a. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam melakukan
penelitian yang berkaitan dengan tindak pidana perniagaan satwa yang dilindungi.
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat tentang pentingnya melindungi satwa yang dilindungi serta dampaknya terhadap pelestarian
lingkungan.
D. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pertanggung Jawaban Pidana
Dipidananya seseorang tidaklah cukup dengan membuktikan bahwa orang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
hukum atau bersifat melawan hukum. Dalam hal dipidananya seseorang tidaklah bergantung pada ada atau tidaknya perbuatan pidana yang
dibuatnya. Persoalan seseorang dapat dipidana tergantung pada apakah orang tersebut dalam melakukan perbuatan tersebut mempunyai kesalahan
atau tidak.Sistempertanggungjawabanpidanadalamhukumpidanapositifsaatini
menganut asaskesalahan sebagai salah satu asas disampingasaslegalitas. Pertanggung jawaban pidana erat kaitannya dengan unsur kesalahan yang
dilakukan oleh seseorang. Apabila orang yang melakukan perbuatan pidana itu memang mempunyai kesalahan, maka tentunya dia akan dipidana.
Tetapi, jika ia tidak mempunyai kesalahan, walaupun dia telah melakukan
perbuatan yaang terlarang dan tercela maka ia tidak akan dipidana.
12
Sebab asas dalam pertanggungjawaban dalam hukum pidana ialah : Tidak
dipidana jika tidak ada kesalahan geen straf zonder schuld; Actus Nomorn facit reum nisi mens sist rea. Asas ini tidak tersebut dalam hukum tertulis
tapi dalam hukum yang tidak tertulis yang juga di Indonesia berlaku.
13
“Nyatalah, bahwa hal dipidana atau tidaknya si pembuat bukanlah bergantung pada apakah ada perbuatan pidana atau tidak,
melainkan pada apakah si terdakwa tercela atau tidak karena melakukan perbuatan pidana itu. Karena itulah maka juga
dikatakan : dasar daripada adanya perbuatan pidana adalah asas legaliteit, yaitu asas yang menentukan bahwa perbuatan adalah
terlarang dan diancam dengan pidana barangsiapa yang melakukannya, sedangkan dasar daripada dipidananya si pembuat
adalah asas “tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”. Unsur kesalahan sangat menentukan akibat dari perbuatan
seseorang. Dengan demikian hukum pidana yang ada dewasa ini dapat disebut sebagai Sculdstrafrecht yang artinya bahwa penjatuhan pidana
disyaratkan adanya kesalahan pada si pelaku. Mengenai hubungan pertanggungjawaban pidana dan kesalahan tersebut telah dipertegas oleh
Roeslan Saleh dalam bukunya yang berjudul Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana : Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum
Pidana meyatakan bahwa:
14
Seseorang tidak mungkin dapat dipidana apabila ia tidak melakukan perbuatan pidana, tetapi tidak selalu orang yang melakukan perbuatan
pidana tersebut dapat dipidana tergantung kepada ada atau tidaknya unsur
12
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana : Dua Pengertian Dasar Dalam Hukum Pidana, Jakarta : Aksara Baru, 1983, hlm.75.
13
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2008 hlm.59.
14
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana..., Op.Cit., hlm.76.
kesalahan dari orang tersebut. Dikatakan kesalahan berarti perbuatan yang dilakukan orang tersebut adalah perbuatan yang dicela atau oleh
masyarakat perbuatan tersebut tidak disukai. Ia masih memiliki pilihan untuk tidak melakukan perbuatan tersebut.
Perbedaan mendasar dari delik pidana dan pertanggungjawaban pidana terletak pada unsurnya. Walaupun unsur-unsur daari tiap delik
berbeda, namun pada umumnya mempunyai unsur-unsur yang sama, yaitu : a.
Perbuatan aktifpositif atau pasifnegatif b.
Akibat yang ditimbulkan c.
Melawan hukum formil dan melawan hukum materil d.
Tidak adanya alasan pembenar Dapat disimpulkan bahwa batasan delik pada umumnya adalah
Suatu perbuatan aktif atau pasif, yang untuk delik materil diisyaratkan terjadinya akibat yang mempunyai hubungan kausal dengan perbuatan,
yang melawan hukum formil dan materil, dan tidak adanya dasar yang membenarkan perbuatan itu.
Sedangkan adapun unsur-unsur pertanggungjawaban pidana adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan bertanggungjawab
b. Kesalahan pembuat
c. Tak adanya dasar pemaaf
15
15
H.A Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I, Jakarta : Sinar Grafika, 2007, hlm.221.
2. Pengertian Pelaku