b. Redaksional berita seolah-olah wawancara
Untuk pengiriman rilis memang perlu di tulis kembali oleh wartawan agar menjadi berita yang layak muat. Biasanya dalam berita
penulisan sumber ditulis “dalam siaran pers yang diterima redaksi”. Ketika penulis mengkonfirmasi kepada informan 1 selaku narasumber tentang
tulisan tersebut, beliau mengatakan : “Itu kita kan rilis ya biasanya di media-media kan memang ada
space untuk rilis. Tapi ada beberapa wartawan yang memang sudah deket ya itu emang nulis gitu. Gak papa, fine. Selama
informasinya masih benar dan kita kan juga malah seneng kalau kayak gitu. Kita percaya kok wartawan ini gak mungkin
memberitakan salah gitu” Wawancara, 27 Agustus 2010
Ketika wartawan menulis rilis menjadi sebuah berita dengan model redaksional penulisan seolah-olah wawancara, wartawan menanggapinya
sebagai berikut : Informan 5
“Pasti wartawan itu telfon ulang untuk tau lebih jauh. Yo akal- akalane wartawan lah gitu. Iya gak papa terkadang kita terima
rilis yang harus kita olah lagi redaksionalnya” Wawancara, 25 Agustus 2010
Informan 5 menjawab dengan tersenyum saat penulis mengajukan pertanyaan tersebut. Saat penulis menceritakan pengalaman saat magang,
informan 5 ketawa lebar dan mengangguk-anggukan kepalanya. Senada dengan informan 5, informan menjawab sebagai berikut :
Informan 6 “Kalau kita kroscek lewat telfon ya. kalau kasus itu mungkin
biasanya wartawan yang sudah deket dengan narasumber, dan dia tahu kira-kira jawabanya apa. dan yang dibuat gitu biasanya yang
normatif ya. jadi memang kita harus olah juga rilisnya gak mentah-mentah, karena dulu pernah sekali jadi pelajaran juga.
commit to users
dulu saya dapat kiriman dari temen dari Kajari ya. saya mau wawancara untuk kroscek gak bisa katanya. lalu saya tulis seolah-
olah wawancara. Itu komplain mereka marah-marah karena merasa gak wawancara. padahal info itu resmi cuma saya dapat
dari teman. Padahal beritanya benar. Jadi memang harus ada kesepakatan lah” Wawancara, 26 Agustus 2010
Selama petikan kata yang dikutip adalah data resmi dari perusahaan, maka tidak masalah selama informasinya benar dan ada
kesepakatan diantara keduanya. Seperti yang dikemukakan informan 7 berikut ini :
“Oh itu paling dari rilis saja. walaupun tanpa wawancara tapi yang kita kutip kan data resmi dari perusahaannya, selama resmi
tidak apa-apa. kalau dikeluarkan resmi kan aman. Selama informasinya benar itu tidak masalah” Wawancara, 21 Sept
2010
Dengan nada sedikit melemah dan tampak sekali informan 7 menerawang jauh seolah-olah teringat suatu hal.
Sementara itu informan 9 tersenyum dan menatap tajam peneliti saat mengajukan pertanyaan tersebut kemudian menhatakan :
“sama-sama tahu ya, itu ya berati sama-sama percaya gak papa sih asal bener. Yang jadi masalah nanti kalau kita gak konfirmasi
pemberitaannya keliru kita bisa dituntut ada pencemaran nama baik kan bisa saja, meminimalisir kesalahan itu perlu. diantisipasi
lah. kalau foto dikasih kode dok itu gak masalah, tapi kalau seolah-olah wawancara gak bisa. situasi sebenarnya bisa dilihat
dari foto itu. kalau misal acara ini di ikuti ratusan warga padahal difoto cuma sedikit kan ya lucu kan. Kalau misal ada kerjasama
dengan media kita gak masalah” Wawancara, 27 Sept 2010
Tapi satu informan berpendapat lain bahwa itu bisa dikatakan sebagai kebohongan publik. Dengan intonasi yang lambat informan 2
mengatakan :
commit to users
“Itu bisa dikatakan kebohongan publik ya mbak, Walaupun pihak perusahaan tidak komplain ya. Bisa dikatakan melanggar kaidah
jurnalistik ya mbak” Wawancara, 12 Agustus 2010
Semua wartawan mempunyai penjelasan masing-masing berkenaan dengan kasus yang peneliti amati. Di samping itu teori yang ada tentu
berbeda dengan fakta yang ada di lapangan. Banyak pertimbangan- pertimbangan dan alasan yang di gunakan untuk melakukan suatu
kerjasama dengan narasumber. Bukan berati kerjasama ke arah negative tapi lebih kepada menjalin hubungan baik, semata-mata karena hidup di
lingkungan kita sebagai orang timur memiliki tradisi yang sangat mendarah daging yaitu sopan santun dan “ewuh pekewuh” kalau dalam
bahasa jawa. Ini semua menunjukkan bahwa ilmu itu akan terus berkembang dan mengalami perubahan seiring bergantinya jaman.
commit to users
168
Tabel XII Pendapat Informan kalau tanpa meliput dan wawancara tapi redaksional berita seolah-olah wawancara
No Nama
Pendapat Informan kalau tanpa meliput dan wawancara tapi redaksional berita seolah-olah wawancara 1
Informan I
Itu kita kan rilis ya biasanya di media-media kan memang ada space untuk rilis. Tapi ada beberapa wartawan yang memang sudah deket ya itu emang nulis gitu. Gak papa, fine. Selama informasinya masih benar dan kita kan juga malah seneng kalau kayak gitu. Kita percaya
kok wartawan ini gak mungkin memberitakan salah gitu.
