Landasan Teori TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

Sedangkan dalam hal kemungkinan untuk diamati, petani sangat dapat merasakan hasilnya seperti rasanya lebih enak dan peningkatan jumlah dan biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan yang konvensional.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini dilandaskan pada teori mengenai adopsi yang dijabarkan sebagai berikut.

2.2.1 Pengertian Adopsi

Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan sesuatu ide, alat-alat atau teknologi baru yang disampaikan berupa pesan komunikasi lewat penyuluhan. Manifestasinya dari bentuk adopsi ini dapat dilihat atau diamati berupa tingkah laku, metode maupun peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam kegiatan komunikasinya Mardikanto dan Sutarni, 1983. Menurut Junaidi 2007, adopsi inovasi mengandung pengertian yang kompleks dan dinamis. Hal ini disebabkan karena proses adopsi inovasi sebenarnya adalah menyangkut proses pengambilan keputusan, dimana dalam proses ini banyak faktor yang mempengaruhinya. Adopsi inovasi merupakan proses berdasarkan dimensi waktu. Dalam penyuluhan pertanian, banyak kenyataan petani biasanya tidak menerima begitu saja, tetapi untuk sampai tahapan mereka mau menerima ide-ide tersebut diperlukan waktu yang relatif lama. Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Kaitan Adopsi dengan Sikap, Perilaku, Penilaian Terhadap Suatu Inovasi

Adopsi dalam proses penyuluhan pertanian, pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan cognitive, sikap affective, maupun ketrampilan psychomotoric pada diri seseorang setelah menerima “inovasi” yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak sekedar “tahu”, tetapi sampai benar-benar dapat melakanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan, dan atau ketrampilannya Mardikanto, 1993. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas menjadi: Sesuatu ide, produk, informasi teknologi,kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakanditerapkandilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan Mardikanto, 1988. Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Tahapan Adopsi

Menurut Rogers 2003, Beberapa tahapan adopsi dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup : 1 Tahap Munculnya Pengetahuan Knowledge ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntunganmanfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi. 2. Tahap Persuasi Persuasion ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya membentuk sikap baik atau tidak baik. 3. Tahap Keputusan Decisions muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi. 4. Tahapan Implementasi Implementation, ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi. 5 . Tahapan Konfirmasi Confirmation, ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya

2.2.4 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Adopsi suatu Inovasi

Inovasi merupakan suatu ide, praktek, atau objek yang dianggap baru oleh individu atau unit adopsi lainnya. Pengambilan keputusan oleh petani, baik berupa penolakan maupun penerimaan suatu inovasi tidak terlepas dari berbagai pertimbangan menguntungkan atau tidak menguntungkan suatu teknologi bagi pengusahanya petani. Tingkat adopsi terhadap suatu inovasi berhubungan dengan karakteristik inovasi itu sendiri, karaktersitik penerima inovasi adopter Universitas Sumatera Utara dan saluran komunikasi. Menurut Rogers 2003 faktor-faktor karakteristik suatu inovasi itu terbagi atas lima, yaitu : 1 Keuntungan relatif relative advantage, merupakan derajat dimana inovasi diterima dan dipandang jauh lebih baik daripada teknologi sebelumnya, yang biasanya dilihat dari segi keuntungan ekonomi dan keuntungan sosial prestise dan persetujuan sosial. 2 Kesesuaian compatibility, merupakan derajat dimana inovasi dipandang sesuaikonsisten dengan nilai-nilai sosial budaya yang ada, pengalaman masa lalu, dan kebutuhan-kebutuhan adopter. 3 Kerumitan complexity, merupakan derajat dimana inovasi dianggap sulit untuk dimengerti dan digunakan. 4 Kemungkinan untuk dicoba trialability, merupakan derajat dimana inovasi dianggap mungkin untuk diuji cobakan secara teknis dalam skala kecil. 5 Kemungkinan untuk diamatidirasakan hasilnya observability, merupakan derajat dimana hasil dari inovasi dapat dilihat atau dirasakan oleh adopter. Terdapat beberapa karakteristik penerima inovasi petani dalam suatu inovasi seperti umur, pendidikan, pengalaman bertani, pendapatan, luas lahan, tingkat kosmopolitan, tingkat partisipasi. Beberapa karakteristik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut ini : 1 Umur Menurut Hasyim 2006, Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Umur dapat dijadikan sebagai tolok ukur dalam melihat aktivitas seorang dalam Universitas Sumatera Utara bekerja dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal. Semakin muda umur petani, maka akan semakin semangat untuk mengetahui hal baru. Sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi Lubis, 2000. 2 Pendidikan Tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan tingkat penilaian dan keputusan adopsi inovasi. Orang-orang yang mengadopsi inovasi lebih awal dalam proses difusi, cenderung lebih berpendidikan. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat melaksanakan adopsi. Pendidikan merupakan sarana belajar dimana selanjutnya akan menanamkan sikap pengertian yang menguntungkan menuju pembangunan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan tinggi adalah yang relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi, begitu pula sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah, agak sulit melaksanakan adopsi inovasi dengan cepat Lubis, 2000. 3 Pengalaman bertani Faktor pengalaman mempunyai hubungan positif dengan kecepatan adopsi inovasi. Petani yang berpengalaman lebih cepat mengadopsi teknologi dibandingkan dengan petani yang belum atau kurang berpengalaman. Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan inovasi atau Universitas Sumatera Utara menerapkan anjuran penyuluhan dan penerapan teknologi daripada petani pemula atau petani baru Soekartawi, 1994. Menurut Hasyim 2006, Lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda- beda. Oleh karena itu lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal-hal yang baik untuk waktu berikutnya. 4 Luas Lahan Luas lahan menentukan petani untuk dapat mengambil keputusan dalam upaya menerapkan suatu unsur inovasi. Ukuran lahan usahatani berhubungan positif dengan adopsi. Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan demikian pula halnya dengan penerapan adopsi inovasi daripada yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan dalam penggunaan sarana produksi Soekartawi, 1994. 5 Jumlah tanggungan Banyaknya jumlah anggota keluarga sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi. Jumlah tanggungan keluarga tersebut adalah banyaknya beban tanggungan petani dalam satuan jiwa Lubis, 2000. 6 Tingkat Kosmopolitan Menurut Soekartawi 1988, Tingkat kosmopolitan petani dapat diketahui dengan mengetahui frekuensi petani keluar dari desanya ke desa lain atau ke kota, frekuensi mengikuti penyuluhan, frekuensi petani bertemu dengan tokoh Universitas Sumatera Utara inovator, koran yang dibaca, siaran TV yang ditonton, dan siaran radio yang didengar. Tingkat kosmopolitan dapat diukur dengan penggunaan sumber inovasi baru antara lain media elektronik televisi, radio, telepon, media cetak surat kabar, tabloid, majalah dan bepergiannya petani keluar daerah tinggal mereka atau keluar desa dalam rangka memasarkan hasil usahataninya juga untuk mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertaian. Tingkat Kosmopolitan memiliki hubungan yang positif dengan tingkat adopsi petani. Semakin tinggi tingkat kosmopolitannya maka semakin tinggi pula tingkat adopsi petani dalam suatu usahatani. 7 Tingkat Partisipasi Menurut Soekartawi 1998, Tingkat partisipasi akan membuat perubahan- perubahan yang lebih besar dalam cara berfikir petani. Perubahan dalam pemikiran dan tindakan akan lebih sedikit terjadi dan perubahan-perubahan ini tidak akan bertahan lama jika petani menuruti saran-saran dari penyuluh pertanian. Petani yang lebih sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan usahatani akan mendapatkan informasi dan pengetahuan yang lebih banyak sehingga semakin banyak partisipasi petani maka akan semakin tinggi tingkat adopsi petani dalam melakukan suatu usahatani. Universitas Sumatera Utara Menurut Rogers 2003, saluran komunikasi juga berhubungan dengan tingkat adopsi suatu inovasi, yang dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1 Saluran media massa Mass Media Channel, media massa dapat berupa radio, televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. 2 Saluran antarpribadi Interpersonal Channel, saluran antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih individu.

2.3 Kerangka Pemikiran

Dokumen yang terkait

Analisis Finansial Usahatani Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai)

15 104 93

Partisipasi Petani Dalam Penerapanpertanian Padi Organik (Studi Kasus: Desa Lubuk Bayas,Kecamatan Perbaungan,Kabupaten Serdang Bedagai)

1 68 72

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

9 95 91

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Padi Organik Di Kabupaten Serdang Bedagai(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan)

2 80 83

Hubungan Tingkat Kosmopolitan Dengan Tingkat Adopsi Terhadap Sistem Pertanian Terpadu (Sistem Integrasi Padi-Ternak) Di Kabupaten Serdang Bedagai (Studi kasus : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan)

0 51 89

Strategi Peningkatan Pendapatan Petani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

0 3 78

Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Usaha Tani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN - Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Usaha Tani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang B

1 1 20

Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Tingkat Adopsi Petani Terhadap Usaha Tani Padi Organik (Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai)

0 0 14

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Pertanian Terpadu Usahatani Padi Organik(Studi Kasus : Desa Lubuk Bayas, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai )

0 3 19