Formulasi TINJAUAN PUSTAKA A. Ekstruder

12 e. Konfigurasi die dan pisau pemotong knife Bentuk dan diameter lubang pada cetakan die berpengaruh nyata terhadap tekanan yang dihasilkan pada die dan karakteristik produk Esseghir dan Sernas, 1992. Diameter yang semakin kecil akan menghasilkan tekanan yang semakin besar. Barrel pada ekstruder bisa memiliki die yang terdiri dari satu atau lebih bukaan. Bukaan ini membentuk produk akhir dan menimbulkan gaya yang berlawanan arah dengan gaya tekan dari ulir. Penggunaan die dapat lebih dari satu hingga tiga untuk mendapatkan tekstur dan mouthfeel yang diinginkan Huber dalam Rooney, 2002. Kecepatan pisau menentukan panjang dari produk yang dihasilkan oleh ekstruder. Semakin tinggi kecepatan pisau maka panjang produk semakin kecil, demikian sebaliknya.

B. Formulasi

Bahan – bahan utama penyusun dalam proses ekstrusi makanan dapat berasal dari tumbuh – tumbuhan berumbi, berbiji, kacang – kacangan, ikan laut, dll. Bahan – bahan ini mempengaruhi karakteristik dari produk ekstrusi sesuai dengan kandungan kimia dan perubahan fisikokimia yang terjadi dalam selama proses ekstrusi. Hal inilah yang mendasari perlunya untuk mempelajari sifat – sifat bahan dan interaksinya dengan bahan lain selama proses ekstrusi. Dengan demikian dapat ditentukan komposisi bahan penyusun dalam suatu formulasi tertentu untuk mendapatkan karakteristik produk ekstrusi yang diinginkan. 13 1. Tepung flour a. Tepung gandum Menurut Schwatz et al. 1992 produk esktrusi yang dibuat dengan tepung gandum memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi pada semua kisaran tingkat gelatinisasinya dibandingkan dengan pati jagung, grit jagung, dan pati gandum. Lebih lanjut dikatakan bahwa energi yang dibutuhkan tepung gandum lebih banyak daripada energi yang dibutuhkan pati jagung dan gandum untuk mendapatkan tingkat gelatinisai yang sama. Hal tersebut dikarenakan kandungan protein, lemak, dan komponen lain yang ikut menyerap energi panas dan air yang dibutuhkan untuk proses gelatinisasi. Faubion dan Hoseney 1982b menemukan bahwa penambahan lemak pada tepung terigu dapat menurunkan pengembangan produk dan merubah tekstur dan struktur produk ekstrusinya. Perbedaan kandungan protein dalam tepung gandum juga berpengaruh terhadap pengembangan, tekstur, dan struktur sel dari ekstrudat. Terigu dengan kadar protein tinggi 15 berbeda dalam pengembangan dan struktur sel ekstrudat, sedangkan terigu dengan kandungan protein 11 dan 9 Die tunggal Die ganda Die tripel Die tunggal dengan ruang Gambar 7 Beberapa tipe die Wenger Manufacturing, Inc., dalam Rooney, 2002 14 berbeda dalam karakteristik dari ekstrudat. Sutheerawattananonda et al. 1994 mempelajari pengaruh ukuran protein setiap jenis tepung gandum terhadap pengembangan dan densitas ekstrudat, hasilnya adalah volume pengembangan lebih kecil pada tepung gandum yang mengandung protein lebih besar, sedangkan densitasnya lebih besar. Penjelasannya dihubungkan dengan sifat protein yang sedikit larut air ketika terdenaturasi dan homogenitas kemampuan pati tergelatinisasi yang mengelilingi matrik protein. Vergnes et al. 1987 menganalisis bahwa pada tingkat energi yang sama, kelarutan tepung gandum jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kelarutan pati jagung murni. b. Tepung Beras Tepung beras dibuat dengan cara digiling. Proses pertama pembuatan tepung beras adalah dengan pengayakan beras untuk menghilangkan kotoran seperti krikil, sekam, dan gabah. Beras kemudian dicuci terlebih dahulu sampai bersih, kemudian direndam di dalam air yang mengandung natrium bisulfit 1 ppm selama satu jam. Setelah itu beras ditiriskan sehingga dihasilkan