Transformasi Dakhil ke dalam Kajian Tafsir

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 25 dan d}a’if, riwayat-riwayat isra’iliyyat, prasangka dan dongeng, berpedoman pada makna bahasa semata dan mengalahkan riwayat yang sahih, serta berpegang pada kewajiban yang bersifat majaziyah dan tunduk pada tamsil dan imajinasi, terlalu larut dalam filsafat dan ilmu kalam, serta hanya mengandalkan perkataan ahli bid’ah dan mengikuti hawa nafsu. 2. Tidak teliti memahami teks ayat dan dalalah-nya. 3. Menundukkan nash Alquran untuk kepentingan hawa nafsu, fanatisme madzhab, dan bid’ah. Seperti pada surat al- Ra’d ayat 25: ينيِ ّ لا ييِفي ن دِسحفي ي لص ييحن أيِهِبيهّ لاي أي ي ن ع طحقي يِهِق ثيِيِدعبينِيِهّ لايد عي ن ضُقني ِاّدلايُء سي ل يُنعّ لاي ليكِ ل ُأيِ أا Artinya: Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk Jahanam. Sebagian ulama’ syi’ah mengatakan bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan kaum khawarij, kemudian sebagai balasannya, khawarij menyatakan bahwa yang dimaksud dalam surat al-Baqarah ayat 204 adalah Ali bin Abi Thalib. عيهّ لايدِ شي ي ينّدلايِ يححلاييِفيهُل قيك ِجعيين يِس ّنلاينِ ِ ِخحلايّد ل أي يِهِح قييِفي يى Artinya: “Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah atas kebenaran isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. ” digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 26 4. Mengabaikan sebagian syarat-syarat mufassir. Berdasarkan sebab-sebab di atas, secara garis besar sebab-sebab tersebut tercover dalam dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari Islam itu sendiri, yang berkaitan langsung dengan keilmuan mufassir dan yang melatarbelakanginya. Seperti tidak memenuhi persyaratan sebagai mufassir, atau memiliki kecederungan yang menjadikan penafsirannya menyimpang seperti karena adanya pertentangan- pertentangan madzhab dan teologi. Sedangkan faktor yang kedua yaitu faktor eksternal, yang berasal dari luar Islam untuk menghancurkan islam. Alquran adalah kekuatan terbesar umat islam, maka kelemahan terbesar juga ada padanya. Jika Alquran yang sudah dijamin keontetikannya oleh Allah, maka jalan lain untuk menghancurkan islam adalah melalui penafsiran-penafsiran, yang selanjutnya dapat menyesatkan para pengikutnya. Melalui penyusupan- penyusupan riwayat israiliyyat, hadis-hadis palsu dan sebagainya.

