dihubungkan dengan migrasi keluar di Jawa Tengah. Pada penelitian ini akan terlihat apakah otonomi daerah dapat meningkatkan kesempatan kerja di Jawa
Tengah serta dapat melihat apakah otonomi daerah dapat menurunkan migrasi keluar Jawa Tengah dengan kesempatan kerja yang ada tersebut.
2.1.4. Migrasi
Definisi migrasi menurut Prayitno 2006 adalah perpindahan penduduk yang relatif permanen dari suatu daerah atau negara ke daerah atau negara lain.
Analisis dan perkiraan besaran dan arus perpindahan penduduk migrasi atau mobilitas merupakan hal yang penting bagi terlaksananya pembangunan manusia
seutuhnya, terutama di era otonomi daerah. Migrasi penduduk dapat disebabkan oleh adanya perbedaan pertumbuhan
ekonomi dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara satu daerah dengan daerah lain. Penduduk dari daerah yang tingkat pertumbuhan ekonominya lebih
rendah akan berpindah menuju daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Jenis migrasi dibedakan menjadi dua yaitu 1 menurut dimensi ruang dan 2 menurut dimensi waktu. Migrasi yang didasarkan pada dimensi ruang terdiri
dari 1 migrasi internasional perpindahan penduduk antar negara dan 2 migrasi internal perpindahan penduduk dalam satu negara, seperti
antarprovinsi, antarkotakabupaten, migrasi dari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan atau satuan administratif lainnya yang lebih rendah daripada tingkat
kabupatenkota, seperti kecamatan dan kelurahandesa. Sedangkan untuk migrasi yang didasarkan pada dimensi waktu terdiri dari 1 migran sirkuler migrasi
musiman adalah orang yang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan. 2 migran ulang-alik commuter adalah orang yang pergi
meninggalkan tempat tinggalnya secara teratur, misal setiap hari atau setiap minggu untuk bekerja, berdagang, sekolah, atau untuk kegiatan-kegiatan lainnya,
dan pulang ke tempat asalnya secara teratur pula. Terdapat tiga kriteria migran yang biasa digunakan dalam pengumpulan
data yaitu 1 migran seumur hidup life time migrant adalah orang yang tempat
tinggalnya pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada
waktu lahir. 2 migran risen recent migrant adalah orang tempat tinggalnya
pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada waktu lima
tahun sebelumnya. 3 migran total total migrant adalah orang yang pernah
bertempat tinggal di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal pada waktu pengumpulan data.
Beberapa teori yang menganalisis fenomena migrasi antara lain adalah teori ekonomi neoklasik neoclassical economics yang lebih menitikberatkan
pada perbedaan upah dan kondisi kerja antardaerah atau antarnegara, serta biaya dalam keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Aliran ini berpendapat
bahwa perpindahan penduduk merupakan keputusan pribadi yang didasarkan atas keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan yang maksimum. Sedangkan aliran
ekonomi baru migrasi new economics of migration beranggapan bahwa perpindahan penduduk terjadi bukan saja berkaitan dengan pasar kerja, namun
juga karena adanya faktor-faktor lain. Faktor-faktor tersebut terkait dengan lingkungan sekitar termasuk juga kondisi politik, agama, dan bencana alam.
Berdasarkan kedua teori tersebut, migrasi disebabkan oleh faktor pendorong push factor suatu wilayah dan faktor penarik pull factor wilayah
lainnya. Faktor pendorong suatu wilayah menyebabkan orang pindah ke tempat lain, misalnya karena di daerah itu tidak tersedia sumber daya yang memadai.
Selain itu juga terkait dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di suatu wilayah. Sedangkan faktor penarik suatu wilayah adalah jika
wilayah tersebut mampu menyediakan fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi penduduk, baik penduduk di wilayah itu sendiri maupun penduduk di
sekitarnya dan daerah-daerah lain. Penduduk wilayah sekitarnya dan daerah- daerah lain tertarik dengan daerah tersebut kemudian berpindah untuk
meningkatkan taraf hidup Prayitno, 2006. Teori Lewis-Fei-Ranis mengenai migrasi dan pembangunan ekonomi
menyatakan bahwa perpindahan tenaga kerja di sektor tradisional pertanian ke sektor modern industri disebabkan oleh permintaan yang cukup banyak terhadap
tenaga kerja di sektor modern tersebut dengan asumsi sektor pertanian surplus tenaga kerja. Sedangkan jumlah perpindahan tenaga kerja dan pertumbuhan
lapangan kerja berkaitan erat dengan perluasan industri di perkotaan. Asumsi yang menyatakan sektor pertanian surplus tenaga kerja menyebabkan rendahnya
produktivitas tenaga kerja, sedangkan produktivitas tenaga kerja di sektor industri tinggi. Hal ini memotivasi tenaga kerja sektor tradisional untuk migrasi ke kota.
