Optimasi pH dan Penambahan NaCl Terhadap Aktivitas Senyawa Antimikroba Bacillus Cereus DA 5.2.3 dalam Menghambat Biofilm Bakteri Patogen Oportunistik Tambak Udang

(1)

1 DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

OPTIMASI pH DAN PENAMBAHAN NaCl TERHADAP

AKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA Bacillus cereus DA

5.2.3 DALAM MENGHAMBAT BIOFILM BAKTERI

PATOGEN OPORTUNISTIK TAMBAK UDANG

SKRIPSI

INA TUTURINA SITEPU 080805067

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana Sains Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara Medan

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PERSETUJUAN

Judul : OPTIMASI pH DAN PENAMBAHAN NaCl

TERHADAP AKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA Bacillus cereus DA 5.2.3

DALAM MENGHAMBAT BIOFILM BAKTERI PATOGEN OPORTUNISTIK TAMBAK

UDANG

Kategori : SKRIPSI

Nama : INA TUTURINA SITEPU

Nomor Induk Mahasiswa

: 080805067

Program Studi : SARJANA (S-1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Januari 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dra. Nunuk Priyani, M.Sc Dr.It Jamilah, M.Sc

NIP. 19640428 199603 2 001 NIP. 19631210 199103 2 003

Diketahui/Disetujui Oleh Departemen Biologi FMIPA USU

Ketua,


(3)

ii

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PERNYATAAN

OPTIMASI pH DAN PENAMBAHAN NaCl TERHADAP AKTIVITAS SENYAWA ANTIMIKROBA Bacillus cereus DA 5.2.3 DALAM MENGHAMBAT BIOFILM BAKTERI PATOGEN OPORTUNISTIK

TAMBAK UDANG

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2015

INA TUTURINA SITEPU NIM 080805067


(4)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

ABSTRAK

Produktivitas tambak udang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan yang antara lain disebabkan oleh adanya bakteri patogen oportunis pada tambak udang sepertiE. coli,Salmonellasp. dan Staphylococcusaureus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat senyawa antimikroba

Bacillus cereus DA 5.2.3 yang diproduksi pada pH optimum dan penambahan konsentrasi NaCl terhadap pertumbuhan biofilm bakteri patogen oportunistik tambak udang.Penelitian ini menggunakan bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 sebagai penghasil senyawa antimikroba dan bakteri patogen yang digunakan adalah bakteri patogen oportunistik pada tambak udang yaitu E. coli, Salmonella sp., dan Staphylococcus aureus.Bacillus cereus DA 5.2.3 dikultur dalam media SWC cair pada pH 5, 6, 7, 8, dan 9 dengan penambahan NaCl 0, 1, 2, dan 3 % untuk menghasilkan senyawa antimikroba. Kultur disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit. Senyawa antimikroba diujikan terhadap bakteri patogen dengan metode kertas cakram. Senyawa antimikroba tersebut juga diujikan terhadap sel biofilm bakteri patogen. Senyawa antimikroba yang diproduksi pada pH 5 dan penambahan NaCl 2 % dapat menghambat pertumbuhan ketiga bakteri patogen. Penghambatan senyawa antimikroba terhadap petumbuhan sel biofilm umur 1 hari sebesar hampir 100 % terhadap ketiga bakteri patogen oportunistik yang diujikan.Pada sel biofilm yang berumur 3 hari terjadi penghambatan sebesar 96% terhadap Salmonella sp., 95% terhadap

E.coli, dan sebesar hampir100 % terhadap Staphylococcus aureus.


(5)

iv

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

ABSTRACT

Shrimp farm productivity in recent years has decreased partly due to the presence of opportunistic pathogenic bacteria in shrimp ponds such as E. coli, Salmonella sp. and Staphylococcus aureus. This study wants to know the ability of Bacillus cereus DA 5.2.3 antimicrobial compounds which is produced in optimum pH and adding of NaCl concentration to inhibit growth of the cell biofilm of opportunistic pathogen bacteria in shrimp ponds. This study uses the bacteria Bacillus cereus

DA 5.2.3 as a producer of antimicrobial compounds and pathogenic bacteria used are opportunistic pathogens bacteria in shrimp ponds are E. coli, Salmonella sp., and Staphylococcus aureus. Bacillus cereus DA 5.2.3 was cultured in liquid medium SWC at pH 5, 6, 7, 8, and 9 with the addition of NaCl 0, 1, 2, and 3% to produce antimicrobial compounds. Culture was centrifuged at 10,000 rpm for 15 minutes. Antimicrobial compounds were tested against pathogens by disc diffusion method. The antimicrobial compound was also tested against biofilm cells of pathogenic bacteria. Antimicrobial compounds were produced at pH 5 and the addition of 2% NaCl can inhibit the growth of third opportunistic pathogenic bacteria.Inhibition of antimicrobial compounds on the growth of one day old biofilm cell was almost 100% of the third opportunistic pathogen bacteria which are tested. The three days old biofilm cell was reduced as much as 96 % of

Salmonella sp., 95 % of E.coli, and almost 100 % of Staphylococcus aureus.


(6)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Optimasi pHdan Penambahan NaCl Terhadap Aktivitas Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Dalam Menghambat Biofilm Bakteri Patogen Oportunistik Tambak Udang”, dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana Biologi FMIPA USU, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. It Jamilah, M.Sc selaku pembimbing I dan Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc selaku pembimbing II yang telah banyak memberi bimbingan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc selaku dosen penguji I dan Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku dosen penguji II yang telah banyak memberikan saran serta masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Nunuk Priyani, M.Sc selaku Dosen Pembimbing Akademik serta Kepala Laboratorium Mikrobiologi, Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Sc selaku sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU, seluruh staff pengajar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Nurhasni Muluk, Bang Erwin dan Kak Rosalina Ginting selaku staf pegawai Departemen Biologi FMIPA USU.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada kedua orangtua penulis, B. Sitepu dan R. Hasibuan untuk segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis baik itu doa, materi, semangat serta kasih sayang yang tak ada habis-habisnya. Kalian adalah sumber inspirasi terbesar saya dalam menempuh pendidikan ini. Terima kasih juga penulis ucapkan untuk kedua adik laki-laki saya, Raymond Sitepu dan Brian Gamaliel Sitepu. Kalian berdualah pemicu api semangat saya untuk segera menyelesaikan pendidikan ini. Kasih sayang kalian lah yang membuat saya kuat hingga sampai saat ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga besar Hasibuan dan Sitepu. Setiap dukungan, semangat dan doa yang kalian berikan sangat berarti banyak bagi saya. Takkan pernah bisa saya membalas setiap kebaikan kalian. Tuhan lah yang sekiranya akan membalaskannya.

Terima kasih untuk seluruh rekan-rekan yang telah banyak membantu penulis semasa kuliah, mengerjakan penelitian, serta dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih untuk Asmitra Sembiring, Miduk Sianipar, Agnes Yolanda Silalahi, Syarifah Riska Mella, Sister Sianturi, Adi Gunawan, serta seluruh mahasiswa stambuk 2008. Terima kasih untuk persahabatan yang penuh warna selama 6 tahun lebih ini dan semoga persahabatan ini tetap ada hingga akhir hayat kita. Terima kasih juga kepada Adrian Tan serta stambuk 2009 untuk bantuan serta dukungan nya dalam pengerjaan penelitian ini. Terima kasih kepada Santa Lucia, Riris, Hendika, Dilla, Juwita, Tien, Nialusi serta seluruh stambuk 2010. juga kepada Frico Situmeang dan seluruh stambuk 2011. Terima kasih juga kepada Bobby Pranoto dan seluruh stambuk 2012. Kalian memainkan peran yang


(7)

vi

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dhana H.S Hutagaol, lelaki yang telah hadir membawa warna baru di setiap sisi kehidupan saya. Lelaki yang membuat penulis mampu berdiri setegar karang dalam segala keadaan dan memandang segalanya dari sisi yang berbeda. Lelaki yang kuat dan penuh kesabaran untuk mengerti akan segala kekuranganku.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Januari 2015


(8)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

ABSTRAK iii

ABSTRACT iv

PENGHARGAAN v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 3

1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Ekspor Udang 4

2.2 Bakteri Patogen Oportunis pada Udang 5

2.2.1 Escherichia coli 5

2.2.2 Salmonella 6

2.2.3Staphylococcus aureus 7

2.3 Biofilm 8

2.4 Bacillus Sebagai Penghasil Bakteriosin 8

BAB 3. BAHAN DAN METODE

3.1Waktu dan Tempat 10

3.2Alat dan Bahan 10

3.3Peremajaan Isolat Bakteri Patogen dan Bacillus 10 3.4 Optimasi pH dan Penambahan NaCl dalam

Pengendalian Sel Bakteri Patogen dengan Senyawa

Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 11

3.4.1 Optimasi pH dan PenambahNaCl 11

3.5 Pembentukan Sel Biofilm 11

3.6 Pengendalian Sel Biofilm Patogen Dengan

Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 12 3.6.1 Produksi Senyawa Antimikroba Bacillus cereus

DA 5.2.3 12

3.6.2 Uji Aktivitas Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Terhadap Biofilm Bakteri Patogen


(9)

viii

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Optimasi pH dan Penambahan NaCl Pada Media Produksi Terhadap Aktivitas Senyawa Antimikroba

Bacillus cereus DA 5.2.3

13 4.1.1 Daya Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus

cereus DA 5.2.3 Tehadap Bakteri Patogen

Salmonella sp.

