BAB VII PERENCANAAN
7.1 KONSEP PERENCANAAN
7.1.1 Konsep Dasar Perencanaan
Penelitian mengenai perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini didasarkan pada tujuan mengembalikan fungsi situ mendekati
keadaan semula dan menjaga keberlanjutan situ. Dalam kaitannya dengan fungsinya untuk memanen air hujan maka dilakukan penerapan sistem
ekologi-hidraulik. Konsep ini diartikan sebagai upaya memperbaiki dan menyehatkan seluruh komponen ekologi flora-fauna dan hidraulik
sistem keairan penyusun situ yang bersangkutan, sehingga dapat berfungsi menampung air yang dapat digunakan untuk keperluan air bersih
masyarakat, meresapkan air hujan untuk pengisian air tanah, dan dapat berkembang menjadi wilayah ekosistem wilayah danau yang hidup dan
lestari. Perencanaan lanskap kawasan Situ Gintung ini meliputi 1
rencana tata ruang, 2 rencana vegetasi, 3 rencana sirkulasi, 4 rencana fasilitas, 5 rencana lanskap secara keseluruhan kawasan Situ Gintung dan
5 program perencanaan lanskap Situ Gintung.
7.1.2 Pengembangan Konsep
Konsep ekologi-hidraulik ini kemudian dikembangkan menjadi tiga konsep pengembangan yang terkait dengan tata ruang, vegetasi,
sirkulasi yang mendukung perencanaan lanskap Situ Gintung.
7.1.2.a Konsep Ruang
Perencanaan lanskap pasca bencana Situ Gintung ini dibagi menjadi tiga ruang. Pembagian ini didasarkan pada teori Marsh 1991
mengenai pembagian ruang untuk wilayah Daerah Aliran Sungai DAS yaitu satuan lahan pengelolaan air, satuan lahan penyangga, dan satuan
lahan pengembangan. Hal ini bertujuan untuk memperjelas peruntukan
suatu ruang dan cara-cara penanganannya sehingga diperoleh fungsi ekologis dan fungsi fisik yang optimal.
Gambar 29 Konsep Ruang
1 Satuan Lahan Pengelolaan Air
Merupakan satuan lahan yang diperuntukkan sebagai kawasan dengan nilai ekologis yang tinggi. Ruang ini didominasi oleh badan
air, dimana penggunaannya untuk aktivitas manusia dibatasi, sehingga nilai ekologis kawasan ini akan tetap terjaga keberlanjutannya. Satuan
lahan pengelolaan air merupakan satuan lahan inti dari perencanaan ruang pasca bencana Situ Gintung ini. Satuan lahan ini berupa
sebagian dari wilayah perencanaan Situ Gintung yang peruntukan utamanya adalah untuk melindungi sistem tata air yang secara tidak
langsung berhubungan juga dengan perlindungan flora dan fauna di sekitarnya. Perlindungan tersebut diberikan agar kuantitas dan kualitas
air dapat terpelihara. Peruntukan satuan lahan ini menjadi sangat penting dan merupakan
prioritas utama karena keberhasilan atau kegagalannya akan mempengaruhi keadaan satuan lahan lainnya. Satuan lahan
pengelolaan air di sini bisa disebut juga sebagai kawasan lindung karena terdapat sumberdaya alam yang perlu dilindungi, yakni
keberadaan air.
2 Satuan Lahan Penyangga
Satuan lahan ini merupakan satuan lahan yang berfungsi sebagai pembatas antara kawasan yang dilindungi dengan kawasan yang
digunakan untuk aktivitas masyarakat Situ Gintung. Kawasan ini dipenuhi oleh vegetasi yang berfungsi untuk membatasi dan
mengkonservasi keadaan tanah dan air di kawasan ini. Sebagai
3 Satuan Lahan Pengembangan
2 Satuan Lahan Penyangga
1 Satuan Lahan Pengelolaan Air
kawasan penyangga, satuan lahan ini berfungsi untuk menjaga kondisi ekologis tapak secara keseluruhan dari lingkungan di sekitarnya. Pada
satuan lahan ini masih dapat dilakukan pengembangan aktivitas yang bersifat semi aktif misalnya, jalan-jalan, fotografi, melukis, duduk-
duduk, gathering, bermain, dan lain sebagainya. Fasilitas yang dapat dihadirkan berupa bangku taman, shelter, dan gazebo.
