2. Mengapa masyarakat muslim masih enggan melakukan pengangkatan anak secara resmi, padahal praktek pengangkatan anak atau nama lain terus terjadi dalam
masyarakat ? 3. Bagaimana realitas hukum masyarakat Aceh yang didasarkan pada masalah yang
dapat dijadikan pertimbangan dalam merumuskan undang-undang pengangkatan anak.
Apabila melihat pada rumusan masalah dari penelitian A. Hamid Sarong, jelas berbeda dengan rumusan masalah dalam penelitian ini, begitu juga lingkup pembahasan
dan lokasi penelitian yang sifatnya sangat umum, sementara penelitian ini lebih khusus, yaitu Mahkamah Syar’iyah di Banda Aceh.
Dengan demikian penelitian dengan pokok masalah dalam penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Ilmu hukum dalam perkembangannya tidak terlepas dari ketergantungan pada berbagai bidang ilmu termasuk ketergantungannya pada metodologi, karena
aktivitas penelitian hukum dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori.
8
Menurut Bintoro Tjokroamijoyo dan Mustofa Adidjoyo “Teori diartikan sebagai ungkapan mengenai kausal yang logis, diantara perubahan variable dalam
bidang tertentu, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka fikir frame of thinking
8
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 1986, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul di dalam bidang tersebut”.
9
Menurut Maria Sumardjono, teori adalah “Seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan
antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh suatu variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan
bagaimana hubungan antar variabel tersebut.
10
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistimasikan penemuan- penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan
menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang
dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
11
Kerangka teori merupakan kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan problem, yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan teoritis yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui.
12
. Teori utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori
kedaulatan negara staat-Souvereiiteit
13
, yang dikemukakan oleh Jean Bodin dan
9
Bintoro Tjokroaminoto dan Mustofa Adidjoyo, Teori dan Strategi Pembangunan Nasional, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, hal. 12.
10
Maria Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta, 1989, hal.12.
11
M. Solly Lubis , Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 17.
12
Ibid, hal. 80
Universitas Sumatera Utara
George Jelinek. Menurut teori kedaulatan negara, kekuasaan tertinggi ada pada negara dan negara mengatur dan melindungi kehidupan anggota masyarakatnya,
terutama anggota masyarakat yang lemah. Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan ketentuan dasar yang mengatur fakir miskin dan anak-anak terlantar
dipelihara oleh negara. Teori kedaulatan negara berhubungan dengan teori kedaulatan hukum
recht souvereinteit, dan teori kedaulatan rakyat. Menurut teori kedaulatan rakyat, kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat.
14
Hukum dibuat oleh Parlemen
15
melalui wakil-wakil rakyat. Oleh karena itu, wajar bila rakyat mentaati dan melaksanakan
ketentuan hukum yang dibuat oleh wakil-wakil rakyat melalui organ-organ negara, yang dibentuk berdasarkan hukum administrasi negara. Dalam kaitan ini menurut
Muhammad Abduh sebagaimana dikutip oleh A. Hamid Sarong, mengatakan bahwa “Kata administrasi berasal dari kata ministate latin yang berarti to serve atau
melayani. Dalam hal ini executifadministrasi negara adalah pihak yang melayani dan warga masyarakat adalah pihak yang dilayani. Dengan demikian, pelayanan oleh
administrasi negara adalah berada dalam lingkungan hukum administrasi negara.
16
Organ-organ negara itu adalah lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya harus mengayomi anggota masyarakatnya,
13
Soehino, Ilmu Negara, Edisi Ketiga, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal. 154-155.
14
Budi Ispriyarso, Hubungan Fungsional antara Kedaulatan Rakyat dan Kedaulatan Hukum terhadap Perkembangan Hukum Administrasi Negara dalam Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum
Administrasi Negara , UII Press, Yogyakarta, 2001, hal. 19.
15
J.S. Badudu dan Sutan Mohammad Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Cetakan Kedua, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal. 1005.