13 4.1.2 Daya Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus

cereus DA 5.2.3 Tehadap Bakteri Patogen E. coli

14 4.1.3 Daya Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus

cereus DA 5.2.3 Tehadap Bakteri Patogen

Staphylococcus aureus

14 4.2 Pengendalian Sel Biofilm Bakteri Patogen Dengan

Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 17

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 19

5.2 Saran 19


(10)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rata-rata besar zona hambat senyawa antimikroba

Bacillus cereus DA 5.2.3 terhadapSalmonellasp. pada media MHA pada suhu 280C danwaktu inkubasi 24 dan

48 jam 13

Tabel 2. Rata-rata besar zona hambat senyawa antimikroba

Bacillus cereus DA 5.2.3 terhadapE. coli pada media

MHA pada suhu 280C danwaktu inkubasi 24 dan 48 jam 14 Tabel 3. Rata-rata besar zona hambat senyawa antimikroba

Bacillus cereus DA 5.2.3 terhadapStaphylococcus aureus. pada media MHA pada suhu 280Cdan waktu

inkubasi 24 dan 48 jam 15

Tabel 4. Jumlah Sel Biofilm Bakteri Uji sebelum dan setelah kontak dengan senyawa antimikroba bakteri Bacillus


(11)

x

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Zona hambat senyawa antimikrobaBacillus cereus DA 5.2.3pada pH 5 dan NaCl 2% terhadap (a)Staphylococcusaureus; (b) Salmonella sp.; (c) E.coli


(12)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman


(13)

iii

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

ABSTRAK

Produktivitas tambak udang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan yang antara lain disebabkan oleh adanya bakteri patogen oportunis pada tambak udang sepertiE. coli,Salmonellasp. dan Staphylococcusaureus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui daya hambat senyawa antimikroba

Bacillus cereus DA 5.2.3 yang diproduksi pada pH optimum dan penambahan konsentrasi NaCl terhadap pertumbuhan biofilm bakteri patogen oportunistik tambak udang.Penelitian ini menggunakan bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 sebagai penghasil senyawa antimikroba dan bakteri patogen yang digunakan adalah bakteri patogen oportunistik pada tambak udang yaitu E. coli, Salmonella sp., dan Staphylococcus aureus.Bacillus cereus DA 5.2.3 dikultur dalam media SWC cair pada pH 5, 6, 7, 8, dan 9 dengan penambahan NaCl 0, 1, 2, dan 3 % untuk menghasilkan senyawa antimikroba. Kultur disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit. Senyawa antimikroba diujikan terhadap bakteri patogen dengan metode kertas cakram. Senyawa antimikroba tersebut juga diujikan terhadap sel biofilm bakteri patogen. Senyawa antimikroba yang diproduksi pada pH 5 dan penambahan NaCl 2 % dapat menghambat pertumbuhan ketiga bakteri patogen. Penghambatan senyawa antimikroba terhadap petumbuhan sel biofilm umur 1 hari sebesar hampir 100 % terhadap ketiga bakteri patogen oportunistik yang diujikan.Pada sel biofilm yang berumur 3 hari terjadi penghambatan sebesar 96% terhadap Salmonella sp., 95% terhadap

E.coli, dan sebesar hampir100 % terhadap Staphylococcus aureus.


(14)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

ABSTRACT

Shrimp farm productivity in recent years has decreased partly due to the presence of opportunistic pathogenic bacteria in shrimp ponds such as E. coli, Salmonella sp. and Staphylococcus aureus. This study wants to know the ability of Bacillus cereus DA 5.2.3 antimicrobial compounds which is produced in optimum pH and adding of NaCl concentration to inhibit growth of the cell biofilm of opportunistic pathogen bacteria in shrimp ponds. This study uses the bacteria Bacillus cereus

DA 5.2.3 as a producer of antimicrobial compounds and pathogenic bacteria used are opportunistic pathogens bacteria in shrimp ponds are E. coli, Salmonella sp., and Staphylococcus aureus. Bacillus cereus DA 5.2.3 was cultured in liquid medium SWC at pH 5, 6, 7, 8, and 9 with the addition of NaCl 0, 1, 2, and 3% to produce antimicrobial compounds. Culture was centrifuged at 10,000 rpm for 15 minutes. Antimicrobial compounds were tested against pathogens by disc diffusion method. The antimicrobial compound was also tested against biofilm cells of pathogenic bacteria. Antimicrobial compounds were produced at pH 5 and the addition of 2% NaCl can inhibit the growth of third opportunistic pathogenic bacteria.Inhibition of antimicrobial compounds on the growth of one day old biofilm cell was almost 100% of the third opportunistic pathogen bacteria which are tested. The three days old biofilm cell was reduced as much as 96 % of

Salmonella sp., 95 % of E.coli, and almost 100 % of Staphylococcus aureus.


(15)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang mempunyai potensi sumber daya perikanan yang sangat besar. Ekspor produk hasil perikanan telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi devisa negara. Menurut data Departemen Kelautan dan Perikanan (2005), selama tahun 2002-2004, nilai ekspor dari sektor ini rata-rata mencapai US$ 1,6 miliar setiap tahun. Komoditas yang menjadi penyumbang devisa terbesar adalah udang dengan nilai ekspor sekitar US$ 800 juta, atau 50% dari total nilai ekspor produk perikanan. Kesempatan untuk mengembangkan perikanan budi daya udang guna memenuhi kebutuhan pasar dunia masih sangat besar.

Beberapa tahun terakhir ini produktivitas tambak udang mengalami penurunan antara lain disebabkan oleh munculnya berbagai macam penyakit. Kendala lain yang harus dihadapi dalam pasar dunia bagi komoditi ekspor perikanan budi daya tidak hanya kuantitas saja, akan tetapi juga kualitas atau mutu udang. Tingkat kualitas dan keamanan makanan yang diuji berdasarkan ada tidaknya residu antibiotik, bakteri patogen, racun hayati laut dan residu pestisida juga harus mendapatkan perhatian yang serius. Bakteri indikator uji mutu kualitas dan makanan antara lain Coliform, Escherichia coli, Salmonella sp., Staphylococcus aureus, dan Vibrio (Djazuli, 2002).

Menurut Verschuere et al. (2000) penggunaan antibiotik untuk menanggulangi penyakit dapat menimbulkan masalah baru, yaitu terakumulasinya antibiotik pada lingkungan dan spesies yang dibudi daya serta timbulnya resistensi mikroba patogen. Resistensi mikroba terhadap antibiotik semakin meningkat karena resistensi dapat ditransfer dari satu mikroba ke mikroba lainnya. Selama ini dalam budi daya tambak atau akuakultur, pengendalian penyakit masih mengandalkan antibiotik dan disinfektan. Penggunaan antibiotik semacam ini


(16)

2

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

termasuk tidak bijaksana, karena selain dapat menyebabkan resistensi pada bakteri yang merugikan. Pada umumnya antibiotik menimbulkan residu yang nantinya akan mencemari tambak itu sendiri. Hal ini disebabkan karena penggunaan dalam dosis tinggi, jenis yang sangat beragam, penggunaan dalam jangka waktu lama dan penggunaan jenis yang tidak dapat diurai secara biologis (non biodegradable).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2007), diketahui

Bacillus sp. memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada udang. Bacillus sp. mampu menghasilkan berbagai jenis zat antimikroba, diantaranya adalah bakteriosin. Zat antimikroba ini mempunyai efek bakteriosida atau bakteriostatik. Karakterisasi zat antimikroba isolat Bacillus sp. yang dilakukan oleh Bintarti (2008), menunjukkan adanya aktivitas penghambatan terhadap V. harveyi, E. coli, dan Staphylococcus aureus.

