Muhammadiyah dan Politik Praktis

45 Dilihat dari jenis kelompok kepentingan menurut teori Gabriel Almond, Muhammadiyah dapat digolongkan dalam jenis kelompok kepentingan asosiasional. Menurut Almond, kelompok kepentingan asosiasional terbentuk dari masyarakat dengan fungsi untuk mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Ciri utama kelompok kepentingan ini memakai tenaga profesional yang bekerja penuh dan memiliki prosedur teratur untuk memutuskan kepentingan dan tuntutan. 50 Muhammadiyah menyampaikan kepentingannya melalui sikap resmi organisasi yang diputuskan melalui mekanisme musyawarah. Selain itu dalam pimpinan pusat juga terdapat Majelis Hukum dan Hak Azasi Manusia dan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik yang ditujukan sebagai amal usaha Muhammadiyah dalam bidang politik. Tujuan Majelis dan Lembaga itu untuk membela kepentingan persyarikatan dan mengupayakan advokasi publik yang menyangkut kebijakan yang bersentuhan dengan kepentingan rakyat banyak. Terkait dengan gugatan masalah hukum atau undang-undang yang tidak pro rakyat, Muhammadiyah menggugatnya melalui jalur hukum yang ada via Majelis tersebut. 51

2. Muhammadiyah dan Politik Praktis

Seperti dijelaskan pada bagian sebelumnya, Muhammadiyah merupakan organisasi sosial keagamaan dengan aktivitas dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Aktivitas dakwah Muhammadiyah dengan orientasi pencerahan dan pencerdasan umat, tidak hanya berkaitan dengan masalah-masalah keagamaan saja melainkan juga masalah-masalah politik. Sejak berdirinya tahun 1912 Muhammadiyah telah menunjukkan partisipasi politiknya. Namun, identitas Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah jika dikaitkan dengan posisinya dalam proses politik nasional seringkali menjadikan Muhammadiyah terbentur pada persoalan. Benturan persoalan itu karena adanya praanggapan bahwa dunia politik itu identik dengan 50 Antonius Sitepu, Op.Cit. hlm. 31. 51 Wawancara Prof. Dr. Asmuni, MA, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara 46 organisasi politik orpol dan politik praktis dalam usaha perjuangan meraih kekuasaan power struggle, dimana bila dunia politik itu didekati akan merusak dakwah. 52 Sebenarnya jika melihat jauh kebelakang, dalam sejarahnya Muhammadiyah pernah terlibat aktif dalam kegiatan politik praktis sebagai bagian perjuangan meraih kekuasaan. Pasca kemerdekan, Muhammadiyah bersama kekuatan Islam yang lain sepakat mendirikan partai Islam. Dalam Kongres Umat Islam 7-8 November 1945 disepakati berdirinya partai Majelis Syura Muslimin Indonesia Masyumi dimana lewat Masyumi nasib umat Islam diperjuangkan sebagai satu-satunya partai Islam di Indonesia. 53 “Warga Muhammadiyah dan simpatisanya turut memilih Masyumi, dengan cara menusuk tanda gambar bulan-bintang-putih di atas dasar hitam yang bersih; mengerahkan anggota- anggota Muhammadiyah dan segenap keluarganya untuk mengajak khalayak ramai secara bijaksana untuk menusuk tanda gambar Masyumi pada 29 September 1955 dan 15 Desember 1955; mengerahkan pelajar-pelajar Muhammadiyah pada hari libur untuk ikut menempelkan tanda gambar atau mengadakan propaganda di tempat-tempat yang jauh ke pelosok; mengerahkan pelajar-pelajar Muhammadiyah untuk menyanyikan lagu-lagu Muhammadiyah menjadi kekuatan Islam yang paling setia dengan Masyumi hingga partai ini dibubarkan. Bahkan Muhammadiyah menjadi anggota istimewa dalam partai Masyumi pasca keluarnya PSII dan NU yang memutuskan membentuk partai Islam sendiri. Pemilu 1955 sebagai penyelenggaraan pemilu pertama di Indonesia menjadi ajang Muhammadiyah dalam keterlibatan dengan politik praktis dalam perjuangan meraih kekuasaan. Muhammadiyah sebagai anggota istimewa turut serta dalam usaha pemenangan Masyumi dengan mengerahkan sumberdaya yang dimiliki. Pengerahan sumber daya tersebut tak terkecuali kepada pelajar-pelajar Muhammadiyah, ibu-ibu dan anak-anak sebagaimana terlihat dalam keputusan siding Tanwir pada 11-14 April di Yogyakarta berikut; 52 Sutrisno Kutoyo, Op.Cit., hlm. 305. 