Kepentingan Politik Muhammadiyah di Era Reformasi, Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsuddin

(1)

KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA REFORMASI

(Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsuddin)

AZHARI

090906069

Dosen Pembimbing : Dr. Heri Kusmanto, M.A.

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

AZHARI (090906069)

KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA REFORMASI (Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsudin)

Rincian isi Skripsi, 80 halaman, 16 buku, 2 Jurnal, 13 situs internet, 2 wawancara. (Kiasaran buku dari tahun 1990-2012)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba mendeskripsikan kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi, khususnya pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin. Sejarah panjang organisasi ini menggambarkan peranan dan dinamika politiknya dalam percaturan politik di Indonesia. Muhammadiyah memainkan fungsi sebagai kekuatan politik yang dapat mempengaruhi proses politik nasional melaui peran pata elitnya maupun sebagai kelompok kepentingan. Sebagai sebuah gerakan sosial yang besar dan terorganisasi dengan baik menjadikan Muhammadiyah memiliki magnet politik yang besar untuk membawanya dalam arus gejolak politik praktis. Kaitan Muhammadiyah dengan politik praktis tersebut terlihat pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin. Fenomena-fenomena politik praktis tersebut memunculkan pertanyaan tentang kepentingan politik Muhammdiyah di era reformasi serta sikap Muhammadiyah terkait dengan politik praktis, baik yang dikaitkan secara kelembagaan maupun yang dilakukan oleh elite-elitenya.

Penelitian ini memaparkan bahwa pada dasarnya Muhammadiyah secara kelembagaan tetaplah netral dari politik praktis. Muhammadiyah mengambil peranan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menjadi kelompok kepentingan dalam sistem politik Indonesia.

Muhammadiyah juga mengambil peranan dalam kehidupan kemasyarakatan sebagai civil society

yang menjadi bagian dari amal usaha organisasi. Muhammadiyah tetap membebaskan anggota-anggotanya untuk terjun kedalam politik praktis, dimana prilaku-prilaku politik praktis yang di lakukan oleh elite-elite organisasi tersebut menjadi tindakan individual yang terlepas secara kelembagaan dari organisasi.


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

Azhari (090906069)

MUHAMMADIYAH POLITICAL INTERESTS IN THE REFORM ERA (Study the Leadership of Din Syamsudin)

Content: 80 pages, 16 books, 2 Journal, 13 internet sites, 2 interviews. (publication from 1990 to 2012)

ABSTRACT

This research attempts to describe the political interests of Muhammadiyah in the reform era, especially during the reign of Din Syamsuddin. The long history of this organization describe the role and political politics dynamics in Indonesia. Muhammadiyah perform the function as a political force that can influence the national political process through the role of the elite as well as interest groups. Transformation political post-reform bring new dynamics role of Muhammadiyah in life of the nation. As a large social movement and well organized makes Muhammadiyah has great political magnet to bring it in the current political turmoil practical. Connection Muhamamdiyah with pratical politics is visible in the leadership of Din Syamsuddin. Phenomena of practical politics is raising questions about the political interests of Muhammadiyah in the era of reform and Muhammadiyah attitudes related to practical politics, both institutionally linked and carried out by the elite-elite.

This reseacrh explained that basically institutional Muhammadiyah remains neutral of practical politics.Muhammadiyah take part in the life of the nation to be of interest groups in the Indonesian political system.Muhammadiyah also take part in social life as a civil society to be part of the organization's charitable efforts. Muhammadiyah keep indemnified members to plunge into practical politics, where the behaviors of practical politics undertaken by the elites of the organization become individual actions institutionally irrespective from the organization. Keywords: Muhammadiyah, political interests, interest groups


(4)

(5)

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik, dan hidayah-Nya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam semoga senantiasa terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman, amin.

Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ilmu politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Judul yang penulis ajukan dalam penulisan skripsi ini adalah “Kepentingan Politik Muhammadiyah di Era Reformasi, Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsuddin”.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi banyak mengalami kendala, namun berkat bantuan, bimbingan, kerjasama dari berbagai pihak dan berkah dari Allah SWT sehingga kendala-kendala yang dihadapi tersebut dapat diatasi. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Dr. Heri Kusmanto, MA selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar dan tekun meluangkan waktu, tenaga dan pikiran memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang sangat berharga bagi penulis selama menyusun skripsi.

Dalam penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(FISIP) USU.

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku ketua Departemen Ilmu Politik FISIP USU yang telah

banyak memberikan masukan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Bapak/Ibu dosen dan staff di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU yang

telah banyak membantu penulis selama perkuliahan.

4. Bapak Prof. Dr. Asmuni, MA selaku ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara dan

Bapak Drs. Dalail Ahmad, MA selaku mantan ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara yang telah bersedia sebagai narasumber dan banyak membantu memberikan segala informasi yang dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(7)

5. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, Bapak Fachruddin Djaafar dan Ibu Salamah atas kesabaran dalam mendidik dan memberikan bantuan moril serta materiil, arahan dan selalu mendoakan keberhasilan dan keselamatan selama menempuh pendidikan.

6. Keluarga besar Teuku Ramli Djafar dalam memberi dukungan, perhatian serta motivasi

dalam menyelesaikan pendidikan untuk meraih gelar sarjana.

7. Abangda Muhammad Iqbal di Yogyakarta serta Zulfadli dan Cut Agusnita di Medan

terimakasih untuk bantuan dan dukungannya.

8. Keluarga besar Ilmu Politik FISIP USU terkhusus angkatan 2009, Teguh Setiawan

Santoso, Friska Ulina Elisabeth Ginting, Jon Iskandar, Yudith Sri Lestari, Rezka Febriani, Elisa, Syahmi Lutfan Margolang, Annisa Bilhaq Tambunan, Febri Mahyani Afif, Hansen Gunawan Gultom, Sri Maulizar, Afgan Fadilla Kaban, serta kawan-kawan lainnya, tetap semangat, kalian luar biasa!

9. Sabahat-sahabat seleting, Feryansyah Nasution, Muhammad Arif Setiawan, Heri

Septianus Tarigan, Yudi Ramadhan, Sri Sunggul Cici Simanjuntak, Galuh Puspita Sari, Meinita Melania Sebayang, Harwandi Ginting, dan Berti Falindo Sitompul, untuk semangat, dukungan, dorongan, desakan hingga sindiran untuk cepat meyelesaikan penulisan skripsi ini. Terimakasih untuk waktu-waktu bersama dalam suka maupun duka,

dalam susah dan senang, from bottom to the top like a zipper.

10.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Mohon maaf

jika tidak dapat disebutkan satu persatu dikarenakan keterbatasan penulis, tetapi rasa hormat dan terimakasih penulis ucapkan dengan setulusnya.

Akhirnya, dengan dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, 15 Januari 2015


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak………...………i

Abstract………...…….. ii

Halaman Pengesahan……….. iii

Halaman Persetujuan……….. iv

Kata Pengantar………. v

Daftar Isi……….. vii

BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang……… 1

2. Perumusan Masalah……….. 10

3. Batasan Masalah………... 10

4. Tujuan Penelitian……….. 11

5. Manfaat Penelitian……… 11

6. Kerangka Teori………. 12

6.1. Kepentingan Politik………... 12

6.2. Kelompok Kepentingan………....………. 14

6.3. Civil Society……….. 23

7. Metode Penelitian………. 25

7.1. Jenis Penelitian……….. 25

7.2. Teknik Pengumpulan Data……… 25

7.3. Teknik Analisa Data……….. 26

8. Sistematika Penulisan………... 26

BAB II Profil Organisasi Muhammadiyah 1. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah………. 28

2. Kelahiran Muhammadiyah………... 28

3. Landaan Ideal Muhammadiyah……… 31

4. Landasan Operasioanl Muhammdiyah………. 40

BAB III Analisa Kepentingan Politik Muhammadiyah Era Reformasi 1. Kepentingan Politik Muhammadiyah………... 49

2. Muhamadiyah dan Politik Praktis………. 57


(9)

3.1. Jihad Konstitusi…………...……….………. 70

BAB IV Penutup

1. Kesimpulan……….. 75

2. Saran……… 77


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

AZHARI (090906069)

KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA REFORMASI (Studi Masa Kepemimpinan Din Syamsudin)

Rincian isi Skripsi, 80 halaman, 16 buku, 2 Jurnal, 13 situs internet, 2 wawancara. (Kiasaran buku dari tahun 1990-2012)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba mendeskripsikan kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi, khususnya pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin. Sejarah panjang organisasi ini menggambarkan peranan dan dinamika politiknya dalam percaturan politik di Indonesia. Muhammadiyah memainkan fungsi sebagai kekuatan politik yang dapat mempengaruhi proses politik nasional melaui peran pata elitnya maupun sebagai kelompok kepentingan. Sebagai sebuah gerakan sosial yang besar dan terorganisasi dengan baik menjadikan Muhammadiyah memiliki magnet politik yang besar untuk membawanya dalam arus gejolak politik praktis. Kaitan Muhammadiyah dengan politik praktis tersebut terlihat pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin. Fenomena-fenomena politik praktis tersebut memunculkan pertanyaan tentang kepentingan politik Muhammdiyah di era reformasi serta sikap Muhammadiyah terkait dengan politik praktis, baik yang dikaitkan secara kelembagaan maupun yang dilakukan oleh elite-elitenya.

Penelitian ini memaparkan bahwa pada dasarnya Muhammadiyah secara kelembagaan tetaplah netral dari politik praktis. Muhammadiyah mengambil peranan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan menjadi kelompok kepentingan dalam sistem politik Indonesia.

Muhammadiyah juga mengambil peranan dalam kehidupan kemasyarakatan sebagai civil society

yang menjadi bagian dari amal usaha organisasi. Muhammadiyah tetap membebaskan anggota-anggotanya untuk terjun kedalam politik praktis, dimana prilaku-prilaku politik praktis yang di lakukan oleh elite-elite organisasi tersebut menjadi tindakan individual yang terlepas secara kelembagaan dari organisasi.