Bakteri patogen oportunis pada tambak udang dapat membentuk biofilm (Koonse et al. 2005). Silitonga, et al. (2012), telah mengisolasi bakteri patogen

E.coli,Staphylococcus sp., dan Salmonella sp. dari tambak udang yang mampu membentuk biofilm pada permukaan lempeng Stainless steel. Pengendalian sel biofilm bakteri patogen tersebut dilakukan dengan pemanasan pada suhu 100 0C serta pemberian klorin dengan konsentrasi 225 ppm. Simanullang (2014), telah menguji zat antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 yang mampu menghambat pertumbuhan biofilm bakteri patogen oportunistik asal tambak udang yakni: E.coli, Staphylococcus sp. dan Salmonella sp. secara in vitro. Sejauh ini belum dilakukan optimasi faktor lingkungan maupun faktor fisiologis aktivitas senyawa antimikroba tersebut, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut tentang optimasi pH dan pengaruh penambahan NaCl dalam menghasilkan senyawa antimikroba yang mampu menghambat bakteri patogen.

1.2Perumusan Masalah

Peningkatan permintaan konsumen terhadap udang di pasar dunia memacu Indonesia untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas udang terus menerus.


(17)

3

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

menanggulangi masalah penyakit pada udang yang disebabkan oleh bakteri patogen maupun lingkungannya, sehingga dilakukan penelitian untuk menggunakan mikroba yang aktivitasnya dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen tersebut. Salah satunya ialah senyawa antimikroba dari bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3. Penelitian sebelumnya menunjukkan kemampuan dari bakteri ini dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti E. coli, Salmonella, dan

Staphylococcus aureus asal tambak udang. Namun, belum diketahui kondisi optimum bakteri Bacillus ini dalam memproduksi senyawa antimikroba tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pH optimum, serta melihat pengaruh penambahan NaCl dalam memproduksi senyawa antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 untuk mengendalikan pertumbuhan biofilm bakteri patogen yang berasal dari tambak udang.

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hambat senyawa antimikroba

Bacillus cereus DA 5.2.3 yang diproduksi pada pH optimum dan penambahan konsentrasi NaCl terhadap pertumbuhan biofilm bakteri patogen oportunistik tambak udang.

1.4Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan senyawa antimikroba dari

Bacillus cereus DA 5.2.3 yang mampu mengendalikan pertumbuhan biofilm bakteri patogen seperti E.coli, Salmonella, dan Staphylococcus. Penelitian ini juga bermanfaat bagi masyarakat sebagai sumber informasi dalam upaya menghadapi masalah pada tambak udang. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya.


(18)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Ekspor Udang

Di Indonesia produksi udang sangat berkembang dengan pesat. Hal ini dapat dilihat dari jumlah permintaan pasar internasional akan hasil produksi udang Indonesia. Saat ini udang menyumbang lebih dari 62 % dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia. Pasar utama ekspor udang Indonesia adalah Jepang (52 %), Amerika Serikat (18 %), dan Eropa (15 %) (Putro, 2004). Dalam upaya meningkatkan produksi udang telah dilakukan upaya budi daya dengan pendayagunaan tambak kolam dan danau. Usaha budi daya udang di daerah padat nelayan umumnya sudah tinggi (over exploited), seperti yang banyak dijumpai di perairan paparan Sunda (Rukyani, 2000).

Permintaan yang meningkat tidak sejalan dengan produksi biomassa udang dalam tahun terakhir ini. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat produksi udang pada 2011 tidak mencapai target yaitu hanya 381.288 ton atau 90,78 % dari target yang ditetapkan yaitu 410.000 ton. Beberapa kajian diketahui penyebab penurunan produksi budi daya udang adalah merosotnya kualitas lingkungan perikanan budi daya yang memicu munculnya serangan penyakit (Rukyani, 2000). Pencemaran bahan organik di tambak merangsang timbulnya penyakit udang yang disebabkan bakteri patogen dan virus. Salah satu penyakit pada budi daya udang adalah penyakit bakterial yang disebabkan oleh bakteri-bakteri yang bersifat oportunis patogen. Udang yang telah terkontaminasi bakteri-bakteri patogen jelas tidak memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi. Usaha yang dilakukan untuk menanggulangi penyakit pada budi daya udang adalah dengan menggunakan obat-obatan kimia dan antibiotik. Namun, penanggulangan dengan cara tersebut membawa dampak buruk karena adanya residu bahan antibiotik pada udang (Muliani et al, 2003).


(19)

5

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Sejak tahun 2004, pemerintah Jepang mengikuti jejak Uni Eropa dengan menetapkan zero tolerance terhadap residu kloramfenikol dan nitrofuran pada udang impor. Akibatnya beberapa kontainer udang yang diekspor dari Indonesia, ditahan atau ditolak di pelabuhan masuk karena dicurigai mengandung antibiotik tersebut. Seperti diketahui bahwa pemeriksaan terhadap residu antibiotik di Jepang selama ini hanya difokuskan pada tetrasiklin termasuk OTC (oxytetracycline) dan CTC (chlortetracycline) (Putro, 2004).

2.2 Bakteri Patogen Oportunis Pada Udang

Salah satu penyebab turunnya volume produksi udang Indonesia adalah munculnya berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen oportunis. Penyakit dapat bermula dari kondisi pemeliharaan dan air yang buruk yang dapat memperlemah daya tahan udang dan membuatnya rentan terhadap penyakit yang disebabkan oleh patogen oportunis. Bakteri patogen oportunis pada tambak udang ialah bakteri yang bukan ada secara alamiah pada perairan tambak, tetapi masuk ke tambak akibat tercemarnya lingkungan dengan limbah buangan manusia. Beberapa diantara bakteri ini ialah coliform, E. coli, Salmonella sp., Staphylococcuss aureus, dan Vibrio (Harish et al. 2003; Hattha et al. 2003).

Sebagian bakteri patogen oportunistik yang ada pada tambak udang tersebut diduga dapat membentuk biofilm pada udang, tempat pemrosesan, maupun dipermukaan substrat pada tambak. Mikroorganisme merupakan agen utama yang mengambil tempat di permukaan untuk menghasilkan biofilm (Bishop, 2007). Biofilm memiliki bentuk yang beragam dan terdapat pada permukaan jaringan hidup dan dapat merusak peralatan kesehatan, industri, pipa saluran air dan saluran mata air (Donlan, 2002; Callow & Callow, 2008). Menurut Lens et al. (2003), terungkap bahwa biofilm memiliki ketahanan terhadap antibakteri, biosida, dan temperatur yang tinggi.

2.2.1 Escherichia coli

Bakteri Escherichia coli (E. coli) termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini bersifat oksidase negatif, termasuk dalam golongan bakteri Gram negatif, berbentuk batang yang memiliki ukuran 1.1-1.5 μm x 2-6 μm, bersifat


(20)

6

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

motil karena adanya flagella. Bakteri ini memiliki rentangan suhu pertumbuhan yang sangat luas yaitu 15-45 oC dengan suhu optimum 37 oC. Bakteri ini resisten pada pemanasan suhu 550 C selama 60 menit atau pada suhu 60 0C selama 15 menit. Menurut Pelczar & Chan (1993) Struktur dinding sel bakteri Escherichia coli berlapis-lapis yang terdiri dari lipopolisakarida, peptidoglikan, dan protein. Lipopolisakarida ini mengandung antigen O dan enterotoksin yang dapat melindungi sel dari perubahan lingkungan. Menurut Holt et al. (1986) ciri biokimia dari bakteri ini ialah memiliki kemampuan memfermentasi laktosa, reaksi indol positif, metil positif, uji VP (Voges- Proskauer) negatif dan tidak dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbon satu-satunya. Pada media EMB (Eosin Metilen Blue) bakteri ini menunjukan warna hijau metalik.

Bakteri ini merupakan mikroflora normal yang terdapat pada usus besar manusia dan hewan berdarah panas lainnya yang dalam keadaan tertentu dapat bersifat sebagai patogen. Kemampuan suatu bakteri patogen untuk menyebabkan infeksi dipengaruhi oleh faktor virulensi yang dimilikinya. Faktor virulensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh bakteri untuk dapat bertindak sebagai bakteri patogen (Inglis,1996). Spesies ini dapat dijadikan sebagai indikator buruknya sanitasi, dikarenakan tercemarnya lingkungan tambak udang oleh limbah manusia. Oleh karena itu, salah satu syarat mutu udang ialah bebas cemaran mikroba seperti E.coli (Kanduri, 2002).

2.2.2 Salmonella

Kelompok ini adalah bakteri Gram negatif yang dapat dibedakan dari flora normal usus dengan cara kriteria biokimia dan antigen. Salmonella tidak memfermentasikan laktosa, tetapi kebanyakan membentuk H2S dan gas dari karbohidrat dan akan mendekarboksilasi lisin. Beberapa sifat Salmonella adalah bersifat motil dengan flagella ataupun jika tidak motil termasuk Gram negatif, positif pada uji Metyl Red, memproduksi nitrit dan nitrat, mampu menggunakan amonium sitrat dan tidak menghidrolisa urea. Akan tetapi, tidak seperti organisme saluran pencernaan, Salmonella selalu dianggap sebagai patogen potensial, bahkan bila berada pada organ yang kelihatannya sehat. Salmonella sp.


