Kepentingan Politik Muhammadiyah PROFIL ORGANISASI MUHAMMADIYAH

39

BAB III ANALISA KEPENTINGAN POLITIK MUHAMMADIYAH ERA REFORMASI

1. Kepentingan Politik Muhammadiyah

Muhammadiyah merupakan sebuah organisasi gerakan Islam yang sangat besar di Indonesia. Besarnya organisasi ini bukan hanya karena jumlah masssanya tetapi juga sejarah panjang yang dilalui dari awal kelahirannya hingga mencapai usia lebih dari satu abad saat ini. Muhammadiyah sejak awal telah memberikan perhatian pada usaha pencerahan. Kegiatannya tidak hanya berorientasi keagamaan saja, melainkan juga pada bidang lain seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi dan sosial kemanusiaan. Selain perhatian pada aspek-aspek sosial keagamaan, Muhammadiyah dalam perjalannanya juga merambah ke wilayah politik. Sejak berdiri pada tahun 1912, Muhammadiyah telah menunjukkan partisipasi politiknya dalam kehidupan kenegaraan. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Muhammadiyah merespon secara kritis ketika pemerintah Hindia Belanda megambil kebijakan yang dianggap diskriminatif terhadap Islam. Muhammadiyah memberikan reaksi keras ketika pemerintah membiarkan kegiatan misi Khatolik dan zending Protestan melakukan kegiatan di hampir seluruh wilayah kekuasaan pemerintah. 32 32 Syarifuddin Jurdi, Op.Cit, hlm. 90. Reaksi yang dilakukam Muhammadiyah ini merupakan bentuk kritik terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda karena kristenisasi yang dilakukan oleh pembesar dan melalui pengajaran ini membuat propaganda melawan agama penduduk negeri. Kemudian pada masa pendudukan Jepang, banyak anggota Muhammadiyah ikut dlam kehidupan politik seperti Kiai Haji Mas Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo. Ki Bagus Hadikusumo bahkan ikut aktif dalam Universitas Sumatera Utara 40 persiapan berdirinya Negara Republik Indonesia dan ikut merumuskan mukadimah Undang- Undang Dasar 1945. 33 Kemudian masa Orde Baru kegiatan Muhammadiyah leih banyak tercurah pada bidang kemasyarakatan dan keagamaan. Pada masa ini Muhammadiyah menerapkan strategi yang cenderung seirama dengan rezim, dengan sikap netral dan lebih memilih pendekatan kultural namun tidak meninggalkan peran politik yang disebut sebagai allocative politics politik alokatif. Bentuk politik alokatif tersebut seperti dalam proses pembuatan Undang-Undang diantaranya RUU Perkawinan, RUU Keormasan, RUU Sistem pendidikan Nasional dan RUU Peradlan Agama. 34 33 Sutrisno Kuntoyo, Op.Cit., hlm. 301. 34 Ibid, hlm. 305. Era reformasi pasca kejatuhan Soeharto menjadi momen penting bagi perubahan politik Indonesia. Perubahan politik itu membawa banyak harapan untuk menata ulang sistem politik dan menyelenggarakan pemerintahan. Kejatuhan Soeharto melalui gerakan reformasi merupakan titik awal bagi reformasi seluruh sistem politik, dimana demokrasi menjadi tuntutan utama. Muhammadiyah, sebagai organisasi keagamaan yang menyandang gerakan tajdid pembaharuan menjadikan reformasi menjadi era yang penting. Hal itu karena gerakan reformasi tajdid itu merupakan essensi dari jiwa, semangat, dan aktifitas Muhammadiyah. Muhammadiyah dalam perjalanan organisasinya selalu mendukung jalannya demokrasi. Muhammadiyah dengan visi sebagai organisasi yang berlandaskan pada Alquran dan Hadist ini menilai demokrasi sebagai jalan yang dapat ditempuh bagi umat Islam. Alquran yang megedepankan musyawarah dan adil dimana demokrasi dapat dianggap sebagai bentuk jalan musyawarah. Seperti yang dikatakan mantan ketua Pimpinan Muhammadiyah Sumatera Utara Drs. Dalail Ahmad, MA berikut; Universitas Sumatera Utara 41 “Muhammadiyah sumbernya Alquran dan Hadist, dimana mengedepankan sikap adil dan musyawarah. Demokrasi merupakan salah satu dari bentuk musyawarah seperti dalam sila keempat terdapat musyawawarah perwakilan. Sehingga, demokrasi tidak bertentangan dengan prinsip dasar Muhammadiyah yang prinsip dasarnya Alquran”. 