Habitat Orangutan Perilaku Bersarang Orangutan

2.3.2 Habitat Orangutan

Orangutan banyak dijumpai di kawasan hutan hujan tropis dan menjadikan daerah ini sebagai habitatnya Galdikas, 1986. Selanjutnya dijelaskan bahwa saat ini habitat orangutan dapat dikategorikan sebagai habitat in-situ hutan alam dan habitat eks-situ hutan binaanrehabilitasi dan reintroduksi, kebun binatang, dan lain sebagainya. Apabila dikaitkan dengan usaha-usaha konservasi, maka kegiatan yang dilakukan di habitat tersebut dapat dikelompokkan menjadi kegiatan rehabilitasi dan bukan rehabilitasi. Hoeve 1996 menyatakan bahwa orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut dpl, sedangkan kerabatnya di Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl. Bagi orangutan, daya dukung habitat ini ditentukan oleh produktivitas tumbuhan yang menghasilkan makanan pada waktu yang tepat dan sebagai tempat beristirahat yang aman. Kekurangan makanan akan menyebabkan terjadinya persaingan, dan anggota yang posisinya lebih rendah harus mencari sumber-sumber makanan di tempat lain, atau menerima sumber-sumber makanan alternatif. Jika tidak, mereka akan mati. Jadi, jika kebutuhan dasar lainnya air, makanan, tempat beristirahat, dan lain sebagainya cukup tersedia, maka aktivitas hidupnya akan berlangsung dengan baik, dengan kata lain daya dukung untuk kehidupannya ditentukan oleh ketersediaan akan sumber makanannya Meijaard, 2001.