(21)

7

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

merupakan bakteri patogen dan menyebabkan masalah kesehatan yang serius

(D’Aoust & Maurer,2007).

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini disebut sebagai Salmonellosis. Pada udang maupun biota lain yang dikonsumsi oleh manusia, tidak diperbolehkan terdapat bakteri ini. Berkaitan dengan hal tersebut, maka pada lingkungan perairan budi daya biota laut harus diupayakan bebas dari bakteri

Salmonella sp. Jika suatu perairan telah terkontaminasi oleh Salmonella sp., menunjukkan danya penurunan kualitas air (Hatmanti, 2003).

2.2.3 Staphylococcuss aureus

Bakteri ini merupakan bakteri Gram positif yang termasuk dalam famili Micrococcaceae. Beberapa galur membentuk pigmen kuning keemasan dan tidak larut dalam air. Sifat koagulase positif dari galur bakteri ini dapat memproduksi bermacam-macam toksin sehingga memiliki potensi patogenik yang tinggi dan dapat menyebabkan keracunan makanan. Bakteri ini bersifat anaerobik fakultatif tetapi pada keadaan anaerobik pertumbuhannya sangat lambat. Suhu optimum untuk pertumbuhan S. aureus adalah 35-37 0C dengan suhu minimum 6-7 0C dan suhu maksimal 45,5 0C. Bakteri ini sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran usus. S. aureus dapat menyebabkan intoksikasi dan infeksi, di dalam makanan yang dapat menyebabkan timbulnya gejala intoksikasi biasanya mencapai 106 sel/g makanan (Fardiaz,1981).

Pertumbuhan bakteri S. aureus pada pangan dan olahannya dapat mengancam kesehatan masyarakat karena beberapa galur S. aureus memproduksi enterotoksin yang dapat menyebabkan kasus keracunan pangan (food poisoning). Pangan yang tercemar atau mengandung S. aureus enterotoksigenik sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen karena tidak adanya mikroorganisme pesaing lainnya yang biasanya dapat menghambat pertumbuhan S. aureus dan pembentukan toksin dari S. aureus. Enterotoksin yang diproduksi S. aureus lebih tahan terhadap panas dibandingkan sel bakterinya (Slamet, 2000).


(22)

8

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

2.3 Biofilm

Biofilm merupakan sekumpulan mikroba yang hidup berkoloni dan menempel pada permukaan padat. Mikroba tersebut menghasilkan senyawa ekstraseluler, sehingga membentuk matriks eksopolimer yang luas, yang sebagian besar terdiri dari polisakarida. Penempelan bakteri ini didefinisikan sebagai sel-sel mikroorganisme yang termobilisasi pada substrat dan terperangkap di dalam polimer ekstraseluler yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut. Komunitas biofilm ini umumnya terbentuk diantara fase padat dan fase cair (Yunus, 2000).

Di alam mikroorganisme lebih banyak terdapat dalam keadaan menempel pada permukaan dari pada yang tersuspensi dalam fase cairan. Sel yang menempel pada permukaan padat ini kemudian berkembang menjadi biofilm yang stabil yang merupakan komunitas mikroorganisme. Biofilm di alam banyak berperan positif dalam kehidupan, misalnya akumulasi biofilm pada dasar sungai atau lautan berperan dalam menguraikan polutan terlarut (Brierly, 1984).

Sel biofilm bakteri memiliki karakteristik fisiologi yang khas, dimana dalam kondisi tersebut biasanya sel lebih tahan terhadap kondisi-kondisi yang tidak sesuai bagi pertumbuhannya seperti keberadaan senyawa antimikroba, suhu dan pH dibandingkan dengan sel yang hidup bebas (planktonik). Umumnya bakteri patogen oportunis di tambak udang seperti E. coli, Salmonella, Vibrio, Psedomonas dapat membentuk biofilm (Koonse et al. 2005). Hal ini lah yang menjadi perhatian khusus dalam menanggulangi penyakit pada udang.

2.4 Bacillus Sebagai Penghasil Bakteriosin

Definisi probiotik pada akuakultur adalah mikroba hidup yang memiliki efek menguntungkan pada inang dengan cara memodifikasi asosiasi inang atau ambang batas komunitas mikroba dengan meningkatkan penggunaan pakan atau nilai nutrisi, meningkatkan ketahanan inang terhadap penyakit atau meningkatkan kualitas lingkungan. Berdasarkan definisi tersebut, maka probiotik termasuk juga mikroba yang mencegah proliferasi patogen dalam saluran pencernaan, pada permukaan tubuh inang, dan pada lingkungan, mikroba yang dapat meningkatkan penggunaan pakan dengan meningkatkan daya cerna pakan, meningkatkan sistem


(23)

9

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Bakteriosin merupakan zat antimikroba yang berupa polipeptida pendek. Bakteriosin disintesis di ribosom oleh bakteri selama masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat galur-galur bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Jack et al. 1995, Kone & Fung 1992). Kriteria yang merupakan ciri-ciri bakteriosin adalah (1) memiliki spektra aktivitas yang sempit, (2) senyawa aktif merupakan polipeptida atau protein, (3) bersifat bakterisida, (4) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran, dan (5) gen determinan terdapat pada plasmid, plasmid rekombinan atau episom, kromosom atau transposon yang berperan pada produksi dan imunitas (Tagg et al. 1976).

Salah satu mikroorganisme probiotik yang telah banyak diteliti ialah bakteri dari genus Bacillus. Bacillus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, memiliki endospora, bersifat motil, dan tergolong dalam bakteri aerob atau anaerob fakultatif (Holt et al, 1994). Genus Bacillus merupakan kandidat pengendali hayati yang baik, karena dapat menghasilkan beberapa metabolit aktif seperti antibiotik, proteinase, dan bakteriosin (Torkar &Matijasic, 2003).

Beberapa peneliti telah berhasil mengisolasi dan memurnikan bakteriosin yang diproduksi oleh Bacillus sp. Diantaranya Subtilin dihasilkan oleh B. subtilis

(Klein et al. 1993), Megacin oleh B. megaterium (Tagg et al. 1976), Coagulin

oleh B. coagulans I4 (Hyronimus 1998), Cerein oleh B. cereus (Oscariz & Pisabarro 2000), dan Tochicin oleh B. thuringiensis (Paik et al. 1997). Pada tahun 1939, Rene Dubos telah mengisolasi dari New Jersey suatu kultur Bacillus brevis

yang membentuk suatu substansi yang mampu mematikan banyak bakteri Gram-positif. Ekstrak bebas sel yang diperoleh dari B. brevis ditemukan mengandung dua bahan aktif, yang sekarang dikenal dengan nama gramisidin dan tirosidin (Pelczar & Chan, 2005).

Hasil penelitian Isramilda (2007) menunjukkan bahwa bakteri Bacillus sp. Lts 40 dapat menghasilkan zat antimikroba yang memiliki persentase penghambatan 3% - 7% terhadap V. harveyi dan E. coli. Persentase penghambatan

Bacillus sp. Lts 40 terhadap V. harveyi dan E. coli masing-masing sebesar 81,8% dan 85,5%. Bacillus sp. Lts 40 menghasilkan 2 jenis bakteriosin dengan berat molekul 47,38 kDa yang lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan V. harveyi.


(24)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2014 sampai dengan Oktober bertempat di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, gelas beaker, gelas ukur, pipet serologi, karet penghisap, spatula,

cutton bud, pipet tetes, autoklaf, oven, mikroskop, erlenmeyer, sentrifus, kertas cakram, pH meter, water bath shaker, inkubator.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri patogen tambak udang E.coli, Salmonella sp., dan Staphylococcus aureus, isolat bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 koleksi Laboratorium Mikrobiologi, media MHA (Mueller-Hinton Agar), media SWC (Sea Water Complete) cair, media SWC padat, HCl 0,1N, NaOH 0,1N dan NaCl. Sedangkan alat yang digunakan yaitu lempeng Stainless steel (SS), manik-manik kaca (glass bead), akuades steril, larutan garam fisiologis.

