Analisis hubungan panjang – berat Analisis SWOT

sementara hasil tangkapan pancing juga tergolong bagus karena ikan juga tertangkap dalam kondisi hidup. Hasil tangkapan pancing dari tahun 2008 sampai dengan 2010 berbanding terbalik dari hasil tangkapan bubu. Hasil tangkapan mengalami kenaikan dari 26,6 pada tahun 2008 menjadi 40,3 pada tahun 2010 Gambar 5. Gambar 5 Produksi hasil tangkapan ikan kakap merah yang di daratkan di Sibolga. Dari kelima model yang telah diujikan Schnute, Walter-Hilborn, Equilibrium Schaefer, Dis-Equilibrium Schaefer dan Clark Yoshimato Pooley maka model Walter-Hilborn merupakan model yang paling sesuai digunakan untuk menghitung maximum sustainable yield MSY untuk ikan kakap merah Tabel 6. Tabel 6 Perbandingan antara lima model untuk menghitung stok ikan kakap merah Model Kesesuaian tanda R 2 Rata-rata validasi C MSY E MSY Schnute Sesuai 0,92506 0,06108 1418,28 2044 Walter-Hilborn Sesuai 0,95511 0,03763 1494,41 2350 Equilibrium Schaefer Sesuai 0,89088 0,58652 0,00014 0,00021 Dis-equilibrium Schaefer Tidak sesuai - - - - Clark Yoshimato Pooley Tidak sesuai - - - - 200 400 600 800 2006 2007 2008 2009 2010 Produksi ton Tahun Pancing ulur Bubu Pukat ikan Walter-Hilborn merupakan model yang dipilih karena telah memenuhi syarat, yaitu tanda sesuai dengan persamaan nilai intercept adalah positif, nilai variabel 1 dan 2 negatif, memiliki nilai R 2 paling tinggi yaitu 0,95511 dan rata- rata nilai validasi paling rendah yaitu sebesar 0,03763. Hasil perhitungan model Walter-Hilborn menunjukkan effort optimum untuk ikan kakap merah sebesar 2350 trip bubu per tahun dan catch MSY 1494,41 tontahun Lampiran 1. Data produksi aktual tahun 2006 menunjukkan bahwa pemanfaatan ikan kakap merah telah melewati batas optimum lestari 1518,40 tontahun, pada tahun 2007 penangkapan belum melewati batas optimum lestari 1214,30 tontahun tetapi telah melebihi effort optimum lestari 2387 triptahun, sedangkan untuk tahun 2008 sampai 2010 produksi masih berada di bawah batas optimum lestari Gambar 6. Gambar 6 Grafik maximum sustainable yield ikan kakap merah di pantai Barat Sumatera. Pada tahun 2006 sampai dengan 2010 hasil tangkapan kakap merah mengalami fluktuasi. Hasil penangkapan kakap merah meningkat dari tahun 2009 sampai 2010 seiring bertambahnya jumlah upaya penangkapan. Hal ini menunjukkan bahwa perikanan kakap merah di pantai Barat Sumatera berpotensi untuk dikembangkan dengan keberadaan ekosistem karang yang masih baik. Berbeda halnya dengan kondisi perikanan kakap di Bangka Belitung Suryana, 2012 dengan nilai C MSY = 259,10 tontahun dan E MSY = 3.424 hari operasitahun. 2006 2007 2008 2009 2010 400 800 1200 1600 1000 2000 3000 4000 5000 Produks i t on Effort bubu trip Data aktual Batas MSY Kurva produksi surplus Pemanfaatan sumberdaya sudah mengalami over fishing pada tahun 2006 sampai tahun 2008 335,89 tontahun, 305,19 tontahun, 265,37 tontahun bahkan sudah terindikasi pengurasan stok sumberdaya depleted pada tahun 2009-2010 144,49 tontahun, 126,51 tontahun. Pada tahun 2009 dan 2010 walaupun tingkat upaya yang dikerahkan terus ditingkatkan ternyata tingkat produksi tetap mengalami penurunan, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pemanfaatan telah pengalami deplesi. Ikan kakap merah merupakan spesies yang hidup sampai pada kedalaman 60 meter, memiliki sifat soliter dan mampu melakukan migrasi dengan perbedaan salinitas yang cukup tinggi Simbolon, 2011. Sesuai dengan hasil penelitian, ikan kakap merah di pantai Barat Sumatera dapat ditemukan sepanjang tahun dan hasil tangkapan nelayan relatif stabil. Ikan kakap merah memiliki kebiasaan melakukan migrasi ke daerah mangrove pada saat akan memijah. Umumnya ikan kakap merah yang memilih habitat karang adalah ikan yang telah berukuran dewasa dan mencari makan di sekitar karang. Sesuai dengan pernyataan Lee dan Kim 1992, ikan kakap akan mencari makan dan berlindung pada celah karang setelah memasuki tahap dewasa. Penangkapan ikan kakap merah disekitar karang juga membantu pelestarian sumberdaya ikan tersebut, karena ikan yang berada di sekitar karang tidak dalam kondisi matang gonad. Sesuai dengan pernyataan Lee dan Kim 1992, sifat ikan kakap yang beruaya pada daerah mangrove saat matang gonad menjadikan alat tangkap yang dioperasikan pada sekitar karang tetap menjaga kelestarian ikan tersebut. Hal ini juga menjadikan alat tangkap bubu merupakan alat tangkap standar untuk menangkap ikan ini. Alat tangkap bubu yang dioperasikan nelayan Sibolga diletakkan pada daerah sekitar terumbu karang dengan kedalaman sampai 70 meter. Diduga ikan kakap merah yang masuk dalam bubu merupakan ikan yang sedang berlindung pada daerah terumbu karang atau ikan-ikan yang sedang mencari makan dan masuk dalam perangkap.

