BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kayu Kelapa Sawit
Pohon kelapa sawit Elaeis guineensis jacq, merupakan tumbuhan dari orde Palmales, family : Palmaceae; subfamily : Cocoideae. Tumbuhan tersebut termasuk
tumbuhan monokotil, ciri-ciri dari tumbuhan monokotil tersebut adalah, tidak memiliki : kambium, pertumbuhan sekunder, lingkaran tahun, sel jari-jari, kayu awal,
kayu akhir, cabang, mata kayu. Batang terdiri dari serat dan parenkim. Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9-12 m dan diameter 45-65 cm
diukur dari permukaan tanah. Tomimura, 1992. Pada bagian inti dari struktur dan anatomi kayu kelapa sawit KKS yang paling
dominan adalah jaringan dasar parenkim, sehingga memiliki kerapatan yang rendah. Pada daerah pinggir dekat kulit penyusun utamanya adalah berkas pengangkut yang
terselimuti oleh serabut berdinding tebal sehingga rapat masanya lebih tinggi. Di daerah bagian kayu yang terdiri dari jaringan parenkim mengandung kadar air lebih
tinggi dan menurun seiring prosentase berkas pengangkut naik. Batang kelapa sawit mempunyai sifat khusus seperti kandungan selulosa dan
lignin yang rendah, namun kandungan air dan NaOH yang dapat larut tinggi dibandingkan kayu pohon karet dan ampas batang tebu. Sifat fisik batang
menunjukkan heterogenitas yang berbeda-beda tergantung pada arah lingkaran dan arah vertikal. Tomimura, 1992. Kadar air KKS basah ± 40 , kerapatannya berkisar
Universitas Sumatera Utara
dari 0,2 – 0,6 grml dengan kerapatan rata-rata 0,37 grml, Lubis, 1994. Pada keadaan kering konstan, komponen-komponen yang terkandung dalam KKS adalah
selulosa 30,77 , pentosa 20,05 , lignin 17,22 , hemiselulosa 16,81 , air 12,05 , abu 2,25 dan SiO
2
0,84 .
Gambar 2.1. Penampang melintang KKS Selulosa merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer D-glukosa yang
mempunyai tiga gugus hidroksil yang dapat disubstitusi, tidak larut dalam air, sifat kristalinitas dan BM yang tinggi. Sifat kristalinitasnya akan menurun bila gugus
hidroksilnya tersubstitusi, misalnya dengan gugus etil Baker 1987. Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linear dan mempunyai
kecenderungan kuat membentuk ikatan hidrogen intra dan inter molekul. Oleh ikatan hidrogen molekul-molekul selulosa terikat bersama-sama membentuk seberkas fibril
elementer. Fibril elementer bergabung membentuk mikrofibril, kemudian mikrofibril bergabung menjadi fibril dan akhirnya membentuk serat-serat selulosa Sjostron,
Universitas Sumatera Utara
1998. Daerah yang sangat teratur disebut kristalin dan kurang teratur disebut amorf. Selulosa tidak dapat larut dalam air, meskipun memiliki banyak gugus hidroksil dan
bersifat polar disebabkan selulosa memiliki ikatan hidrogen yang kuat. Seymour, 1984.
.
Gambar 2.2. Struktur molekul selulosa Meskipun terdapat gugus-gugus OH pada kedua ujung rantai selulosa, gugus-
gugus OH ini menunjukkan perilaku yang berbeda. Gugus C
1
– OH adalah gugus hidrat aldehida yang diturunkan dari pembentukan cincin melalui ikatan hemiasetal
intramolekul yang bersifat pereduksi, sedangkan gugus OH pada akhir C
4
pada rantai selulosa adalah hidroksil alkoholat hingga bersifat bukan pereduksi. Gugus hidroksi
pada C
6
memiliki reaktivitas yang lebih tinggi karena pengaruh substituen- substituen di sekitarnya maka terjadi reaksi esterifikasi atau interaksi dengan bahan
lain.
Universitas Sumatera Utara
Morfologi selulosa mempunyai pengaruh yang besar. Gugus hidroksil dalam daerah amorf sangat mudah dicapai dan bereaksi, sedangkan gugus hidroksil dalam
daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai yang kuat, mungkin tidak sama sekali.
Skema reaksi-reaksi kopolimerisasi cangkokan selulosa : Permulaan :
R-R
katalis
2 R ●
R ● + MH
M ● + RH
Pertumbuhan rantai : M
● + M M
●
2
M ●
X
+M M
●
X+1
Perpindahan rantai : M
●
X
+ Sel-H M
●
X
H + Sel ●
Kopolimerisasi cangkokan : Sel
● + M Sel + M
● Sel-M
● + M Sel-M
●
2
Sel-M ●
X
+ M Sel-M
X+1
Pengakhiran : M
●
X
+ M ●
Y
M
X+Y
Sel-M ●
X
+ M ●
Y
Sel-M
X+Y
Ikatan silang : Sel-M
●
X
+
Y
●M-Sel Sel-M
X+Y
-Sel
Senyawa lain yang dikandung oleh KKS adalah hemiselulosa. Pada kayu, hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding sel. Hemiselulosa
tergolong polimer heteropolisakarida yang disusun oleh sekitar 200 monometer. Hemiselulosa relatif mudah larut dalam air dan dihidrolisis oleh asam menjadi
Universitas Sumatera Utara
komponen monomernya antara lain kelompok gula pentosan seperti D-xilosa dan L- arabinosa serta gula heksosa seperti D-glukosa, D-galaktosa dan D-manosa.
Hemiselulosa tidak kristalin, tetapi sangat bercabang. Penyusun utama kimia kayu yang berikutnya adalah lignin, yaitu molekul
polimer dari unit fenilpropana. Senyawa ini mengandung sejumlah besar cincin benzen reaktif. Lignin terdapat di dalam dinding sel maupun di daerah antar sel,
menyebabkan kayu menjadi keras dan kaku sehingga mampu menahan tekanan mekanis yang besar.
Istilah kompleks lignin-karbohidrat LCC digunakan untuk agregat-agregat dari tipe ini yang terikat secara kovalen. Antara lignin dengan hemiselulosa ada jenis
ikatan tipe ester atau eter bahkan ikatan glikosida. Yang lebih umum dan stabil dari pada ikatan ester adalah ikatan eter antara lignin dan karbohidrat. Dalam hal ini
kedudukan alfa adalah titik hubungan yang paling mungkin antara lignin dan hemiselulosa Sjostron, 1998.
Pada kayu ada juga komponen yang dapat diekstraksi yang disebut zat ekstraktif. Zat ekstraktif ini bukanlah bagian dari struktur dinding sel kayu tetapi
hanya pengisi rongga sel. Begitupun zat ekstraktif ini berpengaruh terhadap sifat-sifat kayu seperti bau, warna, keawetan kayu dan lain-lain. Senyawa-senyawa yang
terkandung dalam ekstraktif kayu antara lain senyawa-senyawa jenuh, senyawa fenolat, lemak, lilin, asam lemak, alkohol, steroid dan hidrokarbon tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Modifikasi Sifat-sifat Kayu dan Teknik Impregnasi