3.3 Peremajaan Isolat Bakteri Patogen dan Bacillus

Preparasi alat dilakukan sebagai tahap awal dalam penelitian ini. Alat-alat yang diperlukan dalam penelitian ini dipersiapkan dan disterilisasi menggunakan autoklaf maupun oven. Selanjutnya, dilakukan peremajaan bakteri Bacillus cereus

DA 5.2.3 dan bakteri patogen E. coli, Salmonella sp., dan Staphylococcus aureus


(25)

11

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

3.4 Optimasi pH dan Penambahan NaCl dalam Pengendalian Sel Bakteri Patogen dengan Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3

3.4.1 Optimasi pH dan Penambahan NaCl

Pengoptimasian pH produksi senyawa antimikroba dilakukan dengan preparasi media SWC cair. Disediakan erlenmeyer sebanyak 5 buah. Ke dalam erlenmeyer dimasukkan media SWC cair sebanyak 40 ml. Ke dalam media ditetesi HCl 0,1 N dan NaOH 0,1 N untuk mendapatkan pH 5, 6, 7, 8, dan 9 yang diukur dengan pHmeter. Dari masing-masing Erlenmeyer dipipet sebanyak 9 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril, kemudian dimasukkan NaCl sebanyak 0,1 g, 0,2 g, 0,3 g, kemudian ditsreilkan. Satu tabung tidak ditambahkan NaCl sebagai kontrol. Sebanyak 1 ml suspensi bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 dengan konsentrasi 108 CFU/ml diinokulasikan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang berisi media SWC steril. Kemudian digoyang pada waterbath shaker 120 rpm pada suhu 28 oC selama 21 jam. Kultur Bacillus cereus DA 5.2.3 dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama 15 menit. Selanjutnya dilakukan penyaringan senyawa antimikroba dengan kertas saring 0,22 µm sehingga diperoleh senyawa antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3. Kertas cakram ditetesi masing-masing dengan senyawa antimikroba sebanyak 30µ L, kemudian kertas cakram diletakkan pada media MHA pada masing-masing cawan petri yang telah diinokulasi kultur bakteri patogen E.coli, Salmonella sp., Staphylococcus aureus dengan kepadatan 108 CFU/ml. Pengamatan aktivitas senyawa antimikroba dilakukan setelah diinkubasi pada suhu 28oC selama 24 jam dengan menghitung diameter zona hambat yang terbentuk.

3.5 Pembentukan Sel Biofilm

Lempeng Stainless Stell (SS) dipotong seluas 1 cm2, dicuci dengan deterjen Rinso pada bak sonikator kemudian dibilas dengan akuades lalu disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit, tekanan 1 atm, suhu 121 ºC. Lempeng ini digunakan untuk bahan pelekatan biofilm. Masing-masing isolat bakteri patogen ditumbuhkan pada 100 ml media SWC cair dengan konsentrasi sel 106 CFU/ml pada pH 7, dalam labu erlenmeyer 500 ml kemudian digoyang pada kecepatan 120 rpm (water bath shaker) pada suhu ruang ± 28 ºC selama 24 jam. Ke enam


(26)

12

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

lempeng SS dimasukkan ke masing-masing media pengkulturan tersebut. Pembentukan biofilm dilihat pada hari ke 1 dan 3 hari

3.6 Pengendalian Sel Biofilm Patogen dengan Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3

3.6.1 Produksi Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3

Kultur Bacillus cereus DA 5.2.3 murni berumur 24 jam diinokulasikan ke dalam 100 ml media SWC cair dengan kondisi pH dan penambahan NaCl yang optimum dari perlakuan sebelumnya dan diinkubasi di atas water bath shaker dengan kecepatan 120 rpm. Pengambilan sampel dilakukan setelah 21 jam (dengan mengambil 10 ml kultur kemudian dimasukkan ke tabung sentrifus). Suspensi bakteri tersebut disentrifus dengan kecepatan 10000 rpm dengan suhu 4 oC selama 15 menit. Supernatan bebas sel yang diduga mengandung senyawa antimikroba diambil untuk perlakuan selanjutnya.

3.6.2 Uji Aktivitas Senyawa Antimikroba Terhadap Biofilm Bakteri Patogen

Supernatan bebas sel dari media produksi diambil, kemudian dilakukan uji terhadap biofilm bakteri patogen. Sebanyak 5 ml supernatan bebas sel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 ml steril. Sebanyak 2 buah lempeng SS

bakteri uji dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan dibiarkan selama 1 jam sambil digoyang diatas water bath shaker. Lempeng diangkat kemudian dibilas dengan akuades steril sebanyak 3 kali. Dimasukkan ke dalam 9 ml larutan garam fisiologis yang ditambah dengan 0,5 gram manik-manik kaca (glass bead) kemudian dihomogenkan dengan vortek selama 2 menit untuk melepas biofilm. Diambil 1 ml suspensi biofilm kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan garam fisiologis steril untuk pengenceran berseri. Sebanyak 1 ml kultur disebar pada media PCA kemudian dilakukan penghitungan.


(27)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Optimasi pH dan Penambahan NaCl pada Media Produksi terhadap Aktivitas Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3

4.1.1 Daya Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Terhadap Bakteri Patogen Salmonellasp.

Hasil uji aktivitas senyawa antimikroba yang diproduksi dengan rentang pH 5, 6, 7, 8, 9 dan penambahan NaCl dengan konsentrasi 0, 1, 2, dan 3% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella sp. Diameter zona bening terbesar terdapat pada pH 5 dan konsentrasi NaCl 2% yaitu sebesar 8,4 mm pada inkubasi 24 jam dan 7,8 mm pada inkubasi 48 jam (Tabel 1). Hal ini mungkin karena sel bakteri Salmonella sp. mengalami kerusakan dinding sel karena adanya senyawa antimikroba. Menurut D’Aoust & Maurer (2007), senyawa antimikroba dapat masuk ke dalam lapisan fosfolipid membran sel Salmonella sp. dan akan menyebabkan terjadinya lisis sel dan denaturasi protein dinding sel yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler.

Tabel 1. Rata-Rata Besar Zona Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Terhadap Salmonellasp. Pada Media MHA Pada Suhu 28 0C dan Waktu Inkubasi 24 dan 48 Jam

Bakteri Patogen Ph Waktu

Inkubasi (Jam)

Diameter Zona Hambat (mm) Penambahan NaCl Kontrol

(0%)

1% 2% 3%

Salmonella sp.

5 24 7,9 8,05 8,4 7,85

48 7,55 7,8 7,8 7,85

6 24 8 8,05 7,7 7,75

48 8 7,02 7,55 6,95

7 24 7 7,4 7,6 7,7

48 6,95 7,1 7,5 7,3

8 24 8,05 8,15 7,8 6,85

48 8 8 7,55 6,55

9 24 7,35 7,55 7,9 7,55


(28)

14

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

4.1.2 Daya Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Terhadap Bakteri Patogen Oportunistic E. coli

Hasil uji aktivitas senyawa antimikroba yang diproduksi dengan rentang pH 5, 6, 7, 8, 9 dan penambahan NaCl dengan konsentrasi 0, 1, 2, dan 3% dapat menghambat pertumbuhan bakteri E. coli. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening. Diameter zona bening terbesar terdapat pada pH 5 dan konsentrasi NaCl 2% didapatkan sebesar 8,65 mm pada inkubasi 24 jam dan sebesar 8 mm pada inkubasi 48 jam (Tabel 2). Hal ini mungkin karena aktivitas sel bakteri E.coli terganggu oleh adanya senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba dapat merusak komponen-komponen dinding sel bakteri seperti peptidoglikan, lipopolisakarida, dan lipoprotein. Menurut Kanduri (2002), terjadinya akumulasi senyawa antimikroba dapat mengikat daerah hidrofobik membran membran protein, dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.

Tabel 2. Rata-Rata Besar Zona Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Terhadap Bakteri Patogen E. coli Pada Media MHA Dengan Suhu 28 0C dan Waktu Inkubasi 24 dan 48 Jam

Bakteri Patogen pH Waktu

Inkubasi (Jam)

Diameter Zona Hambat (mm) Penambahan NaCl Kontrol

(0%)

1% 2% 3%

E. coli

5 24 7,8 7 8,65 7,75

48 7,7 7,65 8 7,65

6 24 8 8,6 7,95 7,85

48 7,95 7,9 7,45 7,7

7 24 7,55 8,1 8,25 7,65

48 7,05 8 8,1 7,6

8 24 7 7,15 7,35 7,35

48 6,75 7,05 7,05 7,2

9 24 6,85 7,1 7,25 8,05

48 6,3 7,05 7,05 8

4.1.3 Daya Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Terhadap Bakteri Patogen Staphylococcus aureus.

Hasil uji aktivitas senyawa antimikroba yang diproduksi dengan rentang pH 5, 6, 7, 8, 9 dan penambahan NaCl dengan konsentrasi 0, 1, 2, dan 3% dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening. Diameter zona bening terbesar terdapat pada pH 5 dan konsentrasi NaCl 2% didapatkan sebesar 9,1 mm pada inkubasi 24 jam


(29)

15

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

diujikan, zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus merupakan zona hambat terbesar. Hal ini mungkin disebabkan karena bakteri Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus merupakan sama-sama bakteri Gram positif. Menurut Jack et al. (1995), senyawa antimikroba ataupun bakteriosin pada umumnya menghambat bakteri yang berkerabat dekat dengan bakteri penghasil senyawa antimikroba tersebut.

