Mempelajari Pengaruh Pre-conditioner, Kecepatan Ulir, dan Substitusi Gandum Utuh Terhadap Ekstrusi

(1)

MEMPELAJARI PENGARUH PRE-CONDITIONER,

KECEPATAN ULIR DAN SUBSTITUSI GANDUM UTUH

TERHADAP EKSTRUSI

SKRIPSI

GILANG

F24080067

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

LEARNING THE INFLUENCES OF PRE-CONDITIONER, SCREW SPEED,

AND WHOLE WHEAT SUBSTITUTION ON EXTRUSION

Gilang and Dedi Fardiaz

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural

Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220,

Bogor, West Java, Indonesia.

Phone +62 251 8626725, e-mail: foodtech@indo.net.id

ABSTRACT

Extrusion cooking is the process of forcing a material to flow under a variety

of conditions through a shaped hole (die) at a predetermined rate to achieve

various resulting products. This research was done to learn the influences of

pre-conditioner, screw speed, and whole wheat substitusion in extrusion

process.Several extrusion treatments were studied, as follows: pre-conditioner

treatment, wheat proportion (0 %, 5 %, and 10 %), and screw speed (350 rpm,

360 rpm, and 370 rpm). Pre-conditioner, wheat proportion, and screw speed

found to affect the product in different ways. Pre-conditioning treatment increases

the product’s moisture, gelatinisation degree, WSI

(Water Solubility Index), WAI

(Water Absorbtion Index)

, hardness and product’s length but it

decreases the

product’s bulk density. The higher wheat proportio

n between 0 % to 10 %

increases gelatinisation degree, WSI, hardness, and bulk density. On the other

hand, increasing of screw speed around 350 rpm to 370 rpm will increases

gelatinisation degree, WSI, product’s length, hardness, but decreases product’s

expansion degree.


(3)

Gilang. F24080067. Mempelajari Pengaruh Pre-conditioner, Kecepatan Ulir, dan Substitusi Gandum Utuh Terhadap Ekstrusi.Di bawah bimbingan Dedi Fardiaz. 2012.

RINGKASAN

Ekstrusi adalah suatu proses pengolahan yang meliputi pencampuran, penggilingan, pemasakkan, pendinginan, pengeringan, dan pencetakkan. Dasar dari proses ekstrusi memberikan dorongan pada bahan baku untuk mengalir dengan kondisi tertentu untuk melalui suatu lubang (die). Karakteristik produk ekstrusi yang dihasilkan dipengaruhi beberapa hal seperti karakteristik bahan baku dan pengaturan ekstruder selama proses berlangsung. Karakteristik bahan dapat dikontrol dengan membuat formulasi yang tepat dan menggunakan pre-conditioner sedangkan pengaturan ekstruder meliputi kontrol suhu dan kecepatan ulir. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pre-conditioner, kecepatan ulir ekstruder dan tingkat substitusi gandum utuh pada karakteristik akhir produk ekstrusi.

Penelitian ini dilakukan dengan menentukan karakteristik produk akhir yang dihasilkan pada berbagai perlakuan yang berbeda. Perlakuan-perlakuan yang dikontrol dalam penelitian ini meliputi perlakuan pre-conditioning, tingkat substitusi gandum (0 %, 5 %, dan 10 %), dan kecepatan ulir (350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm). Analisis yang dilakukan terhadap produk akhir ekstrusi adalah analisis kadar air, derajat gelatinisasi, WSI (Water Solubility Index), WAI (Water Absorbtion Index), bulk density, derajat pengembangan, panjang produk, dan analisis tekstur.

Berdasarkan hasil analisis kadar air produk berkisar antara 3,88 % hingga 3,89 %. Berdasarkan hasil analisis, nilai derajat gelatinisasi dari ekstrudat yang dihasilkan adalah 9,68 % sampai 15,47 %. Hasil analisis menunjukkan nilai WSI berkisar antara 5,1 mg/ml hingga 9,5 mg/ml. Hasil analisis menunjukkan nilai WAI berkisar antara 4,86 mg/ml hingga 5,45 mg/ml. Hasil analisis menunjukkan bahwa bulk density berkisar antara 0,08 g/ml hingga 0,10 g/ml. Derajat pengembangan yang didapat pada kali ini berkisar antara 386,4 % hingga 423,07 %. Nilai yang didapat pada analisa tekstur kali ini berkisar antara 19,43 kg force hingga 33.59 kg force.

Berdasarkan uji ANOVA pada taraf signifikansi 5 % diketahui bahwa perlakuan pre-conditioning memberikan pengaruh pada kadar air, derajat gelatinisasi, WSI, WAI, bulkdensity, panjang, dan tekstur produk. Perlakuan pre-conditioning dalam penelitian ini akan meningkatkan kadar air produk, derajat gelatinisasi produk, WSI, WAI, dan panjang produk, serta menurunkan

bulk density produk. Kecepatan ulir memberikan pengaruh pada tingkat derajat gelatinisasi, WSI, derajat pengembangan, panjang dan tekstur produk. Kecepatan ulir yang lebih tinggi dalam penelitian ini meningkatkan derajat gelatinisasi, WSI, panjang, dan kekerasan produk namun menurunkan derajat pengembangan produk. Tingkat substitusi gandum memberikan pengaruh pada derajat gelatinisasi, WSI, bulk density dan tekstur produk. Tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi dalam penelitian ini meningkatkan derajat gelatinisasi, WSI, kekerasan dan bulk density. Uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat substitusi gandum memiliki nilai korelasi paling tinggi dalam menentukan tingkat derajat gelatinisasi, dan bulk density produk. Perlakuan pre-conditioning memiliki nilai korelasi paling tinggi dalam menentukan kadar air, WSI, dan WAI. Kecepatan ulir memiliki nilai korelasi paling tinggi dalam menentukan derajat pengembangan, panjang produk, dan tingkat kekerasan produk.


(4)

MEMPELAJARI PENGARUH PRE-CONDITIONER,

KECEPATAN ULIR DAN SUBSTITUSI GANDUM UTUH

TERHADAP EKSTRUSI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

GILANG

F24080067

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(5)

Judul Skripsi : Mempelajari Pengaruh Pre-conditioner, Kecepatan Ulir, dan Substitusi Gandum Utuh Terhadap Ekstrusi

Nama : GILANG NIM : F24080067

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I,

(Prof. Dr. Ir. Dedi Fardiaz, MSc) NIP. 19481001.197302.1.001

Pembimbing Lapang,

(Iwan Surjawan, Ph.D)

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.) NIP. 19680526.199303.1.004


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Mempelajari Pengaruh Pre-conditioner, Kecepatan Ulir, dan Substitusi Gandum Utuh Terhadap Ekstrusi

adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 2012

Yang memebuat pernyataan

Gilang F24080067


(7)

© Hak cipta milik Gilang, tahun 2012 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi ,mikrofilm, dan sebagainya


(8)

BIODATA RINGKAS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 November 1990 dari pasangan Djoko Sutanto Hartawan dan Rose Hermiati Soedali. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2002 di SD Santa Maria Fatima Jakarta. Selanjutya penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Kristen 5 Jakarta hinga tahun 2005 dan menamatkan pendidikan menengah atas di SMA Kristen 3 Jakarta pada tahun 2008. Selama masa sekolah penulis memiliki beberapa prestasi di antaranya adalah medali perak olimpiade matematika pada Olimpiade Sains Nasional 2007. Setelah tamat pendidikan menengah atas, penulis diterima sebagai mahasiswa departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menjalani studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus Keluarga Mahasiswa Buddhis (KMB) periode tahun 2009-2010 dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) periode tahun 2010 dan 2011. Di dalam kepengurusan KMB, penulis menduduki jabatan ketua divisi pelayanan masyarakat sedangkan di dalam pengurusan Himitepa, penulis menduduki jabatan sebagai anggota. Penulis juga aktif dalam kepanitian Himitepa, yaitu sebagai anggota divisi Konsumsi ”Seminar dan Training HACCP VIII Himitepa

IPB”. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di PT GarudaFood Putra Putri Jaya

dengan judul “Mempelajari Pengaruh Pre-conditioner, Kecepatan Ulir, dan Substitusi Gandum Utuh Terhadap Ekstrusi” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, M.Sc.


(9)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Tuhan dan karunia-Nya sehinga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Mempelajari Pengaruh Pre-conditioner, Kecepatan Ulir, dan Substitusi Gandum Utuh Terhadap Ekstrusi dilaksanakan di PT GarudaFood Putra Putri Jaya sejak bulan Februari hingga Juni 2012.

Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan, dukungan, dan doa berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Dedi Fardiaz, M.Sc sebagai dosen pembimbing utama (pembimbing akademik) yang telah membimbing dan memberikan arahan serta motivasi.

2. Iwan Surjawan, Ph.D atas bimbingan, saran, dan batuannya selama rangkaian kegiatan penyelesaian tugas akhir selaku pembimbing di tempat magang.

3. Ir. Subarna, MSi yang bersedia menjadi dosen penguji ke dua dan memberikan saran selama sidang berlangsung.

4. Orang tua dan adik-adik saya yang selalu memberi semangat dan menghibur saya. 5. Dosen-dosen departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas ilmu yang telah diberikan. 6. PT Garudafood Putra Putri Jaya atas kesempatan magang yang telah diberikan.

7. Pak Teguh dan Mas Ade yang memberikan bantuan penuh selama trial di pilot plan Gunung Putri.

8. Mbak Ochid, Mbak Wati, Mbak Teti, Ranto dan Pak Dian, teman-teman di ITD yang selalu memberikan ide dan memberikan motivasi di HO GarudaFood.

9. Mbak Tri, Asof, Hendi, Mbak Ita, Mbak Rossa, Sari, dan Mbak Della yang memberikan arahan selama saya di laboratorium.

10. Utie, Enie, Anita dan teman-teman divisi RnD atas candanya.

11. Teman-teman ITP 45 yang telah berjuang bersama selama 3 tahun di IPB.

Akhir kata penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan. Terima kasih.