35 Mekanisme musyawarah selalu diambil Muhammadiyah dalam pengambilan keputusan. Asas musyawarah dan kepemimpinan kolektif yang dianutnya, menuntut Muhammadiyah mempraktikkan sistem demokrasi. Hal tersebut dapat dilihat dalam pemilihan ketua ranting hingga pimpinan pusat yang dilakukan melalui musyawarah secara demokratis. Begitupun penentuan sikap dan tindakan Muhammadiyah dalam menyikapi perubahan untuk menyatakan sikap resmi diambil melalui mekanisme musyawarah. Musyawarah dalam Muhammadiyah mengikuti alur struktur organisasi yaitu Muktamar, Sidang Tanwir, Rapat Pleno PP, Keputusan PP, atau musyawarah yang khusus diselenggarakan untuk menyikapi peristiwa tertentu. 36 Muhammadiyah sebagai sebuah kekuatan sosial kemasyarakatan, menuntut organisasi ini untuk berkriprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai wujud fungsi dari melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. Dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tersebut menjadi kepentingan yang terus diperjuangkan Muhammadiyah. 37 Era reformasi dalam semangat kehidupan yang lebih demokratis turut menjadi tanggung jawab Muhammadiyah dalam mendesain tatanan sosial yang demokratis. Komponen-komponen yang diperlukan untuk mewujudkan demokrasi perlu berperan secara optimal. Salah satu komponen penting untuk mendukung sistem politik yang demokratik itu adalah masyarakat sipil Semua gerakan Muhammadiyah tidak lepas dari gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar guna mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 35 Wawancara dengan Drs. Dalail Ahmad, MA Mantan Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, 8 Desember 2014, pukul 11.00 WIB. 36 Syarifuddin Jurdi, Op.Cit, hlm 46. 37 Wawancara dengan Prof. Dr. Asmuni MA, Ketua PW Muhammadiyah Sumatera Utara, via email 10 Desember 2014. Universitas Sumatera Utara 42 civil society. 38 Menurut Tocqueville, civil society memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang terhadap kecenderungan intervensi negara atas warga negara. Tocqueville menilai civil society sebagai sebuah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dengan kemandirian tinggi berhadapan dengan negara. 39 Muhamamdiyah dalam memperjuangkan tegaknya sistem demokratis memandang perlunya tercipta masyarakat yang kuat, independen, mandiri terutama dalam memainkan peran dan kontrolnya kepada kekuatan negara. Muhammadiyah sebagaimana Khittah Perjuangan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara sesuai keputusan Tanwir Denpasar 2002 secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan yang diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani civil society sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. 40 “Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani civil society yang kuat sebagaimana sebagaimana tujuan Muhammadiyah mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.” Peran Muhammadiyah sebagai civil society tercermin dalam siding Tanwir Bali berikut: 41 Muhammadiyah menjalankan peran dan langkah-langkah sistematik dalam mengembangkan kehidupan masyarakat madani civil society melalui aksi-aksi dakwah kultural. Peran Muhammadiyah dalam mendorong terbentuknya struktur masyarakat madani sebagai pilar demokrasi tersebut diwujudkan melalui lembaga-lembaga pendidikan sebagai usaha dalam meyikapi fenomena patologi sosial dari transisi demokrasi. Oleh Jurdi 42 38 Syarifuddin Jurdi, Op.Cit, hlm. 310. 39 Hikam, Op.Cit, hlm. 3. 40 Syamsul Hidayat, Studi Kemuhammadiyahan, Surakarta LPID Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1995, hlm. 171. 41 Ibid. 42 Syarifuddin Jurdi, Op.Cit, hlm. 313. dalam tulisannya, patotologi sosial dalam proses transisi menuju demokrasi itu antara lain hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat, memudarnya kehidupan kewarganegaraan dan nilai-nilai Universitas Sumatera Utara 43 komunitas, kemerosotan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat, dan memudarnya nilai kejujuran kesopanan dan gotong royong, melemahnya nilai keluarga, KKN, serta kerusakan sistem dan ekonomi. Salah satu ciri dari civil society adalah adanya ruang publik yang bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif dari warga negara melalui wacana yang berkaitan dengan kepentingan publik. 