Tabel 3. Rata-Rata Besar Zona Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Terhadap Staphylococcus aureus Pada Media MHA Pada Suhu 280C dan Waktu Inkubasi 24 dan 48 Jam

Bakteri Patogen pH Waktu

Inkubasi (Jam)

Diameter Zona Hambat (mm) Penambahan NaCl Kontrol

(0%)

1% 2% 3%

Staphylococcus aureus

5 24 7,95 7,9 9,1 9

48 7,85 7,85 9,05 8,7

6 24 8,4 8,1 8,2 7,5

48 8,1 7,75 7,75 7,05

7 24 8,05 8,45 8,85 8,65

48 8 8,15 8,65 8,05

8 24 7,6 7,45 7,5 7,95

48 7,35 7 7,3 7,7

9 24 8,45 7,85 7,7 8,15

48 8,2 7,7 7,6 8,05

Data pada Tabel 1, 2 dan 3 dapat dilihat bahwa rentangan pH dan penambahan NaCl merupakan salah satu faktor pertumbuhan bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 dalam memproduksi senyawa antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Salmonella sp., E.coli, dan Staphylococcus aureus. Jika dibandingkan dari keseluruhan data, pH 5 dan penambahan NaCl 2 % merupakan kondisi yang optimum bagi bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 dalam memproduksi senyawa antimikroba. Menurut Naufalin et al (2007), senyawa antimikroba akan lebih aktif pada pH rendah karena diduga terjadi sinergi antara komponen antimikroba dengan komponen pengatur keasaman. Jika pH rendah maka proton yang terdapat dalam jumlah tinggi dalam medium akan masuk ke dalam sitoplasma sel sehingga terjadi penurunan pH sitoplasma. Penurunan pH sitoplasma menyebabkan sel akan bekerja untuk mengembalikan pH internal sel menjadi normal. Aktivitas ini akan membutuhkan energi dalam jumlah yang tinggi untuk melakukan metabolisme. Metabolisme yang tinggi akan


(30)

16

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

menghasilkan senyawa antmikroba. Okanlawon (2010), melaporkan bahwa

Bacillus cereus mampu tumbuh dan bertahan hidup pada kisaran pH 3-10. Bakteri ini dilaporkan dapat tumbuh pada media dengan kondisi pemberian NaCl 1-9 %. Penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi NaCl menyebabkan pertumbuhan bakteri menurun.

Senyawa antimikroba merupakan salah satu faktor penting sebagai agensia pengendali hayati. Secara umum kondisi optimum produksi bakteriosin dipengaruhi oleh fase pertumbuhan, pH media, suhu inkubasi, jenis sumber karbon, jenis sumber nitrogen, dan konsentrasi NaCl (Kim & Ahn, 2000).

Diameter zona hambat inkubasi 48 jam mengalami penurunan bila dibandingkan dengan diameter zona hambat inkubasi 24 jam. Hal ini mungkin pada inkubasi 48 jam bakteri patogen tumbuh kembali di sekitar zona bening sehingga menyebabkan penurunan besar diameter zona hambat, selain itu mungkin disebabkan karena penurunan kemampuan senyawa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen. Menurut Rachmaniar (1997), faktor yang mempengaruhi besar kecilnya zona hambat zat antimikroba antara lain akivitas zat antimikroba, resistensi bakteri uji terhadap substansi zat antimikroba, kadar substansi aktif serta jumlah inokulum bakteri dan kepadatan bakteri uji.

Zona hambat yang terbentuk memperlihatkan zona hambat yang kabur dan yang bening. Zona hambat yang kabur diduga merupakan senyawa antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan sel bakteri patogen. Sementara itu zona hambat yang tegas merupakan senyawa antimikroba yang bersifat bakterisidal, dimana senyawa tersebut dapat membunuh sel bakteri patogen seperti yang terlihat pada gambar 1 dibawah ini.

Gambar 1. Zona Hambat Senyawa Antimikroba Bacillus cereus DA 5.2.3 Pada pH 5 dan NaCl 2% Terhadap (a) Staphylococcus aureus; (b) Salmonella sp.; (c) E.coli

c

b


(31)

17

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

4.2Pengendalian Sel Biofilm Bakteri Patogen dengan Senyawa Antimikroba

Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh Bacillus cereus DA 5.2.3 mampu menghambat pertumbuhan sel biofilm pada Salmonella sp., E.coli, dan

Staphylococcus aureus. Pada masa inkubasi 1 hari terjadi penurunan jumlah sel sebesar 3 log CFU/lempeng pada ketiga bakteri patogen tersebut, sedangkan pada masa inkubasi 3 hari terjadi penurunan sel sebesar 2 log CFU/lempeng sel biofilm pada Salmonella sp., dan E.coli dan sebesar 3 log CFU/lempeng pada sel biofilm Staphylococcus aureus. (Tabel 4)

Tabel 4. Jumlah Sel Biofilm Bakteri Uji Sebelum dan Setelah Kontak Dengan Senyawa Antimikroba Bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3

Umur Biofilm

(hari)

Bakteri Indikator

Jumlah Sel Biofilm Awal ( x ) (CFU/ml/lempeng)

Jumlah Sel Biofilm Setelah

Perlakuan ( x ) (CFU/lempeng)

Indeks Penghambatan

(%)

1

Salmonella sp. 7,5 x 108 3,2 x 105 99,95

Escherchia coli 4,6 x 107 8 x 104 99,82

Staphylococcus aureus

8,4 x 107 5 x 104 99,94

3

Salmonella sp. 1,44 x 1010 5,4 x 108 96,25

Escherchia coli 1,41 x 1012 6,5 x 1010 95,39

Staphylococcus aureus

1,77 x 1011 3,6 x 108 99,79

Dari Tabel di atas, terlihat adanya penurunan jumlah sel biofilm pada bakteri patogen setelah dilakukan kontak dengan senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh Bacillus cereus DA 5.2.3 pada inkubasi 1 hari maupun 3 hari. Penurunan jumlah sel biofilm tersebut mungkin disebabkan rusaknya dinding sel biofilm yang mengandung polisakarida yang menyebabkan pengurangan sperlekatan pada permukaan padat. Namun tidak seluruhnya sel biofilm dapat dibunuh oleh senyawa antimikroba tersebut. Hal ini mungkin terjadi karena adanya ketahanan biofilm terhadap senyawa antimikroba yang diberikan.

Menurut Dewanti (1997), polisakarida ekstraseluler (PE) yang dihasilkan oleh bakteri yang membentuk biofilm berperan dalam meningkatkan ketahanan bakteri biofilm terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dimana lapisan PE diasumsikan sebagai pelindung sel.

Menurut Yunus (2000), laju pertumbuhan dan umur koloni sel biofilm merupakan faktor yang menyebabkan berbedanya ketahanan sel biofilm terhadap


(32)

18

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

senyawa kimia. Sel biofilm mensintesis matriks polimer terhidrasi yang disintesisnya untuk membentuk biofilm dan terakumulasi di dalamnya. Apabila kondisi ini terbentuk, maka sel sangat sukar untuk dilepaskan oleh senyawa antimikroba.


(33)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa senyawa antimikroba dari bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 yang diproduksi pada kondisi pH 5 dan penambahan NaCl 2 % mampu menghambat ketiga bakteri patogen oportunistik yang diujikan, yakni Salmonella sp., Staphylococcus aureus, dan E. coli. Penghambatan senyawa antimikroba terhadap petumbuhan sel biofilm umur 1 hari sebesar hampir 100 % terhadap ketiga bakteri patogen oportunistik yang diujikan. Pada sel biofilm yang berumur 3 hari terjadi penghambatan sebesar 96 % terhadap Salmonella sp., 95 % terhadap E.coli, dan sebesar hampir 100 % terhadap Staphylococcus aureus.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dinilai perlu melakukan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa antimikroba Bacillus cereus A 5.2.3 dalam hal pemurnian, pengkarakterisasian, serta perlu dilakukan uji penghambatan pada bakteri patogen yang berbeda. Perlu diperhatikan pula hal-hal teknis dalam pengerjaan produksi senyawa antimikroba ini.


(34)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

DAFTAR PUSTAKA

Bintarti, A. 2008. Karakteristik Antimikroba-Polipeptida dari Isolat Bacillus sp. LTW 54 Asal Tambak Udang. Skripsi. FMIPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Bishop, LM. 2007. The Role of Biofilm in Water Reclamation and Reuse. J Water Sci Technol. 55(1-2): 19-26.