16
A. Hamid Sarong, Op. Cit., hal. 22-23.
Universitas Sumatera Utara
terutama perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yatim dan anak-anak miskin. Anak yatim dan anak miskin yang telah ditentukan menjadi tanggung jawab negara
harus ada jalan keluar yang realistik. Tanggung jawab negara tidak hanya dalam bentuk mendirikan panti asuhan, tetapi juga merumuskan perundang-undangan yang
dapat memberikan perlindungan kepada anak yatim dan anak miskin. Anak yatim dan anak miskin ada kesempatan untuk dijadikan anak angkat dan memang telah
lama dipraktekkan oleh masyarakat muslim seperti di Aceh dan hal yang sama juga ada di daerah lain di Indonesia, akan tetapi sampai sekarang belum ada peraturan
perundang-undangan dari negara, dimana negara mempunyai kekuasaan untuk mewujudkan perlindungan hak dari anak angkat ini.
Pengaturan mengenai anak angkat dalam hukum tertulis yang pernah berlaku di Indonesia tidak ditemukan, tetapi praktek masyarakat ternyata terus
menerus berlangsung bahkan sudah melembaga, sudah dikenal dalam istilah tersendiri.
Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
KUHPerdata tidak
memperkenalkan ”anak angkat”, sedangkan di negeri Belanda sendiri sudah diterima oleh Staten General Nederland, dalam bentuk undang-undang adopsi. Di Indonesia
baru dikenal dalam beberapa pasal dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Dalam undang-undang ini diatur tentang
anak angkat dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 41. Pengaturannya sangat sederhana, hanya mengkonter isu negatif dalam masyarakat, seperti pengangkatan
anak tidak boleh memutuskan hubungan dengan orang tua kandung. Berkenaan dengan ini masyarakat muslim telah jauh lebih maju dalam arti telah memberikan
Universitas Sumatera Utara
bagian harta dari orang tua angkat, walaupun dalam bentuk wasiat, sebagaimana ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam KHI.
Pengaturan anak angkat dalam sejumlah peraturan merupakan hukum positif yang harus dilaksanakan dan telah ditegaskan langsung oleh perundang-
undangan, menjadi hukum positif, karena harus dirasakan langsung hasilnya oleh masyarakat sebab sifatnya positivisme. Arti terhadap positivisme yang sekarang
sering diterima adalah pendapat yang diberikan oleh Hart seperti yang dikutip oleh Satjipto Rahardjo, yaitu :
1. Hukum adalah perintah; 2. Analisis terhadap konsep-konsep dari studi sosiologis dan historis serta
berlainan yang sudah ada lebih dulu, tanpa perlu menunjuk kepada tujuan- tujuan sosial, kebijakan serta moralitas;
3. Penghukuman judgement secara moral tidak dapat ditegaskan dan dipertahankan oleh penalaran rasional, pembuktian atau pengujian;
4. Hukum sebagaimana diundangkan, ditetapkan positum, harus senantiasa dipisahkan dari hukum yang seharusnya diciptakan yang diinginkan.
17
Lembaga legislatif harus segera menjustifikasi praktek masyarakat serta kebutuhan terhadap perwujudan perlindungan anak. Setiap hukum dipraktekkan oleh
masyarakat, merupakan hukum yang hidup living law. Oleh karena itu tidak ada alasan untuk menunda perumusan undang-undangnya, karena hal itu telah menjadi
kebutuhan hukum masyarakat. Dalam pandangan positivisme, ”Setiap norma hukum haruslah eksis dalam
alamnya yang objektif sebagai norma-norma positif. Positivasi norma-norma keadilan ius menjadi norma perundang-undangan lege merupakan kegiatan yang
17
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 267-268.
Universitas Sumatera Utara
harus dilakukan dalam aliran pemikiran hukum positivisme ini”.