Satuan lahan penyangga merupakan kawasan peralihan antara satuan lahan pengelolaan air inti dengan satuan lahan pengembangan.
Dengan demikian kawasan ini diharapkan dapat berfungsi sebagai penghalang terhadap kemungkinan intervensi kegiatan dari satuan
lahan pengembangan ke dalam satuan lahan pengelolaan air. Di dalam satuan lahan ini sebenarnya juga bisa dilakukan kegiatan budidaya atau
pemanfaatan sumberdaya alam, namun harus dibatasi. Karena fungsi utama satuan lahan ini adalah sebagai pembatas dan pelindung satuan
lahan pengelolaan air.Namun kegiatan tersebut harus disertai dengan penyuluhan yang cukup intensif mengingat kemungkinan konsentrasi
penduduk di kawasan satuan lahan ini. Upaya pembatasan antara satuan lahan pengelolaan air dengan
satuan lahan pengembangan dapat dilakukan dengan penanaman vegetasi pembatas yang dalam hal ini diterapkan pada satuan lahan
penyangga. Penanaman vegetasi pada satuan lahan ini berfungsi untuk melindungi tanah dari butiran-butiran hujan yang dapat merusak
kesuburan tanah, dengan begitu tanah akan tetap terlindung dan daya dukung serta produktifitasnya dapat ditingkatkan. Selain itu, tujuan
utama dari penanaman vegetasi di sekitar situ pada satuan lahan penyangga ini adalah untuk mencegah terjadinya erosi dan menekan
fluktuasi debit yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai.
3 Satuan Lahan Pengembangan
Merupakan satuan lahan yang digunakan untuk pengembangan kepentingan masyarakat Kawasan Situ Gintung. Satuan lahan ni dapat
digunakan untuk permukiman penduduk dan fasilitas. Satuan lahan pengembangan merupakan satuan lahan yang digunakan untuk
keperluan masyarakat setempat dengan pemanfaatan berbasis sumberdaya alam. Pemanfaatan ruang pada satuan lahan ini dapat
berupa permukiman penduduk atau rekreasi alam. Kegiatannya bisa meliputi kegiatan rumah tangga, budidaya pertanian, ataupun
pemanfaatan sumberdaya alam sebagai kawasan rekreasi. Pada satuan lahan pengembangan ini konsentrasi penduduk lebih
besar dibandingkan dua satuan lahan lainnya. Oleh karena itu jenis kegiatannya pun lebih beragam. Hal ini tentu saja berpengaruh pada
kualitas sumberdaya alam.
7.1.2.b Konsep Vegetasi
Penggunaan vegetasi dalam studi perencanaan lanskap pasca bencana ini berkaitan dengan konsep ekologi-hidraulik yang akan
dikembangkan. Situ yang memenuhi kondisi ekologi hidraulik yaitu memiliki daerah tangkapan air yang bagus, komposisi dan heterogenitas
tanamannya lengkap, belum ada penggundulan hutan dan sistem tata air dan drainasenya masih alamiah, tumbuh vegetasi dan pohon-pohon besar
yang melingkari danau pada zona sempadan vegetasi ini cukup rapat.
Konsep vegetasi yang akan diterapkan adalah penggunaan vegetasi yang dapat mengkonservasi air, sehingga dapat menyimpan
banyak cadangan air dalam tanah. Vegetasi yang terletak di sekeliling situ secara umum dapat dibedakan menjadi tiga ring. Ring pertama pada
umumnya terdiri dari pohon-pohon besar yang biasa ada di daerah yang bersangkutan. Ring kedua dipenuhi dengan pohon-pohon yang lebih kecil
dan relatif kurang rapat dibanding dengan ring pertama. Ring ketiga atau ring luar berbatasan dengan daerah luar danau, dengan tingkat kerapatan
tanaman yang lebih jarang.