(11)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF POLITICAL SCIENCE

Azhari (090906069)

MUHAMMADIYAH POLITICAL INTERESTS IN THE REFORM ERA (Study the Leadership of Din Syamsudin)

Content: 80 pages, 16 books, 2 Journal, 13 internet sites, 2 interviews. (publication from 1990 to 2012)

ABSTRACT

This research attempts to describe the political interests of Muhammadiyah in the reform era, especially during the reign of Din Syamsuddin. The long history of this organization describe the role and political politics dynamics in Indonesia. Muhammadiyah perform the function as a political force that can influence the national political process through the role of the elite as well as interest groups. Transformation political post-reform bring new dynamics role of Muhammadiyah in life of the nation. As a large social movement and well organized makes Muhammadiyah has great political magnet to bring it in the current political turmoil practical. Connection Muhamamdiyah with pratical politics is visible in the leadership of Din Syamsuddin. Phenomena of practical politics is raising questions about the political interests of Muhammadiyah in the era of reform and Muhammadiyah attitudes related to practical politics, both institutionally linked and carried out by the elite-elite.

This reseacrh explained that basically institutional Muhammadiyah remains neutral of practical politics.Muhammadiyah take part in the life of the nation to be of interest groups in the Indonesian political system.Muhammadiyah also take part in social life as a civil society to be part of the organization's charitable efforts. Muhammadiyah keep indemnified members to plunge into practical politics, where the behaviors of practical politics undertaken by the elites of the organization become individual actions institutionally irrespective from the organization. Keywords: Muhammadiyah, political interests, interest groups


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim yang sangat besar di dunia. Karena itu dalam memahami perpolitikan di Indonesia, Islam dapat menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan. Islam bukan hanya mampu menjadi arus ideologi politik yang mampu mempengaruhi budaya politik dan tindakan di dalam masyarakat, tetapi Islam juga juga mampu menjadi modalitas, yang dengannya tuntuntan-tuntutan sosial politik diartikulasikan

dan juga dilaksanakan.1

Ketika berbicara tetang Islam di Indonesia, tentunya tidak terlepas dari Muhammadiyah yang merupakan salah satu dari dua organisasi Islam terbesar di Indonesia. Organisasi yang didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan pada tanggal 18 November 1912 di Yogyakarta ini bermaksud merubah perilaku masyarakat yang dianggap menyimpang dan tidak sesuai dengan agama Islam. Maksud lain dari berdirinya organisiasi ini adalah memberikan pendidikan bagi umat Islam.

2

Pemberian nama Muhammadiyah sendiri sebetulnya untuk mengikuti dan meneladani Sunnah Nabi dengan berusaha menghidupkan ajaran Islam sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad. Tujuannya untuk memahami dan melaksanakan agama

Islam dengan sebenar-benarnya seperti yang telah dicontohkan Nabi Muhammad.3

Muhammadiyah menghendaki pemahaman terhadap totalitas identitasnya yang tidak hanya dimaknai sebagai serikat atau sekedar organisasi saja, tetapi tetapi juga sebagai

1

Muhammad AS Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: Pustaka LP3ES, 1996, hlm. 131. 2

M. Amin Rais, Visi dan Misi Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah, 1997, hlm. 15. 3

Djarnawi Hadikusuma, Matahari-Matahari Muhammadiyah: dari KH. Ahmad Dahlan sampai KH. Mas Mansyur, Yogyakarta: Persatuan, T.T, hlm. 7.


(13)

pergerakan. Muhammadiyah berproses pada pergerakan dalam berbagai dimensi kehidupan

seperti pendidikan, kesehatan, tablig, dan ekonomi.4

Sejak awal didirikan, Muhammadiyah yang dimaksudkan sebagai organisasi dakwah dan pendidikan (organisasi sosial-keagamaan) tidak diarahkan menjadi organisasi politik. Oleh karena itu, politik dasar Muhammadiyah ialah sikap yang moderat, kooperatif dan tidak menjadi oposan. Muhammadiyah selalu berhati-hati dan bersikap lentur dalam dalam menghadapi gelombang perubahan politik. Kesan positif ini membuat pemerintah kolonial Belanda tidak menganggap organisasi ini membahayakan eksistensi kolonial mereka.

Dipahami disini Muhammadiyah menjadi pergerakan dengan makna menyeluruh sebagai pemberdayaan umat.

5

Keterlibatan Muhammadiyah dalam politik terlihat misalnya pada masa kepemimpinan KH. Mas Mansur pada masa pendudukan Jepang, Muhammadiyah berani menentang kebijakan Jepang yang berlawanan dengan ajaran Islam yaitu dengan mengeluarkan keputusan pelarangan

melakukan seikere (membungkuk ke arah matahari terbit)

Muhammadiyah yang mengutamakan bidang dakwah, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat serta terlepas dalam bidang politik, bukan berarti menjadikan Muhammadiyah anti politik. Hal ini karena bagaimanapun Muhammadiyah ikut terlibat atau ikut bermain dalam politik, bahkan menjadi sebuah kekuatan politik di Indonesia. Keterlibatan tersebut diutamakan untuk mendukung dan melancarkan gerakan dakwahnya dan tidak berubah menjadi organisasi politik ataupun partai politik.

6

4

Syarifuddin Jurdi, Elite Muhammadiyah dan Kekuasaan Politik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2004, hlm. 44. 5

Suwarno, Muhammadiyah Sebagai Oposisi, Yogyakarta: UII Press, 2001, hlm. 2. 6Ibid, hlm. 3.

di sekolah-sekolah dan dalam pertemuan-pertemuan Muhammadiyah. Pada masa pendudukan Jepang ini pula, banyak anggota Muhammadiyah yang ikut dalam kehidupan politik seperti seperti Kyai Haji Mas Mansur dan Ki


(14)

Bagus Hadikusumo. Ki Bagus Hadikusumo bahkan ikut aktif mempersiapkan berdirinya Negara Republik Indonesia dengan ikut terlibat dalam sidang-sidang Badan Usaha Penyelidik Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ikut pula merumuskan Mukadimah Undang-Undang

Dasar 1945 dimana terkandung dasar-dasar dan falsafah negara yaitu Pancasila.7

Berdasarkan pengalaman sebelumnya ketika terlibat dalam politik praktis melalui partai politik, hubungan Muhammadiyah dengan politik menjadi lebih tegas yang terlihat saat mengambil kebijakan untuk tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis dan menjaga jarak yang sama dengan kekuatan politik manapun dalam asas netralitas. Kebijakan netralitas itu diambil pada Muktamar ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang, yang kemudian dikenal dengan dengan konsep Khittah Perjuangan Muhammadiyah.

Kemudian setelah kemerdekaan, Muhammadiyah bersama Nahdatul Ulama (NU) dan Sarekat Islam (SI) membidani lahirnya partai politik Islam Masyumi dimana Muhammadiyah menjadi anggota istimewanya. Muhammadiyah menjadi organisasi yang paling setia menjadi angggota istimewa Masyumi setelah NU dan PSII menjadi partai politik dan menarik diri dari federasi politik partai Masyumi. Namun Masyumi akhirnya dibubarkan pada tahun 1960 dan Muhammadiyah mundur dalam keterlibatan dalam bidang politik praktis.

8

7

Sutrisno Kutoyo, Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah, Jakarta: Balai Pustaka, 1998, hlm. 301. 8 Haedar Nasir, Dinamika Politik Muhammadiyah, Malang: IMM Press, 2006, hlm. 52.

Khittah Perjuangan Muhammadiyah itu menjelaskan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan dakwah yang tidak mempunyai hubungan organisatoris dan afiliasi dari suatu partai politik atau organisasi manapun. Namun, setiap anggota Muhammadiyah memiliki hak untuk memasuki atau tidak memasuki organisasi lain sepanjang tidak menyimpang ketentuan-ketentuan yang berlaku di Persyarikatan Muhammadiyah.


(15)

Pada masa Orde Baru, asas netralitas itu oleh M. Din Syamsudin (1995) disebut dengan

istilah “Politik Alokatif” (Allocative Politics)9

9

Suwarno, Op.Cit, hlm.2.

. Politik Alokatif Muhammadiyah ini bermakna bahwa aktivitas politik Muhammadiyah diupayakan untuk menanamkan nilai-nilai tertentu di dalam kerangka ideologi negara. Nilai-nilai tersebut adalah prinsip-prinsip Islam yang ditanamkan ke dalam proses pembangunan berdasarkan Pancasila. Prilaku politik Muhammadiyah dalam penerapan politik alokatif berubah-ubah tergantung pada situasi dan kondisi serta karakter elit pemimpinnya.

Penerapan Politik Alokatif yang ditempuh Muhammadiyah tetap menunjukkan organisasi ini sebagai sebuah kekuatan politik di Indonesia. Hal itu terlihat dari keterlibatan Muhammadiyah dalam dalam proses legislasi terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) menjadi Undang-Undang. Misalnya dalam RUU Perkawinan, Muhammadiyah mengirim surat kepada Presiden yang intinya menyerukan agar RUU tersebut ditarik karena bertentangan dengan ajaran Islam. Kemudian dalam perdebatan alot RUU Ormas dimana Pancasila menjadi asas tungal, Muhammadiyah berkali-kali melobi pejabat pemerintah termasuk Presiden dengan mengajukan pembelaan bahwa Muhammadiyah dapat menerima/memasukkan Pancasila dalam Anggaran Dasar asal tidak mengubah asas Islam. Selanjutnya Muhammadiyah juga terlibat dalam proses legislasi RUU peradilan agama. RUU yang dalam pengajuannya menimbulkan isu bahwa aturan hukum peradilan agama merupakan usaha menghidupkan kembali Piagam Jakarta ini mendorong Muhammadiyah menghadap Presiden Soeharto. Pertemuan itu guna menegaskan bahwa peradilan agama merupakan implementasi Pancasila dan UUD 1945 sebagai kewajiban pemerintah dalam melindungi umat Islam yang mayoritas.