E. Respon terhadap Dakhil

Berdasarkan pemaparan dakhil di atas, secara garis besar dakhil mempunyai orientasi lebih luas, yaitu periwayatan-periwayatan baik yang berupa hadis- hadis d}a‘if, palsu, maupun isra ’iliyyat. Adapun mengenai pengamalan hadis d}a’if masih terdapat perbedan pendapat di kalangan para ulama. Perbedaan tersebut secara garis besar terbagi dalam tiga kategori, yaitu: digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 27 1. Tidak dapat diamalkan Pendapat pertama ini diikuti oleh Yahya ibn Ma’in, Abu Bakar ibn ‘Arabi, al-Bukhari, Muslim dan bn Hazm yang secara mutlak menolak hadis dhaif baik dalam masalah fad}ail al- A‘mal maupun hukum. 2. Dapat diamalkan secara mutlak Pendapat ini diikuti oleh Abu Dawud dan Ahmad ibn Hanbal. Mereka berpendapat bahwa hadis d}a ‘if lebih kuat daripada pendapat manusia. 3. Dapat dijadikan hujjah dalam hal fad}a’il al-A’mal, Mawaiz}, Id}aif al-Tarhib wa al-Targhib. Menurut ibn Hajar al-‘Asqalani, hadis ini dapat dijadikan hujjah ketika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Ke-d}a’if-annya tidak parah, seperti hadis yang diriwayatkan oleh para pendusta atau tertuduh dusta, atau sangat banyak mengalami kesalahan. b. Terdapat dalil lain yang kuat yang dapat diamalkan c. Ketika mengamalkannya tidak beriktikad bahwa hadis itu thubut, melainkan dalam rangka hati-hati. Menurut Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, pendapat yang paling kuat adalah pendapat pertama karena pada dasarnya kemuliaan akhlak merupakan tiang- tiang agama yang sama halnya dengan hukum yang berlandaskan pada hadis yang maqbul. 21 Sementara yang terkait dengan israiliyyat, terdapat tiga pandangan yaitu: 1. Selaras dengan kebenaran Alquran dan Hadis. Alquran sudah memuat segalanya, namun pengambilan isra’iliyyat bisa diamalkan untuk 21 Idris, Studi Hadis Jakarta: Prenada Media Group, 2016, 245-246. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 28 menguatkan dalil dan menegakkan hujjah atas ahl kitab dari kitabnya sendiri. 2. Meninggalkan apa yang bertentangan dengan Alquran dan Hadis. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al- Ma’idah ayat 41: ينِي ِ كحلاي ن ُفِّحي ِهِعِضا يِدعب Artinya: ‚Mereka mengubah kata-kata Taurat dari makna yang sebenarnya.‛ 22 3. Bagian yang didiamkan, yaitu tidak mempercayai dan juga tidak mendustakan apa yang berasal dari ahl kitab. Sementara itu mengenai hadis mawd}u‘, para ulama salaf dan khalaf melarang meriwayatkan hadis mawd}u’ palsu dalam hal apapun, kecuali disertai dengan penjelasan bahwa itu adalah hadis palsu dan dusta, begitu pula dengan israiliyyat. 23 Sementara itu M. Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa segala riwayat yang tidak dapat dipastikan kebenarannya seperti jalinan kisah cinta nabi Sulaiman dengan ratu Balqis yang berujung pada pernikahan hendaknya disingkirkan dari uraian tafsir. 22 Lajnah Pentas}h}ih mus}h}af Alquran, Alqur’an al-Karim Jakarta: Menara Kudus, 2006, 114. 23 Syahbah, Israiliyyat dan Hadis..., 9. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 92

BAB III MENGENAL SYAIKH NAWAWI AL-BANTANI

A. Sosio-Historis Syaikh Nawawi al-Bantani

K. H. Nawawi al-Bantani memiliki nama lengkap Abu Abd al- Mu’ti Muhammad ibn Umar al-Tanara al-Bantani. Ia lahir di kampung Tanara, Serang, Banten pada tahun 1815 M 1230 H. Mengenai tahun kelahiran Syaikh Nawawi, masih terdapat beberapa versi. Versi pertama, Chaidar meyebut bahwa Syaikh Nawawi lahir pada tahun 1230 H yang bertepatan tahun 1813 M. 1 Sedangkan menurut versi lain, jika dilihat dari persesuaian antara tahun hijriyah dan Masehi, tahun 1230 H sama dengan tahun 1814 atau 1815 M, lebih tepatnya yaitu bulan Muharram 1230 H sama dengan bulan Desember 1814 M. akan tetapi jika kelahiran syaikh Nawawi setelah bulan Muharram, maka tahun Masehinya adalah 1815 M, atau antara bulan Januari dan November 1815 M. 2 Syaikh Nawawi hidup di masa ketika semangat pembaharuan Islam bergema di kawasan Timur Tengah, terutama Mesir. Ia hidup sezaman dengan gerakan Pan-Islamisme, Jamaluddin al-Afghani lahir 1839 M, Muhammad Abduh lahir 1349 M, dan Rifaah Badawi Rafi’ al-Tahtawi 1801-1873 M. 3 1 Chaidar, Sejarah Pujangga Islam Syaikh Nawawi al-Bantani Indonesia, Jakarta: CV. Sarana Utama, 1979, 5.; Ahmad Muttaqin, “Karakteristik Tafsir Marah Labid Karya Syaikh Nawawi al- Bantani”, al-Dzikra: Jurnal Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an dan al-Hadis, Vol. 8. No. 1 Januari-Juni 2014, 63. 2 Yuyun Rosdiana, “Syaikh Nawawi al-Bantani: Riwayat Hidup dan Sumbangannya terhadap Islam”, skripsi, Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia, 1990, 12.; Muttaqin, Karakteristik Tafsir, 63. 3 Muttaqin, Karakteristik Tafsir,64.