Tata Cara Penerjemahan

2.2 Tata Cara Penerjemahan

Di dalam ilmu penerjemahan dikenal ada beberapa cara yang dapat dipakai oleh penerjemah untuk untuk mendapatkan hasil penerjemahan yang baik dan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam proses penerjemahan. Ada beberapa istilah yang berkaitan dengan tata cara menerjemahkan, yaitu metode penerjemahan, prosedur penerjemahan, strategi penerjemahan, dan teknik penerjemahan. Beberapa ahli penerjemahan berbeda pendapat mengenai penggunaan ketiga istilah ini, sehingga kadangkalan terjadi tumpang tindih dan kerancuan antara satu dengan yang lain.

2.2.1 Metode Penerjemahan

Menurut Newmark (1988: 81), metode penerjemahan adalah cara menerjemahkan yang berlaku pada keseluruhan teks. Metode penerjemahan ini dapat dibedakan menjadi:

1. Penerjemahan kata-per-kata (word-for-word translation) Penerjemahan kata-per-kata adalah suatu metode penerjemahan di mana urut-urutan kata dipertahankan dan setiap kata diterjemahkan sendiri- sendiri dengan arti yang paling umum tanpa memperhatikan konteks.

2. Penerjemahan harfiah (literal translation) Dalam penerjemahan harfiah struktur tata bahasa sumber diubah menjadi sedekat mungkin dengan struktur tata bahasa sasaran, namun kata-kata penyusunnya masih diterjemahkan satu per satu tanpa memperhatikan konteks.

3. Penerjemahan setia (faithful translation)

Metode penerjemahan setia berupaya menghasilkan makna kontekstual setepat mungkin dengan aslinya dengan menggunakan struktur tata bahasa sasaran.

4. Penerjemahan semantik (semantic translation) Metode ini hampir sama dengan penerjemahan setia, hanya saja dalam penerjemahan semantik nilai estetik dari Bsu dipertimbangkan secara lebih mendalam.

5. Adaptasi (adaptation) Adaptasi merupakan metode penerjemahan yang paling bebas, biasanya diterapkan pada naskah drama (komedi) atau puisi. Tema, tokoh, dan jalan cerita biasanya dipertahankan, budaya sumber diubah ke dalam budaya sasaran dan teks asli ditulis ulang.

6. Penerjemahan bebas (free translation) Metode

penerjemahan

bebas mengasilkan

terjemahan yang

menghilangkan gaya, bentuk maupun isi teks sumber.

7. Penerjemahan idiomatis (idiomatic translation) Pada penerjemahan idiomatis ada kecenderungan distorsi makna dari teks sumber ke dalam teks sasaran karena digunakannya bentuk-bentuk kolokial dan idiom yang tidak dimiliki BSu.

8. Penerjemahan komunikatif (communicative translation) Metode ini bertujuan untuk menghasilkan makna kontekstual setepat mungkin dari teks sumber, sehingga baik isi maupun bahasanya dapat terima dan dipahami oleh pembaca.

Metode penerjemahan ini biasanya sudah ditentukan sebelum penerjemah mulai melakukan proses penerjemahan.

2.2.2 Prosedur Penerjemahan Berbeda dengan metode penerjemahan, ruang lingkup prosedur penerjemahan hanya terbatas pada kalimat dan unsur-unsur di bawahnya (Newmark, 1995: 81). Prosedur penerjemahan ini meliputi:

1. Transferensi (transference), yaitu proses pengalihan suatu kata BSu ke dalam teks sasaran. Transliterasi juga termasuk dalam kelompok ini.

2. Naturalisasi, yaitu penyesuaian kata BSu dengan lafal BSa kemudian disusul dengan penyesuaian morfologinya.

3. Padanan budaya (cultural equivalent), yaitu mengganti kata yang bernuansa budaya dari BSu ke BSa, meskipun hasilnya tidak akurat.

4. Padanan fungsional (functional equivalent), yaitu penggunaan kata yang tidak terkait budaya

5. Padanan deskriptif (descriptive equivalent), yaitu prosedur di mana makna istilah yang terikat budaya BSu diterangkan dengan beberapa kata

6. Analisis komponensial (componential analysis), yaitu membandingkan kata BSu dengan kata BSa yang maknanya sama namun bukan merupakan padanan yang tepat, dengan cara menunjukkan persamaan dan perbedaan unsur masing-masing

7. Sinonimi, yaitu penggunaan kata yang sedekat mungkin dengan padanannya pada BSa.

8. Penerjemahan menyeluruh (through-translation), yaitu penerjemahan harfiah untuk kolokasi, nama-nama organisasi, kata majemuk. Istilah lainnya adalah calque atau loan translation.

9. Transposisi atau shift, yaitu prosedur yang melibatkan perubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa, misalnya dari jamak menjadi tunggal.

