perbankan dan jasa perusahaan -0,54 serta lapangan usaha jasa -0,10. Pada periode 2004-2007 hanya ada dua lapangan usaha yang memiliki nilai ri negatif,
yaitu lapangan usaha pertanian -0,01 dan lapangan usaha lainnya -0,25. Tabel 5.3. Rasio Kesempatan Kerja Jawa Tengah dan Nasional Nilai Ra, Ri, ri
No Lapangan Usaha
Pra Otonomi Daerah Era otonomi daerah
Tahun 1996 dan 2000 Tahun 2001 dan 2003
Tahun 2004 dan 2007 Ra
Ri ri
Ra Ri
ri Ra
Ri ri
1 Pertanian
0,05 0,08
0,07 -0,00
0,06 -0,05
0,07 0,01
-0,01 2
Industri Pengolahan
0,05 0,08
-0,07 -0,00
-0,10 0,15
0,07 0,12
0,14 3
Bangunan 0,05
-0,08 -0,08
-0,00 0,07
0,26 0,07
0,17 0,18
4 Perdagangan,
Hotel dan Restoran
0,05 0,15
0,10 -0,00
-0,04 -0,01
0,07 0,08
0,01 5
Transportasi dan Komunikasi
0,05 0,15
0,14 -0,00
0,12 0,10
0,07 0,09
0,01 6
Keuangan, Perbankan dan
Jasa Perusahaan 0,05
0,28 2,78
-0,00 0,15
-0,54 0,07
0,24 0,27
7 Jasa
0,05 -0,18
-0,16 -0,00
-0,11 -0,10
0,07 0,14
0,20 8
Lainnya 0,05
-0,45 -0,51
-0,00 -0,19
0,50 0,07
-0,08 -0,25
Total 0,05
0,05 0,02
-0,00 -0,00
0,00 0,07
0,07 0,05
Sumber: BPS Data diolah, contoh perhitungan seperti pada lampiran 5. Keterangan: Lapangan Usaha lainnya terdiri dari lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta listrik, gas dan air bersih.
5.1.3. Komponen Pertumbuhan Wilayah Provinsi Jawa Tengah Pra dan Era Otonomi Daerah
Pada masa pra otonomi daerah Tabel 5.4, bila dilihat secara keseluruhan pertumbuhan kesempatan kerja nasional mempengaruhi peningkatan kesempatan
kerja di Jawa Tengah sebesar 688.311 jiwa atau sebesar 4,83 persen. Sedangkan pada masa era otonomi daerah periode 2001-2003, penurunan pertumbuhan
kesempatan kerja nasional telah mempengaruhi penurunan kesempatan kerja di Jawa Tengah yaitu sebesar 3.733 jiwa atau sebesar 0,02 persen. Namun pada
periode 2004-2007 baru terjadi peningkatan pertumbuhan kesempatan kerja
nasional yang mempengaruhi peningkatan kesempatan kerja di Jawa Tengah sebesar 1.028.588 jiwa atau sebesar 6,62 persen.
Pengaruh pertumbuhan nasional menjelaskan seberapa besar kesempatan kerja di Jawa Tengah meningkat akibat peningkatan jumlah kesempatan kerja
setiap lapangan usaha dan peningkatan jumlah kesempatan kerja nasional setiap lapangan usaha dengan laju yang hampir sama dengan laju pertumbuhan nasional.
Hal ini mengakibatkan nilai persentase komponen pertumbuhan nasional PN sama dengan laju pertumbuhan nasional. Komponen pertumbuhan nasional
merupakan perubahan kesempatan kerja di Jawa Tengah yang dapat disebabkan oleh perubahan kesempatan kerja nasional, perubahan kebijakan ekonomi
nasional atau segala perubahan yang dapat mempengaruhi perekonomian secara nasional.
Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa lapangan usaha dengan peningkatan kontribusi PN terbesar adalah lapangan usaha pertanian yaitu pada masa pra
otonomi daerah dan pada masa era otonomi daerah periode 2004-2007. Sedangkan pada masa awal otonomi daerah yaitu periode 2001-2003, lapangan
usaha ini memiliki penurunan kontribusi PN terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan usaha pertanian sangat dipengaruhi oleh perubahan kebijakan
nasional seperti kebijakan otonomi daerah yang memberikan kepada pemerintah daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri. Sehingga jika terjadi perubahan
kebijakan nasional seperti pelimpahan kewenangan dalam hal penyuluhan pertanian kepada pemerintah daerah maka kontribusi lapangan usaha pertanian
beserta subsektornya dalam menyerap tenaga kerja akan mengalami perubahan.
Lapangan usaha dengan peningkatan kontribusi PN terkecil adalah lapangan usaha keuangan, perbankan dan jasa perusahaan yaitu pada masa pra
otonomi daerah dan era otonomi daerah periode 2004-2007. Sedangkan pada masa awal otonomi daerah yaitu periode 2001-2003, lapangan usaha ini memiliki
penurunan kontribusi PN terkecil. Hal ini mengindikasikan bahwa lapangan usaha keuangan, perbankan dan jasa perusahaan tidak memiliki pengaruh yang besar
terhadap perubahan kebijakan nasional. Tabel 5.4. Analisis Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa
Tengah Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Nasional Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007
No Lapangan Usaha
PNi Jawa Tengah Pra Otonomi Daerah
Tahun 1996 dan 2000 Era Otonomi Daerah
Tahun 2001 dan 2003 Tahun 2004 dan 2007
Perubahan Perubahan
Perubahan Absolut
Jiwa Relatif
Persen Absolut
Jiwa Relatif
Persen Absolut
Jiwa Relatif
Persen 1
Pertanian 275.463
4,83 -1.668
-0,02 409.753
6,62 2
Industri Pengolahan
118.457 4,83
-606 -0,02
161.335 6,62
3 Bangunan
30.509 4,83
-170 -0,02
63.196 6,62
4 Perdagangan,
Hotel dan Restoran
132.985 4,83
-700 -0,02
224.126 6,62
5 Transportasi dan
Komunikasi 27.180
4,83 -147
-0,02 48.544
6,62 6
Keuangan, Perbankan dan
Jasa Perusahaan 1.641
4,83 -30
-0,02 7.746
6,62 7
Jasa 91.816
4,83 -388
-0,02 99.434
6,62 8
Lainnya 10.259
4,83 -24
-0,02 14.454
6,62 Total
688.311 4,83
-3.733 -0,02
1.028.588 6,62
Sumber: BPS Data diolah, contoh perhitungan seperti pada lampiran 6. Keterangan: Lapangan Usaha lainnya terdiri dari lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta listrik, gas dan air bersih.
Pertumbuhan proporsional PP pada Tabel 5.5 menjelaskan perbedaan kenaikan kesempatan kerja tingkat nasional dan kenaikan kesempatan kerja
lapangan usaha secara keseluruhan, sehingga persentase komponen PP untuk semua lapangan usaha di seluruh Provinsi di Indonesia sama besar. Perbedaannya
hanya terletak pada kontribusi masing-masing lapangan usaha dalam hal kesempatan kerja. Secara keseluruhan, pertumbuhan proporsional pada masa pra
otonomi daerah mengakibatkan penurunan kesempatan kerja di Jawa Tengah yaitu sebesar 32.574 jiwa -0,23 persen. Penurunan ini juga terjadi pada masa
awal otonomi daerah yaitu pada periode 2001-2003, namun penurunan kesempatan kerjanya lebih rendah dibandingkan pada masa pra otonomi daerah
yaitu sebesar 10.193 jiwa -0,07 persen. Sedangkan pada periode 2004-2007, pertumbuhan proporsional mengakibatkan peningkatan kesempatan kerja di Jawa
Tengah yaitu sebesar 43.029 jiwa 0,28 persen. Lapangan usaha lainnya pada masa pra otonomi daerah maupun era
otonomi daerah selalu menunjukkan nilai PP yang negatif. Sedangkan pada lapangan usaha pertanian, terjadi perubahan pada periode 2004-2007 dimana
lapangan usaha tersebut memiliki nilai yang negatif setelah pada periode sebelumnya selalu bernilai positif. PP yang bernilai negatif menandakan bahwa
lapangan usaha tersebut di Jawa Tengah memiliki pertumbuhan yang lambat, sedangkan bila nilai PP menunjukkan angka yang positif maka lapangan usaha
tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat.