Brierly, C.L. 1982. Microbial Mining. Sci. Am. 247: 44

Callow, JA dan Callow, ME. 2008. Biofilms. School of Biosciences. Birmingham: The University of Birmingham. hlm: 30.

Characklis, W.G, Marshall K.C. 1990. Biofilms. New York: John Willey & Sons. hlm: 47.

D’Aoust, J. and Maurer, J. 2007. Salmonella species. In Doyle, M. P. and Beuchat, L. R. (Eds). Food microbiology: Fundamentals and frontiers, p. 187-219. Washington, D. C: ASM Press.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005. Tabel Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Komoditi, Berat, dan Nilai Tahun 2002-2004.

http://www.dkp.go.id/content.php?c=2068. [21 September 2007].

Dewanti & Hariadi, R. 1997. Pembentukan Biofilm pada Permukaan Rapat. J Teknol Ind Pangan. 8 (1): 1-7.

Djazuli, V. 2002. Penanganan dan Pengolahan Produk Perikanan Budidaya dalam Menghadapi Pasar Global: Peluang dan Tantangan. Bogor: Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Hlm: 52

Donlan, RM. 2002. Biofilms: Microbial Life on Surfaces. Emerging Infectious Diseases. 8(9): 881-890.

Fardiaz S, S. Betty, dan L. Jenie. 1981. Masalah keamanan pangan dalam hubungannya dengan mikrobilogi veterineri. Kumpulan makalah Kongres Nasional Mikrobiologi ke III. Jakarta, 26-28 November 1981: 307-310. Harish, R. Nisha, KS, dan Hatha, AAM. 2003. Prevelence of Opportunistic

Pathogens in Paddy cum Shrimp Farms Adjoining Vambanadu Lake, Kerala, India. J Asian Fisheries Sci. 16: 185-194.


(35)

21

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Hatha, AA. Maqbool TK. dan Kumar, SS. 2003. Microbial quality of shrimp product of export trade produced from aquacultures. J Food Microbial.82: 2113-2122

Holt JG, Kreig NR, Sneath HA, Staley JT, William ST. 1986. Bergey’s Manual of

Determinative Bacteriology. Ed ke-9. Baltimore: A Waverly Company. hlm: 77.

Hyronimous B, Le Marrec C, Urdaci MC. 1998. Coagulin, a bacteriocin-like inhibitory substance produced by Bacillus coagulan 14. J APP Microbiol.

85: 42-50.

Inglis TJ. 1996. Microbiology and Infection a Clinically-Orientated Core Text with Self-Asserments. New York: Churchill Livingstone. hlm: 154.

Isramilda. 2007. Karakterisasi Zat Antimikrob Penghambat Pertumbuhan Vibrio harveyi dan Escherichia coli dari Bacillus sp. Asal Tambak Udang. Tesis. FMIPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Jack RW, Tagg JR, Ray B. 1995. Bacteriocin of Gram Positive Bacteria. J Microbiol Rev 59: 171-200.

Jamilah, I dan Priyani, N. 2012. Efektifitas Bacillus sp. Penghasil Senyawa Antimikroba dalam Membunuh Sel Biofilm Patogen Opurtunis pada Budidaya Udang. Laporan Akhir Penelitian Desentralisasi Skim Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara.

Kanduri L, Eckhardt RA. 2002. Food Safety in Shrimp Processing. New York: Fishing New Books.

Kim CHGE Ji dan C Ahn. 2000. Purification and Moleculer Characterization of a Bacteriocin from Pediococcus sp KCA 1202-10 Isolated from fermented Flatfish. J Food Sci Biotechnol. 9 : 270-276.

Klein C, Kaletta C, Entian KD. 2003. Biosynthesis of the lantibiotic subtilin is regulated by a histidin kinase/response regulator system. J Appl Environ Microbiol. 59: 296-303.

Kone K & Fung YC. 1992. Undertanding Bacterions and their usus in food. J Food Environ Sanit. 12: 282-285.

Koonse B, Burkhadt W3rd, Hoskin GP. 2005. Salmonella in the sanitary quality of aquaculture shrimp. J Food Prot. 68: 2527-2532.

Lens, P. Morgan AP. Moran. Mahony, T. Stoodley, P. & O’flaherty, V. 2003.

Biofilms in Medicine, Industry and Environtmental Biotechnology; Characteristic, Analysis and Control. London: IWA Publishing. hlm: 11-12.


(36)

22

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Lestari, D. 2007. Isolasi dan Seleksi Bacillus sp. untuk biokontrol pada tambak udang. Skripsi. FMIPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Muliani, A. suwanto dan Lala, H. 2003. Isolasi dn Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi Untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis pada Udang Windu (Panaeus monodon Fab). Hayati. J Biosains. 6 (12)

Naufailn, R. Betti, S.L.J. Feri, K. Minarwati.Herastuti, S.R. 2007. Pengaruh pH, NaCl dan Pemanasan Terhadap Stabilitas Antibakteri Bunga Kecambang dan Aplikasinya Pada Daging Sapi Giling. J Teknol Ind Pangan. 17 (3)

Okanlawon, B.M. S.T. Ogonbanwo, A.O. Okunlola. 2010. Growth Of Bacillus cereus Isolated From Some Traditional Condiments Under Different Regimens. J Biotechnol. 8(14)

Oscariz JC, Pisabarro AG. 2000. Characterization and Mechanism of Action of Cerein 7, a Bacteriocin Produced by Bacillus cereus Bc 7. J Appl Microbial 89: 361-369.

Paik HD, Bae SS, Park SH, Pan JG. 1997. Identification and Partial Characterization of Tochicin a Bacterion Produced by Bacillus thuringiensis subsp. Tochingiensis. J Indust Microbial Biotechnol 19: 294-298.

Pelczar & Chan, ECS. 1993. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press. Hal: 513.

Putro. 2004. Indonesian Shrimp Industry Outlook-2004 and Beyond. Global Shrimp Outlook Conference, Los Cabos, Mexico. hlm: 56-57.

Rachmaniar, R. 1997. Potensi Spons Asala Kepulauan Spermonde Sebagai Anti Mikroba. Seminar Perikanan Indonesia II. Ujung Pandang 2-3 Desembe 1997.

Rukyani, A. 2000. Masalah penyakit udang dan harapan solusinya. Makalah. Sarasehan AkuakulturNasional 2000. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 7. Slamet. 2000. Cemaran Mikrobiologis Udang Tambak Segar di Jawa Barat.

[Skripsi]. Bogor: IPB. Hlm. 24-35.

Silitonga YW, It J, Dwi S. 2012. Pengenalian Sel Biofilm Bakteri Patogen Oportunistik Dengan Panas dan Klorin. J Saintia Biologi. 1:4.

Tagg JR, Dajani AS, Wannamaker LW. 1976. Bacteriocins of Gram Positive Bacteria. JBacteriol Rev 40: 722-756.


(37)

23

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Torkar KG, Matijasic & Matijusic. 2003. Partial Characterization of Bacteriocins Produced by Bacillus cereus Isolates from Milk and Milk Product. J Food Technol Biotechnol 41: 121-129.

Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic Bacteria as Control Agent in Aquaculture. J Mol Biol Biotechnol 64(4): 655-671. Yunus, L. 2000. Pembentukan Biofilm Oleh Salmonella blockey Pada Permukaan

Stainless Steel Serta Pengaruh Sanitasi Terhadap Pembentukan Kembali Biofilm Baru. [Skripsi]. Bogor: IPB. hlm. 12-15.


(38)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

LAMPIRAN: BAGAN KERJA PEREMAJAAN BAKTERI

PATOGEN (E.coli, Staphylococcus, Salmonella)

PEREMAJAAN BAKTERI Bacillus

cereus DA 5.2.3

OPTIMASI pH dan PENAMBAHAN

NaCl

PENGENDALIAN BIOFILM BAKTERI PATOGEN PADA PERMUKAAN

STAINLESS STEEL PRODUKSI SENYAWA ANTIMIKROBA EKSTRAK

KASAR PEMBENTUKAN


(1)

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa senyawa antimikroba dari bakteri Bacillus cereus DA 5.2.3 yang diproduksi pada kondisi pH 5 dan penambahan NaCl 2 % mampu menghambat ketiga bakteri patogen oportunistik yang diujikan, yakni Salmonella sp., Staphylococcus aureus, dan E. coli. Penghambatan senyawa antimikroba terhadap petumbuhan sel biofilm umur 1 hari sebesar hampir 100 % terhadap ketiga bakteri patogen oportunistik yang diujikan. Pada sel biofilm yang berumur 3 hari terjadi penghambatan sebesar 96 % terhadap Salmonella sp., 95 % terhadap E.coli, dan sebesar hampir 100 % terhadap Staphylococcus aureus.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dinilai perlu melakukan penelitian lebih lanjut terhadap senyawa antimikroba Bacillus cereus A 5.2.3 dalam hal pemurnian, pengkarakterisasian, serta perlu dilakukan uji penghambatan pada bakteri patogen yang berbeda. Perlu diperhatikan pula hal-hal teknis dalam pengerjaan produksi senyawa antimikroba ini.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Bintarti, A. 2008. Karakteristik Antimikroba-Polipeptida dari Isolat Bacillus sp. LTW 54 Asal Tambak Udang. Skripsi. FMIPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Bishop, LM. 2007. The Role of Biofilm in Water Reclamation and Reuse. J Water Sci Technol. 55(1-2): 19-26.