10. Modulasi, yaitu penyesuaian dengan aturan yang berlaku pada bahasa sasaran dalam pengalihan pesan karena adanya perbedaan sudut pandang antara BSu dengan BSa.

11. Penerjemahan baku (recognized translation), yaitu penggunaan istilah- istilah kelembagaan yang sudah resmi (baku) atau diterima secara umum

12. Kompensasi, yaitu apabila hilangnya makna pada suatu bagian diganti pada bagian lain

13. Parafrase, yaitu perosedur menerangkan makna istilah yang berkaitan dengan budaya namun dengan cara yang lebih rinci daripada padanan deskriptif

14. Couplet, yaitu penggunaan dua prosedur penerjemahan yang berbeda

15. Catatan (notes), yaitu pemberian keterangan tambahan pada hasil terjemahan (Newmark 1995: 82-86). Zuchridin dan Sugeng juga beranggapan bahwa prosedur penerjemahan

juga berlaku pada tataran kata dan kalimat, meskipun mereka menyebutnya dengan istilah strategi penerjemahan. Prosedur penerjemahan menurut Zuchridin dan Sugeng (2003: 67) adalah taktik penerjemah untuk menerjemahkan kata atau kelompok kata atau mungkin kalimat penuh bila kalimat tersebut tidak bisa dipecah lagi menjadi unit yang lebih kecil untuk diterjemahkan.

Dari sudut pandang yang lain, Nida (dalam Zainurrahman, 2009: 120) memandang prosedur penerjemahan sebagai langkah-langkah yang harus diiikuti oleh penerjemah dalam proses penerjemahan yang mencakup dua hal, yaitu:

1. Prosedur teknik (technical procedure), meliputi menganalisis bahasa sumber dan bahasa sasaran, mengkaji teks sumber secara menyeluruh sebelum mulai menerjemahkan, dan menilai kesesuaian makna dan susunan kalimat.

2. Prosedur organisasional (organizational procedures), meliputi mengevaluasi

penerjemahan, membandingkannya dengan hasil terjemahan penerjemah lain untuk teks yang sama, dan menguji keefektifan komunikasi teks dengan cara meminta pembaca bahasa sasaran untuk menilai keakuratan dan keefektifannya serta mempelajari bagaimana reaksi mereka.

2.2.3 Teknik Penerjemahan

Dari pembahasan mengenai metode dan prosedur penerjemahan di atas terlihat adanya kesamaan antara metode dan prosedur penerjemahan, yaitu keduanya bersifat normatif. Hal ini berbeda dengan teknik penerjemahan yang cenderung bersifat praktis, yaitu berkaitan langsung dengan permasalahan penerjemahan dan pemecahannya daripada dengan norma pedoman penerjemahan tertentu. (Rochayah, 2000: 77).

Melihat adanya kesimpangsiuran dalam pemahaman dan pemakaian istilah metode, strategi, dan teknik penerjemahan, Molina dan Hurtado (2002) berupaya mempertegas perbedaan di antara ketiganya, dengan tekanan khusus pada teknik penerjemahan.

Menurut keduanya, metode penerjemahan adalah cara yang ditempuh oleh penerjemah dalam melakukan suatu proses penerjemahan sesuai dengan tujuan penerjemahan. Metode penerjemahan ini berdampak pada keseluruhan teks terjemahan. Beberapa contoh metode penerjemahan misalnya penerjemahan interpretatif-komunikatif, penerjemahan literal, penerjemahan bebas, dan penerjemahan filologis. Sementara strategi penerjemahan adalah cara yang digunakan oleh penerjemah untuk menyelesaikan masalah penerjemahan karena metode apapun yang diterapkan oleh penerjemah tidak menjamin suatu proses penerjemahan terbebas dari masalah. Kemudian, teknik penerjemahan sendiri merupakan implementasi dari strategi penerjemahan. Jika strategi penerjemahan terjadi pada proses penerjemahan, maka teknik penerjemahan tampak pada hasil penerjemahan.

Secara ringkas, teknik penerjemahan dapat didefinisikan sebagai suatu prosedur dalam menganalisis dan mengklasifikasi sejauh mana kesepadanan penerjemahan bisa tercapai. Teknik penerjemahan ini memiliki lima karakteristik utama, yaitu:

1. mempengaruhi hasil penerjemahan

2. dikelompokkan berdasarkan perbandingan dengan teks sumber

3. berlaku pada satuan-satuan kecil dari teks

4. bersifat kontekstual dan dengan sendirinya tidak saling terkait

5. memiliki fungsi tertentu. Bentuk-bentuk teknik penerjemahan selengkapnya menurut Molina dan Albir (2002: 510-511) adalah sebagai berikut:

1. Adaptasi Yaitu mengganti unsur budaya teks sumber dengan unsur budaya teks sasaran, misalnya pada penggunaan istilah kasti untuk menggantikan kata baseball pada penerjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Istilah lain adaptasi adalah padanan budaya.

