Teori Interaksi Superexchange Ligand Field Theory LFT

Dimana θ ij adalah sudut antara spin inti pada t 2g yang berdekatan dengan ion manganese, dan t ij hanya bergantung pada orientasi relatif pada dua spin. Energi kinetik pada elektron e g adalah sebanding terhadap t. Dengan demikian, jika spin tersusun secara feromagnetik spin parallel maka nilai t akan maksimum sehingga resistivitas sampel bernilai minimum [22].

2.7. Teori Interaksi Superexchange

Superexchange merupakan coupling kuat antara interaksi spin antiferomagnetik terhadap tetangga terdekat kation melalui anion non magnetik [36]. Gagasan bahwa pertukaran dapat dimediasi oleh sebuah atom non magnetik telah diajukan pada tahun 1934, dan secara resmi dikembangkan oleh Anderson pada tahun 1950. Pada superexchange, interaksi magnetik antara ion yang berdekatan di mediasi oleh ion non-magnetik dengan spin elektron yang berpasangan. Hal ini merupakan interaksi yang lazim terjadi pada oksida manganiat terisolasi, dimana ion penghubungnya adalah O 2- . Pada kasus manganat, orbital yang telibat adalah orbital e g yang kosong dari ion Mn dan orbital 2p pada O 2- yang terisi. Jadi elektron pada orbital 2p pada O 2- terbagi diantara dua ion Mn yang berdekatan yang mengisi orbital e g yang kosong. Ini merupakan transfer elektron secara tidak langsung yang menjadi ciri khas dari mekanisme interaksi superexchange [36]. Berikut gambar yang mengilustrasikan proses terjadinya interaksi superexchange. Gambar 2.19. Mekanisme interaksi superexchange a sesama ion Mn 3+ dan b sesama ion Mn 4+ [36].