Tabel 5.5. Analisis Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun
1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007
No Lapangan Usaha
PPi Jawa Tengah Pra Otonomi Daerah
Tahun 1996 dan 2000 Era Otonomi Daerah
Tahun 2001 dan 2003 Tahun 2004 dan 2007
Perubahan Perubahan
Perubahan Absolut
Jiwa Relatif
Persen Absolut
Jiwa Relatif
Persen Absolut
Jiwa Relatif
Persen 1
Pertanian 171.920
3,01 383.965
5,70 -318.590
-5,15 2
Industri Pengolahan 79.477
3,24 -234.023
-9,56 124.287
5,10 3
Bangunan -80.302
-12,70 48.391
7,04 86.522
9,07 4
Perdagangan, Hotel dan Restoran
275.409 9,99
-100.115 -3,54
29.914 0,88
5 Transportasi dan
Komunikasi 60.106
10,67 70.504
11,91 15.411
2,10 6
Keuangan, Perbankan dan Jasa
Perusahaan 7.870
23,14 17.885
14,83 20.779
17,77 7
Jasa -441.308
-23,20 -178.288
-11,40 115.727
7,71 8
Lainnya -105.745
-49,75 -18.512
-18,83 -31.020
-14,22 Total
-32.574 -0,23
-10.193 -0,07
43.029 0,28
Sumber: BPS Data diolah, contoh perhitungan seperti pada lampiran 7. Keterangan: Lapangan Usaha lainnya terdiri dari lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta listrik, gas dan air bersih.
Komponen pangsa wilayah atau pertumbuhan pangsa wilayah PPW pada Tabel 5.6 menunjukkan kemampuan daya saing suatu lapangan usaha bila
dibandingkan dengan lapangan usaha di wilayah lainnya terutama dalam hal kesempatan kerja. Hal ini dikarenakan komponen pertumbuhan wilayah timbul
karena adanya perubahan penurunan atau kenaikan dalam kesempatan kerja pada suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Nilai PPW yang positif
menunjukkan bahwa lapangan usaha tersebut memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sedangkan jika nilai PPW yang negatif,
berarti lapangan usaha tersebut tidak dapat berdaya saing dengan baik dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Pengaruh daya saing seperti keunggulan komparatif, akses ke pasar, daya dukung lingkungan, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta
kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut secara keseluruhan menyebabkan kesempatan kerja di Jawa Tengah pada masa pra otonomi daerah
mengalami penurunan sebesar 427.245 jiwa -3,00 persen dan mengalami peningkatan menjadi 71.467 jiwa 0,47 persen pada periode awal otonomi daerah
2001-2003, namun mengalami penurunan kembali pada periode 2004-2007 yaitu sebesar 295.669 jiwa -1,90 persen.
Berdasarkan hasil analisis shift share komponen pangsa wilayah pada Tabel 5.6 terlihat bahwa lapangan usaha pertanian selalu memiliki nilai PPW yang
negatif baik pra maupun era otonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa lapangan usaha pertanian tidak dapat bersaing dengan baik dibandingkan dengan
wilayah lainnya dalam hal kesempatan kerja. Berbeda dengan lapangan usaha jasa, lapangan usaha ini selalu memiliki nilai PPW yang positif baik pada pra
maupun era otonomi daerah. Lapangan usaha keuangan, perbankan dan jasa perusahaan pada masa pra otonomi daerah memiliki daya saing yang baik 85.181
jiwa, namun era otonomi daerah periode 2001-2003 tidak mampu berdaya saing dengan baik -82.839 jiwa dan mengalami peningkatan kembali pada periode
2004-2007 2.468 jiwa.