beras lembab. Beras yang sudah bersih kemudian digiling dengan hammer mill berpenyaring 80 mesh, kemudian tepung beras yang sudah jadi perlu dikeringkan hingga mencapai kadar air di bawah 14 Tarwuyah, 2001. Menurut Hsieh et al. 1993, penambahan garam dan gula pada tepung beras dapat meningkatkan derajat pengembangan produk ekstrusi yang dihasilkan. Hasil amilograf menunjukkan bahwa ekstrudat tepung beras memiliki viskositas yang lebih rendah selama siklus pemasakan dibandingkan dengan tepung beras non-eskstrusi. Hal ini berhubungan dengan dekstrinasi yang terjadi pada pati selama proses ekstrusi Harper, 1981. Karakteristik produk ekstrusi yang dihasilkan dari tepung beras biasanya berwarna putih terang light. Menurut Marshall dan Normand 1991, kompleks amilosa-lemak di dalam tepung beras yang telah mengalami pemasakan harus diperhatikan khususnya kemudahan untuk mengalami retrogradasi. Dalam penelitian tersebut disebutkan bahwa 15 kompleks amilosa-lemak meningkatkan retrogradasi dari rantai amilosa. Sifat reologi tepung beras sangat dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin seperti halnya pada tepung lain. Pada tepung beras, pasta terkonsentrasi memiliki sifat yang lebih dominan elastis Reddy et al., 1994. c. Tepung Kentang Potatoe Flake Proses pembuatan flake kentang secara sederhana terdiri dari pencucian kentang, pengupasan, pemotongan, pemasakan awal, pendinginan, pemasakan akhir, pembentukan massa, dan pengeringan dengan drum dried Hix, 2002. Beberapa zat aditif, seperti asam sitrat, sodium pirofosfat, sodium bisulfat, dan antioksidan terkadang ditambahkan pada proses pemasakannya sebelum pengeringan untuk menjaga warna dan aroma kentang yang dihasilkan. Flake yang kering kemudian digiling untuk mendapatkan partikel dengan ukuran 40 mesh dan selanjutnya digunakan untuk skala industri sebagai ingredien snack kentang. Lebih lanjut dikatakan bahwa flake kentang memiliki pati bebas yang sangat sedikit akibat proses yang dialami. Penggilingan flake mengakibatkan sejumlah besar sel – selnya rusak sehingga mengalami aglomerasi yang terikat bersamaan dengan pati yang tergelatinisasi Cheyne et al., 2005. Namun demikian, flake kentang memiliki kemampuan untuk mengikat dan memerangkap air secara homogen dengan lebih baik sehingga meningkatkan pengembangan yang seragam pada saat pemasakan snack serta menghasilkan produk dengan tektur yang lebih renyah. Sayangnya, tidak ada keseragaman mutu dalam produksi flake kentang di antara produsen. Kualitas yang dihasilkan sangat bergantung pada waktu pembuatan dan kondisi kentang yang digunakan. Masalah lain yang timbul dalam penggunaan flake kentang untuk proses produksi snack adalah tingginya level gula pereduksi yang berakibat pada reaksi pencoklatan pada produk yang dihasilkan. Pada umumnya, flake dengan kandungan gula di atas 3 tidak dapat diterima dalam pembuatan produk snack. 16 Maga dan Desroisier di dalam Harper 1981 melakukan ekstrusi flake kentang dengan menggunakan air yang mengandung kalsium karbonat dan magnesium karbonate. Hasil produk ekstrusi yang dihasilkan memiliki tingkat pengembangan tinggi yang menandakan gelatinisasi yang tinggi pula. Evaluasi sensori dari produk ini juga menghasilkan tingkat penerimaan yang tinggi. Produk ekstrusi dari flake kentang memiliki sifat yang elastis dan kuat, mampu untuk menahan beban produk itu sendiri pada panjang beberapa meter Cheyne et al., 2005. Lebih lanjut dikatakan bahwa penampakan mikrostruktur ekstrudat dari flake mengindikasikan campuran sel – sel yang rusak dan pati bebas telah terhomogenisasi selama proses ekstrusi. Kohesitivitas yang dimiliki juga baik dengan struktur yang kompak. Hal ini berarti juga bahwa amilosa dan amilopektin tersebar merata selama mengalami ekstrusi. 