43 Menurut Easton kepentingan politik dalam sebuah sistem politik berwujud tuntutan dan dukungan sebagai input dalam sistem tersebut. 44 Tuntutan secara sederhana dijelaskan sebagai perangkat kepentingan yang belum dialokasikan secara merata oleh sistem politik kepada sekelompok masyarakat yang ada di dalam cakupan yang ada di dalam sistem politik. Muhamamdiyah selain menempuh jalur kultural untuk mencapai cita-cita sosialnya dalam merekontruksi kehidupan sosial kemasyarakatan, juga menempuh jalur struktural dalam bentuk tuntutan kepentingannya dalam sistem politik. Upaya melalui jalur struktural ini ditempuh dalam mempengaruhi kebijakan politik pemerintah sebagai input berupa tuntutan dalam sistem politik untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat. Hal- hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan negara sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis. 45 43 Hikam, Op.Cit, hlm. 3. 44 Mohtar Mas’oed, Op.Cit, hlm. 8. 45 Syamsul Hidayat, Op.Cit, hlm. 172. Sebagaimana keputusan Tanwir Denpasar 2002: “Muhamamdiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban”. Universitas Sumatera Utara 44 Kelompok kepentingan merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sekelompok individu yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama, dan melakukan kerjasama untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah demi tercapainya kepentingan-kepentingan tersebut. 46 Kelompok kepentingan membawa kepentingannya tersebut sebagai input kedalam sitem politik. Dalam pandangan Almond terkait sistem politik, sebelum kebijakan-kebijakan dan tujuan-tujuan dapat ditetapkan, individu-individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat harus menentukan apa yang menjadi kepentingan mereka. Kepentingan-kepentingan dan tuntutan- tuntutan tersebut diartikulasikan kemudian diagregasikan atau digabungkan menjadi alternatif- alternatif kebijaksanaan. 47 Muhammadiyah sebagai organisasi sosial keagamaan yang memiliki visi dan tujuan organisasi serta mewakili warga Muhammadiyah yang besar tentunya memiliki kepentingan- kepentingan politik. Kepentingan politik itu sebagai perjuangan organisasi untuk diartikulasikan dalam sistem politik sebagai bagian dari peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepentingan politik yang diperjuangkan oleh Muhammadiyah dalam perannya sebagai kelompok kepentingan tetap dalam rangka melaksanakan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar. 48 Kepentingan Muhammadiyah dalam kerangka dakwah amar ma’ruf nahi mungkar tersebut guna melihat agama Islam dapat dilaksanakan oleh umatnya oleh umatnya secara baik untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sehingga terwujud cita-cita Muhammadiyah agar umat Islam Indonesia menjalankan agamanya sesuai al-Quran dan Hadist. 49 46 Anthonius Sitepu, Op.Cit. hlm. 196. 47 Ibid, hlm. 31. 48 Wawancara Prof. Dr.Asmuni, MA, Op.Cit. 49 Suara Muhammadiyah, edisi Desember 2002, hlm. 28. Universitas Sumatera Utara 45 Dilihat dari jenis kelompok kepentingan menurut teori Gabriel Almond, Muhammadiyah dapat digolongkan dalam jenis kelompok kepentingan asosiasional. Menurut Almond, kelompok kepentingan asosiasional terbentuk dari masyarakat dengan fungsi untuk mengartikulasi kepentingan anggotanya kepada pemerintah. Ciri utama kelompok kepentingan ini memakai tenaga profesional yang bekerja penuh dan memiliki prosedur teratur untuk memutuskan kepentingan dan tuntutan. 50 Muhammadiyah menyampaikan kepentingannya melalui sikap resmi organisasi yang diputuskan melalui mekanisme musyawarah. Selain itu dalam pimpinan pusat juga terdapat Majelis Hukum dan Hak Azasi Manusia dan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik yang ditujukan sebagai amal usaha Muhammadiyah dalam bidang politik. Tujuan Majelis dan Lembaga itu untuk membela kepentingan persyarikatan dan mengupayakan advokasi publik yang menyangkut kebijakan yang bersentuhan dengan kepentingan rakyat banyak. Terkait dengan gugatan masalah hukum atau undang-undang yang tidak pro rakyat, Muhammadiyah menggugatnya melalui jalur hukum yang ada via Majelis tersebut. 51

2. Muhammadiyah dan Politik Praktis