18
Hukum itu harus dapat ditegakkan, tidak hanya menjadi pajangan. Hukum sebagai implikasi
paradigma positivisme, dengan demikian diindikasikan sebagai hukum negara. Hukum negara atau hukum buatan negara itu umumnya dipersepsikan sebagai hukum
yang mempunyai kedudukan yang istimewa atau eksklusif, berada di atas semua sistem pengaturan normatif lainnya yang dianggap sebagai sistem normatif yang
lebih rendah kedudukannya dan ditegakkan oleh perangkat kelembagaan yang tunggal
19
yaitu peradilan yang memaksa kepada orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum kepada hak-hak anak yang
terjamin dan pasti menurut hukum positif, termasuk di dalamnya hukum anak angkat. Kalau kelembagaan hukum anak angkat belum jelas akan ditemukan kesulitan ketika
dilakukan penegakan hukumnya, yaitu perlindungan hukum anak angkat. Sehubungan dengan uraian positivisme di atas, maka M. Solly Lubis
menyebutkan bahwa : Alamiah yang dibawa Islam datang untuk menghormati umat manusia semuanya
adalah : ”Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menjadikan manusia khalifah dimuka bumi untuk kepentingan mereka semuanya. Selain manusia, alamiyah juga
datang untuk menyatakan bahwa manusia itu sama, tidak ada diskriminasi dalam hal kedudukan dan asalnya yang mulia sebagai manusia, serta dalam tugas dan
tanggung jawab dengan penuh kesadaran hukum.
20
18
Dahlan, Pembaharuan Hukum dan Peran Academic Jurist dalam Refleksi Hukum dan Konstitusi di Era Reformasi
, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 195.
19
Ibid, hal. 196.
20
M. Solly Lubis, Kita dan Perkembangan Global, Makalah Seminar Hukum Debat Publik tentang Kemungkinan Transformasi Hukum Islam kedalam Hukum Positif di Indonesia, tanggal 30-31
Agustus 2002 Hotel Darma Deli Medan, Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara, 2002, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Kesadaran hukum yang dimaksud di sini adalah paduan sikap mental dan
tingkah laku terhadap masalah-masalah yang mempunyai segi hukum yang meliputi pengetahuan mengenai seluk beluk hukum, penghayatan atau internalisasi terhadap
nilai-nilai keadilan dan ketaatan atau kepatuhan obidience terhadap aturan hukum yang berlaku. Sehubungan dengan kesadaran hukum ini yang disadari atas dasar
tidak diskriminasi, kasih sayang serta rasa keadilan. Tingkat kesadaran hukum yang dimaksud ialah bobot pengetahuan,
penghayatan dan ketaatan terhadap hukum yang berlaku, yang diperlihatkan oleh cara-cara berfikir dan berbuat dalam pergaulan sehari-hari. Sebagai anggota
masyarakat yang berbeda kepentingan tetapi memerlukan kerukunan dan ketertiban
21
, yang bertalian dengan hak-hak warga negara
22
, khususnya hak-hak anak angkat yang harus dipenuhinya.
Teori pendukung lain atau wacana yang berikutnya dalam analisis tesis ini adalah Teori Keadilan yang merupakan teori yang menganalisis dan menjelaskan
tentang hak mengasuh, merawat, memelihara dan mewujudkan perlindungan hak-hak anak. Dapat dipastikan adanya ketidakadilan apabila anak yang telah hilang orang
tuanya tidak mendapat perhatian apapun dari orang lain. Atau juga tidak adil apabila orang tua yang tidak memperoleh anak tidak mendapat tempat mencurahkan kasih
sayangnya.
21
M. Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Mandar Maju, Bandung, 2000,hal. 31.