2. Komponen biokimia a. Pati Pati dapat ditemukan pada bagian tanaman yang membentuk cadangan makanannya dalam bentuk umbi, biji, dan buah, seperti: singkong, ubi jalar, jenis kacang – kacangan, buah – buahan, dan padi – padian. Pemanfaatan yang banyak digunakan dalam produk ekstrusi berasal dari umbi dan padi – padian, seperti: kentang, jagung, beras, sorgum, barley, oat, dan gandum. Bentuk dan ukuran setiap jenis pati berbeda – beda. Pati kentang merupakan pati dengan bentuk tidak teratur dan ukuran yang terbesar di antara pati yang lain. Pati beras memiliki bentuk yang teratur dan ukuran yang kecil. Pati jagung dan sorgum memiliki bentuk menyerupai bola dan berukuran sedang. Pati tersusun atas molekul – molekul glukosa homopolimer yang berikatan α-glikosidik. Ikatan ini terbagi lagi menjadi dua bagian, yaitu α- 1,4-D-glukosa dan α-1,6-D-glukosa. Ikatan α-1,4-D-glukosa membentuk rantai polimer yang digambarkan lurus dan panjang, tetapi 17 sebetulnya berbentuk heliks Huang dan Rooney, 2002. Rantai polimer yang lurus ini disebut sebagai amilosa dan bersifat mudah berikatan dengan molekul asam lemak bebas, gliserida rantai pendek, alkohol, dan iodin Huang dan Rooney, 2002. Ikatan α-1,6-D-glukosa membentuk percabangan sehingga rantai polimernya terlihat seperti percabangan pada pohon. Rantai polimer yang bercabang ini disebut sebagai amilopektin yang menyusun hampir sebagian besar dari pati, walaupun setiap cabang tersusun atas ikatan α-1,4-D-glukosa tabel 1. Tipe Pati Amilosa Amilopektin KSG o C Jagung 25 75 62-72 Jagung lunak 1 99 63-72 Jagung tinggi amilosa 56-70 atau lebih tinggi 45-30 atau lebih rendah 70-95+ Kentang 20 80 50-60 Beras 19 81 68-78 Beras lunak 1 99 68-77 tapiokasingkongubi 17 83 52-61 Gandum 25 75 58-63 Sorgum 25 75 65-74 Sorgum lunak 1 99 64-73 Sorgum lunak sebagian 20 80 64-73 KSG: Kisaran Suhu Gelatinisasi Sumber: Huang dan Rooney, 2002 Perbandingan jumlah amilosa dan amilopektin berpengaruh terhadap perubahan sifat – sifat fisik dan kimia dari pati selama proses. Amilosa dapat mudah mengalami retrogradasi dan membentuk struktur yang keras jika suhu proses telah turun. Dalam proses ekstrusi, sifat ini akan mengurangi pengembangan dari produk. Amilopektin lebih mudah diputus ikatannya daripada amilosa di bawah kondisi proses dengan tingkat Tabel 2 Perkiraan kandungan amilosa dan amilopektin beberapa jenis pati 18 gesekan yang tinggi seperti pada ekstrusi dan mengalamai laju retrogradasi yang lebih lama daripada amilosa. Berkebalikan dengan amilosa, pengembangan produk pada proses ekstrusi meningkat dengan adanya amilopektin Huang dan Rooney, 2002. b. Serat Serat makanan Diatary Fiber merupakan bagian dari karbohidrat yang tidak dapat dicerna. Komposisi kimia serat makanan bervariasi tergantung dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya. Pada dasarnya komponen komponen penyususn dinding sel tanaman terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum, mucilage yang kesemuanya ini termasuk ke dalam serat makanan. Serat makanan terbagi ke dalam dua kelompok yaitu serat makanan tak larut unsoluble dietary fiber dan serta makanan larut soluble dietary fiber. Serat tidak larut contohnya selulosa, hemiselulosa dan lignin yang ditemukan pada serealia, kacang - kacangan dan sayuran. Serat makanan larut contohnya gum, pektin dan mucilage Tensiska, 2008. Penggunaan serat masih terbatas dalam kaitannya dengan pengembangan produk ekstrusi. Serat buah, kedelai, dan kacang kapri biasanya dipertimbangkan untuk mengurangi sedikit pengembangan produk ekstrusi pada konsentrasi 