Jika kondisi vegetasi di sekeliling danau sudah punah maka dapat dipastikan bahwa umur danau akan memendek, baik disebabkan oleh
tingkat penguapan dan suhu yang tinggi maupun tingkat sedimentasi yang tinggi. Penanaman vegetasi yang sesuai dengan kondisi setempat dapat
menurunkan rembesan horizontal secara efektif, menahan longsoran, menurunkan suhu, menahan air dan meningkatkan kualitas ekosistem.
Ketika melakukan pengembangan di daerah sekitar situ, maka pengembangan tersebut sebaiknya dilakukan di luar ring ketiga dan
mengacu pada konsep ekowisata. Menurut Dahlan, 2004 vegetasi yang digunakan merupakan
vegetasi yang dapat menahan dan menurunkan besarnya tenaga energit kinetis air hujan. Perakarannya juga dapat berfungsi untuk menahan tanah
dari longsoran dan erosi. Selain itu, humus dan rekahan tanah yang terbentuk akibat tenaga dorongan akar pun akan memungkinkan air hujan
dapat masuk ke dalam tanah dengan mudah. Persyaratan vegetasi yang cocok digunakan untuk konservasi tanah dan air adalah sebagai berikut :
1. Terdiri dari berbagai strata yang berbentuk pohon, semak, perdu
atau jenis tanaman penutup tanah lainnya. 2.
Daya transpirasinya rendah. Gambar 30 Sempadan Danau Ring pertama, kedua, dan ketiga.
Sumber : http:bebasbanjir2025.wordpress.comxmlrpc.php
3. Tanaman tersusun dari berbagai strata, dari pohon yang sangat
tinggi sampai semak, perdu dan rerumputan. 4.
Memiliki sistem perakaran yang kuat dan dalam, sehingga dapat menahan erosi, dan meningkatkan infiltrasi resapan air.
5. Serasah yang dhasilkan cukup banyak dan tidak bersifat allelopati,
agar tumbuhan lain dapat tumbuh baik sebagai penutup tanah. Karena berfungsi sebagai penyangga, maka bentukan vegetasinya
rapat, dengan penataan vegetasi yang bersifat alami.
7.1.2.c Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi yang direncanakan pada tapak berfungsi untuk mendukung konsep utama yakni konsep ekologi-hidraulik. Untuk itu
sirkulasi yang direncanakan bersifat mengurangi tekanan pada tapak akibat adanya perpindahan atau aktivitas yang dilakukan. Oleh karena itu pada
satuan lahan pengelolaan air dan satuan lahan penyangga, sirkulasi dibuat terbatas hanya untuk pengelolaan dan konservasi saja. Sedangkan sirkulasi
penghubung terdapat pada satuan lahan pengembangan.
7.1.2.d Rencana Aktivitas, Fasilitas, dan Utilitas
Pada satuan lahan pengelolaan air, hanya terdapat aktivitas pengelolaan seperti pengerukan dan pengambilan sampah. Aktivitas
manusia pada kawasan lindung ini sangatlah dibatasi. Sedangkan pada satuan lahan penyangga, terdapat aktivitas ringan yang dapat dilakukan
misalnya, bermain, duduk-duduk, dan bersantai. Fasilitas yang disediakan seperti tempat duduk dan jalur pedestrian, namun pengguna tapak juga
dapat melakukan aktivitasnya di bawah pohon naungan dan hamparan rumput. Satuan lahan pengembangan merupakan area yang difungsikan
untuk kegiatan masyarakat pada umumnya sekaligus untuk konservasi.