(16)

Perubahan prilaku politik Muhammadiyah mengalami perubahan secara signifikan pada

kepemimpinan M. Amien Rais pada 1995. Dilandasi konsep High Politics (Politik Adiluhung),

prilaku politik Muhammadiyah menunjukkan ketegasan dan keberanian dalam melakukan kritik secara terbuka kepada pemerintah Orde Baru atas berbagai penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang terutama dalam bentuk Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Muhammadiyah melakukannya dengan memainkan fungsi himbauan-himbauan moral dan kritik-kritik tertulis

melalui pernyataan resmi organisasi.10

Ketua umum Muhammadiyah merupakan simbol dan kunci bagi tegaknya gerakan kultural Muhammadiyah. Sebagai ketua PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin gencar menyuarakan perlunya Islam membuka diri terhadap nilai-nilai luhur kemanusiaan dalam

kehidupan berbangsa, bernegara dan berdunia sebagai manifestasi rahmatan

Sebagai organisasi sosial keagamaan yang menyandang gerakan tajdid (pembaharuan),

era reformasi adalah merupakan era yang penting bagi Muhammadiyah, dimana Muhammadiyah juga ikut berperan di dalamnya. Hal ini bukan hanya karena tokoh reformasinya (Amien Rais)

yang melakukan gerakan reformasi, tetapi gerakan reformasi (tajdid) itu merupakan essensi dari

jiwa, semangat, dan aktifitas Muhammadiyah.. Pada era reformasi, Muhammadiyah telah

menjalani dalam dua masa kepemimpinan. Pertama dipimpin oleh A. Syafii Maarif yang menggantikan Amin Rais yang ketika itu tampil menjadi ketua umum Partai Amanat Nasional pada 1998. Setelah Syafii Maarif, kepemimpinan Muhammadiyah kedua pada era reformasi berada di bawah komando Din Syamsuddin. Muhammadiyah berada di bawah kepemimpinan Din Syamsuddin dalam dua periode, setelah menjadi ketua PP Muhammadiyah periode 2005-2010, ia terpilih kembali untuk periode berikutnya.


(17)

lil’alamin.11 Namun, dalam perjalanan kepemimpinannya, Din Syamsuddin juga sering dikaitkan dengan prilaku politik praktis, misalnya pada tahun 2005 ketika Partai Amanat Nasional (PAN) berdiri dan dinyatakan secara tegas tidak ada hubungan organisatoris dengan Muhammadiyah, Din Syamsuddin tetap menyatakan, bahwa PAN harus menjadi partai yang mewakili aspirasi

politik warga Muhammadiyah dengan menjadikan medium dakwah lewat jalur politik.12

Pada tahun 2008, Din Syamsuddin juga menunjukkan prilaku politik praktis dengan menyatakan dukungan secara total pada Partai Matahari Bangsa pada Rapimnas partai yang

mengusungnya sebagai presiden tersebut.13 Lebih jauh terkait pemilihan presiden pada pemilu

2009, Din Syamsuddin secara khusus terlihat menyerukan dukungan kepada pasangan Jusuf Kalla-Wiranto dimana dalam sebuah kesempatan ia menirukan slogan pasangan tersebut dalam

Sidang Tanwir Aisyiah, sebuah organisasi sayap dari Muhammadiyah.14

Menjelang Pemilihan Umum 2014, Din Syamsuddin secara terang-terangan melibatkan

dirinya dengan pernyataan kesiapan menjadi Presiden ataupun Wakil Presiden. Ia juga terlihat mengadakan pertemuan dengan tokoh politik di kantor PP Muhammadiyah, salah satunya dengan Prabowo Subianto. Ketika dikaitkan dengan tawaran menjadi cawapres, ia menyatakan kesiapannya karena baik Din dan Prabowo memiliki pemikiran yang sama soal politik.

15

Melihat perkembangan dan dinamika politik Muhammadiyah seperti yang telah dipaparkan, peneliti merasa penting untuk mengkaji Muhammadiyah sebagai sebuah penelitian politik. Sebelumnya telah banyak studi terhadap Muhammadiyah yang berkaitan dengan aspek

20.45 WIB. 12

Ridho Al Hamdi, 2012. “Dinamika Islam dan Politik Elit-Elit Muhammadiyah periode 1998-2010”. Jurnal Studi Pemerintahan. Volume 3 Nomor 1 Tahun 2012. hlm. 186.

Dikases pada 15

Januari 2014 pukul 21.20 WIB.

Januari 2014 pukul 14.00 WIB.


(18)

politik. Beberapa karya tersebut antara lain pertama, studi berjudul Gerakan Modern Islam di Indonesia” oleh Deliar Noer yang membahas tentang peran dan partisipasi kekuatan-kekuatan

Islam dalam dinamika politik yang memfokuskan pada periode 1900-1942. Kedua, studi“Gerak

Politik Muhammadiyah Dalam Masyumi” oleh Syaifullah yang menjelaskan tentang hubungan Muhammadiyah dengan partai politik Masyumi sejak masa akhir pendudukan Jepang hingga

tahun 1960. Ketiga, studi berjudul “Prilaku Politik Elit Muhammadiyah” oleh Haedar Nashir

yang menekanlan pada sikap moderat akomodatif para elit Muhammadiyah di Pekajangan

(Pekalongan) pada masa Orde Baru. Keempat, studi berjudul “Muhammadiyah Sebagai Oposisi”

oleh Suwarno, studi ini melihat kiprah politik Muhammadiyah pada fase akhir Orde Baru periode tahun 1994-1998 khususnya pada kepemimpinan Amien Rais.

Selain penelitian-penelitian di atas, terdapat juga penelitian-penelitian lain terkait dinamika politik Muhammadiyah seperti Haedar Nashir dalam “Dinamika Politik Muhammadiyah” yang menjelaskan tentang peran Muhammadiyah dan hubungannya dengan partai politik dari Masyumi hingga PAN serta pemikiran politik dan budaya politiknya. Selain itu terdapat penelitian oleh Syarifuddin Jurdi yang mengangkat Muhammadiyah dalam dinamika politik Indonesia dalam studi berjudul “Muhammadiyah dalam dinamika politik Indonesia 1996-2006”.

Berdasarkan hal tersebut, terlihat sebelummnya telah banyak penelitian yang mengangkat tentang Muhammadiyah dalam aspek politik baik tentang kiprah, peran maupun dinamika politiknya dari awal berdiri hingga masa era Orde Baru hingga awal reformasi. Untuk itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait Muhammadiyah pada era reformasi dengan menganalisa kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi dengan berfokus pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin.


(19)

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan sebelumnya pada latar belakang, Muhammadiyah sebagai salah satu komponen bangsa memiliki posisi dan peran yang penting serta strategis. Muhammadiyah sebagai bagian dari komunitas umat Islam yang menjadi penduduk terbesar di Indonesia dapat mengambil peran proaktif dalam berbagai kehidupan, tidak terkecuali kehidupan politik. Muhammadiyah dengan tidak menjadi partai politik memainkan fungsi sebagai kekuatan politik (political force) yang dapat mempengaruhi proses politik nasional melalui peran para elitnya

maupun sebagai kelompok kepentingan (interest group). Maka masalah yang dirumuskan dalam

penelitian ini adalah “bagaimana kepentingan politik Muhammadiyah di era reformasi di

bawah kepemimpinan Din Syamsuddin?” 3. Batasan Masalah

Dalam suatu penelitian, penulis perlu membuat pembatasan masalah terhadap masalah yang akan dibahas dengan tujuan untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian serta menghasilkan uraian yang sistemastis dan hasil penelitian yang diperoleh tidak menyimpang dari tujuan yang ingin dicapai. Adapun batas dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian ini mengkaji tentang kepentingan politik Muhammadiyah pada era reformasi

dimana fokus kajian pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin tahun 2005-2014. 4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian penelitian ini adalah untuk mengetahui kepentingan politik Muhammadiyah pada era reformasi pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin.


(20)

5. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat terlebih lagi untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini antar lain:

1. Penelitian ini dijadikan penulis sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan

berpikir dan kompetensi dalam menulis karya ilmiah sekaligus sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Penelitian ini secara akademis diharapakan dapat menambah objek kajian peneliatian

ilmu politik khususnya di Departemen Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta menjadi salah satu sumber referensi bagi penelitian-penelitian berikutnya.

6. Kerangka Teori

6.1. Kepentingan Politik

Kepentingan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan suatu, kebutuhan atau interes yang harus didahulukan sebagai sebuah keperluan. Dalam kaitan dengan

politik dapat diartikan sebagai posisi yang menentukan dalam pemerintahan atau negara.16

Politik secara umum dapat diartikan sebagai usaha untuk menggapai kehidupan yang lebih baik. Politik dapat dikatakan sebagai usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang

harmonis.17

David Easton menyatakan kehidupan politik mencakup segala aktifitas kebijakan yang berwibawa, berkuasa dan diterima oleh masyarakat. Easton menilai sistem politik merupakan


(21)

interaksi yang dipakai untuk membagi dan mendistribusikan nilai-nilai materiil pada saat itu, dan bisa berlangsung di dalam dan untuk masyarakat. Kepentingan politik dalam sebuah sistem politik berwujud tuntutan dan dukungan sebagai input dalam sistem tersebut. Input merupakan masukan dari masyarakat ke dalam sistem politik. input yang masuk dalam masyarakat inlah uang berupa tuntutan dan dukungan. Tuntutan secara sederhana dijelaskan sebagai perangkat kepentingan yang belum dialokasikan secara merata oleh sistem politik kepada sekelompok masyarakat yang ada di dalam cakupan yang ada di dalam sistem politik. Disisi lain, dukungan merupakan upaya dari masyarakat untuk mendukung keberadaan sistem politik agar terus berjalan. Input-input inilah yang memberikan energi yang dibutuhkan untuk kelangsungan sebuah sistem tersebut. Inilah alasan mengapa sistem politik terbentuk dalam suatu masyarakat dan mengapa orang melibatkan diri dalam kegiatan politik yaitu adanya tuntutan-tuntutan dari orang-orang atau kelompok-kelompok dalam masyarakat yang semuanya tidak dapat dipenuhi

dengan memuaskan.18

Menurut Almond, sistem politik merupakan organisasi yang di dalamnya masyarakat berusaha merumuskan dan mencapai tujuan-tujuan tertentu yang sesuai dengan kepentingan bersama. Dalam sistem politik terdapat lembaga-lembaga atau struktur-struktur seperti parlemen, birokrasi, badan peradilan, dan partai politik yang menjalankan funsgsi—fungsi tertentu yang memungkinkan sistem politik tersebut merumuskan dan melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaannya. Sebelum kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan dapat ditetapkan, individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat harus menentukan apa yang menjadi kepentingan mereka yaitu apa yang ingin mereka dapatkan dari politik. Kepentingan-kepentingan dan tuntutan-tuntutan tersebut diartikulasikan kemudian diagregasikan atau


(22)

digabungkan menjadi alternatif-alternatif kebijaksanaan.19

6.2Kelompok Kepentingan

Selanjutnya alternatif-alternatif kebijaksanaan itu dipertimbangkan dan ditentukan pilihan. Keputusan tersebut harus dilaksanakan dan bila keputusan tersebut diselewengkan harus ada proses penghakiman.

