Ikan kerapu sunu Plectropormus leopardus

SWOT merupakan analisis yang mengkombinasikan dua strategi pengembangan. Strategi SO untuk menghasilkan industri perikanan demersal yang bekerjasama dengan pihak pemerintah dalam meningkatkan nilai jual ikan. Pengembangan perikanan demersal akan semakin mudah karena didukung oleh keberadaan PPN Sibolga dan banyaknya tangkahan swasta sebagai pihak investor. Perbaikan pendistribusian dapat dimulai dari penanganan hasil tangkapan pada saat di palkah kemudian dilanjutkan dengan proses packing yang memenuhi standarisasi Hazard Analysis Critical Control Point HACCP agar dapat diterima oleh negara tujuan. Strategi SO menghasilkan sasaran strategi perbaikan sistem pendistribusian hasil tangkapan untuk tujuan ekspor serta mengadakan pengembangan terhadap fasilitas-fasilitas untuk kebutuhan pemasaran ikan. Hasil tangkapan nelayan dikumpulkan oleh pihak tangkahan yang dalam hal ini harga ikan ditentukan oleh pihak tangkahan sehingga nelayan tidak memiliki kepastian standard yang dipergunakan pihak tangkahan dalam penentuan grade ikan. Peranan pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi monopoli yang dilakukan pihak tangkahan kepada para nelayan misalnya dengan mendirikan koperasi. Sesuai dengan Cann dan Mounsey 1990 menyatakan bahwa profitabilitas usaha penangkapan ikan harus menjadi dasar pengembangan usaha perikanan demersal yang berkelanjutan. Kualitas hasil tangkapan ikan demersal di Sibolga tentunya akan sangat mempengaruhi harga atau nilai jual ikan di pasar. Kendala monopoli pengklasifikasian kualitas ikan oleh pemilik tangkahan telah menyebabkan kerugian finansial pada nelayan. Saat ini keberadaan Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga harus didorong oleh pemerintah pusat untuk melaksanakan tugas dan fungsi khususnya dalam kegiatan pelelangan ikan. Fasilitas coldstorage dan sarana pendukung lain yang telah ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara belum dioptimalkan secara baik. Strategi pengembangan perikanan demersal di pantai Barat Sumatera harus dimulai dari peran serta pemerintah dalam mengoptimalkan pelayanan publik dan sarana yang tersedia di pelabuhan tersebut. Strategi ST menghasilkan sasaran strategi perlunya meningkatkan pengawasan daerah penangkapan ikan untuk meminimalisasi terjadinya IUU fishing. Strategi lain yang dihasilkan adalah meningkatkan kerjasama dengan pihak pemerintah dan tangkahan dalam pengembangan perikanan demersal serta peningkatan kualitas ikan hasil tangkapan. Sesuai dengan Dirjen Perikanan Tangkap 2006 tingkat pencurian ikan dapat dikurangi dengan melakukan pengawasan yang lebih baik dan rutin. Perairan pantai Barat Sumatera sering menjadi sasaran pencurian ikan oleh nelayan Thailand. Kerjasama pihak P2SDKP bersama Angkatan Laut dan Polairut dapat menjadi solusi dalam meningkatkan upaya pemberantasan IUU fishing di Sibolga. Strategi WO menghasilkan sasaran strategi berupa perlunya mendirikan laboratorium penjamin mutu hasil tangkapan dan dukungan sarana transportasi pemasaran. Strategi lain yang dihasilkan yaitu pembentukan unit koperasi nelayan yang memfasilitasi sistem simpan pinjam bagi pelaku usaha perikanan. Strategi ini perlu didukung dengan peningkatan kegiatan penyuluhan kepada pihak nelayan dengan harapan tercapainya akses informasi yang sinergis antara pemerintah dengan nelayan. Pengembangan strategi ini dapat diwujudkan dalam pembentukan kelompok usaha bersama, sehingga pemerintah lebih mudah mengelola program bantuan atau pemberdayaan masyarakat. Strategi WT menghasilkan sasaran strategi melalui peningkatan kegiatan kemitraan antara pemerintah dengan pelaku usaha perikanan. Kegiatan peningkatan kemitraan didukung dengan berbagai kegiatan penyuluhan khususnya dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat nelayan. Dengan adanya kegiatan penyuluhan upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pemanfaatan ikan demersal secara efektif dan efisien akan lebih mudah tercapai. Ancaman lain yang mendominasi terhambatnya pengembangan perikanan demersal di pantai Barat Sumatera adalah perkembangan alat tangkap nelayan asing yang tidak mampu diimbangi oleh nelayan Sibolga. Penggunaan mesin kapal, alat akustik dan sarana pendukung penangkapan lain sampai saat ini masih sangat minim dan cenderung bersifat turun temurun. Pemerintah pusat sering memberikan bantuan kepada nelayan Sibolga dalam bentuk barang, namun bantuan ini sering sekali tidak tepat sasaran dan cenderung tidak dapat digunakan nelayan. Proses sosialisasi dan praktek penggunaan alat dapat dijadikan sebagai langkah awal sebelum memberikan bantuan kepada nelayan. Saat ini keterlibatan masyarakat dapat menjadi alat utama pengurangan IUU fishing di perairan pantai Barat Sumatera jika pemerintah lebih mengaktifkan pola kemitraan yang telah dibangun. Keberadaan POKMASWAS yang belum berjalan secara baik dapat direstrukturisasi dengan melakukan evaluasi dan peremajaan anggota. Perbaikan sistem komunikasi antara pemerintah dan masyarakat nelayan pengawas sumberdaya dapat diperbaiki dengan melakukan pertemuan secara berkala. Penyediaan sarana komunikasi yang belum tercipta di beberapa daerah dapat menjadi fokus pemerintah dalam meningkatkan kegiatan POKMASWAS di pantai Barat Sumatera.