Tabel 5.6. Analisis Kesempatan Kerja Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan Komponen Pangsa Wilayah Tahun 1996 dan
2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007
No Lapangan Usaha
PPWi Jawa Tengah Pra Otonomi Daerah
Tahun 1996 dan 2000 Era Otonomi Daerah
Tahun 2001 dan 2003 Tahun 2004 dan 2007
Perubahan Perubahan
Perubahan Absolut
Jiwa Relatif
Persen Absolut
Jiwa Relatif
Persen Absolut
Jiwa Relatif
Persen 1
Pertanian -19.524
-0,34 -727.965
-10,82 -129.024
-2,09 2
Industri Pengolahan -375.844
-15,31 591.688
24,18 44.416
1,82 3
Bangunan -3.818
-0,60 132.892
19,32 20.083
2,11 4
Perdagangan, Hotel dan Restoran
-133.459 -4,84
85.148 3,01
-219.880 -6,50
5 Transportasi dan
Komunikasi -6.139
-1,09 -12.507
-2,11 -58.301
-7,96 6
Keuangan, Perbankan dan Jasa
Perusahaan 85.181
250,43 -82.839
-68,70 2.468
2,11 7
Jasa 38.559
2,03 17.055
1,09 82.449
5,49 8
Lainnya -12.202
-5,74 67.993
69,16 -37.879
-17,36 Total
-427.245 -3,00
71.467 0,47
-295.669 -1,90
Sumber: BPS Data diolah, contoh perhitungan seperti pada lampiran 8. Keterangan: Lapangan Usaha lainnya terdiri dari lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta listrik, gas dan air bersih.
5.1.4. Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan Kesempatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah Pra dan Era Otonomi Daerah Tahun 1996 dan
2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007
Nilai pergeseran bersih PB yang positif pada suatu lapangan usaha menunjukkan bahwa lapangan usaha tersebut di Jawa Tengah tergolong
mengalami pertumbuhan yang progresif dalam hal kesempatan kerja. Sedangkan untuk lapangan usaha yang memiliki nilai PB negatif, menunjukkan bahwa
lapangan usaha tersebut memiliki pertumbuhan kesempatan kerja yang lamban di Jawa Tengah. Jika dilihat secara keseluruhan pada Tabel 5.7, nilai PB di Jawa
Tengah menunjukkan pertumbuhan yang lamban pada masa pra otonomi daerah, sedangkan era otonomi daerah menunjukkan pertumbuhan yang progresif namun
hanya berlangsung pada awal otonomi daerah periode 2001-2003 dan mengalami pertumbuhan yang lamban kembali pada periode 2004-2007.
Kesempatan Kerja pada lapangan usaha pertanian mengalami pergeseran yang cukup signifikan, dimana pada masa pra otonomi daerah termasuk memiliki
pertumbuhan yang progresif dengan nilai PB sebesar 152.396 jiwa 2,67 persen, namun era otonomi daerah memiliki pertumbuhan yang lamban dengan
penurunan yang cukup drastis pada masa awal otonomi daerah 2001-2003 menjadi -343.999 jiwa -5,11 persen dan pada periode 2004-2007 mengalami
penurunan kembali menjadi -447.614 jiwa -7,24 persen. Lapangan usaha yang juga memiliki pergeseran cukup signifikan adalah
lapangan usaha bangunan. Pada masa pra otonomi daerah, lapangan usaha ini memiliki pertumbuhan kesempatan kerja yang lamban dengan nilai PB sebesar
-84.120 jiwa -13,31 persen. Namun era otonomi daerah tergolong memiliki pertumbuhan yang progresif, dimana pada masa awal otonomi daerah
menghasilkan nilai PB sebesar 181.283 jiwa 26,36 persen dan pada periode 2004-2007, lapangan usaha ini memiliki nilai PB sebesar 106.604 jiwa 11,17
persen. Nilai PB yang negatif pada pra otonomi daerah dimungkinkan karena pada masa pra otonomi daerah terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan daya
beli masyarakat akan bahan bangunan menurun. Sedangkan pada masa otonomi daerah dimana perekonomian mulai membaik, permintaan masyarakat akan bahan
bangunan juga meningkat akibat dari cukup pesatnya kegiatan konstruksi di Jawa Tengah seperti untuk kantor pemerintahan, jalan, jembatan, pusat perbelanjaan,
serta tempat tinggal.