Bogor, 10 Agustus 2012 Gilang


(10)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

II. PROFIL PERUSAHAAN ... 3

III. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

3.1 Ekstrusi ... 4

3.2 Ekstruder Ulir Tunggal ... 4

3.3 Pre-conditioning ... 5

3.4 Kecepatan Ulir ... 5

3.5 Gandum ... 6

IV. METODE PENELITIAN ... 7

4.1 Bahan dan Alat ... 7

4.2 Metode Penelitian ... 7

4.2.1 Tahapan Produksi Ekstrudat ... 7

4.2.2 Analisis Fisik dan Kimia ... 10

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

5.1 Kadar Air ... 12

5.2 Derajat Gelatinisasi ... 12

5.3 Water Solubility Index (WSI) ... 14

5.4 Water Absorption Index (WAI) ... 17

5.5 Bulk Density ... 18

5.6 Derajat Pengembangan dan Panjang ... 19

5.7 Analisa Tekstur ... 22

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

6.1 Kesimpulan ... 25

6.2 Saran ... 25

Daftar Pustaka ... 26


(11)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Perbandingan jagung dan gandum utuh………... 6

Tabel 2. Formulasi adonan………... 7

Tabel 3. Pengaturan ekstruder………... 8

Tabel 4. Rancangan Percobaan Ekstrusi………... 9

Tabel 5. Setting Texture Analyzer untuk Kekerasan Produk………..10

Tabel 6. Data analisis kadar air……….. 30

Tabel 7. Data analisis derajat gelatinisasi……….. 31

Tabel 8. Data analisis Water Solubility Index (WSI)………. 32

Tabel 9. Data analisis Water Absorption Index (WAI)……….. 33

Tabel 10. Data analisis bulk density………... 34

Tabel 11. Data analisis derajat pengembangan dan panjang………. 35


(12)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram alir proses preconditioning……… 8

Gambar 2. Diagram alir proses ekstrusi………. 9

Gambar 3. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dan perlakuan pre-conditioning……….. 13

Gambar 4. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dan kecepatan ulir………... 13

Gambar 5. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dengan kadar gandum……… 14

Gambar 6. Grafik hubungan antara WSI dan perlakuan pre-conditioning..………. 15

Gambar 7. Grafik hubungan antara WSI dan kecepatan ulir………..………..………. 16

Gambar 8. Grafik hubungan antara WSI dan kadar gandum………..………..………. 16

Gambar 9. Grafik hubungan antara WAI dan perlakuan pre-conditioning..…………..……….. 17

Gambar 10. Grafik hubungan antara bulk density dengan perlakuan pre-conditioning..………. 18

Gambar 11. Grafik hubungan antara bulk density dengan kadar gandum………..……….. 19

Gambar 12. Grafik hubungan derajat pengembangan dan kecepatan ulir………..………... 20

Gambar 13. Grafik hubungan panjang produk dengan kecepatan ulir………..………. 21

Gambar 14. Grafik hubungan antara panjang produk dan perlakuan pre-conditioning..………. 21

Gambar 15. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan perlakuan pre-conditioning………… 22

Gambar 16. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan kecepatan ulir………. 23

Gambar 17. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan kadar gandum……… 24

Gambar 18. Produk berdasarkan kode………..………..………..………. 28

Gambar 19. Foto produk berdasarkan perlakuan pre-conditioning dan kadar gandum utuh…………. 29


(13)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto setiap produk hasil ekstrusi ... 28

Lampiran 2. Foto produk hasil ekstrusi ... 29

Lampiran 3. Hasil analisis kadar air ... 30

Lampiran 4. Hasil analisis derajat gelatinisasi ... 31

Lampiran 5. Hasil analisis Water Solubility Index (WSI) ... 32

Lampiran 6. Hasil analisis Water Absorption Index (WAI) ... 33

Lampiran 7. Hasil analisis bulk density ... 34

Lampiran 8. Hasil analisis derajat pengembangan dan panjang ... 35

Lampiran 9. Hasil analisis tekstur (kekerasan)... 36

Lampiran 10. Analisis pengaruh pre-conditioning, tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir terhadap kadar air. ... 37

Lampiran 11a. Analisis pengaruh pre-conditioning, tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir terhadap derajat gelatinisasi. ... 38

Lampiran 11b. Uji lanjut Duncan untuk derajat gelatinisasi ... 38

Lampiran 12a. Analisis pengaruh pre-conditioning, tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir terhadap WSI. ... 39

Lampiran 12b. Uji lanjut Duncan untuk WSI ... 39

Lampiran 13. Analisis pengaruh pre-conditioning, tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir terhadap WAI. ... 40

Lampiran 14a. Analisis pengaruh pre-conditioning, tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir terhadap bulk density. ... 41

Lampiran 14b. Uji lanjut Duncan untuk bulk density ... 41

Lampiran 15a. Analisis pengaruh pre-conditioning, tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir terhadap derajat pengembangan. ... 42

Lampiran 15b. Uji lanjut Duncan untuk derajat pengembangan ... 42

Lampiran 16a. Analisis pengaruh pre-conditioning, tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir terhadap panjang produk. ... 43

Lampiran 16b. Uji lanjut Duncan untuk panjang produk ... 43

Lampiran 17a. Analisis pengaruh pre-conditioning, tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir terhadap tekstur. ... 44

Lampiran 17b. Uji lanjut Duncan untuk tekstur ... 44


(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Beberapa dekade ini telah diperkenalkan berbagai produk pangan yang tergolong dalam kategori makanan ringan. Perkembangan makanan ringan sangat pesat di mana survey CIC tahun 2005 yang menyebutkan bahwa market size pada tahun 2004 snack modern mencapai 59.5 ribu ton atau naik dari tahun 2003 sebesar 53.6 ribu ton (Hidayat 2006). Banyak industri mencoba masuk ke pasar makanan ringan dan menciptakan banyak brand produk baru. Hal ini mendorong setiap produsen makanan ringan untuk berkompetisi dalam menjaga kualitas makanan ringan yang mereka buat dengan terus melakukan inovasi.

Makanan ringan yang beredar di pasaran diproduksi dengan berbagai jenis metode. Salah satu metode yang banyak digunakan adalah ekstrusi. Ekstrusi adalah teknologi yang memiliki peranan besar dalam terciptanya makanan ringan generasi ke-2 dan ke-3. Pemasakkan dengan metode ekstrusi telah dipelajari lebih dari lima puluh tahun yang lalu. Di dalam proses ekstrusi terdapat serangkaian proses pengolahan meliputi pencampuran, penggilingan, pemasakkan, pendinginan, pengeringan, dan pencetakkan. Beberapa proses yang dapat disatukan dalam satu proses substitusi mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari proses produksi tersebut baik pada segi tenaga kerja maupun energi yang dibutuhkan. Hal inilah yang merupakan salah satu sebab mengapa teknologi ekstrusi mulai banyak diaplikasikan secara luas dalam industri pangan.

Dalam pemasakkan dengan metode ekstrusi ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Salah satu dari parameter tersebut adalah campuran bahan baku. Campuran bahan baku yang akan diproses dalam ekstruder harus memenuhi beberapa standar yang harus dijaga meliputi standar fisik (kadar air, keseragaman dan ukuran partikel, serta suhu) dan kimia (komposisi campuran, kadar pati, protein, lemak dan serat). Tidak semua bahan baku di dalam adonan memenuhi standar yang harus dijaga, oleh karena itu dibuat suatu alat yang disebut pre-conditioner. Pre-conditioning adalah proses menyiapkan adonan sehingga siap diekstrusi. Pre-conditioning secara umum akan menentukan karakteristik produk akhir sehingga proses pre-conditioning ini harus dikontrol sebaik-baiknya. Selain dari campuran bahan baku, parameter proses ekstrusi juga merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Setiap perbedaan suhu ekstrusi, kecepatan ekstrusi, dan laju masuknya bahan ke dalam ekstruder akan memberikan perbedaan karakteristik produk yang dihasilkan.

Produk ekstrusi yang berbahan dasar jagung sudah banyak diterima secara umum, namun nilai nutrisinya jauh dari memuaskan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan konsumen. Penelitian untuk mensubstitusi jagung dengan bahan lain seperti whole grain dan polong-polongan menunjukkan hasil positif sebagai produk yang kaya protein dan serat (Berrios 2006). Di sisi lain, penambahan substitusi

whole grain dan polong-polongan mempengaruhi tekstur, pengembangan, serta penerimaan produk oleh konsumen (Liu et al. 2000). Hal ini disebabkan setiap bahan baku yang berbeda memiliki perilaku yang berbeda selama proses ekstrusi berlangsung. Data-data mengenai karakteristik setiap bahan baku untuk proses ekstrusi menjadi hal diperhatikan selama proses ekstrusi.

1.2

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan produk ekstrusi dengan karakteristik yang lebih baik dari bahan baku berupa whole grain. Secara khusus penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh pre-conditioning, kecepatan ulir ekstruder dan tingkat substitusi gandum utuh pada karakteristik akhir produk ekstrusi.


(15)

2

1.3

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna dalam memperbaiki karakteristik produk ekstrusi yang diproduksi di industri pangan. Informasi yang ada dari penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang aplikasi dan fungsi pre-conditioner dan produk ekstrusi berbahan dasar whole grain.


(16)

3

II.

PROFIL PERUSAHAAN

Garuda Food Group berawal dari PT. Tudung, didirikan di Pati, Jawa Tengah pada tahun 1958 dan bergerak di bisnis tepung tapioka. Pada tahun 1979 PT. Tudung berubah nama menjadi PT. Tudung Putra Jaya (TPJ). Pendiri perusahaan adalah mendiang Bapak Darmo Putra dan Ibu Poesponingrum, mantan pejuang yang memilih menekuni dunia usaha setelah bangsa Indonesia merdeka.

Garuda Food adalah perusahaan makanan dan minuman di bawah kelompok usaha Tudung (Tudung Group). Selain Garuda Food, Tudung Group juga menaungi SNS Group (PT. Sinar Niaga Sejahtera) bergerak di bisnis distribusi logistik, PT. Bumi Mekar Tani (BMT) fokus di bidang plantationas, PT. Nirmala Tirta Agung (NTA) bisnis air minum dalam kemasan kaleng bermerek Prestine, dan Global Solution Institute (GSI) bergerak di bidang pelayanan jasa pelatihan, seminar, event organizer, dan konsultasi manajemen.

Saat ini Garudafood memiliki 11 buah pabrik yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatra, dan Sulawesi. Pabrik-pabri tersebut yaitu di Gresik (biskuit), Bogor (jelly drink), dua pabrik di Pati (kacang), Lampung, Rancaekek, Tangerang, Sidoarjo, Makasar, Pekanbaru, dan Sukabumi. Jumlah karyawan yang dimiliki Garudafood berkisar 20.000 orang dan total kapasitas produksi sekitar 550.000 ton.


(17)

4

III.

TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Ekstrusi

Ekstrusi adalah proses pemasakan dengan cara memberikan dorongan positif pada bahan baku untuk mengalir dengan kondisi tertentu untuk melalui suatu lubang (die) yang memiliki bentuk tertentu (Gray & Chinnaswamy 1995). Teknologi ini merupakan hasil pengembangan aplikasi teknologi pengolahan/pencetakan metal alumunium, yang kemudian berkembang ke teknologi pengolahan plastik dan polimer sejenisnya, sampai akhirnya diterapkan untuk pengolahan hasil pakan, ekstrusi minyak dan pengolahan pangan modern seperti produk-produk serealia sarapan, makanan ringan serta banyak ragam produk konfeksioneri atau makanan pabrikasi lainnya (Muchtadi 1988). Perkembangannya yang sangat pesat membuat teknologi ini disebut sebagai teknologi yang sangat sangat dikenal.