Sistem politik yang terbuka selalu menyediakan ruang bagi munculnya partisipasi pubik guna menanggapi atas keputusan-keputusan politik yang dihasilkan oleh sistem politik itu sendiri. Salah satunya satunya adalah melalui artikulasi politik. artikulasi politik yang dimaksud dapat, secara sederhana berupa pengajuan permohonan/tuntutan/dukungan orang per orang ataupun kelompok atas berbagai keputusan politik yang ditetapkan. Pengajuan permohonan atau tuntutan yang dilakukan secara individual tidak terasa terlalu kuat dibandingkan dengan yang diajukan secara kelompok. Kelompok-kelompok, seperti kelompok kepentingan menjadi sangat penting perannya dalam melakukan atrikulasi pada sebuah sistem politik.

Sebuah keputusan publik yang lahir dari keputusan-keputusan politik merupakan hasil dari pelembagaan issu-issu yang menjadi masalah bersama (masalah publik). Keputusan publik yang berusaha menyelesaikan suatu permasalahan atau persoalan yang bersifat individual atau komunitas kecil semata akan kesulitan mendapat legitimasi politik untuk diselesaikan. Lain halnya jika lingkup permasalahan tersebut luas dan dirasakan oleh mayoritas warga masyarakat. Ketika masalah dan persoalan yang bersifat individual dikomunikasikan dan dikelola oleh kelompok-kelompok kepentingan secara baik sehingga yang terlahir kemudian adalah masalah subyektif yang dikolektifkan, maka bukan hal yang tidak mungkin masalah tersebut menjadi masalah yang dirasakan oleh mayoritas warga masyarakat dan perlu diselesaikan oleh pemerintah melalui keputusan politik yang dilembagakan dalam keputusan publik.


(23)

Begitu pentingnya peran dan posisi kelompok kepentingan dalam membangun issu-issu individual atau komunitas menjadi issu-issu publik, maka dalam konteks politik artikulasi kebutuhan warga bukan hanya dapat dilakukan oleh partai politik, tetapi juga

kelompok-kelompok kepentingan. Kelompok kepentingan (interest group) merupakan organisasi formal

yang dapat memberikan pengaruh terhadap pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum (public

policy) terutama dalam negara-negara yang demokratis (democratic politics). Kelompok kepentingan merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, keinginan-keinginan yang sama, dan mereka melakukan kerjasama untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah demi tercapainya

kepentingan-kepentingan, tujuan-tujuan, dan keinginan-keinginan tersebut.20

Menurut Almond21

Kelompok kepentingan terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kesamaan sifat, sikap, kepercayaan, dan tujuan yang sepakat yang sepakat mengorganisasikan diri untuk untuk melindungi dan mencapai tujuan. Sebagai kelompok yang terorganisir, kelompok ini tidak hanya memiliki sistem sistem keanggotaan yang jelas, tetapi juga memiliki pola kepemimpinan, sumber keuangan untuk membiayai kegiatan dan pola komunikasi baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Posisi kelompok kepentingan dianggap penting karena kelompok kepentingan dilihat yang disebut kelompok kepentingan ialah setiap organisasi yang berusaha mempengaruhi kebijakan pemerintah tanpa berkehendak memperoleh jabatan publik. Dalam pandangan Almond, kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan memmang tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung sekalipun mungkin para pemeimpin ataupun anggota-anggotanya memenagkan kedudukan-kedudukan politik dalam Pemilihan Umum.

20

Anthonius Sitepu, Studi Ilmu Politik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012, hlm. 196. 21 Haedar Nashir, Op.Cit, hlm. 31.


(24)

sebagai sarana untuk menyampaikan dan memperkuat tuntutan-tuntutan, kepentingan-kepentingan anggota masyarakat terhadap sistem politik.

6.2.1. Jenis Kelompok Kepentingan

Kelompok kepentingan terdiri atas beberapa tipe atau jenis, Gabriel Almond22

a) Kelompok Kepentingan Anomik

membedakannya menjadi empat tipe atau jenis kelompok kepentingan antara lain:

Kelompok kepentinga ini terbentuk diantara unsur-unsur dalam masyarakat secara spontan. Karena tidak memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur, kelompok

ini sering bertumpang tindih dengan bentuk-bentuk partisipasi politik yang

non-konvensional, seperti demonstrasi, kerusuhan, kekerasan politik, pemogokan, huru-hara, konfrontasi dan sebagainya.

b) Kelompok Kepentingan Non-Assosiasional

Kelompok Kepentingan Non-Assosiasional (Non-Associational Interest) merupakan

kelompok kepentingan yang kurang terorganisir secara rapi, dan kegiatannya masih bersifat kadang kala saja. Kelompok ini berwujud keluarga atau keturunan etnik, regional, status kelas yang menyatakan kepentingan secara kadangkala dengan melalui individu-individu, kepala keluarga atau pemimpin agama. Keanggotaan kelompok ini diperoleh berdasarkan kepentingan-kepentingan yang serupa karena persamaan-persamaan dalam hal-hal tertentu, seperti keluarga, status, kedaerahan, keagamaan, keturunan dan etnis. Setelah melakukan kegiatan, kelompok ini langsung bubar dengan sendirinya. Kelompok ini biasanya menggunakan cara-cara pendekatan informal terhadap pemerintah dalam memperjuangkan kepentingannya.

22


(25)

c) Kelompok Kepentingan Institusional

Kelompok ini merupakan kelompok kepentingan yang muncul di dalam lembaga politik dan pemerintahan yang fungsinya untuk mengartikulasikan kepentingan seperti kelompok tertentu di dalam angkatan bersenjata, birokrasi, dan partai politik. Kelompok ini merupakan kelompok yang kepentingan yang bersifat formal yang sudah terorganisir secara rapi dan teratur. Kelompok kepentingan institusional sangat berpengaruh, biasanya akibat dari basis organisasinya yang kuat. Klik-klik militer, kelompok-kelompok birokrat, dan pemimpin-pemimpin partai sangat dominan dinegara-negara belum maju, dimana kelompok kepentingan assosiasional sangat terbatas jumlahnya dan belum efektif.

d) Kelompok Kepentingan Asosiasional

Kelompok kepentingan asosiasional yang terbentuk dari masyarakat dengan fungsi untuk mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Kelompok ini memakai tenaga professional yang bekerja penuh dan memiliki prosedur teratur untuk memutuskan kepentingan dan tuntutan. Kelompok ini juga mengorganisasikan diri dengan baik dan terus menerus menjalin hubungan dengan pemerintah. Kelompok kepentingan asosiasional terdiri dari Serikat Buruh, Kamar Dagang, dan Industri atau perkumpulan usahawan-usahawan, paguyuban etnik, persatuan-persatuan yang diorganisir oleh kelompok-kelompok agama dan sebagainya. Kelompok kepentingan assosiasional jika diijinkan berkembang cenderung untuk menetukan perkembangan dari jenis kelompok kepentingan lain. Basis organisasionalnya menempatkannya diatas kelompok non-assosiasional; taktik dan tujuannya sering diakui sah dalam msyarakat dan dengan mewakili kelompok dan kepentingan yang luas, kelompok assosiasional dengan efektif bisa membatasi pengaruh kelompok anomik non-assosiasional dan institusional.


(26)

6.2.2. Saluran Aktualisasi Kelompok Kepentingan

Dalam mengkomunikasikan tuntutan politik, individu-individu yang mewakili kelompok kepentingan atau dirinya sendiri biasanya tidak hanya ingin sekedar member informasi. Mereka bertujuan agar pandangan-pandangan mereka dipahami oleh para pemimpin yang membuat

keputusan yang relevan dengan kepentingan mereka, dan memperoleh tanggapan baik.23

a) Demonstrasi dan Tindakan Kekerasan

Oleh sebab itu kelompok kepentingan berusaha mencari saluran-saluran khusus untuk menyalurkan tuntutan mereka dan mengembangkan teknik-teknik penyampaian agar tuntutan itu diperhatikan dan ditanggapi. Saluran-saluran untuk menyatakan pendapat dalam masyarakat berpengaruh besar dalam menentukan luasnya dan efektifnya tuntutan-tuntutan kelompok kepentingan. Saluran-saluran tersebut antara lain:

Demonstrasi dan tindakan kekerasan fisik merupakan salah satu saluran yang diperguanakan oleh kelompok-kelompok kepentingan untuk menyatakan kepentingan-kepentingan atau tuntutan-tuntutan. Demonstrasi dan tindakan kekerasan fisik,yang didalamnya termasuk kerusuhan, huru-hara, pembunuhan, konfrontasi, adalah merupakan cirri khas kelompok kepentingan anomik.

b) Hubungan Pribadi

Hubungan pribadi merupakan saluran yang sering digunakan oleh kelompok kepentingan untuk mencapai dan meepengaruhi para pembuat keputusan politik utama. Hubungan pribadi biasanya melalui hungun


(27)

gan keluarga, almamater atau hubungan yang bersifar kedaerahan atau yang lain sebagai perantara. Hubungan pribadi biasa digunakan oleh kelompok kepentingan non-asosiasional yang mewakili kepentingan keluarga atau daerah, akan tetapi bisa juga dipergunakan oleh kelompok kepentingan lain.Hal ini karena hubungan secara langsung tatap muka merupakan salah satu cara paling efektif dalam membentuk sikap seseorang.

