BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakterisasi Awal KKS
Setelah spesimen kering, karakterisasi keadaan awal sebelum perlakuan impregnasi diamati, yang meliputi: modulus patah MOR, modulus elastisitas MOE
menurut prosedur. Data karakteristik spesimen KKS pada keadaan awal ini tercantum pada tabel 4.1 untuk ketiga jenis spesimen pinggir, P, tengah T, dan inti, I. Terlihat
bahwa semua parameter fisika dan mekanik pada tabel 4.1. menunjukkan penurunan dari spesimen bagian pinggir P ke bagian tengah T. Hal ini sesuai sifat alami KKS
yang mengandung jumlah serat lebih banyak dari bagian pinggir bila dibandingkan dengan bagian tengah dan inti.
Data karakteristik KKS setelah mengalami impregnasi dapat dilihat pada lampiran 4. Dari data tersebut tampak bahwa harga MOR dan MOE rata-rata KKS setelah
impregnasi naik dari harga MOR dan MOE rata-rata KKS sebelum impregnasi. Bertambahnya harga MOR dan MOE membuktikan bahwa KKS terimpregnasi oleh
beberapa pelarut tersebut. Harga MOR dan MOE yang paling besar terdapat pada asap cair-formaldehid perbandingan 1:4.
Tabel 4.1. Karakteristik rata-rata spesimen kayu kelapa sawit KKS kering
No
Spesimen
MOR kgcm
2
MOE kgcm
2
1 2
3 Pinggir P
Tengah T Inti I
217 194
127 15685
9473 7180
Universitas Sumatera Utara
4.2. Analisis Termal Diferensial DTA
Untuk mengetahui terjadinya reaksi kimia dan perubahan – perubahan pada suatu materi secara fisik dapat diketahui melalui perubahan energi, bau, warna, dan
suhu. Materi disusun oleh ion – ion yang bergerak, berotasi sehingga saling bertumbukan yang menimbulkan panas. Materi tersebut dapat melepaskan panas atau
menyerap panas tergantung kebutuhan materi tersebu. Peristiwa ini dinamakan eksoterm dan endoterm. Besarnya panas yang menyebabkan perubahan pada materi tersebut dapat
dianalisis dengan DTA. Hasil DTA KKS sebelum impregnasi dapat ditunjukkan pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. DTA KKS Sebelum Impregnasi Hasil dari gambar DTA formaldehid menunjukkan sebelum impregnasi tampak
bahwa KKS bersifat eksoterm melepaskan panas, Hal ini terjadi karena KKS bersifat hidrofil yang memiliki banyak susunan – susunan gugus –OH selulosa KKS yang
mudah terurai. Dari kurva tersebut tampak bahwa pada temperatur sekitar 200
o
C, puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur leleh. Selain puncak 200
o
C juga muncul
Universitas Sumatera Utara
puncak pada temperatur 265
o
C, puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur terdegradasi, sedangkan temperatur terdekomposisi terbakar pada sekitar 360
o
C Hasil DTA KKS menggunakan asap cair, formaldehid, perbandingan 1 : 4 asap
cair dengan formaldehid dapat ditunjukkan pada gambar 4.2.
Gambar
4.2. DTA KKS Menggunakan Asap Cair dan Formaldehid dengan
Perbandingan 1:4. Hasil dari gambar DTA asap cair tampak bahwa KKS setelah terimpregnasi
bersifat endoterm menyerap panas. Dari kurva tersebut juga tampak bahwa pada temperatur sekitar 200
o
C, puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur leleh. Selain puncak 200
o
C juga muncul puncak pada temperatur 250
o
C, puncak ini diidentifikasi
Universitas Sumatera Utara
sebagai temperatur terdegradasi, sedangkan temperatur terdekomposisi terbakar pada sekitar 430
o
C Hasil Dari gambar DTA asap cair dengan formaldehid perbandingan 1 :1 dapat
ditunjukkan pada gambar 4.3. Gambar
4.3. DTA KKS Menggunakan Asap Cair dan Formaldehid dengan
Perbandingan 1:1.
Hasil Dari gambar DTA asap cair dengan formaldehid perbandingan 1 :1 menunjukkan sebelum impregnasi tampak bahwa KKS bersifat eksoterm melepaskan
panas, Hal ini terjadi karena KKS bersifat hidrofil yang memiliki banyak susunan – susunan gugus –OH selulosa KKS yang mudah terurai. Dari kurva tersebut tampak
bahwa pada temperatur sekitar 200
o
C, puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur leleh. Selain puncak 200
o
C juga muncul puncak pada temperatur 265
o
C, 360
o
C puncak ini diidentifikasi sebagai temperatur terdegradasi, sedangkan temperatur
terdekomposisi terbakar pada sekitar 320
o
C.
4.3. Analisis Mikroskop Elektron Payaran SEM KKS