Ekstrusi banyak dikembangkan karena mengingat banyaknya keuntungan yang diberikan. Ekstrusi memiliki kemampuan untuk mengolah bahan dengan cepat, penghematan energi yang luar biasa dan sedikit tenaga kerja dibutuhkan. Ekstrusi juga menawarkan produk yang sangat seragam, peralatannya sangat mudah dioperasikan dan dibersihkan dan kapasitasnya besar. Produk akhirnya juga praktis dan memiliki kandungan mikroba yang sangat rendah karena mati selama produksi.

Proses ekstrusi memiliki pengaruh yang nyata terhadap komponen-komponen pangan. Pati mengalami gelatinisasi dalam proses ekstrusi akibat adanya suhu dan kelembaban yang cukup. Pati yang tergelatinisasi mudah dirusak oleh suhu, tekanan, dan gesekkan sehingga menghasilkan kondisi yang berrongga. Karakteristik pati yang berbeda menghasilkan produk yang berbeda. Kadar amilosa dan amilopektin misalnya akan mempengaruhi sifat-sifat fisik produk ekstrusi. Pati dengan amilosa yang tinggi akan menghasilkan produk yang tidak mengembang namun memiliki dinding sel yang lebih tebal (lebih keras) sedangkan pati dengan amilopektin yang tinggi akan menghasilkan produk yang mengembang namun rapuh (Muchtadi et al. 1988). Pati dengan kadar amilosa lebih banyak lebih mudah diberi perisa dan cocok sebagai produk pendamping susu karena mampu mempertahankan kerenyahannya di dalam susu.

Protein selama proses ekstrusi akan mengalami denaturasi dan kehilangan kelarutannya. Protein dalam proses ekstrusi hancur dan bercampur dengan pati terutama amilopektin. Keberadaan protein ini mencegah rusaknya amilopektin dengan membentuk ikatan kovalen dengan amilopektin dan dapat meningkatkan derajat pengembangan (Gimeno et al. 2004).

Lemak dalam proses ekstrusi kurang diperhatikan karena bahan baku yang biasa digunakan tidak banyak mengandung lemak. Secara umum penggunaan lemak dapat mengurangi gesekkan pada barrel sehingga menghemat energi dan menjaga komponen lain agar lebih stabil. Walau demikian lemak dalam proses ekstrusi dapat mengurangi derajat pengembangan produk (Faubion et al., 1982). Untuk vitamin sendiri dipastikan mengalami penurunan dalam proses ekstrusi terutama vitamin B dan vitamin C.

3.2

Ekstruder Ulir Tunggal

Ekstruder adalah alat yang memiliki prinsip utama memberikan gaya dorong yang tinggi pada bahan sehingga bahan mampu keluar melalui lubang (die) baik dengan atau tanpa pemanasan. Secara umum ekstruder disusun atas ulir (screw), barrel, tempat memasukkan bahan (screw) dan lubang keluaran (die). Ekstruder dapat dimofikasi lebih lanjut dengan penambahan pemanas, tempat pre-conditioner, dan tempat memasukkan cairan (liquid feeder) (Weller 1997).


(18)

5

Berdasarkan jumlah ulir di dalamnya, ekstruder lebih jauh dapat diklasifikasikan menjadi ekstruder ulir tunggal dan ekstruder ulir ganda. Ekstruder ulir tunggal banyak digunakan karena biaya untuk prosesnya lebih ringan (Dziezak 1989). Ekstruder ulir tunggal dikarakterisasi berdasarkan rasio panjang dan diameter (L/D) dan rasio tekanan. Ekstruder jenis ini lebih lanjut memiliki beberapa tipe yaitu pasta extruder, high pressure forming extruder, low shear cooking extruder, collet extruder, dan

high shear cooking extruder. Ekstruder ulir tunggal pada dasarnya adalah pendorong, penukar panas dan bioreaktor yang secara terus menerus mendorong, memanaskan, menarik, mengaduk, membentuk dan mengubah sifak fisik dan kimia bahan pada tekanan dan suhu tertentu dalam waktu singkat. Material yang melalui ekstruder ulir tunggal mengalami perubahan fisik lebih lanjut karena adanya ekspansi dan kehilangan kelembaban secara cepat setelah melewati die (Chiruvella et al. 1996).

3.3

Pre-conditioning

Pre-conditioning adalah proses lanjutan yang dilakukan setelah pencampuran campuran. Pre-conditioner adalah ruang di mana butiran bahan mentah dibasahi merata hingga kelembaban yang diinginkan dan/atau dipanaskan dengan air atau uap yang mengalir. Peran utama dari pre-conditioning

adalah mengaduk, hidrasi, melunakan, memberi panas awal bahan baku dan memberi waktu tunggu di mana dapat terjadi reaksi kimia. Penambahan uap sebesar 4 % hingga 5 % secara umum cukup untuk mencapai kondisi suhu produk yang keluar dari pre-conditioner sebesar 93 oC. Namun penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa temperatur produk cukup 75 oC untuk mencapai karakteristik yang diinginkan. Pengadukkan juga merupakan parameter penting dalam pre-conditioner. Sebagian besar teknologi pre-conditioning yang baru menerapkan waktu retensi yang cukup lama sekitar 3 hingga 5 menit (Rokey et al. 2006).

Perlakuan dengan pre-conditioner dapat meningkatkan residence time, mengurangi konsumsi energi, meningkatkan kapasitas, meningkatkan kualitas produk akhir, mengurangi gesekan pada barrel, dan meningkatkan efesiensi ekstruder (Harper 1989). Pre-conditioning penting dilakukan dalam pembuatan makanan ringan terutama makanan ringan berbasis jagung dan gandum. Gandum misalnya memiliki flavor tidak baik yang dapat dihilangkan dengan pre-conditioning. Hal yang perlu diperhatikan dalam pre-conditioning adalah penambahan air, waktu tinggal (residence time), dan suhu atau uap yang diberikan (Booth 1990).

Pre-conditioner dapat diberi tekanan atau dengan tekanan atmosfir. Pre-conditioner yang diberi tekanan kurang diminati karena cenderung memberikan efek negatif pada produk akhir dan pengoperasiannya lebih sulit dibanding pre-conditioner dengan tekanan atmosfir (Booth 1990). Pengaduk pada pre-conditioner dapat berupa ribbon atau pedal. Jenis pengaduk ini menentukan jenis bahan baku yang dapat diolah dengan baik dalam pre-conditioner.

3.4

Kecepatan Ulir

Berbagai bentuk snack dapat dihasilkan dengan ekstruder. Biasanya untuk produksi snack yang mengembang (expanded snack) menggunakan proses HTST di mana kualitas produk dilihat dari kerenyahannya. Kerenyahan ini ditentukan dari derajat gelatinisasi produk yang dipengaruhi oleh suhu, kecepatan ulir, dan adonan yang akan diekstrusi.

Kecepatan ulir berpengaruh nyata dalam proses ekstrusi. Pada laju masuknya bahan yang konstan, perlambatan kecepatan ulir yang berlebih menyebabkan bahan tidak dapat mengembang dengan sempurna, sebaliknya peningkatan kecepatan ulir yang berlebih akan meningkatkan keperluan energi yang lebih tinggi, energi termal juga perlu ditingkatkan dan suhu produk di die akan meningkat


(19)

6

(Meuser et al., 1987). Oleh karena itu kecepatan ulir perlu diperhatikan untuk mendapatkan kecepatan yang sesuai untuk mendapatkan target produk yang diinginkan. Menurut Anderson et al., 1969, peningkatan kecepatan ulir dan penurunan kadar air dapat meningkatkan derajat pengembangan dan

water solubility index (WSI) namun menurunkan water absorption index (WAI).

3.5

Gandum

Akhir-akhir ini sebagian besar sereal untuk sarapan dan snack dibuat dari tepung yang sudah dimurnikan. Penggunaan gandum utuh diketahui sebagai bahan baku yang baik untuk kesehatan. Gandum telah banyak digunakan di dalam industri ekstrusi dan efek-efek variabel proses pada ekstrusi gandum telah banyak dipelajari. Dibandingkan beras, jagung, tapioka dan kentang, gandum memiliki entalpi gelatinisasi yang paling rendah (Harper 1989). Hal ini menunjukkan bahwa gandum lebih mudah tergelatinisasi dibanding beras dan jagung. Substitusi gandum pada produk ekstrusi berbasis jagung akan meningkatkan derajat gelatinisasi produk dan memungkinkan perbaikkan karakteristik produk yang diinginkan. Walau demikian penggunaan gandum utuh (whole wheat) mengandung protein dan serat yang memungkinkan penurunan derajat pengembangan dibanding menggunakan terigu.

Tabel 1. Perbandingan jagung dan gandum utuh

Komponen Gritz Jagung (%) Gandum Utuh (%)

Total Karbohidrat 74 73

Protein 9 14

Serat 7 12

Lemak 5 2


(20)

7

IV.

METODE PENELITIAN

4.1

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam proses ekstrusi dan pre-conditioning adalah gritz jagung, tepung gandum, tepung beras, minyak dan air. Bahan yang digunakan untuk analisis adalah HCl 0.5M, NaOH 10M, dan iodium.

Alat-alat yang digunakan dalam proses ekstrusi dan pre-conditioning adalah timbangan, pre-conditioner, single screw extruder, dryer dan ribbonmixer. Alat yang digunakan untuk analisis adalah

rapeseed, erlenmeyer, ayakan 60 mesh, ayakan 100 mesh, tumbukan, timbangan, waring blender, sentrifuse, pipet, tabung, spektrofotometri, cawan, oven, desikator, tumbukkan, stirrer, dan Stable Micro System TA.TX Texture Analyzer.