Tabel 11. Rencana Aktivitas dan Fasilitas-Utilitas
Ruang Aktivitas
Fasilitas - Utilitas
Satuan lahan pengelolaan air
-Pengelolaan Jalan Inspeksi
Pengerukan, pengambilan sampah,
dsb. Satuan lahan penyangga -Pengelolaan
-Konservasi -Jalan Inspeksi
-Ruang Terbuka Hijau RTH
Satuan lahan pengembangan
-Bermukim -Konservasi
- Tempat Ibadah - Sekolah
- Rumah Sakit - Sumur Resapan
- Lubang Resapan
Biopori - Rain Garden
Pada satuan lahan pengembangan, permasalahan permukiman padat menjadi kendala utama ketika akan diterapkan porsi tata ruang hijau yang
lebih besar. Karena ruang terbuka hijau yang akan dibangun ini akan merelokasi beberapa permukiman yang terlebih dahulu sudah ada di
kawasan tersebut. Pengembangan fisik bangunan yang terlalu pesat ke arah horizontal ini akan menyebabkan tidak adanya lagi area terbuka
sebagai daerah resapan air, sehingga air yang meresap ke dalam tanah menjadi kecil dan memperbesar volume aliran air permukaan. Terdapat
beberapa cara yang dapat diterapkan untuk mengatasi penurunan permukaan air tanah dan upaya konservasi air di kawasan dengan
permukiman yang padat. Menurut Maryono 2008, konsep ekodrainase dapat dilakukan dengan beberapa metode. Misalnya sumur resapan, lubang
resapan biopori, dan rain garden. 1 Sumur Resapan
Sumur resapan air merupakan rekayasa teknik konservasi air yang berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai
bentuk sumur gali dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh dari atap rumah dan
meresapkannya ke dalam tanah. Sumur Resapan Air SRA merupakan salah satu konsep konservasi air yang diterapkan dalam skala rumah
tangga. Sumur resapan air ini berfungsi untuk menambah atau meninggikan air tanah, mengurangi genangan air banjir, mencegah intrusi
air laut, mengurangi gejala amblesan tanah setempat dan melestarikan serta menyelamatkan sumberdaya air untuk jangka panjang Pasaribu,
1999. Oleh karena itu pembuatan sumur resapan perlu digalakkan terutama pada setiap pembangunan rumah tinggal.
Gambar 31 Sistem Sumur Resapan Sumber : Agus Maryono, 2009
2 Lubang Resapan Biopori Jika lahan yang dimiliki tidak terlalu luas, konservasi air tetap bisa
dilakukan. Salah satunya dengan cara biopori. Lubang resapan biopori adalah metode resapan air yang ditujukan untuk mengatasi banjir dengan
cara meningkatkan daya resap air pada tanah. Peningkatan daya resap air pada tanah dilakukan dengan membuat lubang pada tanah dan
menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos. Sampah organik yang ditimbunkan pada lubang ini kemudian dapat
menghidupi fauna tanah, yang seterusnya mampu menciptakan pori-pori di dalam tanah. Sehingga setiap hujan tiba, air hujan tidak langsung hilang ke
selokan yang akhirnya mengair ke sungai, air hujan akan terserap oleh biopori dan tertahan lebih lama di dalam tanah di pekarangan rumah.
Gambar 32 Lubang Resapan Biopori Sumber : Maryono, 2008
3 Rain Garden Rain Garden merupakan metode konservasi air dengan membuat
sebuah taman berupa cekungan yang berfungsi untuk mengumpulkan air hujan dan limpasan yang dirancang untuk menangkap dan menyaring
limpasan air hujan dengan media perantara tanaman. Di bagian cekungan yang dibuat, dapat diisi dengan batu-batu alam ataupun dengan tanaman
yang dapat bertahan dalam kondisi basah maupun kering. Keberadaan rain garden ini memiliki manfaat untuk mengurangi jumlah polutan,
meningkatkan kualitas air, menarik margasatwa, mengelola air hujan, membantu mengurangi resiko banjir, dan untuk menurunkan dampak
limpasan permukaan tanah. Berikut ilustrasi dari sistem rain garden.
Gambar 33 Alternatif pembuatan sistem rain garden Sumber : Karen, 2001 melalui www.consciouschoice.com
7.2 RENCANA LANSKAP