22
Ibid , hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
Anak yang telah meninggal dunia orang tuanya, atau orang tua yang telah meninggal anaknya, perlu dicari jalan keluar, sehingga anak-anak yang tidak lagi
merasakan kasih sayang dari orang tua kandungnya dapat diperoleh dari orang yang lain yaitu orang tua angkat. Orang tua angkatlah yang memberi kasih sayang dan
hak-hak lainnya. Dengan kata lain anak adalah sesuatu yang dapat dilihat sebagai bentuk pribadi yang nyata dimana perkembangannya merupakan gabungan dari
struktur khusus yang terbentuk secara spesifik. Dikatakan bahwa, anak bukan saja sebagai suatu konsep analisa untuk ilmu pengetahuan yang tidak hanya dilihat dari
suatu konsep perkembangannya secara teoritikal maupun akademik, sebagai proses yang dominan tetapi secara kenyataannya, khususnya sangat berguna bagi
perkembangan ilmu pengetahuan secara kehidupan sosial. Menurut Koentjaraningrat sebagaimana yang dikutip oleh Soerjono
Soekanto bahwa, suatu keluarga berfungsi sebagai kelompok dimana individu itu pada dasarnya dapat menikmati bantuan utama dari sesamanya serta keamanan dalam
mendapat asuhan dan permulaan dari pendidikannya
23
. Dengan demikian dapat dipahami bahwa masyarakat dalam hidupnya saling mengisi dan menutupi
kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Keluarga adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah atau
ibu dan anak. Keluarga sebagai kelompok inti dari masyarakat dan sebagai lingkungan alami bagi pertumbuhan dan kesejahteraan seluruh anggota keluarganya,
terutama anak-anak harus diberi perlindungan dan bantuan yang dibutuhkan agar
23
Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Keluarga, Alumni, Bandung, 1980, hal. 53.
Universitas Sumatera Utara
dapat memiliki sepenuhnya tanggung jawabnya dalam masyarakat”.
24
Untuk menjamin terselenggaranya pemenuhan hak-hak anak disamping peranan pemerintah,
maka peranan keluarga orang tua, sekolah dan masyarakat sangat menentukan terwujudnya secara nyata hak-hak anak dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
25
Pemenuhan hak-hak anak sebagaimana yang telah disebutkan harus dilakukan oleh orang tuanya. Kalau orang tuanya telah meninggal dunia atau orang tuanya tidak
sanggup memenuhi kebutuhan perlindungan, maka negara harus memfasilitasi kebutuhan itu. Cara yang paling tepat dan mungkin terealisasi adalah melalui
pencarian orang tua pengganti, yaitu orang tua angkat, serta merumuskan persyaratan, prosedur pengangkatan anak tersebut.
Anak sebagai salah satu personalitas, baik orang tuanya masih hidup atau orang tuanya sudah meninggal dunia, orang tua kaya atau orang tua miskin, harus
tetap dipenuhi hak-haknya, seperti hak anak untuk mendapatkan belaian kasih sayang, hak sehat serta hidup dalam kesejahteraan. Anjuran untuk pemenuhan hak ini
tidak tercapai jika keluarga tidak memenuhi tanggung jawab memberi perlindungan, pendidikan dan bimbingan rohani kepada anak. Anak yang tidak memiliki peluang
pada keluarga sendiri, berhak mendapatkan perlindungan khusus melalui pengangkatan anak.
Induk paradigma yuridis adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian diiringi oleh undang-undang dan peraturan-peraturan pelaksana lainnya
24
Muhammad Joni dan Zulchaina Z. Tanamas, Aspek Hukum Perlindungan Anak dalam Perspektif Profesi Hak Anak,
PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 133.
25
Yusuf Thaib, Pengaturan Perlindungan Hak Anak dalam Hukum Positif, BPHN, Jakarta, 1984, hal. 132.
Universitas Sumatera Utara
organieke verordeningen
26
. Hal ini merupakan kesatuan penjabaran dari paradigma filosofis yuridis dan politis. Oleh karena itu nilai-nilai dan asas-asas adalah bagian
yang integral dan melekat dalam rangka sistem kehidupan bangsa, yang secara keseluruhan disebut sebagai pandangan hidupnya, yang selanjutnya menentukan pola
pikir dan pola tingkah laku.
27
Akan tetapi melalui pembuatan peraturan perundang- undangan law making dan pelaksanaan aturan hukum itu law enforcement, belum
mampu membuktikan konsistensi penegakan hukum dalam arti hakiki, dan ini terbukti dari produk-produk hukum terlebih-lebih pada upaya penegakan hukum
yang masih segar jauh dari idealisme pendekatan kultural melalui jalur-jalur hukum itu,
28
khususnya hukum-hukum mengenai pengangkatan anak. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya mendambakan sekedar
adanya peraturan hukum, tetapi masalah yang mengemuka adalah apakah masih ada unsur keadilan dalam sistem hukum yang berlaku di semua sektor dan bidang
kehidupan bangsa ini umumnya dan khususnya mengenai peraturan anak angkat dalam hukum positif, sebagaimana yang diatur dalam aturan perundang-undangan di
negara lain.
