Kaitan Sistem Informasi Geografis SIG dengan Kebakaran Hutan

22 Dinas Kehutanan Provinsi dan Balai KSDA Kalimantan Barat. Protap ini cukup mengakomodir dan secara rinci memberikan alur proses mobilisasi sumberdaya baik pada kawasan hutan maupun lahan.

2.9. Kaitan Sistem Informasi Geografis SIG dengan Kebakaran Hutan

SIG merupakan suatu perkembangan teknologi terbaru dalam teknologi SIG analisis, yang menggunakan komputer untuk menggabungkan data yang melimpah mengenai lingkungan alami dengan informasi mengenai distribusi spasial yang digunakan untuk menyimpan, memanipulasi, dan menganalisis, serta menyajikan data dan informasi geografis Paryono, 1994. Pada dasarnya pendekatan SIG meliputi penyimpangan, penampilan, dan manipulasi tipe data pemetaan yang sifatnya beragam, seperti tipe-tipe vegetasi, iklim, tanah, topografi, geologi, hidrologi, dan distribusi spesies. Pendekatan ini dapat menunjukkan korelasi antara elemen-elemen biotik dan abiotik dalam landscape dan dapat membantu perencanaan kawasan yang mencakup fungsi perlindungan dan keanekaragaman hayati. Foto-foto udara dan citra merupakan data tambahan bagi SIG Primack et al., 1998. Terkait dengan pengendalian kebakaran hutan SIG dapat juga dipakai untuk mengetahui sebaran dan distribusi hotspot di suatu daerah serta analisis daerah bekas kebakaran menggunakan citra satelit. Citra satelit sendiri dapat dipakai untuk berbagai kebutuhan tergantung analisis yang diperlukan. Terkait hal ini Sunuprapto 2000 dalam Thoha 2006 mengemukakan bahwa kombinasi band 543 memiliki keunggulan karena memberikan tampilan yang serupa dengan hasil penglihatan manusia dan memiliki kontras lebih baik pada kombinasi warna alami. Keunggulan lainnya adalah dapat membedakan antara vegetasi hidup dan vegetasi mati terbakar. Thoha 2006 mengemukakan bahwa terdapat perbedaan data hotspot antar data Departemen Kehutanan, ASMC dan LAPAN. Jumlah hotspot terbanyak ditemukan pada sumber Departemen Kehutanan. Jumlah tertinggi dari sumber JICA terjadi secara konsisten dari tahun 1999-2004. Sedangkan jumlah hotspot terendah terdapat pada data LAPAN. Akurasi jumlah desa yang terpantau hotspot untuk sumber Departemen Kehutanan, ASMC dan LAPAN masing-masing 47, 23 60 dan 40. Akurasi jarak terdekat untuk sumber Departemen Kehutanan, ASMC dan LAPAN masing-masing adalah 1,75 km; 4,46 km dan 3,7 km. Albar 2009 mengemukakan bahwa perbedaan jumlah hotspot yang terpantau tersebut diakibatkan penetapan threshold batas bawah yang dipakai masing-masing lembaga berbeda. Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Direktorat Pengendalian KebakaranHutan dan ASMC menggunakan satelit NOAA, namun threshold yang dipakai Direktorat Pengendalian KebakaranHutan sebesar 385 o K atau 44,85 o C pada siang hari dan 310 o K atau 36,85 o C pada malam hari sedangkan ASMC 320 o K atau 46,85 o C pada siang hari dan 314 o K atau 40,85 o pada malam hari. Sehingga sangat memungkinkan jumlah hotspot yang tercatat oleh Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan jauh lebih banyak daripada jumlah yang dirangkum oleh ASMC. Hal ini disebabkan pantauan hotspot pada Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan dimaksudkan sebagai early warning guna tindakan pencegahan.kebakaran hutan. Thoha 2006 mengemukakan bahwa hotspot dapat digunakan sebagai indikator terjadinya kebakaran lahan. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat TM, lahan terbakar diidentifikasi dengan dengan karakteristik warna merah muda hingga merah tua untuk kombinasi band 543 dan hijau muda hingga hijau muda tua untuk kombinasi band 453.

2.10. Analisis Kebijakan Publik