53 PW Masyumi Jawa Timur, Hari Ulang Tahun Partai Politik Masyumi Ke-11 Surabaja: PW Masjumi, 19956, hlm 26-27; lihat dalam Syarifuddin Jurdi, Muhammadiyah dalam Dinamika Politik Indonesia 1966-2006 Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010 hlm. 121. Universitas Sumatera Utara 47 pemilu Masyumi meningkatkan kepedeulian sosial seperti memberkan bantuan pada korban banjir dan korban bencana alam; lebih memperdalam kesadaran segenap keluarga Muhamamdiyah mengenai betapa baik dan indahnnya suatu negara jika diatur dengan aturan Islam sebagaimana tujuan Masyumi yang juga didukung oleh Muhammadiyah; meningkatkan kegiatan yang arahnya mempererat ukhuwah Islamiyah, baik untuk keluarga Muhammadiyah, keluarga Masyumi, maupun kaum Muslimin pada umumnya; selalu mengusahakan agar gerak-gerik Masyumi mencerminkan jiwa keagamaan karena sikap Masyumi terlalu politis hendaknya sumber daya manusia baik yang tua, laki-laki, perempuan, pandu-pandu Hizbul Wathan maupun pelajar-pelajar Muhammadiyah menampakkan lebih banyak tanda gambar Masyumi, baik dalam rapat-rapat maupun pawai-pawai Muhammadiyah”. 54 Pada masa orde baru setelah sebelumnya gagal untuk merehabilitasi Masyumi, Muhammadiyah melalui elite-elitenya membidani lahirnya partai baru yaitu Partai Muslimin Indonesia Parmusi. Keterlibatan Muhammadiyah dengan Parmusi mirip dengan Masyumi, yakni keterlibatan formal lewat legitimasi dan representasi organisasi. Usaha Muhammadiyah dalam pemengangan Masyumi menuai hasil. Masyumi menjadi partai Islam dengan perolehan kursi terbesar dibandingkan partai Islam lain. Bahkan peolehan kursi Masyumi sama dengan PNI sebagai partai nasionalis dengan perolehan 57 kursi. Keberhasilan Masyumi dalam pemilu pertama ini tercatat sebagai kemenangan partai Islam modernis dalam sejarah Indonesia merdeka. Namun, kebersamaan Masyumi dengan Muhammadiyah harus terhenti setelah Masyumi dibubarkan melalui Keputusan Presiden tahun 1959 yang menjadikan Muhammadiyah secara resmi memisahkan diri dengan Masyumi. 55 54 PP Muhammadiyah,”Laporan di Sekitar Pemilihan Umum” [Laporan Kebijakan yang disampaikan pada Sidang Tanwir Muhamamdiyah, Pekalongan, 21-24 Juni 1955], Djogjakarta, 1955, hlm. 3, lihat Ibid. 55 Sutrisno Kuntoyo, Op.Cit., hlm. 304. Parmusi oleh Muhammaiyah diproyeksikan sebagai salah satu amal usaha Muhammadiyah dalam bidang politik. Muhammadiyah melalui sidang Tanwir di Ponorogo 1969 menyatakan sikapnya bahwa partai politik Parmusi merupakan salah satu proyek Muhammadiyah sebagai bagian dari Universitas Sumatera Utara 48 kegiatan dakwah. 56 Memasuki awal era reformasi pasca kejatuhan Soeharto, netralitas Muhammadiyah kembali menjadi perhatian. Muhammadiyah melalui sidang Tanwir di Semarang tanggal 5-7 Juli 1998 memutuskan memberi amanat kepada pimpinan pusat Muhammadiyah untuk melakukan ijtihad politik guna mencapai kemashlahatan umat dan bangsa secara maksimal, yang senantiasa dilandasi semangat dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Namun, hubungan Muhammadiyah dengan Parmusi ini berakhir akibat akibat adanya konflik dalam internal partai dan illfiltrasi dari pihak luar. Pengalaman sebelumnya untuk terlibat langsung dalam politik praktis membawa Muhammadiyah mengambil sikap tegas terkait hubungan organisasinya dengan politik. Hal ini terlihat dalam kebijakan mengambil sikap netral sebagaimana keputusan Muktamar ke-38 tahun 1971 di Ujung Pandang. Muhammadiyah menegaskan tidak mempunyai hubungan organisatoris dan afiliasi dengan partai politik, organisasi dan kekuatan politik manapun sejauh politik tersebut menyangkut politik praktis dan mengejar kedudukan dan jabatan dalam pemerintahan. 