Tabel 5.7. Pergeseran Bersih Kesempatan Kerja di Provinsi Jawa Tengah Tahun 1996 dan 2000, 2001 dan 2003, 2004 dan 2007
No Lapangan Usaha
PBi Jawa Tengah Pra Otonomi Daerah
Tahun 1996 dan 2000 Era Otonomi Daerah
Tahun 2001 dan 2003 Tahun 2004 dan 2007
Perubahan Perubahan
Perubahan Absolut
Jiwa Relatif
Persen Absolut
Jiwa Relatif
Persen Absolut
Jiwa Relatif
Persen 1
Pertanian 152.396
2,67 -343.999
-5,11 -447.614
-7,24 2
Industri Pengolahan
-296.367 -12,07
357.665 14,62
168.703 6,93
3 Bangunan
-84.120 -13,31
181.283 26,36
106.604 11,17
4 Perdagangan,
Hotel dan Restoran
141.950 5,15
-14.968 -0,53
-189.966 -5,61
5 Transportasi dan
Komunikasi 53.968
9,58 57.998
9,80 -42.890
-5,85 6
Keuangan, Perbankan dan
Jasa Perusahaan 93.051
273,57 -64.954
-53,87 23.247
19,88 7
Jasa -402.749
-21,17 -161.233
-10,31 198.176
13,20 8
Lainnya -117.948
-55,49 49.481
50,33 -68.900
-31,58 Total
-459.820 -3,22
61.273 0,41
-252.640 -1,62
Sumber: BPS Data diolah, contoh perhitungan seperti pada lampiran 9. Keterangan: Lapangan Usaha lainnya terdiri dari lapangan usaha pertambangan dan
penggalian serta listrik, gas dan air bersih.
Evaluasi profil pertumbuhan kesempatan kerja pada masing-masing lapangan usaha di Jawa Tengah dapat dilakukan dengan menggunakan empat
kuadran yang terdapat pada garis bilangan. Gambar 5.1 dan 5.2 merupakan gambar profil pertumbuhan kesempatan kerja pada masing-masing lapangan
usaha di Jawa Tengah pada masa pra otonomi daerah dan era otonomi daerah. Apabila lapangan usaha berada di kuadran I, berarti lapangan usaha tersebut
memiliki pertumbuhan kesempatan kerja yang cepat dan daya saing yang baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Hal ini dikarenakan wilayah ini merupakan
wilayah yang progresif maju. Pada masa pra otonomi daerah, kuadran I hanya ditempati oleh lapangan usaha keuangan, perbankan dan jasa perusahaan. Namun
pada awal otonomi daerah periode 2001-2003, lapangan usaha ini mengalami
penurunan daya saing sehingga menempati kuadran II tetapi menempati kuadran I kembali pada periode 2004-2007.
Kuadran II menunjukkan bahwa kesempatan kerja pada lapangan usaha tersebut memiliki pertumbuhan yang cepat namun berdaya saing kurang baik. Pra
otonomi daerah, lapangan usaha yang berada di kuadran II ini antara lain adalah 1 pertanian, 2 industri pengolahan, 3 perdagangan, hotel dan restoran serta
4 transportasi dan komunikasi. Lapangan usaha industri pengolahan serta lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran bergeser ke kuadran IV era
otonomi daerah periode 2001-2003. Pergeseran ke kuadran IV ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja pada lapangan usaha industri pengolahan serta lapangan
usaha perdagangan, hotel dan restoran memiliki pertumbuhan yang lamban dan berdaya saing baik. Namun pada periode 2004-2007 lapangan usaha perdagangan,
hotel dan restoran menempati kuadran II kembali. Sedangkan lapangan usaha industri pengolahan mengalami peningkatan yang cukup signifikan sehingga
mampu menempati kuadran I. Hal ini menunjukkan bahwa era otonomi daerah pada periode ini, kebijakan pemerintah dalam mendorong industri pengolahan di
Jawa Tengah yang ditopang oleh industri besar dan sedang, industri kecil dan kerajinan rumah tangga memberi pengaruh positif bagi industri pengolahan.