4.2

Metode Penelitian

4.2.1

Tahapan Produksi Ekstrudat

Formulasi Adonan

Ada tiga formula dasar adonan yang digunakan untuk percobaan kali ini. Bahan dasar yang digunakan dalam proses preconditioning dan ekstrusi berupa tepung gandum utuh, grits jagung, tepung beras, dan minyak. Ketiga formulasi dasar adonan tersebut masing-masing berjumlah 10 kg dan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Formulasi adonan Formulasi Tepung

gandum utuh

Grits jagung Tepung Beras Minyak Lesitin

(kg) % (kg) % (kg) % (mg) % (mg) %

1 0 0 8.93 89.3 1 10 50 0.5 20 0.2

2 0.5 5 8.43 84.3 1 10 50 0.5 20 0.2

3 1 10 7.93 79.3 1 10 50 0.5 20 0.2

Tahapan Pre-conditioning

Dari 10 kg adonan untuk setiap formula yang disiapkan diambil 5 kg untuk diproses dengan pre-conditioning dan 5 kg sisanya diproses tanpa pre-conditioning. Adonan yang akan diproses dengan

pre-conditioner dimasukkan ke dalam ribbon mixer dan diaduk selama 5 menit. Bahan dipindahkan dari ribbon mixer ke dalam feeder dari pre-conditioner. Uap bertekanan dialirkan pada pre-conditioner dan semua ulir pada pre-conditioner dijalankan. Bahan yang keluar diambil dan langsung dimasukkan ke dalam ekstruder.


(21)

8

Gambar 1. Diagram alir proses pre-conditioning

Proses Ekstrusi

Tabel 3. Pengaturan ekstruder T die 170oC Auger speed 14 Knife speed 6

Adonan yang sudah melalui pre-conditioner langsung dimasukkan ke dalam ekstruder. Untuk adonan yang tidak melalui preconditioner diaduk terlebih dahulu dengan ribbon mixer dan ditambahkan air sebesar 128 ml sehingga kadar air adonan yang tidak melalui pre-conditioner dan melalui pre-conditioner sama. Adonan dimasukkan ke dalam feeder pada single screw ekstruder. Pengaturan yang harus dijaga konstan selama proses ekstrusi dapat dilihat pada tabel 3. Setelah pengaturan umum sudah disiapkan auger dijalankan dan kecepatan ulir awal yang digunakan 350 rpm. Selama proses berlangsung, 0,5 kg bahan pertama dibuang karena proses belum stabil, 1 kg bahan kedua diambil sebagai produk ekstrusi pada kecepatan 350 rpm. Kemudian kecepatan ulir diubah ke 360 rpm dan 0,5 kg bahan pertama dibuang karena dianggap tidak stabil, 1 kg bahan kedua diambil sebagai produk ekstrusi pada kecepatan 360 rpm. Kemudian kecepatan ulir diubah ke 370 rpm dan 0,5 kg bahan pertama dibuang karena dianggap tidak stabil, 1 kg bahan kedua diambil sebagai produk ekstrusi pada kecepatan 370 rpm. Kemudian ekstruder dibersihkan dengan 0,5 kg bahan yang tersisa.

Ribbon Mixer

Feeder Adonan

Adonan Dengan Prekondisi

Stea Mixing I

Discharge Pre-conditioner


(22)

9

Gambar 2. Diagram alir proses ekstrusi

Secara keseluruhan semua produk ekstrusi yang dihasilkan dan rancangan produksi ekstrusi penelitian ini tercantum pada tabel 4.

Tabel 4. Rancangan Percobaan Ekstrusi

Kode Kadar

Gandum (%) Pre-conditioning/Non pre-conditioning

Kecepatan Ulir (rpm)

001 0

Non pre-conditioning

350

002 0 360

003 0 370

011 0

Pre-conditioning

350

012 0 360

013 0 370

101 5

Non pre-conditioning

350

102 5 360

103 5 370

111 5

Pre-conditioning

350

112 5 360

113 5 370

201 10

Non pre-conditioning

350

202 10 360

203 10 370

211 10

Pre-conditioning

350

212 10 360

213 10 370

Ribbon Mixer Adonan

Tanpa

Adonan Dengan

Ekstrusi

Ekstrudat Air


(23)

10

4.2.2

Analisis Fisik dan Kimia

Kadar Air Metode Oven (AOAC, 1995)

Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit pada suhu 100-105oC dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan yang telah ditimbang dan selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105oC selama 6 jam. Cawan yang telah berisi contoh tersebut dipindahkan ke desikator, didinginkan dan ditimbang. Pengeringan dilakukan kembali sampai didapat berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal dengan berat akhir. Perhitungan kadar air dilakukan dengan rumus :

Kadar air = Keterangan : a = berat cawan dan berat sampel akhir (g)

b = berat cawan (g) c = berat sampel awal (g)

Analisis tekstur (kekerasan) produk akhir (Stable Micro System TA.XT Texture Analyzer)

Pengukuran tekstur dilakukan secara objektif menggunakan Stable Micro System TA.XT Texture Analyzer. Parameter yang diukur adalah kekerasan produk. Tingkat kekerasan ditentukan dari maksimum gaya (nilai puncak) pada tekanan probe dan dinyatakan dalam kilogram force (kgf). Semakin besar gaya yang digunakan untuk menekan produk hingga patah, maka nilai kekerasan akan semakin besar yang berarti produk semakin keras. Probe yang digunakan ialah 100 mm Compression Platen (P/100). Kekerasan dianggap berbanding terbalik dengan kerenyahan produk. Setting texture analyzer yang digunakan dalam pengukuran kekerasan produk ekstrusi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Setting Texture Analyzer untuk Kekerasan Produk

Pre-Test Speed 1 mm/s

Test Speed 1 mm/s

Post-Test Speed 10mm/s

Distance 10 mm

Trigger Force 10 g

Data Acquisition Rate 100 pps

Derajat Pengembangan (Chinnaswamy dan Hanna, 1988) dan Panjang Produk

Pengukuran panjang dilakukan secara langsung. Derajat pengembangan produk ekstrusi ditentukan dengan cara membagi diameter produk dengan diameter die ekstruder. Derajat pengembangan produk ekstrusi ditentukan dengan rumus :

Derajat pengembangan (%) = %

Pengukuran diameter dan panjang produk dilakukan menggunakan jangka sorong.

Water Absorption Index (WAI), metode sentrifugasi (Modifikasi Anderson, 1969 di dalam Ganjyal et al., 2006)

Sebanyak 0.5 gram sampel dalam bentuk tepung dengan ukuran 100 mesh disuspensikan dalam 15 ml aquades, diaduk dengan menggunakan stirrer selama 30 menit sampai semua bahan terdispersi merata. Selanjutnya tabung disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm pada suhu ruang selama 10


(24)

11

menit. Supernatan yang diperoleh dituangkan secara hati-hati ke dalam wadah lain, sedangkan tabung sentrifuse beserta residunya ditimbang untuk mengetahui beratnya. Berat residu yang diperoleh mengekspresikan banyaknya jumlah air yang terserap. Water absorption index (WAI) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

WAI (ml/g) =

Water Solubility Index (WSI), metode sentrifugasi (Modifikasi Anderson, 1969 di dalam Ganjyal et al., 2006)

Diambil contoh dari supernatan hasil sentrifugasi sebanyak 2 ml dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 100 5 oC sampa semua air dalam cawan menguap ( 4 jam). Cawan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai bahan kering yang terlarut dalam supernatan. Water solubility index

(WSI) ditentukan sebagai berikut :

WSI (g/2 ml) =

Derajat gelatinisasi, metode spektrofotometri (Wooton et al., 1971 di dalam Muchtadi et al., 1988)

Produk dihaluskan sampai 60 mesh, ditimbang sebanyak 1 gram dan didispersikan dalam 100 ml air dalam waring blender selama 1 menit. Suspensi ini kemudian disentrifuse pada suhu ruang selama 15 menit dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo, lalu masing-masing ditambah 0.5 ml HCl 0.5 M dan dijadikan 10 ml dengan akuades. Pada salah satu tabung duplo tersebut ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Kemudian keduanya diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 600 nm di mana sampel yang tidak diberi iodin sebagai blanko.

Suspensi lain disiapkan dengan cara mendispersikan 1 gram produk yang sudah dihaluskan pada 95 ml air dan ditambah 5 ml NaOH 10 M. Suspensi dikocok salama 5 menit kemudian disentrifuse selama 15 menit pada suhu ruang dengan kecepatan 3500 rpm. Supernatan diambil 0.5 ml secara duplo, ditambah 0.5 HCL 0.5 M dan dijadikan 10 ml dengan aquades. Pada salah satu tabung tersebut ditambahkan 0.1 ml larutan iodium. Contoh diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm di mana contoh yang tidak diberi iodin sebagai blanko.

Bulk Density (Pan et al., 1998 di dalam Lin et al., 2002)

Volume produk ekstrusi dihitung menggunakan gelas ukur 100 ml dengan pergantian volume oleh rapeseed. Rapeseed dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml dengan merata, kemudian dipindahkan sementara ke wadah lain. Sejumlah sampel yang telah diketahui beratnya ( 5 g) dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian sisa ruang kosong ditutupi kembali dengan rapeseed.

Rapeseed yang tersisa dihitung sebagai volume yang tergantikan oleh sampel. Volume sejumlah sampel dihitung secara acak untuk setiap test. Rasio berat sampel dengan volume yang terpindahkan oleh rapeseed dihitung sebagai bulk density (w/v).


(25)

12

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Kadar Air

Kadar air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. Kadar air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal ini adalah hal yang menjadi perhatian konsumen dalam mengkonsumsi produk ekstrusi. Berdasarkan hasil analisis kadar air produk berkisar antara 3,88 % hingga 3,89 %. Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa hanya perlakuan pre-conditioning yang berpengaruh nyata terhadap kadar air produk pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 10).

Sebagian kadar air pada produk yang diproses dengan pre-conditioner memiliki kadar air akhir yang sedikit lebih rendah. Penyebaran air pada bahan yang diproses dengan pre-conditioner jauh lebih baik dibandingkan penyebaran air pada bahan yang diproses tanpa pre-conditioner. Hal ini disebabkan oleh uap yang digunakan pada pre-conditioner lebih mudah menyebar dibanding menggunakan air. Selain itu, bahan yang diproses dengan pre-conditioner sudah menerima energi panas sebelum masuk ke dalam ekstruder. Hal ini menyebabkan energi yang diterima bahan di dalam ekstruder digunakan sebagian untuk menguapkan air sementara bahan yang tidak diproses dengan pre-conditioner

menggunakan sebagian energi dari proses ekstrusi untuk menaikkan suhu bahan serta sebagai energi awal untuk gelatinisasi.

Kadar air produk yang tertinggi dan terendah produk hanya memiliki selisih 0,0043%. Selisih yang tidak terlalu besar ini disebabkan oleh kadar air bahan yang diproses dengan pre-conditioner dan tanpa pre-conditioner sudah diatur sama. Kadar air produk ekstrusi yang dihasilkan pada penelitian ini sesuai dengan standar SNI 01-2886-2000 di mana kadar air akhir produk snack ekstrusi maksimal 4 %.