57 56 Syarifuddin Jurdi, Op.Cit., hlm. 191. 57 Saud El hujaj ,2003. ”Nalar Negara dalam Gerakan Muhammadiyah”. Tanwir Jurnal Pemikiran Agama dan Peradaban. Edisi Perdana, Vol 1, Tahun 2003, hlm. 94. Atas dasar amanat tersebut Amien Rais melakukan ijtihat politik dengan mendirikan Partai Amanat Nasional. Kedudukan Partai Amanat Nasional dengan elite-elitenya yang sebagian besar warga Muhammadiyah menjadikan partai ini secara historis sulit terpisah dengan Persyarikatan. Hubungan historis itu kemudian berkembang menjadi hubungan personal antara warga Muhammadiyah dengan kelembagaan PAN. Posisi Amien Rais sebagai ketua PAN menjadi magnet bagi kader-kader Muhammadiyah lain menjadi pengurus PAN. Walaupun PAN sebenarnya tidak meliliki hubungan apapun dengan Muhammadiyah, tetapi yang berkembang banyak pihak yang mengaitkannya baik oleh masyarakat maupun elite-elite PAN sendiri. Universitas Sumatera Utara 49 Sikap netral Muhammadiyah kembali menjadi perhatian dalam pemilu presiden 2004. Dalam sidang Tanwir Bali 2002 muncul istilah kader terbaik yang secara khusus ditujukan pada Amien Rais. Melalui istilah ini langkah politik Muhammadiyah terlihat dalam mendorong kadernya menjadi pimpinan nasional. Selanjutya Muhammadiyah menyerukan seruan untuk memilih partai yang memberi peluang bagi terpilihnya kader-kader Muhamamdiyah, serta instruksi untuk memilih DPD yang direkomendasikan Muhammadiyah. 58 Pertanyaan akan sikap Muhammadiyah terkait dengan politik praktis juga muncul pada era kepemimpinan Din Syamsuddin. Din Syamsuddin sebagai ketua umum Muhammadiyah yang merupakan kunci bagi tegaknya gerakan kultural Muhammadiyah dalam beberapa kesempatan melibatkan dirinya dalam bayang-bayang politik praktis. Prilaku dalam bayang- bayang politik praktis itu antara misalnya pada tahun 2005 Din Syamsuddin mengeluarkan pernyataan bahwa Partai Amanat Nasional harus menjadi partai yang mewakili aspirasi politik warga Muhammadiyah dengan menjadikan medium dakwah lewat jalur politik. 59 Padahal Muhammadiyah dalam sidang pleno PP Muhammadiyah tanggal 22 Agustus 1998 menyatakan Muhammadiyah dengan partai-partai politik termasuk PAN tidak ada hubungan kelembagaanorganisatoris. 60 Prilaku Din Syamsuddin yang dikaitkan politik praktis yang lain adalah pada tahun 2008 Din yang menjabat sebagai ketua umum PP Muhammadiyah menyatakan memberikan restu dan dukungan penuh kepada Partai Matahari Bangsa PMB. 61 58 Risalah Keputusan Sidang Pleno Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bersama Ketua-Ketua Pimpinan Muhamamdiyah tentang “Kebijakan Muhammadiyah Menghadapi Pemilu 2004” 9-10 Februari 2004 lihat, Ibid. 59 Ridho Al Hamdi, Op.Cit,. hlm. 186. 60 Saud El Hujjaj, Op.Cit,. hlm. 95. Bahkan, Din secara terang-terangan memberikan restu kepada kader Muhammadiyah untuk menjadi wakil rakyat dari partai yang 61 http:otomotif.kompas.comread2008070921160118Din.Syamsuddin.Restui.Kader.Muhammadiyah.Caleg.PMB , diakses pada 15 Januari 2014 pukul 21.55 WIB. Universitas Sumatera Utara 50 mencalonkannya sebagai presiden tersebut. Din menyebut PMB memiliki hubungan sosiologis, historis dan kedekatan hati dengan Muhammadiyah,. Ia berharap PMB menjadi partai yang mengusung nilai-nilai yang dipegang Muhammadiyah. Menurut Din, PMB sebagai partai yang dibentuk oleh para aktivis muda dan tokoh Muhammadiyah bisa menjadi kendaraan dan aspirasi politik warganya. Pemilu 2009 juga menjadi ajang yang mengaitkan Din Syamsuddin dengan politik praktis. Din Syamsuddin tampak secara terbuka mendukung salah satu kandidat calon presiden dan calon wakil presiden pada pemilu 2009 yaitu pasangan Jusuf Kalla-Wiranto. Bahkan, Din memberikan sinyal tersebut di depan warga Muhammadiyah. Kesan seruan ini terjadi saat Din menghadiri Sidang Tanwir kedua organisasi sayap Muhammadiyah Aisyiah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada 12 Juni 2009. Din Syamsuddin pada sat hendak memberikan sambutan slogan ”lebih cepat lebih baik” yang identik dengan Jusuf Kalla. 