c) Perwakilan Langsung

Perwakilan lamgsung dalam badan legislatif atau birokrasi sangat memungkinkan kelompok-kelompok kepentingan mengkomunikasikan kepentingan-kepentingannya secara terus-menerus. Hal ini misalnya melalui anggota aktif dalam struktur pembuat keputusan atau anggota yang duduk di dalam birokrasi, badan legislative maupun badan eksekutif.

d) Media Massa

Media massa merupakan saluran dalam kegiatan yang dilakukan kelompok kepentingan dalam mengkomunikasikan kepentingan-kepentingannya atau tuntutan-tuntutannya dan pengaruhnya terhadap pembuat keputusan politik utama. Saluran ini antara lain seperti televise, radio, surat kabar, majalah, dan sebaginya.

e) Partai Politik

Partai politik juga merupakan saluran yang digunakan kelompok-kelompok kepentingan dalam mengkomunikasikan kepentingan-kepentingan ataupun tuntutan-tuntutannya. Disini muncul seberapa jauh fungsi partai mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan-kepentingan kelompok kepentingan yang ada dalam msyarakat dalam sistem politik, sebagai sarana komunikasi politik, sarana sosialisasi politik dan sebagai sarana


(28)

rekrutmen politik. Semua fungsi partai itu diasosiasikan dalam dengan kelompok-kelompok kepentingan.

f) Badan Legislatif, Eksekutif, dan Birokrasi

Kelompok-kelompok kepentingan dapat juga menyalurkan kepentingan-kepentingan, tuntutan-tuntutannya dengan melalui saluran-saluran yang terwujud dalam badan legislatif, eksekutif dan birokrasi.

Beberapa hal penting lain yang secara signifikan dapat mempengaruhi hasil akhir kegiatan ialah sisi internal organisasi, seperti lingkup keanggotaan, loyalitas anggota, lingkup kegiatan dan derajat kedalaman kegiatan. Dari segi cara dan sarana yang digunakan untuk memperjuangkan tuntutan, dapat dilihat seperti teknk-teknik yang digunakan untuk mencapai tujuan kelompok, bentuk tuntutan yang diajukan, derajat kelompakan kelompok, dan sumberdaya material dan manusia yang tersedia serta yang digunakan untuk mencapai tujuan kelompok. Kemudian dari sisi eksternal organisasi antara lain pertama, derajat kesesuaian dan ketaatan tujuan dan kegiatan kelompok dengan norma-norma dan kebiasaan budaya politik yang berlalu. Kedua, derajat kelembagaan kegiatan dan prosedur yang diikuti kelompok telah mengikuti pola yang ada atau berubah-ubah. Ketiga, derajat kemampuan kelompok memelihara akses komunikasi langsung dengan pemerintah yang hendak dipengaruhi akan sangat mempengaruhi keberhasilan atau hasil akhir dari upaya pencapaian tujuan kelompok

kepentingan.24


(29)

6.3. Civil Society

Civil society sering diterjemahkan dengan masyarakat kewarganegaraan atau masyarakat madani. Pengelompokannya antara lain pada organisasi sosial dan keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial dan keagamaan, paguyuban-paguyuban, dan juga

kelompok-kelompok kepentingan.25

Menurut Tocqueville

Civil society dalam konsep Tocqueville dimana masyarakat hidup dalam tatanan komunal, tidak tergantung dari campur tangan negara, dapat mengorganisasikan kebutuhannya sendiri dan hanya terikat dalam aturan-aturan lokal. Negara masih dibutuhkan kekuasaannya

tetapi harus diminimalisir dan dikontrol. Tatanan civil society dapat ditemukan pada asosiasi,

yaitu sekelompok individu dalam masyarakat yang meyakini suatu doktrin atau kepentingan tertentu dan memutuskan untuk merealisasikan doktrin atau kepentingan tersebut. Dalam

pemikirannya, civil society memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi sehingga mampu

menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara.

Namun, civil society hanya menjadi entitas pressure group, tidak berusaha untuk mencari,

mempertahankan dan merebut kekuasaan.

26

25

Hikam, Op.Cit, hlm. 3. 26Ibid.

civil society merupakan sebuah wilayah-wilayah kehidupan sosial

yang terorganisasi dan bercirikan antara lain kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan

(self-generating), dan keswadayaan (self-suporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti oleh warganya. Sebagai

sebuah ruang politik, civil society adalah suatu wilayah yang menjamin berlangsungnya prilaku,

tindakan dan refleksi mandiri, tidak terkungkung oleh kondisi kehidupan material, dan tidak terserap di dalam jaringan-jaringan kelembagaan politik resmi. Di dalamnya tersirat pentingnya


(30)

suatu ruang publik yang bebas (the free public sphere), tempat dimana transaksi komunikasi yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat.

Civil society setidaknya memiliki tiga ciri utama,27

1) Adanya kemandirian yang cukup tinggi dari dari individu-individu dan

kelompok-kelompok masyarakat, utamanya ketika berhadapan dengan negara. antara lain:

2) Adanya ruang publik yang bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif

dari warga negara melalui wacana yang berkaitan dengan kepentingan publik.

3) Adanya kemampuan membatasi kuasa negara agar tidak intervensionis

Dari pemaparan tersebut, cukup jelas bahwa civil society menyiratkan kemandirian dan

kematangan politis. Civil society terwujud dalam organisasi dan asosiasi yang dibuat di luar

penaruh negara. Civil society dapat diartikan sebagai pengelompokkan dari anggota-anggota

masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Hal ini menyiratkan keharusan adanya kebebasan dan keterbukaan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta kesempatan yang sama dalam mempertahankan kepentingan-kepentingan di tempat umum.

7. Metode Penelitian 7.1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini menggunakan metode deskripstif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan berdasarkan fakta serta data yang ada yang dianggap sebagai argumentasi terhadap suatu penelitian serta dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Metode penelitian deskriptif dilakukan dengan


(31)

menganalisis data dan fakta sebagai suatu cara untuk memecahkan masalah yang diteliti dengan

menerangkan keadaan sebuah objek penelitian sebagaimana adanya.28

7.2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan mentode wawancara dengan pengurus wilayah Muhammadiyah tempat penulis menetap yaitu pengurus wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, selain itu penelitian ini juga menggunakan

penelitian kepustakaan (library research). Data-data yang digunakan diperoleh dari buku-buku,

jurnal, majalah dan keputusan-keputusan Muktamar Muhammadiyah yang berhubungan dengan tema penelitian.

7.3.Teknik Analisa Data

Setelah tahap pengumpulan data, selanjutnya data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut dilakukan analisis. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan teknik analisis kualitatif yang menekan analisis pada sebuah proses pengambilan kesimpulan. Seluruh data yang telah diperoleh dieksplorasi menggunakan teori-teori yang memadai dan dipilih untuk memberi gambaran yang tepat terhadap kajian yang diteliti sehingga dapat menghasilkan sebuah kesimpulan yang menjadi penjelasan dalam permasalahan yang diteliti.

8. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : PROFIL DAN DINAMIKA POLITIK MUHAMMADIYAH


(32)

Bab ini akan menguraikan profil Muhammadiyah yang meliputi sejarah dan deskripsi landasan ideal dan landasan operasional organisasi Muhammadiyah. BAB III : KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH DI ERA REFORMASI MASA KEPEMIMPINAN DIN SYAMSUDDIN

Bab ini akan dijelaslan tentang kepentingan politik Muhammadiyah pada era reformasi dibawah kepemimpinan Din syamsuddin pada periode pertama kepemimpinannya pada tahun 2005 hingga periode kedua yang berjalan sampai tahun 2014.

BAB IV : PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan penelitian ini yang berisi kesimpulan dari hasil-hasil pembahasan pada bab-bab sebelumnya.


(33)

BAB II

PROFIL ORGANISASI MUHAMMADIYAH

1. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Kelahiran Muhammadiyah secara umum dapat dikaitkan dalam rangka merespon kondisi sosio-politik umat Islam sebagai akibat kebijakan pemerintahan Hindia Belanda. Pemerintah Hinda Belanda mengembangkan kekuasaannya dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Setelah berhasil melakukan penaklukan, Belanda melakukan proses kolonialisme yang dikemas dengan kebijakan pemerintahan yang liberal. Kondisi belenggu kolonialisme inilah yang kemudian menyebabkan sejumlah kalangan Islam terdidik membentuk organisasi, pergerakan dan perkumpulan yang bersifat sosial maupun politik sebagai pencarian kerangka ideologi alternatif. Sebagai respon atas politik Belanda dan kolonialisme itupula, pada awal abad 20 gerakan-gerakan kebangsaan mulai tumbuh. Gerakan-gerakan itu antara lain Sarekat Dadang Islam (SDI) tahun 1905, Budi Utomo tahun 1908, Sarekat Islam pada awal tahun 1912, Muhammadiyah pada akhir tahun 1912 serta Persis pada tahun 1923 dan Nahdatul Ulama pada tahun 1926.

2. Kelahiran Muhammadiyah

Kelahiran Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan KH. Ahmad Dahlan Sebagai pendirinya. KH. Ahmad Dahlan yang bernama asli Muhammad Darwisj, lahir di Kampung Kauman Yogyakarta pada 1868. Darwisj berasal dari latar belakang keluarga golongan elite Islam yang menanamkan nilai-nilai agama kepada dirinya. Selain belajar agama dari AL-Quran,


(34)

Setelah menunaikan ibadah haji, kemampuan intelektual Ahmad Dahlan berkembang. Ahmad Dahlan banyak berkomunikasi dengan ulama yang berasal dari Indonesia di Arab Saudi. Ia sering melakukan tukar pikiran menyangkut hal-hal sosial dan keagamaan. Ahmad Dahlan

beranggapan kondisi umat Islam ang merosot ruhul Islamiyahnya, pengalaman Islam yang

bercampur dengan bid’ah, khirafat, dan syirik membawa Islam dalam krisis kemurnian ajaran.