Kesempatan kerja pada lapangan usaha pertanian masa pra otonomi daerah dan era otonomi daerah periode 2001-2003 selalu menempati kuadran II,
mengalami pergeseran era otonomi daerah periode 2004-2007 menjadi kuadran III. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja pada lapangan usaha pertanian
mengalami pertumbuhan yang lamban dan daya saing yang kurang baik. Berbeda
dengan lapangan usaha transportasi dan komunikasi yang selalu menempati kuadran II baik pada masa pra otonomi daerah maupun era otonomi daerah.
Kuadran III pada masa pra otonomi daerah ditempati oleh lapangan usaha bangunan dan lapangan usaha lainnya yang terdiri dari pertambangan dan
penggalian serta lapangan usaha listrik, gas dan air bersih. Kesempatan kerja pada lapangan usaha bangunan mengalami pergeseran yang cukup signifikan era
otonomi daerah periode 2001-2003 dan periode 2004-2007 menjadi kuadran I. Berkembangnya pembangunan pusat-pusat perbelanjaan dan kantor-kantor
pemerintahan di Jawa Tengah sehingga permintaan akan bahan bangunan meningkat pada masa otonomi daerah disinyalir menyebabkan lapangan usaha ini
memiliki pertumbuhan yang cepat dan berdaya saing baik. Sedangkan lapangan usaha lainnya mengalami pergeseran ke kuadran IV era otonomi daerah periode
2001-2003. Hal ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja pada lapangan usaha ini memiliki pertumbuhan yang lamban dan berdaya saing baik. Namun
mengalami pergeseran kembali ke kuadran III pada periode 2004-2007. Pada masa pra otonomi daerah dan era otonomi daerah periode 2001-2003,
lapangan usaha jasa menempati kuadran IV yang menunjukkan bahwa kesempatan kerja pada lapangan usaha ini memiliki pertumbuhan yang lamban
dan berdaya saing baik. Namun era otonomi daerah periode 2004-2007, lapangan usaha ini berhasil menempati kuadran I yang artinya memiliki pertumbuhan yang
cepat dan berdaya saing baik bila dibandingkan dengan wilayah lainnya. Pada Gambar 5.1 dan 5.2 terlihat adanya garis diagonal 45° yang membagi
kuadran II dan IV menjadi dua bagian, dimana bila terdapat lapangan usaha yang
berada di atas garis tersebut maka lapangan usaha tersebut tergolong lapangan usaha yang progresif maju. Sedangkan jika terdapat lapangan usaha di bawah
garis tersebut, maka lapangan usaha tersebut tergolong lambat dalam hal kesempatan kerja.
Lapangan usaha yang tergolong progresif pada masa pra otonomi daerah adalah 1 pertanian, 2 perdagangan, hotel dan restoran, 3 transportasi dan
komunikasi serta 4 keuangan, perbankan dan jasa perusahaan. Sedangkan lapangan usaha yang tergolong lambat adalah 1 industri pengolahan, 2
bangunan, 3 jasa dan 4 lapangan usaha lainnya. Era otonomi daerah periode 2001-2003, lapangan usaha yang tergolong
progresif antara lain adalah 1 industri pengolahan, 2 bangunan, 3 transportasi dan komunikasi serta 4 lapangan usaha lainnya. Sedangkan lapangan usaha yang
tergolong lambat adalah 1 pertanian, 2 perdagangan, hotel dan restoran, 3 keuangan, perbankan dan jasa perusahaan serta 4 jasa. Pada periode 2004-2007,
lapangan usaha yang tergolong progresif adalah 1 industri pengolahan, 2 bangunan, 3 keuangan, perbankan dan jasa perusahaan serta 4 jasa. Lapangan
usaha yang tergolong lambat adalah 1 pertanian, 2 perdagangan, hotel dan restoran, 3 transportasi dan komunikasi serta 4 lapangan usaha lainnya.
