Monomer Reaktif Fenol dan Formaldehida

oleh efek Rubidium. Dari analisa diperlihatkan bahwa senyawa yang dihasilkan paling banyak adalah fenol. Dua senyawa utama dalam asap-cair yang diketahui mempunyai efek bakterisida adalah fenol dan asam-asam organik yang dalam kombinasinya bekerja sama secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan mikrobia. Psczola, 1995. Fenol mempunyai aktivitas antioksidan yang cukup besar. Telah diteliti bahwa asap kayu dapat difraksionasikan menjadi komponen asam, basa dan netral. Sifat antioksidasi yang paling baik ada pada komponen netral. Sebaliknya memiliki sedikit sifat antioksidasi pada komponen bersifat asam, sedangkan komponen basa memacu oksidasi lipida Totter dan Polatsht, 1984. Senyawa antioksidan sintetis yang beredar di pasaran seperti hidroxy anisol BHA dan butylated hidroxy toluene BHT adalah golongan senyawa fenol juga.

2.4. Monomer Reaktif

Hampir setiap senyawa yang mengandung ikatan rangkap dua dapat diubah mejadi polimer. Perbedaan entalpi dan entropi antara monomer kayu memiliki atom-atom hidrogen yang terikat ke karbon kedua dari ikatan rangkap duanya. Biasanya cepat terpolimerisasi dengan monomer-monomer 1,2 disubsitusi. Konsiderasi energi-energi bebas polimerisasi Yakni : Δ Gp = Δ Hp – T Δ Sp Efek sterik juga merupakan bukti untuk membandingkan reaktivitas isomer- isomer cis dan trans, demikian juga efek kepolaran dapat membentuk polimerisasi seperti turunan stirena, yang mana gugus-gugus penarik elektron akan memberikan kecepatan seperti yang diperkirakan untuk suatu proses radikal bebas. Monomer reaktif yang memiliki ikatan rangkap boleh juga berada pada ujung rantai polimerik, yang Universitas Sumatera Utara dikenal sebagai makromonomer dan apabila dilakukan polimerisasi akan membentuk polimer dengan struktur yang reguler atau struktur sisir.

2.5. Fenol dan Formaldehida

Formaldehida merupakan salah satu senyawa yang sering digunakan dalam polimerisasi dengan fenol dan dari reaksi ini akan terbentuk polimerisasi yang bersifat thermosetting. Fenol bereaksi dengan aldehid menghasilkan produk kondensasi, jika ada posisi bebas pada orto dan para terhadap gugus hidroksi pada cincin benzen. Formaldehida merupakan aldehid paling reaktif dan digunakan untuk produksi secara komersil. Produk yang kemungkinan paling besar terjadi tergantung pada perbandingan molar dari reaktan. Meyer, F.W. B, 1984. Damar yang dibuat dari fenol dan aldehida membentuk kelompok yang disebut fenolik atau fenoplas. Fenol bereaksi dengan aldehida, memberikan produk kondensasi, jika kedudukan 2-orto dan 4-para terhadap gugus hidroksil fenolik. Kedudukan 2- dan 4- dalam fenol yang aktif menyebabkan kerapatan elektron meningkat pada kedudukan itu. Aldehida yang digunakan dalam industri fenoplas adalah metanal formaldehida. Reaksi yang terjadi tergantung pada perbandingan molar fenol-formaldehida dikenal dengan perbandingan PF, yang berasal dari nama Feno-Formaldehida. Reaksi antara fenol dan metanal menghasilkan pemasukan gugus –CH 2 OH ke kedudukan 2- dan 4- dalam fenol. Pada awal tahun 1900-an Baeckeland pertama kali mengembangkan damar fenol- metanal yang diberi nama ‘bakelit’, dan sejak itu bidang kimia polimer menjadi industri besar. Damar fenolik jika dimatangkan akan tahan terhadap suhu tinggi, pelarut dan Universitas Sumatera Utara bahan kimia, juga merupakan isolator listrik yang baik. Plastik yang dibuat dari damar berfenol bersifat keras, kaku, dan umumnya berwarna gelap. Bahan itu digunakan untuk barang seperti sakelar listrik, asbak, gagang panic, pegangan pintu, di samping itu damar fenol-metanal dipakai untuk perekat kayu lapis dan untuk membuat barang berlapis. Cowd, 2000. Fenol murni mempunyai sifat agak toksik terhadap manusia mudah teradsorbsi dan menyebabkan keracunan pada darah dan tidak digunakan sebagai desinfektan. Senyawa fenol efektif dalam menyerang bakteria vegetatif, virus lipofilik, jamur dan kadang Mycobacterium tuberculosis, mekanismenya melalui toksisitas terhadap sel. Menurut beberapa kajian fenol asap cair memang bervariasi. Kandungan fenol dalam asap cair kayu singkong mencapai lebih dari 1000 ppm. Hal ini sesuai dengan Girard 1992 yang menyebutkan variasi kandungan fenol dalam asap cair berkisar antara 0,006-5000 ppm. Tetapi jauh berbeda dengan hasil penelitian Tranggono 1997 terhadap asap cair kayu jati, lamtorogung, tempurung kelapa, mahoni, kamper, bangkirai, kruing dan glugu pohon kelapa yang menunjukkan variasi kandungan fenolnya berkisar antara 2,0-5,13 atau sama dengan 21000-513000 ppm. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh jenis kayu yang berbeda, dimana kayu singkong termasuk dalam golongan kayu lunak sementara jenis kayu yang digunakan Tranggono 1997 termasuk dalam golongan jenis kayu keras. Kandungan lignin dalam kayu lunak lebih rendah daripada yang terdapat dalam kayu keras. Perbedaan hasil juga dapat disebabkan oleh metode analisis yang berbeda. Agritech Vol. 20 No. 1, 2000 Perbedaan kandungan fenol tersebut mungkin juga disebabkan karena perbedaan oksigen, karena salah satu reaksi pembentukan fenol adalah oksidasi. Selain itu juga menurut Girard 1992 bahwa kuantitas maupun sifat senyawa fenol yang terdapat Universitas Sumatera Utara dalam asap langsung berhubungan dengan pirolisis kayu. Jadi suhu pembuatan asap akan mempengaruhi komposisi asap yang dihasilkan. Tranggono, et al, 1997

2.6. Difusi Bahan Polimer