2.8. Ligand Field Theory LFT

Ligand Field Theory LFT merupakan salah satu teori yang digunakan untuk menjelaskan struktur elektronik kompleks [37]. Awalnya teori ini adalah aplikasi dari Crystal Field Theory CFT. Menurut LFT, interaksi antara metal transisi dan ligand muncul karena adanya gaya tarik antara muatan positif pada metal sebagai kation bebas dengan muatan negatif pada elektron yang tidak berikatan pada ligand. Ketika ligand tertarik mendekati ion metal, elektron- elektron pada ligand juga akan semakin mendekati elektron-elektron yang ada pada orbital d, sehingga menghasilkan gaya tolak diantara kedua muatan yang sama tersebut. Elektron-elektron pada orbital d yang mempunyai jarak paling dekat dengan ligand akan memiliki energi yang lebih tinggi di bandingkan dengan yang lain, sehingga akan terjadi perbedaan energi. Perbedaan energi ini disebut d- orbital splitting energy . Oktahedral kompleks merupakan bentuk paling umum yang membentuk ikatan dengan metal-metal transisi. Lima orbital d dalam kation logam transisi terdegenerasi dan memiliki energi yang sama, dimana probabilities density elektron berbanding lurus dengan satuan level energi yang akan ditempati elektron pada orbital d tersebut, dan adanya ligand akan menimbulkan pemisahan level energi pada beberapa sub orbitalnya. Gambar 2.20. Perubahan energi elektronik selama proses pembentukan kompleks [37] Gambar 2.20 di atas menyatakan bahwa medan listrik negatif sferik di sekitar kation logam akan menghasilkan tingkat energi total yang lebih rendah dari tingkat energi kation bebas yang disebabkan karena adanya interaksi elektrostatis. Interaksi repulsif antara elektron dalam orbital logam dan medan listrik mendestabilkan sistem dan sedikit banyak mengkompensasi stabilisasinya. Sekarang ion tidak berada dalam medan negatif yang seragam, tetapi dalam logam yang dihasilkan oleh enam ligand yang terkoordinasi secara octahedral pada atom logam. Medan negatif dari ligand disebut medan ligand. Level energi yang lebih rendah diberi simbol t 2g triply degenerate orbital dan level energi yang lebih tinggi diberi simbol e g exited degenerate orbital. Bila ligand ditempatkan di sumbu, reaksi repulsifnya lebih besar untuk orbital e g dari pada untuk t 2g , dan orbital e g di stabilkan dan orbital t 2g distabilkan dengan penstabilan yang sama. Perbedaan energi antara orbital t 2g dan e g sangat penting dan energi rata-rata orbital-obital ini dianggap sebagai skala nol. Bila perbedaan energi dua orbital e g dan tiga orbital t 2g dianggap Δ o , tingkat energi e g adalah dan energi total t 2g adalah . Gambar 2.21. Splitting octahedral pada level d 5 [37] Ion logam transisi memiliki 0 sampai 10 elektron d dan bila orbital d yang terbelah diisi dari tingkat energi rendah, konfigurasi elektron yang berkaitan dengan masing-masing ion didapatkan. Jika tingkat energi nol ditentukan sebagai tingkat energi rata-rata, energi konfigurasi elektron relatif terhadap energi nol adalah 2.18 Nilai ini disebut energi penstabilan medan ligand Ligand Field Stabilization Energy LFSE. Konfigurasi elektron dengan nilai LFSE lebih kecil dengan memperhitungkan tanda minusnya. LFSE merupakan parameter penting untuk menjelaskan kompleks medan transisi. Syarat lain selain tingkat energi yang diperlukan untuk menjelaskan pengisian elektron dalam orbital t 2g dan e g adalah energi pemasangan pairing energy P e , yaitu energi yang diperlukan untuk memasangkan dua elektron dalam level energi yang sama namun dengan syarat spin berlawanan. Ada dua kemungkinan yang muncul bila ada 4 jumlah elektron di orbital d. orbital yang energinya lebih rendah t 2g lebih disukai, tetapi pengisian orbital ini akan memerlukan energi pemasangan P e . Energi totalnya menjadi 2.19 Bila elektron mengisi orbital yang energinya lebih tinggi e g , maka energi totalnya menjadi 2.20 Dengan demikian, jelas bahwa untuk ion Mn yang terdapat pada material perovskite manganites lebih menyukai konfigurasi medan lemah weak field karena akan lebih stabil. Parameter pemisahan medan ligand ∆ O ditentukan oleh ligand dan logam, sedangkan energi pemasangan P e hampir konstan dan menunjukkan sedikit ketergantungan pada identitas logam [37]. Pada keadaan high-spin state ∆ O P e , konfigurasi t 2g 4 lebih disukai dan konfigurasinya disebut medan kuat strong field karena gaya tolakan yang terjadi lebih besar dibandingkan pada kasus low-spin state. Sedangkan pada keadaan low-spin state ∆ O P e yaitu konfigurasi t 2g 3 e g 1 lebih disukai dan disebut konfigurasi medan lemah weak field atau konfigurasi elektron spin tinggi. Gambar 2.22. Spin state pada weak field dan strong field ligand untuk d 4 sistem [37] Dengan demikian, jelas bahwa untuk ion Mn yang terdapat pada material perovskite manganites lebih menyukai konfigurasi medan lemah weak field karena akan lebih stabil. Parameter pemisahan medan ligand ∆ O ditentukan oleh ligand dan logam, sedangkan energi pemasangan P e hampir konstan dan menunjukkan sedikit ketergantungan pada identitas logam [37]. Pada sifat elektrik dari lantanum manganat La 1-x Sr x MnO 3 sangat terkait dengan adanya ion manganese dengan valensi yang berbeda. Untuk x = 0 dan 1 ion manganese hanya memiliki satu jenis valensi dan biasanya bersifat antiferromagnetic-insulator AF-I. Untuk konsentrasi doping intermediate, ion manganese muncul dengan valensi yang berbeda, dan mengubah sifatnya menjadi ferromagnetic- metallic F-M. Orbital yang aktif secara elektronik adalah orbital d manganese, dimana konfigurasi keadaan dasar dari trivalent dan quadrivalent Mn adalah 3d 4 dan 3d 3 . Kelima orbital d masing-masing dapat mengakomodasi elektron dengan satu spin up dan satu spin down akan terpecah splitting akibat adanya medan kristal octahedral yang berasal dari 6 atom oksigen yang berada disekeliling ion Mn. Pemisahan energi ini membagi orbital d menjadi tiga orbital pada energi rendah t 2g dan dua orbital pada level energi yang lebih tinggi e g . Terjadinya pemisahan orbital ini berada pada orde 1,5 eV, sehingga elektron mengisi pada keadaan orbital dengan spin maksimum sesuai dengan aturan Hund. Oleh karena itu, konfigurasi elektronik pada Mn 3+ adalah , dan Mn 4+ adalah [15]. Gambar 2.23. Struktur elektronik dari Mn 3+ dan Mn 4+ sebelum dan setelah adanya distorsi Jahn-Teller [15] Gambar 2.23 mengilustrasikan splitting Jahn-Teller, energi dari Mn 3+ menjadi lebih rendah sekitar 0,6 eV, sedangkan Mn 4+ tidak mengalami apapun akibat distorsi octahedron oksigen [37].

2.9. Mechanical Alloying