5.1.2 Ikan kakap putih Lates calcarifer

Ikan kakap putih yang didaratkan di Sibolga berasal dari perairan pantai Barat Sumatera, diperoleh dengan mempergunakan alat tangkap pancing, bubu dan pukat ikan. Hasil penangkapan ikan kakap putih dari tahun 2006 sampai dengan 2010 yaitu 20,9, 21,5, 16,4, 20,5 dan 20,7. Ketiga alat tangkap ini merupakan jenis alat tangkap yang mendominasi penangkapan ikan kakap putih sepanjang tahun. Fluktuasi hasil tangkapan nelayan Sibolga sangat dipengaruhi oleh cuaca yang terjadi di pantai Barat Sumatera. Daerah penangkapan ikan kakap putih di pantai Barat Sumatera merupakan perairan yang mendekati Samudera Hindia dan cenderung sangat di pengaruhi oleh arus. Alat tangkap yang memberikan kontribusi terbesar dalam menghasilkan ikan kakap putih adalah alat tangkap bubu, dengan proporsi yang dihasilkan pada tahun 2006 sampai dengan 2010 yaitu 46,3, 45,0, 48,7, 47,5 dan 47,5. Sedangkan kontribusi hasil tangkapan terendah dihasilkan oleh pancing dengan proporsi yang dihasilkan dari tahun 2006 sampai 2010 yaitu 13,4, 18,0, 23,8, 24,4 dan 24,4. Gambar 7 Produksi hasil tangkapan ikan kakap putih yang di daratkan di Sibolga. Gambar 7 menunjukkan produksi ikan kakap putih yang didaratkan di Sibolga berfluktuasi dari tahun ke tahun. Fluktuasi produksi ikan kakap putih dipengaruhi oleh pengurangan jumlah alat tangkap yang dioperasikan nelayan Sibolga karena tingginya biaya operasional melaut serta banyak nelayan yang 200 400 600 2006 2007 2008 2009 2010 Produksi ton Tahun Pancing ulur Bubu Pukat ikan berpindah daerah pendaratan ikan seperti ke Sumatera Barat dan Tanjung Balai Asahan untuk mengurangi biaya operasional melaut, hal lain yang mempengaruhi produksi ikan kakap putih yaitu faktor alam seperti cuaca, musim, angin dan arus. Nilai hasil tangkapan per unit upaya penangkapan CPUE menunjukkan besarnya produktivitas armada perikanan dan kelimpahan sumberdaya ikan. Berdasarkan perhitungan nilai FPI diperoleh bahwa bubu menjadi alat tangkap standar yang dipergunakan untuk menangkap ikan kakap putih. Model yang dipilih untuk menghitung MSY adalah Walter-Hilborn. Model ini dipilih karena memiliki tanda yang sesuai dengan persamaan, nilai R 2 paling tinggi 0,95168 dengan nilai validasi terendah 0,13419 Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan antara lima model untuk menghitung stok ikan kakap putih Model Kesesuaian tanda R 2 Rata-rata validasi C MSY E MSY Schnute Sesuai 0,22990 0,14244 1341,67 1536 Walter-Hilborn Sesuai 0,95168 0,13419 1260,89 1772 Equilibrium Schaefer Sesuai 0,75684 0,71281 0,00018 0,00027 Dis-equilibrium Schaefer Tidak sesuai - - - - Clark Yoshimato Pooley Tidak sesuai - - - - Model Walter-Hilborn menghasilkan nilai effort optimum sebanyak 1772 trip bubu per tahun dan catch MSY sebesar 1260,89 tontahun. Gambar 8 menunjukkan maximum sustainable yield ikan kakap putih di pantai Barat Sumatera. Gambar 8 Grafik maximum sustainable yield ikan kakap putih di pantai Barat Sumatera. 2006 2007 2008 2009 2010 500 1000 1500 1000 2000 3000 4000 Produks i t on Effort bubu trip Data aktual Batas MSY Kurva produksi surplus