29
26
M. Solly Lubis, Mencari Format Konstitusionalisme yang Baru sebagai Landasan Paradigmatik Sistem Manajemen Nasional Orasi Ilmiah Purnabakti, Refleksi Hukum dan Konstitusi di Era Reformasi
, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 32.
27
M. Solly Lubis, Sistem Nasional Sebuah Pengantar Studi dengan Pendekatan Sistem dan Pandangan Konseptual Strategis,
USU Press, Medan, 1988, hal. 13.
28
M. Solly Lubis, Politik dan Hukum di Era Reformasi, Op.Cit.,hal. 51.
29
M. Solly Lubis, Pembaharuan Hukum untuk Mendukung Reformasi Sistem Manajemen Kehidupan Bangsa
, Orasi Ilmiah pada FH dan PPs Notariat USU tanggal 20 Februari 1999, Medan, hal. 8.
Universitas Sumatera Utara
Disamping teori kekuasaan negara dan teori kekuasaan hukum sebagai teori utama yang dipergunakan sebagai alat analisis penelitian ini juga akan didukung
dengan beberapa teori lain sebagai teori pendukung atau wacana, yaitu teori kemaslahatan atau maslahah mursalah dan teori perwalian. Setiap orang harus ada
walinya. Wali itu dapat terdiri dari orang tuanya, atau orang lain yang ditunjuk oleh orang tuanya atau ditetapkan oleh pengadilan. Wali ini penting dalam kaitannya
dengan perkawinan bila yang bersangkutan perempuan, berkaitan dengan harta benda dan pewarisan, atau berkaitan dengan pembelaan dalam qishasdiyat.
Di Indonesia
belum ada
rancangan mengenai
undang-undang pengangkatan anak. Padahal kenyataan hukum dalam masyarakat cukup memberi
petunjuk ke arah kebutuhan yang sangat mendesak kepada adanya undang-undang dimaksud. Desakan keberadaan undang-undang pengangkatan anak sudah mengarah
ke tingkat darurat. Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah dilihat dari sudut pandang teori keadilan. Rasanya tidak adil, karena bila telah meninggal orang tua
atau karena orang tuanya miskin seorang anak berada pada tahap mencemaskan. Oleh karenanya akan terpenuhi rasa keadilan bila ada orang lain yang bertindak sebagai
orang tuanya, memberi perlindungan, kasih sayang, dan hak-hak lain baik moril maupun materiil. Hal lain yang perlu diperimbangkan juga pendapat Satjipto
Rahardjo yang dikutip oleh Zainal Arifin Mochtar, bahwa bahan pembuatan hukum yang paling mendasar adalah gagasan atau ide yang muncul dari masyarakat dalam
Universitas Sumatera Utara
bentuk keinginan agar suatu hal diatur oleh hukum, sehingga pada akhirnya menjadi bahan yang benar-benar siap diberi sanksi oleh hukum.
30
Teori perwalian sebagai teori pendukung sangat penting diikutsertakan, karena pada dasarnya semua orang harus ada walinya. Wali terhadap anak secara
realitas memang sangat dibutuhkan. Setiap ada urusan tentang anak selalu dikaitkan dengan orang tua atau walinya. Dalam hal ini dapat dipahami kalau orang tua tidak
ada lagi, tentu saja walinya harus dapat mewakilinya. Adanya orang yang bertindak untuk kepentingan orang lain dapat terjadi karena orang dimaksud dianggap tidak
mampu bertindak sendiri atau karena ada ketentuan hukum itu sendiri. Selain itu, juga digunakan teori pengayoman, dimana fungsi hukum adalah
pengayoman.
31
Hukum itu melindungi manusia secara aktif dan pasif. Secara aktif, yaitu memberikan perlindungan yang meliputi berbagai usaha untuk menciptakan
keharmonisan dalam masyarakat dan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang manusiawi, salah satu contohnya adalah dengan melakukan pengangkatan anak.
2. Kerangka Konsepsional