5.2

Derajat Gelatinisasi

Derajat gelatinisasi pati atau biasa disebut sebagai derajat kematangan merupakan parameter yang penting dalam ekstrudat. Selain menentukan daya cerna suatu ekstrudat, derajat gelatinisasi juga akan mempengaruhi karakteristik produk yang akan dihasilkan serta kestabilan selama penyimpanan (Paton dan Spartt 1980). Berdasarkan hasil analisis, nilai derajat gelatinisasi dari ekstrudat yang dihasilkan adalah 9,68 % sampai 15,47 %. Nilai derajat gelatinisasi tertinggi sebesar 15,47 % didapatkan pada ekstrudat dengan substitusi gandum utuh 10% yang melalui pre-conditioner dan diproses dengan kecepatan ulir 370 rpm, sedangkan nilai derajat gelatinisasi terendah sebesar 9,68 % didapatkan pada ekstrudat dengan substitusi gandum 5% yang tidak melalui pre-conditioner dan diproses dengan kecepatan ulir 350 rpm.

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioning dan kecepatan ulir yang berbeda berpengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi produk pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 11a). Uji lanjut duncan dilakukan untuk menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar variabel (Lampiran 11b). Kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada produk yang dihasilkan. Tingkat substitusi gandum 0 %, 5 % dan 10 % juga memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan uji korelasi kadar gandum memiliki nilai korelasi yang paling tinggi (Lampiran 18).


(26)

13

Gambar 3. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dan perlakuan pre-conditioning

Dilihat dari pengaruh pre-conditioner pada derajat gelatinisasi ekstrudat dapat disimpulkan bahwa pre-conditioner secara nyata meningkatkan derajat gelatinisasi ekstrudat pada setiap kombinasi tingkat substitusi gandum (0 %, 5 %, dan 10 %) dan kecepatan ulir (350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm) yang diujikan. Pada pre-conditioner bahan baku mendapat perlakuan panas secara langsung dari steam yang bersentuhan langsung dengan bahan baku. Suhu yang didapat saat bahan baku keluar dari preconditioner adalah 74oC di mana ini sudah di atas suhu awal gelatinisasi dari gandum (Harper 1989). Adanya energi termal tersebut menyebabkan bahan sudah mengalami gelatinisasi awal sebelum masuk ke dalam ekstruder dan suhu bahan baku sebelum masuk ke dalam ekstruder lebih tinggi dari bahan baku yang tidak melalui pre-conditioner, sehingga energi yang didapatkan bahan selama proses ekstrusi dapat langsung digunakan untuk proses gelatinisasi.

Gambar 4. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dan kecepatan ulir

4.6 6.6 8.6 10.6 12.6 14.6 16.6 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm D e rajat Ge latinis asi (% ) preconditioner non preconditioner


(27)

14

Kecepatan ulir memberikan pengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi. Derajat gelatinisasi produk dengan kecepatan ulir 350 rpm dan 360 rpm tidak saling berbeda nyata namun berbeda nyata dibanding dengan kecepatan ulir 370 rpm. Kecepatan ulir 370 rpm menghasilkan derajat gelatinisasi yang lebih tinggi dibanding 350 rpm dan 360 rpm. Semakin tinggi kecepatan ulir yang digunakan akan meningkatkan gesekan pada bahan baku dan memberikan energi pada bahan baku sehingga memungkinkan terjadinya gelatinisasi. Walau demikian, menurut Bhattacharya dan Milford, 1987, kecepatan ulir yang terlalu tinggi akan menurunkan residence time dan bahan baku akan lebih sedikit mendapatkan panas dari ekstruder sehingga derajat gelatinisasi pada bahan baku akan lebih rendah.

Gambar 5. Grafik hubungan antara derajat gelatinisasi dengan kadar gandum

Tingkat substitusi gandum sendiri memberikan pengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi ekstrudat. Tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 % tidak saling berbeda nyata namun berbeda nyata terhadap produk dibandingkan dengan substitusi gandum 10 %. Tingkat substitusi gandum 10 % memiliki derajat gelatinisasi yang lebih tinggi dibanding tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 %. Tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 % tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan tingkat substitusi gandum 5 % belum dapat memberikan pengaruh yang nyata dalam hal derajat gelatinisasi. Gandum memiliki entalpi gelatinisasi yang lebih rendah dibandingkan jagung. Hal ini menyebabkan ekstrudat dengan tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi memiliki derajat gelatinisasi yang lebih tinggi.

5.3

Water Solubility Index

(WSI)

Water solubility index dan water absorption index adalah salah satu karakteristik dari ekstrudat dan umumnya penting dalam memperkirakan bagaimana sifat ekstrudat ketika diproses lebih lanjut.

Water solubility index menunjukkan jumlah molekul ekstrudat yang dapat tersuspensi ke dalam air. Hasil analisis menunjukkan nilai WSI berkisar antara 5,1 mg/ml hingga 9,5 mg/ml. Nilai WSI terendah sebesar 5,1 mg/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, tanpa proses

pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 350 rpm. Sedangkan nilai WSI tertinggi sebesar 9,5 mg/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 10 %, dengan proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 370 rpm.


(28)

15

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioning dan kecepatan ulir yang berbeda berpengaruh nyata terhadap WSI ekstrudat pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 12a). Uji lanjut duncan dilakukan untuk menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antar parameter (Lampiran 12b). Kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada produk yang dihasilkan. Tingkat substitusi gandum 0 %, 5 % dan 10 % juga memberikan pengaruh yang nyata. Berdasarkan uji korelasi perlakuan pre-conditioning memiliki nilai korelasi yang paling tinggi terhadap WSI (Lampiran 18).

Gambar 6. Grafik hubungan antara WSI dan perlakuan pre-conditioning

Perlakuan pre-conditioner secara langsung meningkatkan water solubility index. Hal ini dapat dilihat dari nilai WSI ekstrudat yang diproses melalui pre-conditioner lebih tinggi dari nilai WSI ekstrudat yang diproses tanpa pre-conditioner pada setiap kombinasi tingkat substitusi gandum dan kecepatan ulir yang digunakan. Adanya panas dari pre-conditioner menyebabkan bahan baku tergelatinisasi dan sebagian besar amilopektin yang ada pada bahan dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana. Molekul sederhana inilah yang dapat larut ke dalam air.

0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm WS I (g/m l) preconditioner non preconditioner


(29)

16

Gambar 7. Grafik hubungan antara WSI dan kecepatan ulir

Kecepatan ulir memberikan pengaruh nyata terhadap WSI. WSI produk dengan kecepatan ulir 350 rpm dan 360 rpm tidak saling berbeda nyata namun berbeda nyata dibanding dengan kecepatan ulir 370 rpm. Kecepatan ulir 370 rpm menghasilkan nilai WSI yang lebih tinggi dibanding 350 rpm dan 360 rpm. Kecepatan ulir yang lebih tinggi memberikan gaya gesek yang lebih tinggi pada bahan menyebabkan timbulnya energi yang mampu memecah molekul makro pada bahan baku menjadi lebih sederhana dan lebih mudah larut.

Gambar 8. Grafik hubungan antara WSI dan kadar gandum

Tingkat substitusi gandum sendiri memberikan pengaruh nyata terhadap nilai WSI. Tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 % tidak saling berbeda nyata namun keduanya berbeda nyata terhadap produk dibandingkan dengan substitusi gandum 10 %. Tingkat substitusi gandum 10 % memiliki WSI yang lebih tinggi dibanding tingkat substitusi gandum 0 % dan 5 %. Tingkat substitusi gandum 0 %

0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01

350 360 370

WS

I

(g/m

l)

Kecepatan ulir (rpm)

Kadar wheat 0%, nonpreconditioner Kadar wheat 0%, preconditioner Kadar wheat 5%, nonpreconditioner Kadar wheat 5%, preconditioner Kadar wheat 10%, nonpreconditioner Kadar wheat 10%, preconditioner 0.004 0.005 0.006 0.007 0.008 0.009 0.01

0% 5% 10%

WS

I

(g/m

l)

Kadar Gandum

350 rpm preconditioner

360 rpm preconditioner

370 rpm preconditioner

350 rpm

nonpreconditioner 360 rpm non preconditioner 370 rpm


(30)

17

dan 5 % tidak berbeda nyata, hal ini menunjukkan tingkat substitusi gandum 5 % belum dapat memberikan pengaruh yang nyata pada nilai WSI. Hal ini menunjukkan keberadaan gandum juga menentukan nilai WSI dari ekstrudat. Gandum utuh memiliki proporsi kandungan amilosa dan amilopektin yang berbeda dengan jagung. Di antara amilosa dan amilopektin, amilosa lebih mudah larut di dalam air (Muchtadi et al., 1988).

5.4

Water Absorption Index

(WAI)

Water absorption index menunjukkan jumlah air yang dapat terserap oleh ekstrudat. Hasil analisis menunjukkan nilai WAI berkisar antara 4,86 mg/ml hingga 5,45 mg/ml. Nilai WAI terendah sebesar 4.86 mg/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 10 %, tanpa proses pre-conditioning dan pada kecepatan ulir 360 rpm. Sedangkan nilai WAI tertinggi sebesar 5.45 mg/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, dengan proses pre-conditioning dan pada kecepatan ulir 370 rpm.

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa di antara tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioning dan kecepatan ulir, hanya perlakuan pre-conditioning

yang berpengaruh nyata terhadap WAI ekstrudat pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 13). Uji lanjut duncan tidak dilakukan karena tingkat substitusi gandum dan kecepatan ulir tidak berbeda nyata.

Gambar 9. Grafik hubungan antara WAI dan perlakuan pre-conditioning

Sebagian besar nilai WAI dari perlakuan pre-conditioning lebih tinggi dibanding nilai WAI pada perlakuan tanpa pre-conditioning. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Gomez dan Aguilera, 1983, yang menyebutkan bahwa semakin tinggi degradasi pati akan meningkatkan nilai dari WSI dan menurunkan nilai dari WAI. Hal ini disebabkan oleh derajat gelatinisasi yang ada tidak terlalu besar sehingga amilopektin yang ada pada bahan baku tidak dipecah menjadi molekul yang sangat sederhana namun menjadi molekul dengan panjang rantai menengah di mana banyak terdapat gugus hidrofilik sehingga lebih mudah menyerap air.

Berdasarkan Mezreb et al. perubahan kecepatan ulir sebesar 100 rpm memiliki pengaruh yang tidak signifikan untuk WAI. Walau demikian, peningkatan kecepatan ulir dapat meningkatkan rusaknya molekul makro dari pati dan menyebabkan pati lebih mudah larut di dalam air sehingga

4.5 5 5.5 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm WA I (m l/ g ) preconditioner non preconditioner


(31)

18

molekul yang mampu menahan air pada ekstrudat lebih sedikit. Tingkat substitusi gandum 0 %, 5 %, dan 10 % juga tidak nyata dalam menentukan nilai WAI.