5 - 10 . Penambahan serat dari beras dan oat secara normal dapat mengurangi pengembangan secara nyata Huber dalam Rooney, 2002. d. Protein Peranan protein di dalam proses ekstrusi sangatlah sedikit. Pada proses pengembangan produk, protein hampir dikatakan tidak berkontribusi, tetapi pengaruhnya kuat terhadap tekstur dan sifat flavor dari produk Huang dan Rooney, 2002. Frazier et al 1983 yang diacu dalam Mitchell dan Areas 1992 menemukan kadar air yang optimum untuk pengembangan dan teksturisasi dari grit kedelai, di mana pada kasus sereal, pengembangan pada umumnya meningkat seiring dengan penurunan kadar 19 air. Namun, Meuser dan Wiedman 1989 di dalam Walker et al 1992 menemukan bahwa penambahan kasein pada pati gandum dapat mengurangi kepadatan produk bulk density karena kasein lebih mengembang daripada pati gandum. Proses teksturisasi oleh protein terhadap produk ekstrusi berbasis protein telah dipelajari selama beberapa dekade, khususnya terhadap protein dari kedelai Doi dan Kitabatake dalam Kokini, 1992. Stanley et al 1982 yang diacu dalam Mitchell dan Areas 1992 memberikan bukti bahwa ikatan disulfida hanya memberikan sedikit pengaruh dalam pembentukan tekstur produk akhir ekstrusi dan berpendapat bahwa ikatan peptida baru, terbentuk pada suhu tinggi ± 180 o C, bertanggung jawab terhadap tekstur produk. Jadi, sangatlah penting untuk mengetahui kandungan bahan mentah yang digunakan untuk proses ekstrusi, apakah tinggi protein atau tinggi polisakarida pati dan serat untuk mendapatkan sifat fisik yang diinginkan. e. Lemak Lemak atau minyak menyebabkan pelemahan adonan, mengurangi kekerasan dari produk ekstrusi, dan meningkatakan sifat plastis dari produk Harper, 1981 di dalam Walker et al, 1992. Lebih lanjut dikatakan bahwa penambahan lemak berakibat pada berkurangnya pengembangan produk ekstrusi dari tepung gandum sekaligus merubah struktur yang dihasilkan Faubion dan Hoseney, 1982b di dalam Walker et al, 1992. Lemak mungkin dapat dijadikan suatu alternatif dalam proses ekstrusi untuk mengontrol tekstur dalam dan luar dari produk ekstrusi terkait dengan sifat – sifat di atas. Lemak juga dapat membentuk kompleks dengan pati dikarenakan kemampuan dari fraksi amilosa pati dapat berikatan dengan asam – asam lemak Hanna dan Bhatnagar, 1994. Hal ini menyebabkan produk ekstrusi yang dihasilkan akan memiliki sifat daya serap terhadap air yang rendah Water Absorption Index dan kelarutan yang rendah pula Water Solubility Index karena terdapat perbedaan kepolaran. Gallowat et al 1989 yang diacu dalam Hanna dan Bhatnagar 1994 menemukan bahwa kompleks 20 amilosa-gliserilmonostearat yang terbentuk selama ekstrusi dari pati gandum menyebabkan juga penurunan derajat pengembangan dari produk dan daya serang enzim. Kompleks antara amilosa dengan lemak juga dapat meningkat dengan adanya penambahan tekanan dan suhu Huber dalam Rooney, 2002. Lemak ataupun minyak biasa digunakan sebagai pelumas di dalam mesin lubricant karena sifatnya yang dapat mengurangi gaya gesek antar permukaan, Dalam proses ekstrusi, yang memanfaatkan gesekan untuk meningkatkan suhu, sifat ini tidaklah begitu dikehendaki. Keberadaan lemak di dalam produk makanan yang terlalu banyak dapat mengurangi gaya gesek yang terjadi antar partikel dengan ulir dan ulir dengan barrel sehingga dapat mengurangi suhu di dalam barrel. Pada proses yang menggunakan ekstruder ulir tunggal SSE, kadar lemak hendaknya tidak lebih dari 7 . Akan tetapi, untuk ekstruder ulir ganda TSE dapat digunakan formula bahan dengan kadar lemak lebih dari 25 dikarenakan sifat konversi energi mekanik menjadi panas yang lebih baik Huber dalam Rooney, 2002.

C. Pangan Ekstrusi