Beberapa kritik pada asumsi teori Lewis-Fei-Ranis disampaikan oleh Todaro yang antara lain 1 Asumsi perpindahan tenaga kerja dan penciptaan
lapangan kerja di sektor perkotaan sebanding dengan tingkat penanaman modal di
sektor perkotaan pada teori Lewis kurang tepat karena bila dari kelebihan keuntungan diinvestasikan kembali dalam bentuk peralatan modal, maka
kemungkinan upah nyata dalam bentuk uang dan lapangan kerja tidak berubah sama sekali; 2 Adanya kenyataan bahwa kelebihan tenaga kerja di sektor
modern perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan sektor tradisional pedesaan serta 3 Adanya kecenderungan kenaikan upah di sektor perkotaan akan terus
berlangsung. Model migrasi Todaro menyatakan bahwa migrasi dari desa ke kota pada
dasarnya merupakan suatu fenomena ekonomi. Model ini berlandaskan pada pemikiran bahwa arus migrasi akan terus berlangsung sampai adanya perbedaan
pendapatan penghasilan yang diharapkan antara desa dan kota. Para migran selalu membandingkan dan mempertimbangkan bermacam-macam pasar tenaga
kerja yang tersedia bagi mereka baik di pedesaan maupun di perkotaan, kemudian mereka memilih yang dapat memaksimumkan keuntungan yang diharapkan. Pada
dasarnya model Todaro ini beranggapan bahwa semua angkatan kerja akan selalu membandingkan penghasilan yang diharapkan di kota selisih antara penghasilan
dan biaya migrasi dengan rata-rata tingkat penghasilan yang dapat diperoleh di desa. Keputusan para migran untuk migrasi dilakukan jika penghasilan bersih di
kota melebihi penghasilan bersih di desa. Model migrasi lainnya adalah model migrasi Harris-Todaro yang
menjelaskan adanya hubungan paradoks antara lonjakan migrasi dari desa ke kota yang semakin cepat dengan adanya peningkatan jumlah pengangguran di daerah
perkotaan. Model Harris-Todaro ini merupakan model migrasi yang mirip dengan
model migrasi Todaro, dimana pada model ini menyatakan bahwa pencapaian titik keseimbangan pengangguran akan tercapai jika tingkat pendapatan yang
diharapkan di kota sama dengan tingkat pendapatan aktual di desa. Kondisi keseimbangan tersebut akan menghentikan arus migrasi. Hal ini berbeda dengan
yang dikatakan oleh model pasar bebas neoklasik tradisional yaitu migrasi dapat dihentikan jika terdapat keseimbangan tingkat upah di desa dan di kota.
Sumber: Todaro dan Smith, 2003.
Gambar 2.2. Model Migrasi Harris-Todaro Pada Gambar 2.2 diasumsikan bahwa dalam suatu perekonomian hanya
ada dua sektor ekonomi yaitu sektor pertanian di pedesaan dan sektor industri di perkotaan. Tingkat permintaan tenaga kerja kurva produk marginal tenaga kerja
pada sektor pertanian dilambangkan dengan garis melengkung ke bawah AA’.
Sedangkan untuk tingkat permintaan tenaga kerja kurva produk marginal tenaga
Tingkat Upah di Sektor Pertanian
Tingkat Upah di Sektor Industri
L
US
O
M
L
M
L
A
L
M
L
A
O
A
E Z
q
M’ A
’ q’
A M
M
W
M
W
W
A
W
A
W
A
kerja pada sektor industri dilambangkan dengan garis lengkung MM’. Total
angkatan kerja yang tersedia dilambangkan oleh O
A
O
M
. Pada pasar neoklasik dimana upah ditentukan oleh mekanisme pasar dan seluruh tenaga kerja dapat
terserap, upah keseimbangan akan terjadi bila W
A
=W
M
dengan tenaga kerja untuk sektor pertanian sebanyak O
A
L
A
dan untuk sektor industri sebanyak O
M
L
M
. Kondisi yang terjadi pada pasar neoklasik tersebut akan sangat berbeda
dengan kondisi yang terjadi pada model Todaro. Asumsi yang digunakan pada model Todaro adalah tingkat upah tidak ditentukan berdasarkan mekanisme pasar
melainkan ditentukan oleh pemerintah
M
W
yang terletak diatas
M
W
.
Jika diasumsikan tidak terjadi pengangguran, maka tenaga kerja sebanyak O
M
L
M
akan bekerja pada sektor industri di perkotaan sedangkan sisanya O
A
L
M
akan bekerja pada sektor pertanian di pedesaan dengan tingkat upah sebesar O
A
W
A
yang lebih kecil dari tingkat upah pasar O
A
W
A
. Hal ini menimbulkan terjadinya selisih antara tingkat upah di desa dan di kota yaitu sebanyak
M
W
-W
A
. Jika semua pekerja bebas untuk melakukan migrasi, walaupun di desa tersedia lapangan kerja
sebanyak O
A
L
M
, mereka akan tetap pergi ke kota untuk memperoleh tingkat upah yang lebih tinggi.