Brierly, C.L. 1982. Microbial Mining. Sci. Am. 247: 44

Callow, JA dan Callow, ME. 2008. Biofilms. School of Biosciences. Birmingham: The University of Birmingham. hlm: 30.

Characklis, W.G, Marshall K.C. 1990. Biofilms. New York: John Willey & Sons. hlm: 47.

D’Aoust, J. and Maurer, J. 2007. Salmonella species. In Doyle, M. P. and Beuchat, L. R. (Eds). Food microbiology: Fundamentals and frontiers, p. 187-219. Washington, D. C: ASM Press.

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005. Tabel Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Komoditi, Berat, dan Nilai Tahun 2002-2004.

http://www.dkp.go.id/content.php?c=2068. [21 September 2007].

Dewanti & Hariadi, R. 1997. Pembentukan Biofilm pada Permukaan Rapat. J Teknol Ind Pangan. 8 (1): 1-7.

Djazuli, V. 2002. Penanganan dan Pengolahan Produk Perikanan Budidaya dalam Menghadapi Pasar Global: Peluang dan Tantangan. Bogor: Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Hlm: 52

Donlan, RM. 2002. Biofilms: Microbial Life on Surfaces. Emerging Infectious Diseases. 8(9): 881-890.

Fardiaz S, S. Betty, dan L. Jenie. 1981. Masalah keamanan pangan dalam hubungannya dengan mikrobilogi veterineri. Kumpulan makalah Kongres Nasional Mikrobiologi ke III. Jakarta, 26-28 November 1981: 307-310. Harish, R. Nisha, KS, dan Hatha, AAM. 2003. Prevelence of Opportunistic

Pathogens in Paddy cum Shrimp Farms Adjoining Vambanadu Lake, Kerala, India. J Asian Fisheries Sci. 16: 185-194.


(3)

21

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Hatha, AA. Maqbool TK. dan Kumar, SS. 2003. Microbial quality of shrimp product of export trade produced from aquacultures. J Food Microbial.82: 2113-2122

Holt JG, Kreig NR, Sneath HA, Staley JT, William ST. 1986. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ed ke-9. Baltimore: A Waverly Company. hlm: 77.

Hyronimous B, Le Marrec C, Urdaci MC. 1998. Coagulin, a bacteriocin-like inhibitory substance produced by Bacillus coagulan 14. J APP Microbiol.

85: 42-50.

Inglis TJ. 1996. Microbiology and Infection a Clinically-Orientated Core Text with Self-Asserments. New York: Churchill Livingstone. hlm: 154.

Isramilda. 2007. Karakterisasi Zat Antimikrob Penghambat Pertumbuhan Vibrio harveyi dan Escherichia coli dari Bacillus sp. Asal Tambak Udang. Tesis. FMIPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Jack RW, Tagg JR, Ray B. 1995. Bacteriocin of Gram Positive Bacteria. J Microbiol Rev 59: 171-200.

Jamilah, I dan Priyani, N. 2012. Efektifitas Bacillus sp. Penghasil Senyawa Antimikroba dalam Membunuh Sel Biofilm Patogen Opurtunis pada Budidaya Udang. Laporan Akhir Penelitian Desentralisasi Skim Hibah Bersaing. Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara.

Kanduri L, Eckhardt RA. 2002. Food Safety in Shrimp Processing. New York: Fishing New Books.

Kim CHGE Ji dan C Ahn. 2000. Purification and Moleculer Characterization of a Bacteriocin from Pediococcus sp KCA 1202-10 Isolated from fermented Flatfish. J Food Sci Biotechnol. 9 : 270-276.

Klein C, Kaletta C, Entian KD. 2003. Biosynthesis of the lantibiotic subtilin is regulated by a histidin kinase/response regulator system. J Appl Environ Microbiol. 59: 296-303.

Kone K & Fung YC. 1992. Undertanding Bacterions and their usus in food. J Food Environ Sanit. 12: 282-285.

Koonse B, Burkhadt W3rd, Hoskin GP. 2005. Salmonella in the sanitary quality of aquaculture shrimp. J Food Prot. 68: 2527-2532.

Lens, P. Morgan AP. Moran. Mahony, T. Stoodley, P. & O’flaherty, V. 2003. Biofilms in Medicine, Industry and Environtmental Biotechnology;


(4)

Lestari, D. 2007. Isolasi dan Seleksi Bacillus sp. untuk biokontrol pada tambak udang. Skripsi. FMIPA. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Muliani, A. suwanto dan Lala, H. 2003. Isolasi dn Karakterisasi Bakteri Asal Laut Sulawesi Untuk Biokontrol Penyakit Vibriosis pada Udang Windu (Panaeus monodon Fab). Hayati. J Biosains. 6 (12)

Naufailn, R. Betti, S.L.J. Feri, K. Minarwati.Herastuti, S.R. 2007. Pengaruh pH, NaCl dan Pemanasan Terhadap Stabilitas Antibakteri Bunga Kecambang dan Aplikasinya Pada Daging Sapi Giling. J Teknol Ind Pangan. 17 (3)

Okanlawon, B.M. S.T. Ogonbanwo, A.O. Okunlola. 2010. Growth Of Bacillus cereus Isolated From Some Traditional Condiments Under Different Regimens. J Biotechnol. 8(14)

Oscariz JC, Pisabarro AG. 2000. Characterization and Mechanism of Action of Cerein 7, a Bacteriocin Produced by Bacillus cereus Bc 7. J Appl Microbial 89: 361-369.

Paik HD, Bae SS, Park SH, Pan JG. 1997. Identification and Partial Characterization of Tochicin a Bacterion Produced by Bacillus thuringiensis subsp. Tochingiensis. J Indust Microbial Biotechnol 19: 294-298.

Pelczar & Chan, ECS. 1993. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI Press. Hal: 513.

Putro. 2004. Indonesian Shrimp Industry Outlook-2004 and Beyond. Global Shrimp Outlook Conference, Los Cabos, Mexico. hlm: 56-57.

Rachmaniar, R. 1997. Potensi Spons Asala Kepulauan Spermonde Sebagai Anti Mikroba. Seminar Perikanan Indonesia II. Ujung Pandang 2-3 Desembe 1997.

Rukyani, A. 2000. Masalah penyakit udang dan harapan solusinya. Makalah. Sarasehan AkuakulturNasional 2000. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 7. Slamet. 2000. Cemaran Mikrobiologis Udang Tambak Segar di Jawa Barat.

[Skripsi]. Bogor: IPB. Hlm. 24-35.

Silitonga YW, It J, Dwi S. 2012. Pengenalian Sel Biofilm Bakteri Patogen Oportunistik Dengan Panas dan Klorin. J Saintia Biologi. 1:4.

Tagg JR, Dajani AS, Wannamaker LW. 1976. Bacteriocins of Gram Positive Bacteria. JBacteriol Rev 40: 722-756.


(5)

23

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU

Torkar KG, Matijasic & Matijusic. 2003. Partial Characterization of Bacteriocins Produced by Bacillus cereus Isolates from Milk and Milk Product. J Food Technol Biotechnol 41: 121-129.

Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic Bacteria as Control Agent in Aquaculture. J Mol Biol Biotechnol 64(4): 655-671. Yunus, L. 2000. Pembentukan Biofilm Oleh Salmonella blockey Pada Permukaan

Stainless Steel Serta Pengaruh Sanitasi Terhadap Pembentukan Kembali Biofilm Baru. [Skripsi]. Bogor: IPB. hlm. 12-15.


(6)

LAMPIRAN: BAGAN KERJA PEREMAJAAN BAKTERI

PATOGEN (E.coli, Staphylococcus, Salmonella)

PEREMAJAAN BAKTERI Bacillus

cereus DA 5.2.3

OPTIMASI pH dan PENAMBAHAN

NaCl

PENGENDALIAN BIOFILM BAKTERI PATOGEN PADA PERMUKAAN

STAINLESS STEEL PRODUKSI SENYAWA ANTIMIKROBA EKSTRAK

KASAR PEMBENTUKAN