5.5

Bulk Density

Bulk density adalah salah satu nilai yang menggambarkan kepadatan dari produk ekstrusi yang dinyatakan dalam satuan berat per volume. Secara tidak langsung bulk density menggambarkan struktur dari produk ekstrusi. Pada bulk densitiy rendah umumnya produk memiliki volume rongga yang lebih besar dan dinding pembentuk rongga tersebut lebih tipis. Sebaliknya produk dengan bulk density tinggi umumnya produk memiliki volume rongga yang lebih kecil dan dinding pembentuk rongga tersebut lebih tebal.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bulk density berkisar antara 0,08 g/ml hingga 0,10 g/ml.

Bulk density terendah sebesar 0,08 g/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, dengan proses pre-conditioning dan pada kecepatan ulir 350 rpm. Sedangkan bulk density tertinggi sebesar 0,10 g/ml didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 10 %, dengan tanpa proses pre-conditioning dan pada kecepatan ulir 350 rpm. Pengujian dengan general linear model univariate

menunjukkan bahwa interaksi di antara tingkat substitusi gandum dan perlakuan pre-conditioning

berpengaruh nyata terhadap bulk density ekstrudat pada taraf signifikansi 5% sedangkan kecepatan ulir tidak memberikan pengaruh yang nyata (Lampiran 14a). Uji lanjut duncan dilakukan pada tingkat substitusi gandum dan hasil menunjukkan bahwa tingkat substitusi 0 % dan 5 % tidak memberikan produk dengan bulk density berbeda nyata namun keduanya memberikan produk dengan bulk density

yang berbeda nyata terhadap produk dengan tingkat substitusi 10 % (Lampiran 14b). Uji korelasi menunjukkan kadar gandum memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan preconditioning (Lampiran 18).

Gambar 10. Grafik hubungan antara bulk density dengan perlakuan pre-conditioning

0.075 0.08 0.085 0.09 0.095 0.1 0.105 0.11 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm B u lk d e n si ty (g/m l) preconditioner non preconditioner


(32)

19

Gambar 11. Grafik hubungan antara bulk density dengan kadar gandum

Tingkat gelatinisasi yang lebih tinggi akan menyebabkan tingginya volume dan rendahnya densitas pada produk ekstrusi (Schwartz1992). Untuk pengaruh pre-conditioning dapat dilihat bahwa produk ekstrusi dengan perlakuan pre-conditioning memiliki bulk density yang lebih rendah pada semua kombinasi tingkat substitusi gandum utuh dan kecepatan ulir yang digunakan. Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dibuat Schwartz (1992). Walau demikian pada pengaruh tingkat substitusi gandum utuh, hal yang serupa tidak ditemukan. Derajat gelatinisasi yang lebih tinggi pada tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi tidak membuat bulk density lebih rendah melainkan lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh gandum utuh yang digunakan tidak hanya terdiri dari pati saja. Gandum utuh berbeda dengan jagung, gandum utuh mengandung komponen di luar pati yang lebih tinggi dibandingkan jagung seperti protein dan serat. Hal inilah yang memberikan pengaruh terhadap bulk density yang lebih besar pada tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi.

5.6

Derajat Pengembangan dan Panjang

Derajat pengembangan dan panjang adalah dua parameter yang penting untuk mendapatkan bentukkan fisik dari produk yang diinginkan. Menurut Wang, 1997, derajat pengembangan erat kaitannya dengan tekstur produk. Pengembangan yang baik akan berdampak positif terhadap kerenyahan produk. Derajat pengembangan yang didapat pada kali ini berkisar antara 386,4 % hingga 423,07 %. Derajat pengembangan terendah sebesar 386,4 % didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 10 %, dengan proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 370 rpm. Sedangkan derajat pengembangan tertinggi sebesar 423,07 % didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, dengan proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 350 rpm.

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa interaksi di antara tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioner dan kecepatan ulir, hanya kecepatan ulir yang berpengaruh nyata terhadap derajat pengembangan ekstrudat pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 15a). Uji lanjut duncan dilakukan pada kecepatan ulir dan hasil menunjukkan bahwa kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm berbeda nyata (Lampiran 15b). Dilihat dari kecepatan ulir yang digunakan menunjukkan bahwa pada kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm, kecepatan ulir

0.075 0.08 0.085 0.09 0.095 0.1 0.105 0.11

0 5 10

B

u

lk

d

en

si

ty

(g/m

l)

Kadar gandum (%)

350 rpm

nonpreconditioner 360 rpm

nonpreconditioner 370 rpm

nonpreconditioner 350 rpm preconditioner

360 rpm preconditioner


(33)

20

350 rpm selalu memberikan derajat pengembangan yang lebih besar diikuti oleh kecepatan ulir 360 rpm dan yang paling rendah derajat pengembangannya adalah 370 rpm.

Derajat pengembangan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti kelembaban adonan, jenis pati, ukuran partikel adonan, dan kecepatan ulir (Apriani 2009). Jenis pati yang digunakan mempengaruhi derajat pengembangan. Umumnya pati tersusun atas amilosa dan amilopektin, pati yang kaya akan amilopektin umumnya akan lebih mudah mengembang dibandingkan pati yang kaya amilosa. Hal ini disebabkan rantai amilosa terikat satu sama lain selama proses pemasakan membuat strukturnya lebih padat (Monaru & Kokini 2003). Derajat pengembangan juga berbanding lurus dengan derajat gelatinisasi dari produk (Schwartz 1992). Pada hasil analisis penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang nyata pada produk ekstrusi dengan berbagai tingat substitusi dengan gandum utuh. Hal ini disebabkan karena kandungan amilosa dan amilopektin pada jagung dan gandum tidak jauh berbeda. Selain itu derajat gelatinisasi pada tingkat substitusi gandum memang lebih tinggi namun ada beberapa komponen pada gandum seperti protein dan serat yang membatasi derajat pengembangan produk. Tingkat substitusi gandum yang berkisar 0 % hingga 10 % juga masih belum cukup untuk menghasilkan perbedaan derajat pengembangan yang berbeda.

Pengukuran panjang yang dilakukan menunjukkan panjang produk ekstrusi yang didapat dalam penelitian ini berkisar antara 19,72 mm hingga 25,58 mm. Panjang produk yang terendah sebesar 19,72 mm didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 0 %, tanpa proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 350 rpm. Sedangkan panjang produk yang tertinggi sebesar 25,58 mm didapatkan pada ekstrudat dengan tingkat substitusi 5 %, dengan proses pre-conditioner dan pada kecepatan ulir 370 rpm. Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa interaksi di antara tingkat substitusi gandum, perlakuan pre-conditioner dan kecepatan ulir, ada dua hal yang berpengaruh nyata terhadap derajat gelatinisasi ekstrudat pada taraf signifikansi 5 % yaitu kecepatan ulir dan perlakuan pre-conditioner (Lampiran 16a). Uji korelasi menunjukkan kecepatan ulir memiliki nilai korelasi yang lebih tinggi dibanding perlakuan pre-conditioner dalam menentukkan panjang produk (Lampiran 18).

Gambar 12. Grafik hubungan derajat pengembangan dan kecepatan ulir

382 387 392 397 402 407 412 417 422 427

350 360 370

D e rajat Pen g e m b an g an ( % )

Kecepatan ulir (rpm)

Kadar wheat 0%, nonpreconditioner Kadar wheat 0%, preconditioner Kadar wheat 5%, nonpreconditioner Kadar wheat 5%, preconditioner Kadar wheat 10%, nonpreconditioner Kadar wheat 10%, preconditioner


(34)

21

Gambar 13. Grafik hubungan panjang produk dengan kecepatan ulir

Uji lanjut duncan dilakukan pada kecepatan ulir dan hasil menunjukkan bahwa kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm berbeda nyata (Lampiran 16b). Pada kecepatan ulir 350 rpm, 360 rpm, dan 370 rpm, kecepatan ulir 370 rpm menghasilkan produk dengan panjang yang tertinggi, diikuti kecepatan ulir 360 rpm dan yang paling pendek adalah 350 rpm. Hal ini berbanding terbalik dengan derajat pengembangan di mana pada derajat pengembangan kecepatan ulir 350 rpm menghasilkan nilai yang terbesar sedangkan kecepatan ulir 370 rpm menghasilkan nilai yang terendah. Pada kecepatan ulir 350 rpm hingga 370 rpm dapat dilihat bahwa pada kecepatan ulir yang lebih tinggi produk yang dihasilkan cenderung mengembang ke arah panjang, sedangkan pada kecepatan ulir lebih rendah produk yang dihasilkan cenderung mengembang ke arah lebar.

Gambar 14. Grafik hubungan antara panjang produk dan perlakuan pre-conditioning

19 20 21 22 23 24 25 26

350 360 370

Pan jan g (m m )

Kecepatan ulir (rpm)

0% nonpreconditioner 0% preconditioner 5% nonpreconditioner 5% preconditioner 10% nonpreconditioner 10% preconditioner 18 19 20 21 22 23 24 25 26 0% 350 rpm 0% 360 rpm 0% 370 rpm 5% 350 rpm 5% 360 rpm 5% 370 rpm 10% 350 rpm 10% 360 rpm 10% 370 rpm Pan jan g (m m ) Preconditioner nonpreconditioner


(35)

22

Preconditioner tidak mempengaruhi derajat pengembangan produk namun mempengaruhi panjang produk. Dalam hal panjang, preconditioner meningkatkan panjang produk ekstrusi pada setiap kombinasi kecepatan ulir dan tingkat substitusi gandum utuh yang digunakan. Hal ini serupa dengan penurunan bulk density pada produk yang diberi perlakuan preconditioner. Tingkat gelatinisasi yang lebih tinggi pada preconditioner tidak memberikan pengaruh yang nyata pada derajat pengembangan namun memberikan nilai yang nyata pada panjang dari produk ekstrusi. Sehingga dengan bentuk die yang digunakan lebih membatasi produk untuk mengembang ke arah lebar.

5.7

Analisa Tekstur

Analisa tekstur pada penelitian kali ini dilakukan dengan mengukur force atau gaya yang diperlukan oleh Texture Analyzer untuk menekan produk pada jarak tertentu. Besarnya gaya ini akan menentukan karakteristik dari tekstrur produk ekstrusi yang dianalisa. Nilai yang didapat pada analisa tekstur kali ini berkisar antara 19,43 kg force hingga 33.59 kg force. Hasil tertinggi yang diperlukan oleh Texture Analyzer adalah 33.59 kg force yang diperoleh oleh produk tanpa perlakuan pre-conditioning, kecepatan ulir 370 rpm, dan tingkat substitusi gandum utuh sebesar 10 % sedangkan nilai gaya terendah diperoleh oleh produk tanpa pre-conditioning, kecepatan ulir 350 rpm, dan tingkat substitusi gandum utuh sebesar 0 %.