Selisih antara tingkat upah di desa dan kota kemudian mendorong terjadinya arus migrasi dari desa ke kota. Titik-titik peluang tersebut digambarkan
oleh garis qq’ dan titik ekuilibrium yang baru adalah Z. Sedangkan titik selisih antara pendapatan aktual di desa dan kota adalah
M
W
-W
A
. Jumlah tenaga kerja yang masih ada pada sektor pertanian adalah O
A
L
A
, dan tenaga kerja di sektor industri sebanyak O
M
L
M
dengan tingkat upah sebesar
M
W
. Sedangkan sisanya
yakni L
US
O
M
L
A
-O
M
L
M
akan menganggur atau memasuki sektor informal yang berpendapatan rendah. Hal ini menjelaskan terjadinya pengangguran di kota dan
semakin bertambahnya arus migrasi dari desa ke kota. Namun, dalam model ini masih terdapat kelemahan yaitu adanya penyamarataan selera, tingkat pendidikan,
keterampilan serta penalaran dari semua angkatan kerja yang tentu saja sangat tidak realistis.
Terdapat empat pemikiran dasar pada model migrasi Todaro, antara lain adalah:
1 Migrasi desa-kota didorong karena adanya pertimbangan ekonomi yang
rasional dan berkaitan langsung dengan keuntungan dan biaya-biaya relatif dari migrasi;
2 Keputusan untuk melakukan migrasi didasarkan pada selisih antara tingkat
pendapatan yang diharapkan di kota dengan tingkat pendapatan aktual di desa;
3 Kemungkinan memperoleh pendapatan di perkotaan berkaitan dengan
tingkat lapangan pekerjaan diperkotaan; 4
Migrasi desa-kota dapat berlangsung terus menerus dan dalam jumlah yang besar walaupun melebihi laju pertumbuhan kesempatan kerja. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan ekspektasi pendapatan yang sangat besar, dimana para migran berupaya untuk memperoleh upah lebih tinggi yang
nyata. Kondisi ini mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran karena adanya ketidakseimbangan kesempatan ekonomi atau kesempatan
kerja yang sangat parah antara desa dan kota.
Teori lain yang dapat digunakan untuk menganalisis faktor pendorong seseorang untuk melakukan migrasi yaitu teori modal manusia human capital.
Teori ini terkait dengan pendidikan, kesehatan dan kapasitas manusia lainnya yang dapat meningkatkan produktivitas keahlian, pengetahuan dan pengalaman
jika terjadi peningkatan pada hal-hal tersebut. Pada teori ini menyatakan bahwa setelah investasi awal dilakukan, maka akan dihasilkan tingkat pengembalian
aliran penghasilan pada masa yang akan datang. Tingkat pengembalian rate of return dapat diperoleh dan dibandingkan dengan pengembalian dari investasi
lain, yaitu dengan cara memperkirakan nilai diskonto sekarang dari aliran pendapatan yang meningkat yang mungkin dihasilkan dari investasi-investasi
tersebut dan membandingkannya dengan biaya langsung dan biaya tidak langsung Todaro dan Smith, 2003.
Berdasarkan teori human capital ini, maka seseorang akan memutuskan migrasi ke tempat lain untuk memperoleh penghasilan yang lebih besar di daerah
tujuan, dan asumsi ini dianalogikan sebagai tindakan melakukan investasi sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan jika seseorang telah memutuskan untuk
berpindah ke tempat lain, berarti ia telah mengorbankan sejumlah pendapatan yang seharusnya ia terima di tempat asalnya, dan akan menjadi biaya tidak
langsung untuk meraih sejumlah pendapatan yang lebih besar di tempat tujuan migrasi. Disamping itu, individu tersebut juga mengeluarkan biaya langsung
dalam bentuk biaya migrasi. Seluruh biaya tersebut biaya langsung dan tidak langsung dianggap sebagai investasi dari seorang migran. Imbalannya adalah,
adanya arus pendapatan yang lebih besar di tempat tujuan. Jika present value dari
peningkatan pendapatan yang diharapkan melebihi biaya yang diinvestasikan, maka seseorang akan memilih untuk migrasi. Tetapi jika yang terjadi sebaliknya,
maka orang tersebut akan menyimpulkan bahwa tidak ada manfaatnya untuk melakukan migrasi, meskipun pendapatan potensial pada daerah tujuan lebih
tinggi daripada pendapatan di daerah mereka tinggal saat ini. Desiar 2003 dalam penelitiannya mengenai dampak migrasi terhadap
pengangguran dan sektor informal di DKI Jakarta menyatakan adanya keterkaitan antara migrasi, pengangguran dan sektor informal. Keterkaitan antara ketiganya
adalah migrasi masuk dapat mempengaruhi pengangguran dan kesempatan kerja sektor formal maupun informal. Migran masuk yang tergolong sebagai angkatan
kerja dapat meningkatkan pengangguran dan meningkatkan sektor informal. Selain itu, tingkat pengangguran sendiri dipengaruhi oleh angkatan kerja migran
dan bukan migran. Pengangguran di daerah tujuan migran inilah yang akhirnya menimbulkan kemiskinan yang semakin meluas di daerah asal migran.
2.1.5. Analisis Shift Share