Setelah kembali dari ibadah hajinya, kegiatan sosial Ahmad Dahlan makin meningkat. Ia membuka kelas belajar kelas belajar dengan membangun pondok guna menampung murit yang

hendak belajar ilmu umum seperti ilmu falaqI, ilmu tauhid, dan tafsir. Selain itu ia juga intensif

melakuna komunikasi dengan berbagai kalangan ulama, intelektual dan kalangan pergerakan

seperti Budi Utomo dan Jamiat Khair.29

Dalam perkembangannya, Dahlan menawarkan nama perkumpulan yang akan dibentuk itu dengan nama Muhammadiyah, nama yang berhubungan dengan Nabi Muhammad. Nama ini diberi dengan maksud setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan

Pada tahun 1909, Ahmad Dahlan bergabung dalam dengan Budi Utomo sebagai penasehat masalah-masalah agama, posisinya ini memungkinkan dirinya mengaktualisasikan ilmu yang dikuasasinya dan belajar mengenai organiasasi modern. Selain Budi Utomo Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiatul Khair, organisasi Islam yang bergerak di bidang pendidikan. Keterlibatan dalam dua organisasi menambah pemahaman Ahmad Dahlan dalam mengatur organisasi secara modern di kalangan orang Islam. Bekal pengalaman yang diperoleh dari Budi Utomo dan Jamiat Khair mendorong Dahlan untuk membentuk organisasi dan menyelenggarakan pendidikan. Dahlan yang sebelumnya membuat sekolah sebagai tempat kegiatan belajar mendapat dukungan dari murid-muridnya untuk membentuk organisasi.


(35)

bermasyarakat dapat menyesuaikan dengan pribadi Nabi Muhammad SAW.30

Budi Utomo mengambil peran dalam proses permohonan pendirian Muhammadiyah kepada pemerintah. Setelah melalui berbagai pertemuan, pematangan rencana dan berbagai persiapan membentuk organisasi, akhirnya pada 18 November 1912 berdiri gerakan Islam bernama Muhammadiyah.

Dengan menisbahkan diri pada keteladanan Nabi Muhammad SAW, Muhammadiyah berusaha menghidupkan ajaran Islam yang murni dan otentik dengan tujuan memahami dan melaksanakan agjaran Islam yang telah dicontohkan Nabi.

31

3. Landasan Ideal Muhammadiyah

Setelah menerima permohonan dari Budi Utomo mengenai berdirinya Muhammadiah, Gubernur Jenderal meminta pertimbangan dan saran empat penguasa lembaga terkait, yaitu residen Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono VII; Pepatih Dalem Sri Sultan Sri Sultan Hamengku Buwono VII; dan ketua penghulu Haji Muhammad Kholil Kamaludiningrat.

Hasil rapat tersebut memberikan izin pendirian organisasi Muhammadiyah.dengan keluarnya izin tersebut, maka Muhammadiyah secara resmi berdiri. Organisasi ini berdiri dengan tujuan awal menyebarkan ajaran agama Islam kepada seperti yang diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada penduduk bumiputera, di dalam residensi Yogyakarta dan memajukan hal Islam kepada anggota-anggotanya. Tujuan ini dari waktu ke waktu mengalami perbaikan setelah mengalami perkembangan dengan berdirinya cabang-cabang di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara dan daerah lainnya.

a. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah

30

Ibid, hlm. 79.

31


(36)

Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah merupakan rumusan konsepsi yang bersumber pada Al-Quran dan Al-Sunnah tentang pengabdian manusia. Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah ini menjiwai dan menghembuskan semangat pengabdian dan perjuangan ke dalam tubuh dan seluruh gerak organisasi Muhammadiyah. Matan Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah secara lengkap antara lain sebagai berikut:

“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah dan Penyayang segala puji bagi Allah yang mengasuh semua alam; yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, yang memegang pengendalian pada hari kemudian. Hanya kepada Engkau, hamba menyembah dan hanya kepada Engkau hamba mohon pertolongan. Berilah petunjuk kepada hamba akan jalan yang lempang; jalan orang-orang yang telah engkau beri kenikmatan; yang tidak dimurkai dantidak tersesat.” (Al-Qur’an Surat al-Fatihah).

Saya ridla bertuhan kepada Allah, beragama kepada Islam dan bernabi kepada Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.”

Amma Ba’du, bahwa sesungguhnya ketuhanan itu adalah hak Allah semata-mata, bertuhan dan beribadah serta tunduk dan taat kepada Allah adalah satu-satunya ketentuan yang wajib atas tiap-tiap Makhluk, terutama Manusia.

Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat-iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.

Masyarakat yamh sejahtera, aman, damai, makmur dan bahagia hanya dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.


(37)

Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.

Menjunjung tinggi hukum Allah lebih dari hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah.

Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW dan diajarkan kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia dan akhirat.

Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan sentosa tersebut, tiap-tiap orang, terutama ummat Islam ummat yang yang percaya akan Allah dan hari kemudian, wajiblah mengikuti jejak sekalian Nabi yang suci; beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di dunia, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridla-Nya belaka, serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadlirat Allah atas segala perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakkal bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan akan perlindungan dan pertolongan Allah yang maha kuasa.

Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah dalam Qur’an:

Adakah dari kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung dan berbahagia (QS. Ali Imran: 104).


(38)

Pada tanggal Dzulhijjah 133 Hijriyah atau 18 Nopember 1912 Miladiyah, oleh Almarhum KH.A. Dahlan didirikan suatu persyarikatan sebagai “gerakan Islam” dengan nama “MUHAMMADIYAH” yang disusun dengan Majlis-majlis (Bahagian-bahagian)nya, mengikuti peredaran zaman serta berdasarkan “syura yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau Muktamar.

Kesemua itu perlu untuk menunaikan kewajiban mengamalkan perintah-perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW guna mencapai masyarakat yang sentosa dan bahagia, disertai nikmat dan rahmat Allah yang melimpah, sehingga merupakan: Suatu negara yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah perlindungan Tuhan yang Maha Pengampun (QS. AS-Saba’ :15).

Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan umat Islam dapatlah diantar ke pintu gerbang syurga “Jannatun Na’im” dengan keridlaan Allah yang Rahman dan Rahim.

b. Kepribadian Muhammadiyah

Kepribadian Muhammadiyah memuat 4 (empat) hal yaitu: 1) Apakah Muhammadiyah itu?

Muhammadiyah adalah persyarikatan yang merupakan gerakan Islam. Maksud gerakannya adalah dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar yang ditujukan pada dua bidang; perseorangan dan masyarakat. Dakwah amar ma’ruf nahi munkar pada bidang yang pertama

terbagi dalam dua golongan, kepada yang telah Islam bersifat pembaharuan (tajdid) yaitu

mengembalikan kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni. Yang kedua kepada yang belum Islam bersifat seruan dan ajakan untuk memeluk agama Islam. Adapun dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar kedua ialah kepada masyarakat, bersifat perbaikan dan bimbingan serta peringatan.


(39)

Kesemuanya itu dilakukan bersama dalam musyawarah atas dasar taqwa dan mengharap keridlaan Allah semata-mata.

Dengan melaksanakan dakwaf dan amar ma’ruf nahi munkar dengan caranya masing-masing yang sesuai, Muhammadiyah menggerakkan masyarakat menuju tujuannya, yaitu: terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.

2) Dasar Amal Usaha Muhammadiyah

Dalam perjuangan melaksanakan usahanya menuju tujuan terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dimana kesejahteraan, kebaikan dan kebahagiaan luas merata, Muhammadiyah mendasarkan gerak amal usahanya atas prinsip-prinsip yang tersimpul dalam uqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yaitu:

a) Hidup manusia harus berdasarkan tauhid, ibadah dan taat kepada Allah;

b) Hidup manusia bermanfaat;

c) Mematuhi ajaran-ajaran agama Islam dengan berkeyakinan bahwa ajaran Islam itu

satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia akhirat;

d) Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam dalam masyarakat adalah

kewajiban sebagai ibadah kepada Allah dan ihsan kepada kemanusiaan; e) Ittiba’ kepada langkah dan perjuangan nabi Muhammad SAW; dan


(40)

3) Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah

Menilik dasar prinsip tersebut diatas, maka pada apapaun yang diusahakan dan bagaimanapun cara perjuangan Muhammadiyah untuk mencapai tujuan tunggalnya harus berpedoman: “Berpegang teguh akan ajaran Allah dan Rasul-Nya, bergerak membangun di segenap bidang dan lapangan dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridlai Allah.”

4) Sifat Muhammadiyah

Memperhatikan uraian tentang: (a) Apakah Muhammadiyah itu, (b) Dasar Amal Usaha Muhammadiyah, dan (c) Pedoman Amal Usaha dan Perjuangan Muhammadiyah, maka Muhammadiyah memiliki dan wajib memelihara sifat-sifatnya, terutama yang terjalain di bawah ini:

a) Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan;

b) Memperbanyak kawan dan mengamalkan ukhuwah Islamiyah;

c) Lapang dada, luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam;

d) Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan;

e) Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah negara

yang sah;

f) Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi contoh teladan yang baik;

g) Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan


(41)

h) Aktif dalam perkembangan masyarakat, dengan maksud: Ishlah pembangunan sesuai dengan ajaran Islam;

i) Membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain dalam memelihara dan

membangun negara untuk mencapai masyarakat adil dan makmur yang diridlai Allah; dan

j) Bersifat adil serta korektif ke dalam dank ke luar dengan bijaksana.

c. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah

Rumusan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup (MKCH) Muhammadiyah ditetapkan dalam siding Tanwir tahun 1969 di Ponorogo dan kemudian direvisi pada Tanwir di Yogyakarta pada tahun 1970 dengan sistematika sebagai berikut:

1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar, beraqidah

Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi.

2. Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada

Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.

3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:


(42)

b) Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam.

4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi

bidang-bidang:

a) Aqidah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.

b) Akhlak

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia

c) Ibadah

Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.

d) Muamalah Duniawiyah

Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah kepada Allah SWT


(43)

5. Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi Allah SWT.

Baldatun thayyibatub wa robbun ghofur.

