Untuk pola difraksi neutron, profile puncak difraksinya tepat memenuhi fungsi Gauss
= 1.
Dengan demikian nilai intensitas profile pola difraksi pada posisi
2
i
dapat dihitung dengan mengalikan persamaan 2.4 dengan persamaan 2.6,
setelah dikoreksi dengan fungsi latar belakang
ib
y c
dan fungsi orientasi “preferred”
k
P
, diperoleh :
2
2
i k
k k
k i
ib k
y c s F hkl
M P L G
y c
2.10
k
melambangkan penjumlahan jika terdapat puncak-puncak Bragg yang saling tumpang tindih. Penjumlahan dilakukan terhadap semua refleksi yang dianggap
masih dapat menyumbangkan intensitasnya pada
i
y c
[28].
2.5. Magnetisasi Material
Ketika suatu material ditempatkan pada medan magnet, maka material tersebut akan mengalami magnetisasi. Momen magnet persatuan volume yang
terbentuk dalam material disebut magnetisasi M. Pada suatu material dengan n
magnetic dipole atomic elementer persatuan volume dengan masing-masing m momen magnet, maka saat momen-momen ini tersusun secara paralel akan
memiliki magnetisasi yang disebut magnetisasi saturasi M [31]. Parameter yang
penting adalah suseptibilitas magnetic , yang menyatakan kualitas dari suatu
material magnetic, yang dirumuskan :
2.11
dimana H adalah kuat medan magnet eksternal.
Medan magnet dapat di deskripsikan sebagai dua vektor, yaitu induksi
magnet B dan medan magnet H yang memiliki hubungan seperti pada persamaan
dalam kondisi vakum berikut ini 2.12
Dimana adalah permeabilitas pada ruang vakum 4
x 10
-7
Hzm Ketika sebuah material diletakkan pada medan magnet, maka material tersebut
akan mengalami magnetisasi. Magnetisasi ini dinyatakan dengan vektor M, yang
menyatakan besaran momen magnet persatuan volume. Induksi magnetik didalam
material dinyatakan dengan
2.13
Jika magnetisasi diinduksi oleh medan magnet H, maka magnetisasi yang ada
akan berbanding lurus dengan medan magnet, yaitu :
2.14
Dimana koefisien disebut suseptibilitas magnetic material. Jadi persamaan B
dan H dapat dinyatakan dengan
2.15 Pada bahan ferromagnetic, nilai
dan tidak memiliki nilai yang konstan. Permeabilitas dan suseptibilitas sangat dipengaruhi oleh medan magnet luar.
Kurva magnetisasi mempresentasikan densitas fluks induksi magnet B terhadap
kekuatan medan magnet luar untuk bahan ferromagnetic dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Gambar 2.17. Kurva Histerisis
Kurva magnetisasi untuk bahan yang belum termagnetisasi disebut dengan initial curve magnetization
. Kurva diawali dengan permeabilitas awal, dengan
bertambahnya medan magnet H, induksi magnetic B dengan cepat naik disebut
dengan easy magnetization dan selanjutnya menjadi menjadi lebih rendah hingga tercapai nilai maksimum tertentu atau disebut dengan saturasi magnetik. Jika
medan magnet H diturunkan kembali, maka fluks induksi magnet B juga ikut turun, tetapi lebih pelan dari medan magnet H nya. Dengan kata lain, menurunnya
kurva magnetisasi tidak mengikuti kurva ketika medan magnet dinaikkan pertama
kali. Dengan demikian, terdapat sisaresidu induksi medan magnet B remanen
ketika medan magnet telah mencapai nol. Untuk mengembalikan B kembali ke
nol, diperlukan medan magnet negative yang disebut dengan coercive force. Jika medan magnet negative terus dinaikkan, maka material akan termagnetisasi
dengan arah polaritas kearah negative. Ketika medan magnet dinaikkan hingga nol, maka juga akan didapati residu induksi medan magnet
–B yang
membutuhkan medan magnet positif untuk membuat induksi medan magnet menjadi nol kembali. Kurva seperti ini yang disebut dengan kurva loop histerisis
[31]. Berdasarkan koersivitasnya, bahan magnetik dapat dibedakan menjadi soft
magnetic dan hard magnetic. Untuk bahan yang memiliki koersivitas yang besar
di atas 10 kAm disebut hard magnetic, sedangkan untuk bahan yang memiliki koersivitas kecil dibawah 1 kAm disebut soft magnetic [32].
2.6. Teori Double Exchange DE