Etiologi Klasifikasi Patogenesis Dispepsis Fungsional

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dispepsis Fungsional

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani dys : sulit dan pepse : pencernaan, merupakan suatu kondisi yang menunjukkan adanya ketidaknyamanan saluran cerna biasanya ditandai dengan perasaan penuh pada perut dan mual. 12 Dispepsia fungsional adalah bagian dari gangguan pencernaan fungsional yang memiliki gejala umum gastrointestinal dan tidak ditemukan kelainan organik berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi dan endoskopi. 13

2.1.1. Etiologi

Dispepsia fungsional merupakan akibat dari kombinasi beberapa faktor seperti faktor biologi atau fisiologi seperti inflamasi, gangguan mekanik dan sensorik, psikologikal seperti kecemasan, depresi, somatisasi dan sosial interaksi dengan orang tua, guru atau teman sebaya. Pada anak dengan dispepsia fungsional, hanya sedikit dijumpai kolonisasi Helicobacter pylori di mukosa lambungnya. 13

2.1.2 Klasifikasi

Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3 golongan tergantung dari gejala yang dominan, yaitu : 12,13 Universita Sumatera Utara - Ulcer-like dyspepsiayang ditandai dengan gejala nyeri yang terpusat dibagian medial kuadran atas abdomen - Dysmotility-like dyspepsia ditandai dengan gejala tidak nyaman ataupun mengganggu tetapi tidak nyeri dan gejala tersebut terutama timbul dibagian media kuadran atas abdomen. Sensasi yang timbul biasanya keluhan rasa penuh, cepat kenyang, kembung araupun mual - Non-specific dyspepsia keluhan yang timbul tidak memenuhi kriteria baik ulcer-like dyspepsia maupun dysmotility-like dyspepsia.

2.1.3. Patogenesis

Patogenesis dispepsia fungsional masih belum diketahui secara pasti.Gangguan motilitas diduga menjadi salah satu penyebab berdasarkan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya bukti ritme elektris lambung yang tidak teratur dan perlambatan waktu pengosongan lambung dan duodenum atau motilitas abnormal yang ditandai dengan gerak mundur dari lambung dan duodenum. Pasien dengan nyeri perut fungsional memiliki kelainan aktivitas elektrik lambung dengan gerakan lambung yang lebih lamban dan tekanan kontraksi duodenum yang tinggi. Gangguan motilitas lambung diduga terkait dengan aktivasi eosinofil. Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dispepsia fungsional terjadi 14 Universita Sumatera Utara pengaktifan eosinofil dengan tingkat sedang sampai ekstensif pada mukosa lambung. Faktor fisiologis dan psikologis dapat berhubungan dengan inflamasi pada pasien dengan dispepsia fungsional. Sel mast menjadi fokus penelitian karena hubungannya yang erat dengan saraf enterik. Sel mast mengalami peningkatan jumlah pada bagian antrum, korpus dan duodenum pasien dengan dispepsia fungsional. Peningkatan tersebut berhubungan dengan hipersensitivitas akan distensi dan sel mast tersebut akan mengalami degranulasi apabila lambung mengalami distensi. Faktor psikologis seperti kecemasan dapat berperan dalam respon inflamasi. Stres akan mengaktivasi hipotalamus untuk melepaskan corticotrophin-releasing factor CRF. CRF juga diproduksi oleh sel inflamasi di susunan saraf perifer sampai sentral. Sel mast mengekspresikan reseptor CRF dan jika terstimulasi akan melepaskan sitokin dan mediator proinflamasi lainnya.Berbagai mediator yang dilepaskan sel inflamasi akan mempengaruhi emosi dan perilaku seseorang. Sel mast dan dan histamin neuronal memainkan peranan penting dalam mencetuskan kecemasan, terutama lewat reseptor H1 postsinaps. Hal ini menjelaskan mengapa gejala dispepsia fungsional berkurang dengan pemberian penyekat reseptor H1 atau H2 dan stabilisator sel mast. 15 19 Universita Sumatera Utara

2.1.4 Diagnosis