4. Landasan Operasional Muhammadiyah a. AD/ART Muhammadiyah

Anggaran dasar merupakan anggaran pokok yang menyatakan dasar, maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah, peraturan-peraturan pokok dalam menjalankan organisasi, dan usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut. Maksud dan tujuan yang akan dicapai Muhammadiyah sebagaimana yang dicantumkan dalam AD pasal 2, berbunyi “menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Sedang usaha-usaha yang harus dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut meliputi 17 subsistem sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3, yaitu:

a. Menyebarkan Agama Islam terutama dengan mempergiat dan menggembirakan tabligh;

b. Mempergiat dan memperdalam pengkajian ajaran Islam untuk mendapatkan kemurnian

dan kebenarannya;

c. Memperteguh iman, mempergiat ibadah, mempergiat semngat jihad, mempeetinggi


(44)

d. Memajukan dan memperbarui pendidikan dan kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni serta mempergiat penelitian menurut Islam.

e. Menggembirakan dan membimbing masyarakat untuk berwakaf serta membangun dan

memelihara tempat ibadah;

f. Meningkatkan harkat dan martabat manusia menurut tuntutan Islam;

g. Membina dan menggerakkan angkatan muda sehingga menjadi manusia muslim yang

berguna bagi agama, nusa dan bangsa;

h. Membimbing masyarakat kea rah perbaikan kehidupan dan mengembangkan ekonomi

sesuai ajaran Islam;

i. Memelihara, melestarikan,dan memberdayakan kekayaan alam untuk kesejahteraan

masyarakat

j. Membina dan memberdayakan petani, nelayan, pedagang kecil, dan buruh untuk

meningkatkan taraf hidupnya;

k. Menjalin hubungan kemitraan dengan dunia usaha;

l. Membimbing masyarakat dalam menunaikan zakat, infaq, sadaqah, hibah, dan wakaf;

m. Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal tolong-menolong dalam kebajikan dan

taqwa dalam bidang kesehatan, sosial, pengembangan masyarakat, dan keluarga sejahtera;

n. Menumbuhkan dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan kekeluargaan dalam

Muhammadiyah;


(45)

p. Memantapkan kesatuan dan persatuan bangsa serta peran serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; dan

q. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan Persyarikatan.

b. Khittah Perjuangan Muhammadiyah

Khittah Perjuangan Muhammadiyah dapat dikatakan sebagai kerangka berpikir untuk memahami dan memecahkan persoalan yang dihadapi Muhammadiyah sesuai dengan gerakannya dalam konteks situasi dan kondisi yang dihadapi guna mencapai maksud dan tujuan perserikatan. Khittah Perjuangan Muhammadiyah hasil keputusan Muktamar ke-40 di Surabaya tahun 1078 berisi lima hal sebagai berikut.

1) Hakikat Muhammadiyah

Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamika dari dalam, ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangku dari segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik, dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan struktural dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.

Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar, serta menyelenggarakan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya, ialah masyarakat sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya yaitu “Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” (masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT).


(46)

Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan di atas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.

Keyakinan dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah senantiasa menjadi landasan gerakannya, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan gerakan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.

2) Muhammadiyah dan Masyarakat

Sesuai dengan Khittahnya, Muhammadiyah sebagai persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai gerakan Islam amar ma’ruf nahi munkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama adalah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan dakwah jama’ah.

Di samping itu, Muhammadiyah menyelenggarakan amal usaha tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Cita-cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam, dan bagi usaha terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (masyarakatutama, adil, dan makmur yang diridlai Allah SWT).

3) Muhammadiyah dan Politik

Dalam bidang politik, Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konseptional, secara operasional dan secara konkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu masyarakat dan Negara Republik Indonesia yang berpancasila dan UUD’1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia,


(47)

material dan spiritual yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh kepada pendiriannya.

Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bgian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah. Dalam hubungan ini Muhammadiyah dalam Muktamar ke-38 menegaskan bahwa: Muhammadiyah adalah gerakan yang beramalkan pada segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dan tidak afiliasi dari suatu partai politik atau organisasi apapun. Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam persyarikatan Muhammadiyah.

4) Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyah

Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan Islam yang lain maupun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela kepentingannya. Dalam melaksanakan kepentingan tersebut, Muhamadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi dan institusi lainnya.

5) Dasar Program Muhammadiyah

Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut dan dengan memperhatikan kemampuan dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijakan sebagai berikut Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri


(48)

dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, taat beribadah, berakhlak mulia, menjadi teladan yang baik di tengahtengah masyarakat.

a. Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan

kewajiban sebagai warga negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosial terhadap persoalan dan kesulitan hidup masyarakat.

b. Menetapkan persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah

amar ma’ruf nahi munkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD’1945.

c. Visi dan Misi Muhammadiyah

Visi Muhammadiyah adalah Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang yang

berlandaskan pada Al-Quran dan As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa

istiqamah dan aktif dalam melaksanakan Dahwah Islam Amar Ma’ruf Nahi Munkar di segala

bidang sehingga menjadi rahmatan li al-alamin bagi umat, bangsa, dan dunia kemanusiaan

menuju terciptanya masyarakat utama yang diridlai Allah SWT dalam kehidupan dunia ini. Sebagai Gerakan Islam Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar, Muhammadiyah memiliki misi sebagai berikut:

a. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah SWT, yang

dibawa oleh Rasul Allah yang disyariatkan sejak Nabi Nuh AS hingga Nabi Muhammad SAW.


(49)

b. Memahami agama dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kehidupan yang bersifat duniawi.

c. Menyebarluaskan ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Quran sebagai kitab Allah

yang terakhir untuk umat manusia dan Sunnah Rasul.

d. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

d. Keputusan-Keputusan Muhammadiyah

Keputusan-keputusan Muhammadiyah meliputi banyak hal dari keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah Wilayah (Musyil), Musyawarah Daerah (Musyda), Musyawarah Cabang (Musycab), dan Musyawarah Ranting (Musyran). Selain itu ada juga keputusan-keputusan lain sebagai kebijakan pimpinan pada masing-masing tingkat.


(50)

BAB III

ANALISA KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH ERA REFORMASI

1. Kepentingan Politik Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi gerakan Islam yang sangat besar di Indonesia. Besarnya organisasi ini bukan hanya karena jumlah masssanya tetapi juga sejarah panjang yang dilalui dari awal kelahirannya hingga mencapai usia lebih dari satu abad saat ini. Muhammadiyah sejak awal telah memberikan perhatian pada usaha pencerahan. Kegiatannya tidak hanya berorientasi keagamaan saja, melainkan juga pada bidang lain seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial kemanusiaan.

Selain perhatian pada aspek-aspek sosial keagamaan, Muhammadiyah dalam perjalannanya juga merambah ke wilayah politik. Sejak berdiri pada tahun 1912, Muhammadiyah telah menunjukkan partisipasi politiknya dalam kehidupan kenegaraan. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Muhammadiyah merespon secara kritis ketika pemerintah Hindia Belanda megambil kebijakan yang dianggap diskriminatif terhadap Islam. Muhammadiyah memberikan reaksi keras ketika pemerintah membiarkan kegiatan misi Khatolik

dan zending Protestan melakukan kegiatan di hampir seluruh wilayah kekuasaan pemerintah.32

32 Syarifuddin Jurdi, Op.Cit, hlm. 90.

Reaksi yang dilakukam Muhammadiyah ini merupakan bentuk kritik terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda karena kristenisasi yang dilakukan oleh pembesar dan melalui pengajaran ini membuat propaganda melawan agama penduduk negeri. Kemudian pada masa pendudukan Jepang, banyak anggota Muhammadiyah ikut dlam kehidupan politik seperti Kiai Haji Mas Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo. Ki Bagus Hadikusumo bahkan ikut aktif dalam


(51)

persiapan berdirinya Negara Republik Indonesia dan ikut merumuskan mukadimah

Undang-Undang Dasar 1945.33

Kemudian masa Orde Baru kegiatan Muhammadiyah leih banyak tercurah pada bidang kemasyarakatan dan keagamaan. Pada masa ini Muhammadiyah menerapkan strategi yang cenderung seirama dengan rezim, dengan sikap netral dan lebih memilih pendekatan kultural

namun tidak meninggalkan peran politik yang disebut sebagai allocative politics (politik

alokatif). Bentuk politik alokatif tersebut seperti dalam proses pembuatan Undang-Undang

diantaranya RUU Perkawinan, RUU Keormasan, RUU Sistem pendidikan Nasional dan RUU Peradlan Agama.

34

33

Sutrisno Kuntoyo, Op.Cit., hlm. 301. 34Ibid, hlm. 305.

Era reformasi pasca kejatuhan Soeharto menjadi momen penting bagi perubahan politik Indonesia. Perubahan politik itu membawa banyak harapan untuk menata ulang sistem politik dan menyelenggarakan pemerintahan. Kejatuhan Soeharto melalui gerakan reformasi merupakan titik awal bagi reformasi seluruh sistem politik, dimana demokrasi menjadi tuntutan utama.