2.3.3 Perilaku Bersarang Orangutan

Semua kera besar termasuk orangutan membangun sarang yang biasanya di pergunakannya baik untuk beristirahat pada siang maupun tidur pada malam hari Schaik et.al., 1994. Sarang bagi orangutan juga dapat berfungsi sebagai tempat Universitas Sumatera Utara bermain bagi orangutan muda, tempat berlindung, melahirkan, melakukan kopulasi dan aktivitas makan Rijksen, 1978. Orangutan sering berpindah-pindah, maka tiap harinya pula ia membuat sarang-sarang baru Wardaningsih, 1992. Dalam membuat sarang, orangutan memilih pohon yang sesuai dengan seleranya. Kebanyakan disesuaikan dengan strategi dan pohon makanan terakhir yang dikunjunginya. Sarang dibuat dari ranting dan daunnya masih segar, biasanya pada ketinggian 15 meter sampai 20 meter dari permukaan tanah Walkers, 1983. Ketika seekor orangutan menemukan posisi yang sesuai untuk membangun sebuah sarang dalam sebuah pohon, maka orangutan bergerak menuju batang-batang pohon kecil disekitarnya, lalu memegang dahan ke bawah dengan kaki. Kemudian ia memilin, melekukkan atau melipatnya ke bagian cabang yang lentur dengan tangannya. Tangan juga dipergunakannya untuk mendorong dahan-dahan tersebut ke bawah supaya rapat untuk membentuk suatu bidang datar. Pembuatan sebuah sarang biasanya membutuhkan waktu 2-3 menit, namun dapat dilanjutkan dengan perbaikan- perbaikan ringan Mac Kinnon, 1974. Konstuksi sebuah sarang orangutan dapat bervariasi dari suatu bidang datar kecil yang sederhana sampai sebuah sarang yang besar dan kokoh, yang bahkan mampu untuk menahan seorang manusia dewasa dengan sangat nyaman Rijksen, 1978. Menurut Margianto 1998, setelah Orangutan menemukan dahan yang cocok untuk bersarang maka terdapat 4 empat langkah dalam teknik bersarang yang menggunakan dahan-dahan tersebut yaitu : 1 Melingkari, dahan dilengkungkan mendatar untuk membentuk sarang melingkar dan pegangan pada tempat bengkokan lain pada cabang pohon 2 Menggantung, dimana sebuah cabang dibengkokkan kebawah mengarah ke sarang untuk membentuk bagian tutup sarang 3 Bertiang, dimana cabang-cabang dilingkarkan ke atas dari bawah mengarah pada sarang untuk menahan cabang-cabang untuk dukungan ekstra 4 Melepaskan, sebuah cabang dihentakkan dari pohon lain dan di taruh dibawah sarang atau diletakkan di tempat sebagai bagian dari atap penutup sarang. Universitas Sumatera Utara Sarang orangutan tidak permanen sifatnya Sugardjito, 1983. Lebih lanjut Rijksen 1978 menjelaskan bahwa orangutan sering kali membuat sarang baru di lokasi yang berbeda atau dengan memperbaiki sarang yang lama. Sarang-sarang tersebut dapat digunakan selama dua malam atau lebih, sedangkan ketahanan sarang orangutan dapat bervariasi dari dua minggu sampai lebih dari satu tahun. Menurut Van Schaik et al., 1994, hancur dan hilangnya sarang orangutan ditentukan oleh faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut dpl, tipe hutan, habitat, begitu juga faktor- faktor lain yang juga mempengaruhinya seperti temperatur, kelembaban dan curah hujan. Menurut Sugardjito 1983, di Ketambe Taman Nasional Gunung Leuser orangutan jantan dewasa dan betina dewasa tanpa anak memiliki perbedaan dengan orangutan remaja dan betina dewasa dengan anak dalam hal pemilihan tempat bersarang. Orangutan jantan dewasa dan betina dewasa tanpa anak lebih sering memilih membuat sarang pada pohon makanan yang terakhir dikunjunginya, sedangkan orangutan remaja dan betina dewasa dengan anak lebih banyak membuat sarang pada pohon lain. Hal ini merupakan strategi hewan untuk menghindar dari predator atau hewan-hewan lain yang memakan buah yang sama pada malam hari yang dapat mengganggu tidurnya. Schaik Idrusman 1996 menyatakan bahwa dalam suatu pohon ada beberapa posisi sarang yang biasa digunakan orangutan yaitu; 1 posisi sarang yang terletak didekat batang utama, 2 posisi sarang yang terletak ditengah atau dipinggir cabang utama, dan 3 posisi sarang yang terletak di puncak pohon atau di antara dua tepi pohon atau lebih yang saling bersinggungan yang di jalin menjadi satu. YEL 2009 menjelaskan bahwa ada beberapa posisi sarang orangutan yang terdapat di Sumatera, antara lain berada batang utama pohon, percabangan pohon, puncak pohon yang tinggi, dan pada panggabungan dua pohon atau lebih, seperti terlihat pada Gambar 2.2 berikut ini. Universitas Sumatera Utara Posisi 1 Posisi 2 Posisi 3 Posisi 4 Gambar 2.2 Beberapa Posisi Sarang Orangutan di Atas Pohon Sugardjito 1983 menyatakan bahwa posisi sarang di atas puncak pohon dan dahan pohon, baik pada satu batang maupun pada dua batang pohon mempunyai keuntungan bagi orangutan, yaitu tidak terhalangnya pandangan dan jangkauan yang dapat mencakup sebagian besar dari penjuru hutan. Selain itu posisi ini juga memudahkan orangutan dalam melakukan pergerakan sewaktu keluar dari sarang dan dari segi keamanan, posisi ini menghindarkan orangutan dari ancaman predator. Menurut Mac Kinnon 1974, orangutan lebih sering membangun sarangnya di dekat batang utama dari pada di posisi lain. Namun pemilihan posisi sarang ini sepertinya juga ditentukan oleh banyak faktor, seperti keuntungan dari tidak terhalangnya pandangan mata yang dapat menjangkau sebagian besar penjuru hutan. Estimasi populasi dengan metode penghitungan sarang dipengaruhi oleh umur sarang, potensi pohon pakan, perilaku pergerakan, termasuk migrasi serta kondisi habitat. Bagi orangutan, daya dukung habitat ini ditentukan oleh produktivitas tumbuhan yang menghasilkan makanan pada waktu yang tepat dan sebagai tempat beristirahat yang aman. Kekurangan makanan akan menyebabkan terjadinya persaingan, dan anggota yang posisinya lebih rendah harus mencari sumber-sumber makanan di tempat lain, atau menerima sumber-sumber makanan alternatif. Jika tidak, mereka akan mati. Jadi, jika kebutuhan dasar lainnya air, tempat beristirahat, dll. cukup tersedia, maka aktivitas hidupnya akan berlangsung dengan baik, dengan kata lain daya dukung untuk kehidupannya ditentukan oleh ketersediaan Meijaard, 2001. Universitas Sumatera Utara 2 Kelas Sarang UNESCO-PanEco dalam YEL 2009, menjelaskan bahwa kelas sarang dan kelas kerusakankehancuran sarang dapat ditentukan atas empat kelas untuk memprediksi kondisi tersebut dengan ciri-ciri sebagai berikut: A. Kelas A; daun masih segar, sarang baru, semua daun masih hijau seperti Gambar 2.3 berikut Gambar 2.3 Contoh Sarang Kelas A. B. Kelas B, daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah mulai coklat terutama di permukaan sarang, belum ada lubang yang terlihat dari bawah seperti Gambar 2.4 berikut Gambar 2.4 Contoh Sarang Kelas B. Universitas Sumatera Utara C. Kelas C, sarang tua, semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang; sudah terlihat adanya lubang dari bawah seperti Gambar 2.5 berikut Gambar 2.5 Contoh Sarang Kelas C. D. Kelas D, semua daun sudah hilang, sebagian besar hanya tinggal ranting seperti Gambar 2.6 berikut Gambar 2.6 Contoh Sarang Kelas D. Universitas Sumatera Utara Menurut IUCN 2007 sarang-sarang tersebut dibagi menjadi 5 kelas berdasarkan kondisi dan umur sarang tersebut dibuat, berikut klasifikasinya: 1 Sarang Kelas A : merupakan sarang paling baru dengan daunnya masih hijau semua dan umurnya baru seminggu 2 Sarang Kelas B : daunnya sebagian hijau dan sebagian sudah kecoklatan 3 Sarang Kelas C : semua daunnya sudah coklat 4 Sarang Kelas D : alas sarangnya sudah berlubang dan bentuknya kurang utuh 5 Sarang Kelas E : biasanya sudah tinggal kerangka, namun masih kelihatan bentuk sarangnya. Penelitian populasi orangutan dengan inventarisasi sarang, umur sarang dari tipe A-E berperan penting dalam menaksir populasi orangutan. Kelas sarang bergantung pada jenis pohon, temperatur, dan kelembaban udara, termasuk sarang yang dibuat untuk istirahat di siang hari atau untuk bermalam. Pembuatan sarang untuk siang hari tidak intensif, sehingga kualitas sarang tidak sebaik sarang untuk malam hari. Dalam hal ini komposisi vegetasi tidak banyak berpengaruh pada pembusukan sarang. Di Sumatera rata-rata umur sarang 2,5 bulan dengan variasi antara 2 minggu sampai lebih dari satu tahun Rijksen 1978 dan antara 3-6 bulan Van Schaik et al. 1995, namun angka ini tidak sama untuk semua habitat. Universitas Sumatera Utara BAB 3 BAHAN DAN METODA 3.1 Deskripsi Area 3.1.1 Letak dan Luas