasio pinjaman beredar pada USP selalu berada pada
nilai ideal. Artinya saldo piutang USP harus dipertahankan, tentu dengan tetap meningkatkan kebijaksanaan penagihan
dan kredit. Sedangkan rasio investasi lancar, proporsi aktiva lancar setelah dikurangi piutang anggota terhadap total aset,
besarnya mendekati ideal. Nilai rasio tahun 1999-2001 sedikit lebih tinggi dari nilai ideal. Hal ini berarti investasi lancarnya
lebih dari proporsi idealnya dan sebaiknya dikurangi.
Simpanan non saham yang sudah ideal seyogyanya dipertahankan. Simpanan non saham seyogyanya diputar
kembali ke anggota dengan menyalurkannya sebagai pinjaman dengan rasio yang sama nilainya. Rasio hutang
yang terus menurun dari tahun ke tahun selama periode ini membawa kebaikan bagi USP. Namun, hal ini perlu dicermati
pada pos simpanan non saham anggota yang menjadi kewajiban koperasi untuk mengelolanya.
Lain halnya dengan simpanan saham yang terus meningkat, hal ini akan memberikan tambahan modal pada
koperasi sehingga koperasi dapat meningkatkan usahanya. Rasio modal lembaga selama periode ini jauh dari ideal.
Modal lembaga yang ada belum dapat menanggung usaha. 3. Kualitas Aset
Kualitas aset USP kurang baik, melihat dari hasil perhitungan rasio NPL yang lebih besar dari batas ideal.
Besarnya rasio ini menunjukkan bahwa pengelolaan piutang belum optimal. Hal ini dikarenakan lemahnya penagihan
piutang maka perlu ditinjau kembali kebijakan penagihan piutangnya.
Kebijakan penagihan piutang bermasalah yang dilakukan KOPASJA adalah dengan mengirim surat,
menelepon, mendatangi peminjam langsung, atau teguran melalui bagian keuangan dari unit kerja anggota bersangkutan
jalur kedinasan. Namun, kebijakan ini kurang dijalankan dengan disiplin oleh koperasi sehingga tidak memberikan
hasil yang optimal. Adapun kendala yang dihadapi dalam proses penagihan
ini adalah dari pihak peminjam. Peminjam Golongan I dan II yang pembayaran angsurannya dipotong melalui gaji oleh juru
bayar gaji, beralasan ada keperluan mendesak lainnya sehingga harus menunda pembayaran angsuran.
Sedangkan peminjam Golongan Pegawai III ke atas yang pembayaran angsurannya melalui bank, mereka telah
mengambil terlebih dahulu gaji mereka sebelum pihak bank memotong angsurannya. Hal ini dapat terjadi selain dari faktor
perilaku peminjam juga faktor kelalaian petugas bank. Di mana petugas bank yang ada pada kantor kas bank terbatas
jumlahnya dan kurang disiplin dalam memotong angsuran. Lihat hasil perhitungan rasio ini pada Lampiran 2.
4. Tingkat Pengembalian dan Biaya Aspek ini membahas seberapa besar hasil yang
diperoleh dari adanya piutang. Rasio pertama adalah rasio pendapatan dari pinjaman. Pendapatan dari pinjaman berupa
bunga, service fee dan denda dibandingkan dengan rata-rata saldo pinjaman pada periode ini, hanya tahun 2002 yang
berada dalam batas ideal. Berikutnya adalah rasio biaya simpanan non saham di
mana kondisi idealnya lebih besar dari inflasi agar anggota mendapat keuntungan sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraannya. Rasio ini, selama periode analisis meningkat dari tahun ke tahun, namun rasio yang
nilainya lebih besar dari inflasi hanya tahun 1999 dan lainnya lebih kecil dari inflasi. Hal ini memberitahukan bahwa
pengembalian yang diterima anggota relatif kecil. Rasio biaya hutang yang didapat dengan
membandingkan total biaya bunga hutang terhadap rata-rata saldo hutang. Rasio ini selama periode ini hanya tahun 2001
yang lebih kecil dibandingkan inflasi. Kedua hal terakhir memberitahukan bahwa biaya bunga yang diberikan kepada
pihak ketiga lebih besar dibandingkan kepada anggota, sehingga ada baiknya jika keduanya seimbang.
Dividen yang diterima anggota masih jauh dari ideal, hal ini dapat diketahui dari rasio dividen terhadap rata-rata
simpanan saham yang hasilnya selalu lebih kecil dari inflasi, kecuali tahun 1999. Biaya operasional bagi USP masih dalam
batas ideal sehingga harus dipertahankan. Hal terakhir dalam aspek yang kita bahas adalah rasio
SHU baik SHU kotor maupun SHU bersih. Rasio SHU kotor lebih kecil dari kondisi ideal. Demikian halnya dengan SHU
bersih USP yang jauh dari ideal, hanya pada tahun 2001 menyentuh batas ideal tersebut.
5. Likuiditas Likuiditas aset USP dianalisis dengan analisis PEARLS
memberitahukan kemampuan yang sebenarnya aset likuid USP terhadap simpanan non saham anggota. Hal ini
dikarenakan aset likuid yang terdiri dari kas, bank dan sibuhar harus dikurangi dengan kewajiban yang kurang dari 30 hari
dalam hal ini adalah simpanan non saham. Rasio yang dimiliki USP sangat jauh dari ideal karena
aset likuid bersih tersebut tidak dapat menutupi kewajiban lancar yang kurang dari 30 hari. Akan lebih baik apabila
koperasi meningkatkan simpanannya baik di bank maupun di koperasi sekunder.
6. Tanda-Tanda Pertumbuhan Tanda-tanda pertumbuhan yang dianalisis diantaranya
adalah pertumbuhan aset, pinjaman, simpanan non saham, pinjaman yang diterima, simpanan saham, modal lembaga,
dan anggota. Pertumbuhan USP untuk aset, pinjaman, simpanan non saham dan simpanan saham mengalami
penurunan pada tahun 2001. Hal ini dikarenakan USP terpengaruh oleh kondisi UBU yang merugi.
Pertumbuhan pinjaman yang diterima terus menurun bahkan sangat signifikan. Pertumbuhan modal lembaga terus
menurun kecuali pada tahun 2000 yang naik cukup tinggi, dikarenakan UBU menyumbangkan cadangan dari SHU unit
tersebut. Pertumbuhan anggota mengalami penurunan, kecuali pada tahun 2001 karena anggota baru ingin menikmati kredit
sepeda motor dari UBU.
5.2.2. Analisis Horisontal