Muhammadiyah, sebagai organisasi keagamaan yang menyandang gerakan tajdid (pembaharuan)

menjadikan reformasi menjadi era yang penting. Hal itu karena gerakan reformasi (tajdid) itu

merupakan essensi dari jiwa, semangat, dan aktifitas Muhammadiyah. Muhammadiyah dalam perjalanan organisasinya selalu mendukung jalannya demokrasi. Muhammadiyah dengan visi sebagai organisasi yang berlandaskan pada Alquran dan Hadist ini menilai demokrasi sebagai jalan yang dapat ditempuh bagi umat Islam. Alquran yang megedepankan musyawarah dan adil dimana demokrasi dapat dianggap sebagai bentuk jalan musyawarah. Seperti yang dikatakan mantan ketua Pimpinan Muhammadiyah Sumatera Utara Drs. Dalail Ahmad, MA berikut;


(52)

“Muhammadiyah sumbernya Alquran dan Hadist, dimana mengedepankan sikap adil dan musyawarah. Demokrasi merupakan salah satu dari bentuk musyawarah seperti dalam sila keempat terdapat musyawawarah perwakilan. Sehingga, demokrasi tidak

bertentangan dengan prinsip dasar Muhammadiyah yang prinsip dasarnya Alquran”.35

Mekanisme musyawarah selalu diambil Muhammadiyah dalam pengambilan keputusan. Asas musyawarah dan kepemimpinan kolektif yang dianutnya, menuntut Muhammadiyah mempraktikkan sistem demokrasi. Hal tersebut dapat dilihat dalam pemilihan ketua ranting hingga pimpinan pusat yang dilakukan melalui musyawarah secara demokratis. Begitupun penentuan sikap dan tindakan Muhammadiyah dalam menyikapi perubahan untuk menyatakan sikap resmi diambil melalui mekanisme musyawarah. Musyawarah dalam Muhammadiyah mengikuti alur struktur organisasi yaitu Muktamar, Sidang Tanwir, Rapat Pleno PP, Keputusan

PP, atau musyawarah yang khusus diselenggarakan untuk menyikapi peristiwa tertentu.36

Muhammadiyah sebagai sebuah kekuatan sosial kemasyarakatan, menuntut organisasi ini untuk berkriprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai wujud fungsi dari

melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan

maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tersebut menjadi

kepentingan yang terus diperjuangkan Muhammadiyah.37

Era reformasi dalam semangat kehidupan yang lebih demokratis turut menjadi tanggung jawab Muhammadiyah dalam mendesain tatanan sosial yang demokratis. Komponen-komponen yang diperlukan untuk mewujudkan demokrasi perlu berperan secara optimal. Salah satu komponen penting untuk mendukung sistem politik yang demokratik itu adalah masyarakat sipil

Semua gerakan Muhammadiyah tidak

lepas dari gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar guna mewujudkan masyarakat Islam yang

sebenar-benarnya.

35

Wawancara dengan Drs. Dalail Ahmad, MA Mantan Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 8 Desember 2014, pukul 11.00 WIB.

36

Syarifuddin Jurdi, Op.Cit, hlm 46.


(53)

(civil society).38 Menurut Tocqueville, civil society memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas

warga negara. Tocqueville menilai civil society sebagai sebuah wilayah-wilayah kehidupan

sosial yang terorganisasi dengan kemandirian tinggi berhadapan dengan negara.39

Muhamamdiyah dalam memperjuangkan tegaknya sistem demokratis memandang perlunya tercipta masyarakat yang kuat, independen, mandiri terutama dalam memainkan peran dan kontrolnya kepada kekuatan negara. Muhammadiyah sebagaimana Khittah Perjuangan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara sesuai keputusan Tanwir Denpasar 2002 secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan yang diarahkan untuk terbentuknya

masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya

negara yang berkedaulatan rakyat.40

“Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat

madani (civil society) yang kuat sebagaimana sebagaimana tujuan Muhammadiyah

mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.”

Peran Muhammadiyah sebagai civil society tercermin dalam

siding Tanwir Bali berikut:

41

Muhammadiyah menjalankan peran dan langkah-langkah sistematik dalam

mengembangkan kehidupan masyarakat madani (civil society) melalui aksi-aksi dakwah kultural.

Peran Muhammadiyah dalam mendorong terbentuknya struktur masyarakat madani sebagai pilar demokrasi tersebut diwujudkan melalui lembaga-lembaga pendidikan sebagai usaha dalam

meyikapi fenomena patologi sosial dari transisi demokrasi. Oleh Jurdi42

38 Syarifuddin Jurdi, Op.Cit, hlm. 310. 39

Hikam, Op.Cit, hlm. 3. 40

Syamsul Hidayat, Studi Kemuhammadiyahan, Surakarta LPID Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1995, hlm. 171.

41

Ibid.

42 Syarifuddin Jurdi, Op.Cit, hlm. 313.

dalam tulisannya, patotologi sosial dalam proses transisi menuju demokrasi itu antara lain hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat, memudarnya kehidupan kewarganegaraan dan nilai-nilai


(1)

BAB IV PENUTUP

1. Kesimpulan

Muhammadiyah menjalani kehidupan di era reformasi dengan tetap pada identitasnya

sebagai gerakan kultural kemasyarakatan. Muhammadiyah mengambil peran dalam lapangan

kemasyarakatan yang diarahkan untuk terbentuknya civil society sebagai pilar utama

terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Melalui Tanwir Denpasar Muhammdiyah

berperan lebih aktif dalam politik kebangsaan sebagai peran dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara. Muhammadiyah senantiasa bersikap aktif dan konstriktif alam usaha pembangunan

reformasi sesuai khittah perjuangannya dalam menghadapi kondisi-konsisi kritis yang bangsa

dan negara.

Muhammadiyah tetap pada identitasnya sebagai organisasi keagamaan yang netral dan

tidak terjun dalam politik praktis secara kelembagaan. Namun, Muhammadiyah yang tidak

terlibat dalam politik praktis tidaklah menjadikan Muhammadiyah buta terhadap politik.

Muhammadiyah memerankan dirinya sebagai kekuatan politik yang menyalurkan aspirasi umat

Islam dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Muhammadiyah menjalankan

aktivitas politiknya melalui jalur kelompok kepentingan dalam memperjuangkan kepentingan

politik organisasi. Kepentingan yang diperjuangkan Muhammadiyah dalam perannya sebagai

kelompok kepentingan tetap dalam rangka melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar

guna melihat agama Islam dapat dilaksanakan oleh umatnya secara baik untuk terwujudnya


(2)

Era reformasi dengan sistem politik yang lebih terbuka dan sistem kepartaian yang

majemuk tidak dapat dipungkiri dapat membawa Muhammadiyah untuk terseret gejolak politik

praktis. Sebagai sebuah gerakan sosial yang besar dan terorganisasi dengan baik, tentu

Muhammadiyah memiliki political magnitude yang sangat besar. Muhammadiyah selalu

menjadi sasaran dari lobi-lobi politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik baik secara

organisasional maupun secara individual melalui elite-elitenya. Muhammadiyah memandang

prilaku politik praktis yang dilakukan oleh elite-elitenya merupakan prilaku yang bersifat

individual yang terlepas secara kelembagaan. Hal tersebut karena kepentingan politik

Muhammadiyah tidak berorientasi kekuasaan sebagaimana yang dilakukan oleh partai politik

dalam ranah politik praktis. Namun, Muhamamdiyah tetap membebaskan kadernya untuk terjun

dalam politik praktis tersebut sepanjang tidak melanggar aturan dalam Persyarikatan dan sejalan

dengan upaya perjuangan misi Persyarikatan dalam melaksanakan dakwah amar ma’ruf mahi


(3)

2. Saran

Muhammadiyah harus tetap mejadi Muhammadiyah yang tetap konsisten dengan khitah

perjuangannya dan tetap netral dengan politik praktis. Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi

dakwah harus terus dapat menjaga kemurnian dakwahnya agar tetap dapat diterima oleh semua

kalangan tanpa tersandera oleh kepentingan politik kelompok-kelompok tertentu.

Muhammadiyah tidak perlu menjadi organisasi politik atau partai politik yang berorientasi pada

kekuasaan, dengan cukup mengambil peran sebagi kelompok kepentingan dalam sistem politik.

Muhammadiyah walaupun memberi kebebasan kebebasan pada anggotanya dalam berpolitik

praktis, namun perlu mengambil sikap tegas bagi anggotanya yang menjual dan menyeret

Muhammadiyah dalam kepentingan-kepentingan tertentu yang diluar dari tujuan organisasi.

Keberanian mengambil sikap tentunya dapat meminimalkan politisasi Muhammadiyah oleh


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2007. Perihal Ilmu Politik. Yogyakarta Graha Ilmu.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Hadikusuma, Djarnawi, T.T. Matahari-Matahari Muhammadiyah: dari KH. Ahmad Dahlan sampai KH. Mas Mansyur. Yogyakarta: Persatuan.

Hasibuan, Malayu. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.

Hidayat, Syamsul dkk.1995. Studi Kemuhammadiyahan, Surakarta: LPID Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Hikam, Muhammad AS. 1996. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: Pustaka LP3ES.

Jurdi, Syarifuddin. 2004. Elite Muhammadiyah dan Kekuasaan Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Jurdi, Syarifuddin.2010. Muhammadiah dalam Dinamika Politik Indonesia 1996- 2006, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kartono, Kartini. 2009. Pendidikan Politik. Bandung Mandar Maju.

Kutoyo, Sutrisno. 1998. Kiyai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah. Jakarta: Balai Pustaka.

Mas’oed, Mohtar. MacAndrews, Colin. 1990. Perbandingan Sistem Politik, Yogyakarta: Gajah Mada Press.

Nasir, Haedar. 2006. Dinamika Politik Muhammadiyah. Malang: IMM Press.

Nawawi, Hadari. 2006. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Rais, M. Amin. 1997. Visi dan Misi Muhammadiyah. Yogyakarta: Pustaka Suara Muhammadiyah.

Sitepu, Anthonius. 2012. Studi Ilmu Politik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suwarno. 2001. Muhammadiyah Sebagai Oposisi. Yogyakarta: UII Press.


(5)

Ridho Al Hamdi, 2012. “Dinamika Islam dan Politik Elit-Elit Muhammadiyah periode 1998-2010”. Jurnal Studi Pemerintahan. Volume 3 Nomor 1 Tahun 2012.

Saud El hujaj, 2003. ”Nalar Negara dalam Gerakan Muhammadiyah”. Tanwir Jurnal Pemikiran Agama dan Peradaban. Edisi Perdana, Vol 1, Tahun 2003.

Sumber Internet:

pukul 20.08 WIB

Diakses pada 15 Januari 2014 pukul 20.45 WIB

Diakses pada 15 Januari 2014 pukul 20.45 WIB

22.30 WIB.


(6)

BIODATA

Nama : Azhari

TTL : Medan, 25 Oktober 1990

Alamat : Jl. Pendapatan Raya Marindal I No.336 kec. Patumbak kab. Deli Serdang Agama : Islam

Email : azharifachdja@gmail.com Riwayat pendidikan:

• SD Negeri 101788 Deli Serdang (1997-2003) • SMP Negeri 22 Medan (2003-2006)

• SMA Negeri 5 Medan (2006-2009) • Universitas Sumatera Utara (2009)