2. Amplifikasi Yaitu memberikan perincian yang tidak dirumuskan dalam teks sumber, berupa keterangan atau penjelasan, misalnya untuk kata Halloween, dalam teks sasaran diberi tambahan keterangan sehingga menjadi

Halloween, malam tanggal 31 Oktober di mana orang-orang berpakaian Amplifikasi ini merupakan kebalikan dari reduksi.

3. Peminjaman (borrowing) Yaitu mengambil kata atau ungkapan dari bahasa lain secara langsung. Kata atau ungkapan yang diambil ini bisa dipertahankan seperti aslinya atau diubah sesuai dengan karakteristik bahasa sasaran. Apabila dilakukan perubahan maka istilahnya adalah naturalisasi. Bentuk peminjaman tanpa mengubah kata asli misalnya pada penggunaan istilah

computer.

4. Calque Yaitu penerjemahan harfiah suatu kata atau frasa asing, baik leksikal

mauapun struktural, misalnya kata elementary school diterjemahkan

5. Kompensasi Yaitu menempatkan aspek informasi atau gaya dari teks sumber di bagian lain teks sasaran karena aspek tersebut tidak dapat diungkapakan pada bagian yang sama seperti pada teks sumber. Pada ungkapan Thou shalt hear their advice, contohnya, dapat diterjemahakan menjadi

Sebaiknya engkau mendengarkan nasihat mereka wahai Sang Pemimpin

thou yang bernuansa lampau dikompensasi dengan frasa wahai Sang Pemimpin. Nama lain dari kompensasi adalah konsepsi.

6. Deskripsi Yaitu menggantikan suatu istilah atau ungkapan dengan penjelasan mengenai bentuk dan/atau fungsinya, contohnya kata kilt yang dapat diterjemahkan menjadi

-kotak yang biasa dipakai pria

7. Discursive creation Menciptakan padanan sementara untuk penerjemahan tertentu di mana padanan tersebut tidak berlaku sama sekali di luar konteks, contohnya pemadanan tokoh Don Juan dengan Arjuna dalam suatu ungkapan cinta.

8. Padanan baku (established equivalent) Menggunakan suatu istilah atau ungkapan yang terdapat di dalam kamus atau dalam penggunaan sehari-hari sebagai padanan pada teks sasaran, misalnya istilah memorandum of understanding yang selalu

9. Generalisasi Yaitu menggunakan istilah yang lebih umum atau netral. Generalisasi merupakan kebalikan dari partikularisasi. Contoh teknik ini misalnya pada penerjemahan kata cap dan hat

10. Amplifikasi linguistik Yaitu menambahkan unsur-unsur linguistik, misalnya ungkapan Nothing is impossible! diterjemahkan m

mustahil di dunia dan dubbing. Amplifikasi linguistik merupakan lawan dari kompresi linguistik.

11. Kompresi linguistik Yaitu menyerasikan unsur-unsur linguistik pada teks sasaran, misalnya

. Teknik ini banyak dipakai dalam pengalihbahasaan simultan dan subtitling.

12. Penerjemahan harfiah Yaitu menerjemahkan suatu kata atau ungkapan kata per kata, misalnya kalimat Every morning my mother goes to the market to buy vegetables

pergi ke pasar itu untuk membeli sayur-

13. Modulasi Yaitu mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif bekaitan dengan teks sumber baik secara leksikal ataupun struktural, misalnya 13. Modulasi Yaitu mengubah sudut pandang, fokus atau kategori kognitif bekaitan dengan teks sumber baik secara leksikal ataupun struktural, misalnya

14. Partikularisasi Yaitu menggunakan istilah yang lebih spesifik atau konkret, contohnya pada pemadanan kata rice Partikularisasi merupakan lawan dari generalisasi.

15. Reduksi Yaitu mengurangi informasi yang ada pada teks sumber pada teks sasaran, misalnya pada ungkapan mitoni, a ceremony for celebrating seventh month of pregnancy

Teknik ini merupakan kebalikan dari amplifikasi.

16. Substitusi (linguistik, paralinguistik) Yaitu mengubah unsur linguistik menjadi unsur paralinguistik (intonasi, gestur) atau sebaliknya, contohnya menggelengkan kepala diterjemahkan

goodbye disimbolkan dengan melambaikan tangan dan seterusnya.

17. Transposisi Yaitu mengubah kelas kata dalam penerjemahan. Dalam penerjemahan frasa deadly sting sifat (adjective) deadly

18. Variasi Yaitu mengubah unsur linguistik atau paralinguistik (intonasi, gestur) yang berpengaruh pada aspek variasi bahasa, seperti perubahan nada, 18. Variasi Yaitu mengubah unsur linguistik atau paralinguistik (intonasi, gestur) yang berpengaruh pada aspek variasi bahasa, seperti perubahan nada,

Penjelasan dari Molina dan Albir ini tampaknya sudah cukup mewakili dan mengakomodasi berbagai silang pendapat mengenai teknik penerjemahan.