15
2.2.4. Adaptasi dan Adjustment
Dalam skema persepsi yang telah dibahas sebelumnya disebutkan bahwa setelah seseorang mempersepsikan lingkungannya, ada dua kemungkinan yang
akan terjadi. Kemungkinan pertama adalah rangsang yang dipersepsikan berada dalam batas optimal sehinga timbulah kondisi homoestatis. Kemungkinan kedua
adalah rangsang yang dipersepsikan berada diatas batas optimal atau dibawahnya yang mengakibatkan stress dan manusia harus melakukan perilaku penyesuaian
diri. Menurut Sarwono 1992, perilaku penyesuaian diri ini terdiri dari dua jenis, yang pertama adalah mengubah tingkah laku agar sesuai dengan lingkungan yang
disebut dengan adaptasi dan yang kedua adalah mengubah lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku yang disebut adjustment.
1. Adaptasi
Seperti pembahasan diatas, perilaku penyesuaian diri terhadap lingkungan diawali dengan stress, yaitu suatu keadaan dimana lingkungan mengancam atau
membahayakan keberadaan atau kesejahteraan atau kenyamanan diri seseorang Baum 1985:188. Reaksi terhadap stress bisa berupa tindakan langsung maupun
penyesuaian mental. Contoh dari tindakan langsung adalah migrasi. Misal warga dari suatu wilayah bermigrasi ke negara bagian lain dengan alasan kualitas
lingkungan yang mulai rusak, air bersih susah didapat, harga perumahan yang mahal, dan sebagainya. Namun, masih terdapat sebagian warga yang memilih
untuk tinggal di daerah tersebut dengan anggapan daripada pindah ke tempat lain yang belum tentu lebih baik keadaannya, lebih baik tetap tinggal di tempat lama.
Universitas Sumatera Utara
16
Reaksi jenis ini tergolong penyesuaian mental. Karena relativitas persepsi dan sifat manusia yang mampu belajar dari pengalaman, perubahan tingkah laku agar
sesuai dengan lingkungan baru bisa dilakukan secara bertahap.
2. Adjustment
Perubahan lingkungan agar sesuai dengan tingkah laku manusia dapat dilihat pada berbagai jenis rumah hunian manusia. Manusia mengubah atau
memperbaiki lingkungan yang telah ada untuk memenuhi kebutuhan dan tingkah laku mereka. Di pedalaman Sumatera dan Kalimantan terdapat rumah-rumah
panggung agar manusia terhindar dari banjir dan binatang buas dimana kolong panggung juga bias dijadikan kandang ternak, lumbung, maupun tempat
penampungan air. Rumah di permukiman kumuh kota-kota besar dibuat bersusun keatas agar dapat menampung lebih banyak penduduk. Dari contoh kasus-kasus
diatas, dapat disimpulkan bahwa manusia selalu berusaha untuk merekayasa lingkungan agar sesuai dengan kondisi dirinya. Proses rekayasa lingkungan
melibatkan tingkah laku merancang lingkungan dan perwujudannya dalam bentuk nyata. Keseluruhan kegiatan dari merancang sampai melaksanakannya
itulah yang dinamakan adjustment.
Gambar 2.2. Rumah susun dan rumah bolon merupakan contoh adjustment masyarakat Sumber : Data sekunder diolah
Universitas Sumatera Utara
17
2.3. Pedagang Kaki Lima PKL
Pedagang kaki lima merupakan sektor informal yang keberadaannya senantiasa diabaikan oleh pemerintah kota. PKL dapat ditemukan hampir di
seluruh kota dan kebanyakan berada di ruang fungsional kota seperti pusat perdagangan, pusat rekreasi, taman kota, dan tempat-tempat umum yang dapat
menarik sejumlah besar penduduk sekitar. Sektor informal menurut Ahmad 2002:73 merupakan kegiatan ekonomi yang bersifat marjinal kecil-kecilan
yang memiliki beberapa ciri seperti kegiatan yang tidak teratur, tidak tersentuh peraturan, bermodal kecil dan bersifat harian, tempat tidak tetap dan berdiri
sendiri, berlaku di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah, tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, lingkungan kecil, serta tidak
mengenal perbankan, pembukuan maupun perkreditan. Menurut Kadir 2010, keberadaan PKL sebagai sektor informal dalam
kegiatan perdagangan menimbulkan suatu dikotomi karena disatu sisi sektor informal mampu menyerap tenaga kerja terutama pada golongan masyarakat
yang memilki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah serta modal kecil. Namun disisi lain sektor ini merupakan sektor yang tidak memiliki legalitas
atau perlindungan hukum dan merugikan sektor formal karena menyebabkan permasalahan lingkungan kota. Hal ini terjadi karena pemerintah kota tidak
pernah menyediakan ruang bagi PKL dalam Rencana Tata Ruang Kota.
Universitas Sumatera Utara
18
2.3.1. Asal Mula Pedagang Kaki Lima