62 Menjelang pemilu 2014 Din juga tampak beberapa kali menunjukkan kesiapannya mengisi jabatan dalam struktur pemerintahan, seperti menteri, presiden maupun wakil presiden. Salah satu bentuk kesipan itu terlihat ketika menerimankunjungan Prabowo Subianto di kantor PP Muhammadiyah. Din menyatakan kesiapannya mendampingi Prabowo Subianto sebagai wakil presiden karena memiliki kesamaan pandangan politik. Selain itu Din juga menyerukan agar warga Muhammadiyah agar tidak golput dan menggunakan hak suaranya. 63 62 Ketua umum Muhammadiyah sebagai kunci dalam tegaknya gerakan kultural Muhamamdiyah tentunya memiliki peranan besar dalam jalannya roda organisasi. Meskipun sistem kepemimpinan dalam Muhammadiyah itu kolektif dan kolegial, peran seorang ketua umum pimpinan pusat tetap saja dominan dalam http:news.okezone.comread20090612268228570din-syamsuddin-serukan-muhammadiyah-dukung-jk Diakses pada 12 Januari 2014 pukul 14.00 WIB. 63 http:politik.news.viva.co.idnewsread471781-ditemui-prabowo--din-syamsuddin-beri-sinyal-jadi-cawapres Diakses pada 21 Februari 2014 pukul 20.25 WIB. Universitas Sumatera Utara 51 mengantisipasi dan menanggapi realitas politik yang terus berkembang. Jika kemudian hal-hal yang berkaitan dengan politik praktis dijalankan oleh elite pimpinannya sendiri tentunya mengundang untuk kembali mempertanyakan sikap netralitas yang selama ini dipegang oleh Muhamamdiyah. Untuk menjawab kaitan Muhammadiyah dengan politik praktis khususnya pada era reformasi tersebut baiknya kita kembali pada peranan Muhammadiyah pada masyarakat serta kehidupan berbangsa dan bernegara. Menurut teori Tocqueville, civil society meskipun memiliki kapasitas politik yang tinggi namun tidak berusaha untuk mencari, mempertahankan dan merebut kekuasaan. Muhammadiyah sebagai civil society sebagaimana dalam khittahnya secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. 64 Selain kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, Muhammadiyah juga melalukan kegiatan- kegiatan politik tidak langsung high politic yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara sebagai sebuah kelompok kepentingan. Dalam kaitan kelompok kepentingan tersebut, menurut teori Almond kecuali dalam keadaan luar biasa, kelompok kepentingan memang tidak berusaha menguasai pengelolaan pemerintahan secara langsung sekalipun mungkin para pemimpin ataupun anggota-anggotanya memenangkan kedudukan-kedudukan politik dalam pemilihan Sedangkan perjuangan dalam upaya meraih kekuasaan power struggle untuk membentuk pemerintahan dilakukan oleh partai politik dan institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut baik dalam lapanganan kemasyarakatan maupun dalam politik kekuasaan dilakukan secara objektif dalam sistem politik yang sehat guna mewujudkan tujuan negara. 64 Syamsul Hidayat, Op.Cit, hlm.171. Universitas Sumatera Utara 52 umum. Muhammadiyah secara kelembagaan tidak mengambil peran dalam perjuangan kekuasaan seperti yang dilakukan partai politik yang bersifat politik praktis, namun Muhamamdiyah mendorong secara kritis perjuangan partai politik dalam perjuangan politik praktis yang dilakukan dengan sebaik-bauknya untuk terciptanya sistem politik yang demokratis dan mengedepankan kepentingan rakyat. Hal tersebut sesuai dengan khittah berikut; “Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan real politics untuk dijalankan oleh partai-partai politik atau lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tahun 1945”. 