Khususnya bagi penanaman modal asing yang bergerak di bidang pertambangan di luar minyak dan gas bumi serta bidang kehutanan, tata cara
penanaman modalnya di atur dalam Pasal 3 Keppres Nomor 32 Tahun 1992 sebagai berikut:
18
1. Permohonan penanaman modal asing di bidang pertambangan di luar minyak
dan gas bumi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku disampaikan kepada Ketua BKPM atas dasar Kontrak Karya antara calon
penanam modal asing dengan Pemerintah c.q. Depertemen Pertambangan dan energi.
2. Permohonan penanaman modal asing di bidang pertambangan di luar minyak
dan gas bumi sebagaimana yang dimaksud di atas, termasuk permohonan perubahan penanaman modal yang telah memperoleh persetujuan pemerintah,
diatur dan diselesaikan menurut ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dan 2 Keppres Nomor 32 Tahun 1992.
3. Permohonan penanaman modal asing di bidang kehutanan disampaikan
kepada Ketua BKPM atas dasar Hak Pengusahaan Hutan HPH yang dikeluarkan oleh Depertemen Kehutanan berdasarkan ketentuan-ketentuan
yang berlaku dalam Pasal 1 dan 2 Keppres Nomor 32 Tahun 1992.
6. Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal.
18
Aminuddin Ilmar, Ibid, hal. 137
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007, mengatur tentang penyelesaian sengketa penanaman modal sebagai berikut:
1. Musyawarah dan Mufakat
Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu
menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. 2.
Arbitrase. Dalam rangka penyelesaian sengketa oleh arbitrase telah ditetapkan
pula bahwa hukum yang berlaku yang menjadi dasar penggunaan oleh dewan wasit dalam penyelesaian sengketa tersebut adalah hukum yang dipilih oleh
para pihak. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan konvensi International Convention on The Settlement of Dispute ICSID dalam Pasal 42 ayat 1.
3. Pengadilan.
Adanya pengaturan pemerintah untuk menangani penyelesaian sengketa penanaman modal khususnya penanaman modal asing di Indonesia
telah dilakukan melalui diratifikasikannya Konvensi Bank Dunia dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1958 kemudian 1981 serta peraturan
Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 1990. Dengan diratifikasinya konvensi tersebut, secara yuridis Indonesia terikat dengan ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam konvensi tersebut, sehingga setiap penyelesaian sengketa penanaman modal asing akan dilakukan menurut tata cara dan prosedur yang
diatur dalam International Convention on The Settlement of Dispute ICSID.
Menurut ketentuan dalam pasal 25 ayat 3 Konvensi ICSID ditentukan bahwa dalam suatu persoalan diajukan kepada arbitrase, masih
diperlukan adanya persetujuan dari pemerintah negara yang digugat, yakni pemerintah negara penerima modal.
19
4. Konsialisi.
Penyelesaian sengketa melalui cara konsiliasi melibatkan pihak ketiga konsiliator yang tidak berpihak atau netral dan keterlibatannya dikarenakan
permintaan para pihak.
20
Badan konsiliasi disini dapat berbentuk suatu lembaga atau ad hoc. Proses ini bertujuan untuk mendamaikan pandangan-
pandangan para pihak yang bersengketa, meskipun usulan-usulan penyelesaian yang di buat oleh konsiliator sifatnya tidak mempunyai
kekuatan hukum. Persyaratan digunakannya konsiliasi tercantum pula dalam berbagai
perjanjian internasional, misalnya : a.
Konvensi Wina mengenai hukum perjanjian Pasal 66 konvensi 1969. b.
Konvensi Wina mengenai perwakilan negara dalam hubungannya dengan organisasi internasional dengan suatu sifat internasional tanggal 14 Maret
1975 Pasal 85 tahun 1975. c.
Konvensi Wina mengenai suksesi negara tanggal 23 Agustus 1978 .
19
Aminuddin Ilmar, Ibid, hal. 157.
20
H. Salim HS, H. Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak Memorandum of Understanding , Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal. 35.
7. Peranan Penanaman Modal dalam Pembangunan.