Pengujian dengan general linear model univariate menunjukkan bahwa interaksi di antara tingkat substitusi gandum, kecepatan ulir dan perlakuan pre-conditioning berpengaruh nyata terhadap gaya yang diperlukan Texture Analyzer untuk menekan ekstrudat pada taraf signifikansi 5% (Lampiran 17). Uji lanjut duncan dilakukan pada tingkat substitusi gandum dan kecepatan ulir. Hasil menunjukkan bahwa tingkat substitusi 0 % dan 5 % tidak memberikan gaya yang berbeda nyata namun keduanya memberikan gaya yang berbeda nyata terhadap produk dengan tingkat substitusi 10 %. Kecepatan ulir 350 rpm dan 360 rpm tidak memberikan gaya yang berbeda nyata namun keduanya memberikan gaya yang berbeda nyata terhadap produk dengan dengan kecepatan ulir 370 rpm. Uji korelasi menunjukkan kecepatan ulir memiliki nilai korelasi yang paling tinggi dalam menentukkan tekstur produk (Lampiran 18).

Gambar 15. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan perlakuan pre-conditioning

19.000 21.000 23.000 25.000 27.000 29.000 31.000 33.000 35.000 Kadar wheat 0%, 350 rpm Kadar wheat 0%, 360 rpm Kadar wheat 0%, 370 rpm Kadar wheat 5%, 350 rpm Kadar wheat 5%, 360 rpm Kadar wheat 5%, 370 rpm Kadar wheat 10%, 350 rpm Kadar wheat 10%, 360 rpm Kadar wheat 10%, 370 rpm T in gka t kekeras an (kg) preconditioner non preconditioner


(36)

23

Secara umum penerimaan energi yang lebih tinggi oleh bahan di dalam ekstruder, akan meningkatkan denaturasi karbohidrat dan protein dan menyusun diri sepanjang aliran laminar di dalam ekstruder. Molekul-molekul kecil yang terbentuk ini membentuk ikatan silang menjadi struktur baru yang dapat mengembang setelah keluar dari die (Muchtadi 1988). Hasil yang diperoleh menunjukkan hal yang berbeda. Perlakuan pre-conditioning memberikan energi panas pada bahan tetapi produk yang didapatkan secara umum lebih keras. Pemberian energi yang terlalu besar memang tidak diinginkan karena dapat menggelatinisasi secara keseluruhan menyebabkan terjadinya dekstrinisasi yang menghasilkan tekstur yang tidak diinginkan. Walau demikian analisis derajat gelatinisasi menunjukkan hasil derajat gelatinisasi yang tidak terlalu tinggi.

Gambar 16. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan kecepatan ulir

Menurut Jin, 1994, peningkatan kecepatan ulir meningkatkan derajat gelatinisasi bahan yang secara umum meningkatkan daya cerna produk dan karakteristik tekstur menjadi lebih renyah. Walau demikian, Muchtadi, 1988, peningkatan kecepatan ulir akan meningkatkan efek pemotongan dan penyusunan ulang molekul-molekul besar seperti karbohidrat dan protein sehingga rusak dan kehilangan sifat untuk mengembang atau memiliki dinding tebal sehingga tekstur lebih keras. Pada analisis yang dilakukan didapatkan hasil bahwa semakin tinggi kecepatan ulir dalam kisaran 350 rpm hingga 370 rpm menyebabkan tekstur yang semakin keras.

19.000 21.000 23.000 25.000 27.000 29.000 31.000 33.000 35.000

350 360 370

T

in

g

k

at

k

ek

er

asan

(

k

g

)

Kecepatan Ulir (rpm)

Kadar wheat 0%, nonpreconditioner Kadar wheat 0%, preconditioner Kadar wheat 5%, nonpreconditioner Kadar wheat 5%, preconditioner Kadar wheat 10%, nonpreconditioner Kadar wheat 10%, preconditioner


(37)

24

Gambar 17. Grafik hubungan antara tingkat kekerasan dengan kadar gandum

Substitusi gandum dalam penelitian ini memberikan pengaruh yang nyata terhadap tekstur. Hal ini disebabkan gandum dan jagung merupakan dua bahan baku dengan karakteristik yang berbeda. Lebih tingginya kadar protein dan serat pada gandum serta perbedaan karakteristik pati pada gandum dan jagung merupakan hal yang mendasari perbedaan ini. Tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi menyebabkan karakteristik produk yang terbentuk lebih keras. Hal ini disebabkan oleh keberadaan protein pada gandum menyebabkan energi yang diterima bahan digunakan sebagian untuk mendenaturasi protein. Tingkat gelatinisasi menjadi lebih rendah dan tekstur yang dihasilkan lebih keras.

Analisis tekstur yang dilakukan pada penelitian ini menghasilkan banyak hal-hal yang tidak dapat dijelaskan. Karakteristik tekstur produk tidak hanya dipengaruhi oleh kecepatan ulir, perlakuan

pre-conditioning, dan substitusi gandum utuh. Hal ini menyebabkan pembahasan pada karakteristik tekstur produk belum maksimal.

19.000 21.000 23.000 25.000 27.000 29.000 31.000 33.000 35.000

0% 5% 10%

T

in

g

k

at

k

ek

er

asan

(

k

g

)

Kadar Gandum

350 rpm

nonpreconditioner 360 rpm

nonpreconditioner 370 rpm

nonpreconditioner 350 rpm preconditioner 360 rpm preconditioner 370 rpm preconditioner


(38)

25

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan

Penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pre-conditioning, kecepatan ulir, dan tingkat substitusi gandum utuh merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam produksi suatu produk ekstrusi. Diperlukan kombinasi yang tepat untuk mendapatkan karakteristik produk yang diinginkan.

Berdasarkan hasil analisis kadar air produk berkisar antara 3,88 % hingga 3,89 %. Berdasarkan hasil analisis, nilai derajat gelatinisasi dari ekstrudat yang dihasilkan adalah 9,68 % sampai 15,47 %. Hasil analisis menunjukkan nilai WSI berkisar antara 5,1 mg/ml hingga 9,5 mg/ml. Hasil analisis menunjukkan nilai WAI berkisar antara 4,86 mg/ml hingga 5,45 mg/ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bulk density berkisar antara 0,08 g/ml hingga 0,10 g/ml. Derajat pengembangan yang didapat pada kali ini berkisar antara 386,4 % hingga 423,07 %. Nilai yang didapat pada analisa tekstur kali ini berkisar antara 19,43 kg force hingga 33.59 kg force.

Berdasarkan uji statistik yang digunakan perlakuan pre-conditioning memberikan pengaruh pada kadar air, derajat gelatinisasi, WSI, WAI, bulkdensity, panjang, dan tekstur produk. Perlakuan pre-conditioning dalam penelitian ini meningkatkan kadar air produk, derajat gelatinisasi produk, WSI, WAI, kekerasan produk dan panjang produk, serta menurunkan bulk density produk. Kecepatan ulir memberikan pengaruh pada derajat gelatinisasi, WSI, derajat pengembangan, panjang dan tekstur produk. Kecepatan ulir yang lebih tinggi dalam penelitian ini meningkatkan derajat gelatinisasi, WSI, panjang, dan kekerasan produk namun menurunkan derajat pengembangan produk. Tingkat substitusi gandum memberikan pengaruh pada derajat gelatinisasi, WSI, bulk density dan tekstur produk. Tingkat substitusi gandum yang lebih tinggi dalam penelitian ini meningkatkan derajat gelatinisasi, WSI, kekerasan dan bulk density.

Uji korelasi menunjukkan bahwa tingkat substitusi gandum memiliki nilai korelasi paling tinggi dalam menentukan tingkat derajat gelatinisasi, dan bulk density produk. Perlakuan pre-conditioning

memiliki nilai korelasi paling tinggi dalam menentukan kadar air, WSI, dan WAI. Kecepatan ulir memiliki nilai korelasi paling tinggi dalam menentukan derajat pengembangan, panjang produk, dan tingkat kekerasan produk.

6.2

Saran

Penelitian ini merupakan dasar untuk penelitian lebih lanjut tentang pre-conditioner dan penggunaan bahan dasar whole grain dalam proses ekstrusi. Proses pre-conditioning perlu dimaksimalkan dan perlu dibuat kontrol pada pre-conditioner yang suhu dan tekanannya tidak dapat dikontrol sehingga peran pre-conditioner dapat semakin nyata. Pre-conditioner yang ada belum terhubung langsung dengan ekstruder sehingga ada panas yang hilang selama pemindahan bahan dari

discharge pre-conditioner ke feeder ekstruder. Oleh karena itu, pre-conditioner dan ekstruder perlu dibuat terhubung langsung menjadi satu lintasan sistem yang tertutup sehingga panas dari pre-conditioner tidak hilang dan energi yang diperlukan ekstruder lebih rendah. Analisis karakteristik

whole grain lain selain gandum utuh pada produk ekstrusi juga perlu ditingkatkan untuk meningkatkan mutu produk ekstrusi dan mendukung difersivikasi pangan.


(39)

26

Daftar Pustaka

Anderson RA, Conway HF, Pfeifer VF, dan Griffin EL. 1969. Gelatinisation of corn grits by roll and extrusion cooking. Cereal Science Today 14(1), 4-12

Apriani RN. 2009. Mempelajari pengaruh ukuran partikel dan kadar air tepung jagung serta kecepatan ulir ekstruder terhadap karakteristik snack ekstrusi.[Skripsi]. Bogor, Institut Pertanian Bogor AOAC. 1995. Official Method of Analysis of The Association Analytical Chemist. Inc., Washington

DC

Berrios JJ. 2006. Extrusion cooking of legumes: Dry bean flours. Encyclopedia of Agricultural, Food, and Biological Engineering 1: 1-8

Bhattacharya M dan Milford AH. 1987. Textural properties of extrusion cooked corn starch. Lebensm-Wiss Technology, 20, 195-201.

Booth R Gordon. 1990. Snack Food. USA, Reinhold Van Nostrand.

Chinnaswamy R dan Hanna MA.1988. Expansion, Colour dan Shear Strength Properties of Corn Starch Extrusion Cooked With Urea and Salt. J. Food Science 40: 186-190

Chiruvella RV, Jaluria J, dan Mukund V K. 1996. Numerical Simulation of the Extrusion Process for Food Materials in a Single-screw Extruder. J. Food Engineering 30: 449-467

Dziezak JD.1989.Single and Twin Screw Extruders in Food Processing. Food Technol 43(4): 164-174 Faubion JM, Hoseney RC, dan Seib PA. 1982. Functionality of Grain Components in Extrusion. J.