65 Menyikapi prilaku Din Syamsuddin yang dikaikan dengan politik praktis, ketua pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara Prof. Dr. Asmuni MA menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan Din Syamsuddin bersifat individual dan terlepas secara kelembagaan. Menurutnya, susai dengan Khittah perjuangannya Muhammadiyah tidak terkibat dengan politik praktis dan tidak memiliki hubungan organisatoris dengan partai politik manapun. Namun, meskipun Muhammadidah tidak terlibat dalam politik praktis bukan berarti Muhammadiyah alergi dengan politik praktis. Muhammadiyah mempersilahkan kepada warganya yang berminat terjun ke dalam politik praktis selama tidak bertentangan dengan AD ART dan ketentuan- ketentuan lain dalam organisasi. 66 “Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab amanah, akhlak mulia akhlaq al-karimah, keteladanan uswah hasanah, dan perdamaian ishlah. Aktivitas pilitik tersebut harus Hal tersebut sebagaimana tercantum pada Khittah kiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berikut; 65 Ibid, hlm.173. 66 Wawancara Prof. Dr Asmuni, MA, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara 53 sejalan dengan upaya perjuangan misi Persyarikatan dalam melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar”. 67 “Ada instruksi dari pimpinan Pusat Muhammadiyah kepada seluruh Wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting di seluruh Indonesia agar tetap menjaga netralitas Muhammadiyah. Bahkan semua amal usaha Muhammadiyah, seperti masjid, musalla, tidak boleh digunakan untuk kampanye oleh partai politik manapun”. Sebagai pimpinan wilayah pada masa kepemimpinan Din Syamsuddin, Prof Asmuni beranggapan secara organisatoris Muhammadiyah dalam kepemimpinan Din Syamsuddin tetap netral, tetapi secara individual memberikan kebebasan untuk memilih partai yang diyakini membawa masalahat yang besar. Salah satu bentuk upaya menjaga netralitas itu misalnya dalam pemilihan umum pimpinan pusat mengeluarkan instruksi agar semua amal usaha Muhammadiayah tidak digunakan untuk kampanye partai politik manapun. 68 Senada dengan Prof Asmuni, mantan pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara 2005-2010, Drs. Dalail Ahmad mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan oleh Din Syamsuddin merupakan prilaku individu yang terlepas secara kelembagaan. Menurutnya prilaku individu untuk terlibat dalam politik praktis merupakan hak politik sebagaimana Muhammadiyah memberi kebebasan pada warganya. Namun, pada dasarnya Muhammadiyah telah menetapkan Khittah untuk tidak membawa simbol-simbol partai kedalam Persyarikatan agar Muhammadiyah tetap menjadi ormas dahwah saja. Terkait dengan politik praktis mantan pimpinan wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara pada pada periode awal kepemimpinan Din Syamsuddin ini mengakui ada oknum-oknum yang berusaha “menjual kepala” orang-orang Muhammadiyah demi memenuhi kepentingan politiknya. Upaya tersebut dilakukan dengan harapan agar diikuti oleh massa dibawah. Namun menurutnya warga Muhammadiyah belum tentu mengikuti mereka, karena warga Muhammadiyah dianggap cerdas dengan kepentingan-kepentingan di wilayahnya 67 Syamsul Hidayat, Op.Cit, hlm.174. 68 Ibid. Universitas Sumatera Utara 54 masing-masing. Warga Muhammadiyah menyadari kebebasan untuk mengggunakan hak politiknya sesuai dengan hati nurani sebagai tanggung jawab sebagai warga negara. Kebebasan hak politik warga Muhammadiyah tersebut seperti tercermin dalam keputusan sidang Tanwir Denpasar 2002. “Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih terebut harus merupakan tanggung jawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara”. 69

3. Aktualisasi Gerakan dalam Bidang Politik Kenegaraan