Gambar 5.1. Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha di Jawa Tengah Pra Otonomi Daerah 1996-2000
Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Tengah Pra Otonomi Daerah 1996 dan 2000
-50 50
100 150
200 250
300
-60 -40
-20 20
40
PPW PP
Pertanian Industri Pengolahan
Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran
Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
Jasa Lainnya
Gambar 5.2. Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha di Jawa Tengah Era Otonomi Daerah 2001-2003 dan 2004-2007 Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Tengah
Era Otonomi Daerah 2004-2007
-20 -15
-10 -5
5 10
-20 -10
10 20
PPW PP
Pertanian Industri Pengolahan
Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran
Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
Jasa Lainnya
Kuadran II Kuadran I
Kuadran IV
Kuadran III
Profil Pertumbuhan Lapangan Usaha Jawa Tengah Era Otonomi Daerah 2001-2003
-80 -60
-40 -20
20 40
60 80
-30 -20
-10 10
20
PPW PP
Pertanian Industri Pengolahan
Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran
Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Perbankan dan Jasa Perusahaan
Jasa Lainnya
Kuadran II Kuadran III
Kuadran I Kuadran IV
Pada Gambar 5.1 dan 5.2 dapat terlihat terdapat beberapa lapangan usaha yang mengalami pergeseran kesempatan kerja pada era otonomi daerah periode
2001-2003 dan periode 2004-2007. Lapangan usaha tersebut adalah 1 pertanian, 2 industri pengolahan, 3 bangunan, 4 perdagangan, hotel dan
restoran. Lapangan usaha yang mengalami pergeseran kesempatan kerja dari yang tergolong progresif pada pra otonomi daerah menjadi lambat pada era otonomi
daerah adalah lapangan usaha pertanian serta perdagangan, hotel dan restoran, dimana pertanian mengalami penurunan pertumbuhan yang lebih rendah
dibandingkan perdagangan, hotel dan restoran. Lapangan usaha yang mengalami pergeseran kesempatan kerja dari yang
tergolong lambat pada pra otonomi daerah menjadi progresif era otonomi daerah adalah lapangan usaha bangunan dan industri pengolahan. Lapangan usaha
bangunan mengalami pertumbuhan yang cukup drastis dibandingkan dengan industri pengolahan. Pesatnya pertumbuhan lapangan usaha bangunan
kemungkinan disebabkan dari meningkatnya permintaan masyarakat akan bahan bangunan karena Jawa Tengah membutuhkan kegiatan konstruksi yang tidak
sedikit, baik untuk tempat tinggal, kantor, jalan, jembatan dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil analisis shift share, terlihat bahwa terjadi pertumbuhan
yang cukup drastis pada kesempatan kerja di Jawa Tengah era otonomi daerah tahun 2004-2007 dibandingkan dengan pertumbuhan kesempatan kerja pra
otonomi daerah. Walaupun pada awal diberlakukannya otonomi daerah terlihat pertumbuhan kesempatan kerja yang lebih rendah dibandingkan pada masa pra
otonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan otonomi daerah
yang telah berlaku selama tujuh tahun ini telah berdampak pada meningkatnya kesempatan kerja di Jawa Tengah. Namun jika dilihat kesempatan kerja pada
masing-masing lapangan usaha, terdapat dua lapangan usaha yang mengalami pergeseran yang cukup signifikan dalam hal kesempatan kerja yaitu pertanian dan
bangunan. Lapangan usaha pertanian mengalami penurunan pertumbuhan menjadi tergolong lambat era otonomi daerah, sedangkan lapangan usaha bangunan
mengalami peningkatan pertumbuhan menjadi tergolong progresif era otonomi daerah. Pergeseran ini menunjukkan bahwa kebijakan otonomi daerah berdampak
positif terhadap kesempatan kerja pada lapangan usaha bangunan dibandingkan dengan lapangan usaha pertanian.
5.2. Analisis Migrasi di Provinsi Jawa Tengah