Cereal Food World. 27:212-216

Ganjyal M, Hanna MA, Supprung P, Noomhorm, dan Jones D. 2006. Modeling Selected Properties of Extruded Rice Flour and Rice Starch by Neutral Networks and Statistics. J. Cereal Chemist 83(3):223-227

Gimeno E, Monaro CI, dan Kokini JL.2004. Effect of Xanthan Gum and CMC on The Structure and Texture of Corn Flours Pellets Expanded by Microwave Heating. American Association of Cereal Chemistry. J. Cereal Chemistry 81(1): 100-107

Gomez MH dan JM Auilera. 1984. A physiochemical model for extrussion of corn starch. J. Food Science 49: 40.

Gray DR dan Chinnaswmy R. 1995. Role of Extrution in Food Processing. Di dalam: Gaonkar AG (ed). Food Processing: Recent Developments. Atchison, Midwest Grain Products, Inc.

Harper JM. 1989. Food Extruders and Their Applications, in “Extrusion Cooking”, Mercier C, Linko

P dan Harper JM (ed.), Amer Assoc. Cereal Chem., St. Paul, MN, pp. 1-14. Hidayat T. 2006. Bisnis Snack. www.swa.co.id [20 Februari 2012]

Jin Z, Hsieh F, dan Huff HE. 1994. Extrusion cooking of corn meal with soy fiber, salt, and sugar. J. Cereal Chem 71(3): 227-34

Lin YH, Yeh CS, Lu S. 2002. Evaluation on Quality Indices and Retained Tocopherol Contents in the Production of the Rice-Based Cereal by Extrusion. J. Food and Drug Analysis(10) 3: 183-187 Liu Y, Hsieh F, Heymann H, dan Huff HE. 2000. Effect of process conditions on the physical and

sensory properties of extruded oat-corn puff. J. Food Science 65: 1253-1259

Meuser F, Van Lengerich B, dan Reimers H. 1987. Technological Aspect Regarding Specifics Changes to Characteristic Properties of Extrudates by HTST Extrusion-Cooking. London, Elsevier Applied Science Publisher.

Mezreb K, Adeline G, Robert R, dan Michele Q. 2003. Application of image analysis to measure screw speed influence on physical properties of corn and wheat extrudates. Journal of Food Engineering 57 (2003): 145-152


(40)

27

Monaru CJ dan Kokini JL. 2003. Nucleation and Expansion During Extrusion and Microwave Heating of Cereal Food. Food Science and Centre for Advance Food Technology, Univ Brunswick

Muchtadi Tien R, Purwiyatno, dan Adil Basuki.1988.Teknologi Pemasakan Ekstrusi.Bogor, Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Paton D dan Spratt WA. 1980. Simulated Approach to the Estimation of Degree of Cooking of an Extruded Cereal Product. J. Cereal Chemistry 58 (3): 216-220

Rokey G, Rob S, dan Brian P. 2006. Improved Performance of Pellet Mills Utilizing DDC Preconditioners.http://en.engormix.com/MA-feed-machinery/manufacturing/articles/improved-performance-pellet-mills-t179/801-p0.htm [14 Juni 2012]

Schwartz et al. 1992. Effect of Starch Gelatinization on Physical Properties of Extruded Wheat and Corn-Based Product. J. Cereal Chemistry 69 (4): 401-404

Wang SS. 1997. Gelatinization and Melting of Startch and Tribochemistry in Extrusion Starch. J. Cereal Chemistry 45: 388-390

Weller Curtis L. 1997. Extrusion Equipment and Design.Lincold, University of Nebraska. www.nutritiondata.self.com/facts/cereal-grains-and-pasta/5687/2 (22 Juni 2012)


(41)

28

LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto setiap produk hasil ekstrusi


(42)

29

Lampiran 2. Foto produk hasil ekstrusi

Gambar 19. Foto produk berdasarkan perlakuan pre-conditioner dan kadar gandum utuh


(43)

30

Lampiran 3. Hasil analisis kadar air

Tabel 6. Data analisis kadar air

Kode

Ulangan I Ulangan 2

Kadar air rata-rata (%) Berat Cawan (g) Berat Sampel (g) Berat Cawan dan Sampel Kering (g) Kadar air (%) Berat Cawan (g) Berat Sampel (g) Berat Cawan dan Sampel Kering(g) Kadar air (%)

001 53.3696 2.0205 55.3116 3.8852 43.9980 2.0021 45.9223 3.8859 3.8855 002 43.9975 2.0139 45.9331 3.8880 48.5203 2.0112 50.4533 3.8882 3.8881 003 43.2176 2.029 45.1677 3.8886 49.5424 2.0248 51.4885 3.8868 3.8877 011 44.6929 2.0275 46.6417 3.8816 49.5412 2.0042 51.4675 3.8868 3.8842 012 39.8375 2.0399 41.7982 3.8825 44.6923 1.9983 46.6129 3.8883 3.8854 013 49.5421 2.0019 51.4662 3.8863 43.9980 2.0048 45.9249 3.8857 3.8860 101 40.1188 2.0084 42.0491 3.8887 49.5419 2.0009 51.4650 3.8883 3.8885 102 41.5858 2.004 43.5119 3.8872 43.2178 2.0102 45.1499 3.8852 3.8862 103 48.5205 2.0152 50.4574 3.8855 39.8377 1.9987 41.7587 3.8875 3.8865 111 51.7007 2.0164 53.6388 3.8832 51.7004 2.0074 53.6298 3.8856 3.8844 112 41.5845 1.9979 43.5048 3.8841 51.7033 2.0002 53.6258 3.8846 3.8843 113 53.3692 2.0169 55.3077 3.8872 43.2175 2.0191 45.1581 3.8879 3.8875 201 49.541 2.0125 51.4753 3.8857 39.3877 2.0008 41.3107 3.8884 3.8871 202 48.5198 2.004 50.4459 3.8872 39.8822 2.0169 41.8207 3.8872 3.8872 203 39.8386 2.0116 41.772 3.8875 44.6936 2.0002 46.6161 3.8846 3.8860 211 44.6937 2.0435 46.6578 3.8855 43.9977 2.0227 45.9418 3.8859 3.8857 212 43.9982 2.0668 45.9847 3.8852 51.7012 2.0092 53.6323 3.8871 3.8862 213 51.7032 2.0089 53.634 3.8877 48.5183 2.0027 50.4432 3.8848 3.8862

Contoh perhitungan untuk kode 001

Kadar Air =

=

= 3.8852 %

Rata-rata = =


(1)

40

terhadap WAI.

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 947.748a 6 157.958 4.906E3 .000

KadarWheat .171 2 .086 2.662 .086

Preconditioner .182 1 .182 5.644 .024

Screwspeed .030 2 .015 .472 .629

Error .966 30 .032

Total 948.714 36


(2)

41

ulir terhadap bulk density.

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model .411a 6 .068 1.650E3 .000

KadarWheat .002 2 .001 19.908 .000

Preconditioner .001 1 .001 12.909 .001

Screwspeed .000 2 6.848E-5 1.650 .203

Error .002 48 4.151E-5

Total .413 54

a. R Squared = .995 (Adjusted R Squared = .995)

Lampiran 14b. Uji lanjut Duncan untuk bulk density

KadarWheat N

Subset

1 2

0% 18 .082600

5% 18 .083542

10% 18 .094778


(3)

42

ulir terhadap derajat pengembangan.

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 8.734E6a 6 1455685.798 1.609E4 .000

KadarWheat 398.766 2 199.383 2.204 .121

Preconditioner 344.536 1 344.536 3.809 .057

Screwspeed 4182.495 2 2091.247 23.119 .000

Error 4341.933 48 90.457

Total 8738456.720 54

a. R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = .999)

Lampiran 15b. Uji lanjut Duncan untuk derajat pengembangan

Screwspee

d N

Subset

1 2 3

370 rpm 18 3.9076E2

360 rpm 18 4.0320E2

350 rpm 18 4.1222E2


(4)

43

ulir terhadap panjang produk.

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 29268.682a 6 4878.114 2.330E3 .000

KadarWheat 9.443 2 4.721 2.255 .116

Preconditioner 30.766 1 30.766 14.694 .000

Screwspeed 80.862 2 40.431 19.311 .000

Error 100.499 48 2.094

Total 29369.181 54

a. R Squared = .997 (Adjusted R Squared = .996)

Lampiran 16b. Uji lanjut Duncan untuk panjang produk

Screwspee

d N

Subset

1 2 3

350 rpm 18 21.6939

360 rpm 18 23.3172

370 rpm 18 24.6878


(5)

44

ulir terhadap tekstur.

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Model 63592.249a 6 10598.708 1.000E3 .000

KadarWheat 134.836 2 67.418 6.361 .003

Preconditioner 133.939 1 133.939 12.638 .001

Screwspeed 199.867 2 99.933 9.429 .000

Error 890.243 84 10.598

Total 64482.492 90

a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .985)

Lampiran 17b. Uji lanjut Duncan untuk tekstur

KadarWheat N

Subset

1 2

5% 30 2.53470E1

0% 30 2.59210E1

10% 30 2.81824E1

Sig. .497 1.000

Screwspeed N

Subset

1 2

350 rpm 30 2.52708E1

360 rpm 30 2.55971E1

370 rpm 30 2.85825E1


(6)

45

BulkDensity Panjang Diameter

KadarWheat Pearson Correlation .515** .185 -.208

Sig. (2-tailed) .000 .181 .132

N 54 54 54

Preconditioner Pearson Correlation -.319* .373** .142

Sig. (2-tailed) .019 .006 .305

N 54 54 54

Screwspeed Pearson Correlation -.059 .603** -.392**

Sig. (2-tailed) .673 .000 .003

N 54 54 54

TingkatKekerasan

KadarWheat Pearson Correlation .238*

Sig. (2-tailed) .024

N 90

Preconditioner Pearson Correlation .314**

Sig. (2-tailed) .003

N 90

Screwspeed Pearson Correlation .348**

Sig. (2-tailed) .001

N 90

WAI WSI

DerajatGelatinisas

i KadarAir

KadarWheat Pearson Correlation -.163 .390* .697** .055

Sig. (2-tailed) .343 .019 .000 .750

N 36 36 36 36

Preconditioner Pearson Correlation .325 .648** .435** -.414*

Sig. (2-tailed) .053 .000 .008 .012

N 36 36 36 36

Screwspeed Pearson Correlation .134 .428** .180 .180

Sig. (2-tailed) .436 .009 .293 .292