2 Informan II
Itu bisa dikatakan kebohongan publik ya mbak, Walaupun pihak perusahaan tidak komplain ya. Bisa dikatakan melanggar kaidah jurnalistik ya mbak.
3 Informan III
Tidak memberikan tanggapan
4 Informan IV
Pasti wartawan itu telfon ulang untuk tau lebih jauh. Yo akal-akalane wartawan lah gitu. Iya gak papa terkadang kita terima rilis yang harus kita olah lagi redaksionalnya
5 Informan V
Tidak memberikan tanggapan
6 Informan VI
Kalau kita kroscek lewat telfon ya. kalau kasus itu mungkin biasanya wartawan yang sudah deket dengan narasumber, dan dia tahu kira- kira jawabanya apa. dan yang dibuat gitu biasanya yang normatif ya. jadi memang kita harus olah juga rilisnya gak mentah-mentah.
karena dulu pernah sekali jadi pelajaran juga. dulu saya dapat kiriman dari temen dari Kajari ya. saya mau wawancara untuk kroscek gak bisa katanya. lalu saya tulis seolah-olah wawancara. itu komplain mereka marah-marah karena merasa gak wawancara. padahal info itu
resmi cuma saya dapat dari teman. Padahal beritanya benar. Jadi memang harus ada kesepakatan lah.
7 Informan VII
Oh itu paling dari rilis saja. walaupun tanpa wawancara tapi yang kita kutip kan data resmi dari perusahaannya, selama resmi tidak apa- apa. kalau dikeluarkan resmi kan aman. Selama informasinya benar itu tidak masalah.
8 Informan VIII
Bisa itu. kan itu masuknya sebatas rilis. dikoran kan ada space yang kapasitas berita gede, straigtnews kecil, feature, kalau rilis paling kecil aja cuma beberapa karakter aja.
9 Informan IX
sama-sama tahu ya, itu ya berati sama-sama percaya gak papa sih asal bener. Yang jadi masalah nanti kalau kita gak konfirmasi pemberitaannya keliru kita bisa dituntut ada pencemaran nama baik kan bisa saja, meminimalisir kesalahan itu perlu. diantisipasi lah.
kalau foto dikasih kode dok itu gak masalah, tapi kalau seolah-olah wawancara gak bisa. situasi sebenarnya bisa dilihat dari foto itu. kalau misal acara ini di ikuti ratusan warga padahal difoto cuma sedikit kan ya lucu kan. Kalau misal ada kerjasama dengan media kita gak
masalah.
10 Informan X
Tidak memberikan tanggapan
commit to users
D. ANALISIS DATA 1.Persepsi dan sikap wartawan terhadap pemberian uang transportasi
Persepsi merupakan inti dari komunikasi, sedangkan rangkaian penafsiran atau interpretasi merupakan inti dari persepsi yang identik dengan
penyandian balik atau decoding dalam proses komunikasi. Mulyana 2002: 151 Persepsi adalah faktor yang paling penting dalam proses seleksi
informasi, yaitu memiliki sebuah pesan dan mengesampingkan pesan lain yang sejenis. Jadi hasil penangkapan makna dan pesan pada suatu produk
komunikasi bisa disebut sebagai persepsi. Faktor lainnya yang mempengaruhi persepsi menurut David Krech
dan Richard S Crutchfield adalah faktor struktural dan fungsional. Sedangkan menurut Toety Heraty Noerhadi dalam persepsi kebudayaan,
bahwa factor emosi, motivasi dan ekspektasi juga mempengaruhi persepsi. L.L Thurstone mengemukakan pendapatnya tentang sikap sebagai tingkat
kecenderungan yang bersifat positif atau negative yang berhubungan dengan obyek psikologi. Obyek psikologi apabila ia suka like atau memiliki sikap
favorable atau sikap yang positif, sedangkan bila ia tidak suka dislike maka orang tersebut dikatakan memiliki sikap negative atau unfavorable terhadap
obyek psikologi. Semua data yang penulis peroleh di lapangan adalah persepsi dan
sikap wartawan yang rata-rata berdasarkan dari subyek penelitian itu sendiri selama terlibat dengan objek yang diteliti. Dalam pengungkapannya melalui
wawancara, penulis memperhatikan ekspresi wajah yang menampakkan
commit to users