b. Kawasan Sikundur Kecil
Hasil utama disektor pertanian adalah Tananan Coklat Theobroma cacao dan Kelapa Sawit Elais guineensis, di samping itu juga terdapat tanamam keras lainnya seperti
Pinang Arenga pinata, Durian Durio zibethinus, Kelapa Cocos nucifera, dll. Untuk tanamam palawija pada umumnya adalah Padi Oriza sativa, Sawah dan
Jagung Zea mays. Suatu hal yang menarik di lokasi ini adalah banyak ditemuinya
sejenis pohon palem yang oleh masyarakat setempat disebut pohon Sang Johanesmania altiform. Pohon Sang merupakan jenis endemik yang hanya ditemui
di lokasi ini. Secara umum kondisi hutan di jalur transek adalah sekunder tua dengan perkiraan tutupan hutan 50 - 70. Sebagai hutan bekas tebangan, vegetasi di lokasi
ini di dominasi oleh tumbuhan makaranga Makaranga sp.. Pada area yang terbuka atau bekas jalan logging banyak ditumbuhi oleh tumbuhan pakis. Di bagian bawah
hutan banyak ditumbuhi oleh pohon Sang Johanesmania altiform, Rotan Calamys spp., dan tanaman merambat lainnya dan anakan pohon.
2. Fauna
Kawasan hutan di sekitar Stasiun pengamatan Orangutan Marike dan Sikundur Kecil juga merupakan habitat beberapa jenis hewan seperti: Siamang Hylobates
sindactylus, Kedih Presbytis thomasii, Owa Hylobates lar, Monyet ekor panjang Macaca fascicularis, Jelarang Ratufa bicolor, Beruang madu Helarctos
malayanus, Burung rangkong Buceros bicolor dan beberapa jenis Reptil, Amfibi.
3.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan yang dimulai bulan Agustus 2010 sampai dengan Januari 2011, di Marike dan Sikundur Kecil Taman Nasional Gunung
Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah: Peta areal penelitian, Alat tulis, Tabulasi data, tali, Kamera digital, Meteran, Parang, Sarung
tangan, Plastik packing ukuran 10 kg, Teropong binokuler, Global Positioning System GPS, Kompas, tali plastik berwarna, Headlamp, Range finder.
3.4 Metoda Penelitian
Dalam penelitian ini, metoda yang digunakan dalam pengumpulan data mengenai estimasi kepadatan orangutan adalah metode line transect yang didasarkan atas sensus
sarang secara random sampling. Semua sarang yg dijumpai dicatat lokasi, nama pohon, jarak sarang ke jalur transek, kelas sarang, ketinggian, posisi sarang diberi
tanda dengan pita dan posisi sarang diambil GPS-nya. Disetiap lokasi setidaknya 6 kali kunjunganmonitor 1 kali kunjunganbulannya. Setiap kunjungan setiap sarang
yang sudah ditandai didata kembali kondisi terakhirnya apakah masih ada, sudah pindah kelas, sudah rusak, atau sudah hilang sama sekali UNESCO-PanEcoYEL,
2009.
3.5 Prosedur Kerja
Mula-mula dilakukan pembuatan jalur trail sepanjang 1 km sampai 2 km dengan
panjang jalur total 4 km di setiap kawasan, dilihat sarang di sekitar jalur transek. Lebar trail diterapkan atas dasar keyakinan bahwa jarak pandang mata masih dapat
menjangkau sasaran target dengan baik untuk mendeteksi keberadaan sebuah sarang orangutan.
Pengukuran terhadap lebar jalur jarak sarang dari trail tidak diperlukan apabila sarang diyakini masih
kelihatan dari jalur transek dan dapat di ukur dan di catat sebagai data yang diperlukan.
Sensus sarang dilakukan di setiap transek dengan enam kali ulangan transek dengan jarak antara transek yang satu dan yang lain adalah 200 m. Cara kerja dari
Universitas Sumatera Utara
sensus sarang dilakukan dengan jalan menyusuri trail secara perlahan-lahan, untuk mengamati kemungkinan adanya sebuah sarang orangutan baik disisi kanan maupun
kiri trail yang dijadikan trail. Apabila sarang orangutan ditemukan, catat jarak antara lokasi sarang dengan pengamat, dalam hal ini penghitungan sarang berdasarkan kelas
sarang A, B, C dan D agar tidak terjadi bias dalam penghitungan. Untuk mencegah penghitungan sarang berulang, maka ditentukan letak sarang dengan kategori sebagai
berikut : a.
Meter di rintis jarak tertentu yang memungkinkan sarang dapat diamati b.
Derajat arah sarang c.
Jarak sarang dari rintis jarak sarang dari titik pengamat d.
Kelas sarang dengan kategori sebagai berikut: -
kelas A = segar, sarang baru, semua daun masih hijau -
kelas B = daun sudah mulai tidak segar, semua daun masih ada, bentuk sarang masih utuh, warna daun sudah mulai coklat terutama di permukaan sarang,
belum ada lubang yang terlihat dari bawah -
kelas C = sarang tua, semua daun sudah coklat bahkan sebagian daun sudah hilang; sudah terlihat adanya lubang dari bawah
- kelas D = semua daun sudah hilang, sebagian besar hanya tinggal ranting
e. ketinggian sarang
f. posisi sarang dengan kategori sebagai berikut:
- Posisi I : posisi sarang yang terletak dekat batang utama
- Posisi II : sarang berada di pertengahan atau di pinggir percabangan tanpa
menggunakan pohon atau percabangan dari pohon lainnya. -
Posisi III : posisi sarang terdapat di puncak pohon -
Posisi IV : posisi sarang yang terletak diantara dua pohon yang berbeda
Menurut IUCN 2007 sarang-sarang tersebut dibagi menjadi 5 kelas berdasarkan kondisi dan umur sarang tersebut dibuat, berikut klasifikasinya :
a. Sarang Kelas Satu merupakan sarang paling baru dengan daunnya masih hijau
semua dan umurnya baru seminggu b.
Sarang Kelas Dua, daunnya sebagian hijau dan sebagian sudah kecoklatan c.
Sarang Kelas Tiga semua daunnya sudah coklat d.
Sarang Kelas Empat alas sarangnya sudah berlubang dan bentuknya kurang utuh
Universitas Sumatera Utara
e. Sarang Kelas Lima biasanya sudah tinggal kerangka, namun masih kelihatan
bentuk sarangnya. Pohon yang ditemukan sarang orangutan, dicatat jenisnya jika
memungkinkan. Pohon yang tidak dapat diidentifikasi langsung, diambil bagian daun serta alat generatifnya seperti bunga dan buah untuk diidentifikasi di laboratorium.
3.6 Analisis Data