K
EUANGAN
D
AERAH
67
kecilnya penyerapan DAK Provinsi Sulawesi Tenggara tersebut diperkirakan akan berpengaruh terhadap penyerapan DAK hingga akhir tahun 2009 sehingga terdapat potensi kehilangan
sebagian dana DAK karena pemerintah pusat tidak akan menggelontorkan sisa DAK yang belum terserap. Sebagaimana diketahui, DAK digunakan daerah untuk pembangunan di
bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur jalan, irigasi dan air bersih, kelautan dan perikanan, pertanian, prasarana pemerintahan daerah serta lingkungan hidup. Realisasi DAK
yang rendah secara tidak langsung mempengaruhi perlambatan investasi di Sulawesi Tenggara.
URAIAN RAPBD-2009
Realisasi Semester I-2009 Hasil Pajak Daerah
188,245,206,000 68,280,335,098
Hasil Retribusi Daerah 23,562,737,000
22,989,155,647 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Di
10,588,417,000 4,871,003,708
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 250,275,567,780
24,699,771,514 Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Bukan Pajak
82,200,800,000 10,168,224,685
Dana Alokasi Umum 589,844,130,000
344,075,746,000 Dana Alokasi Khusus
56,318,000,000 16,895,400,000
Dana Penyesuaian 63,571,400,000
DANA PERIMBANGAN PENDAPATAN ASLI DAERAH
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH
4.2 Realisasi Belanja Daerah Semester I-2009
Menurut Undang-Undang No.32 tahun 2004, Belanja Daerah didefinisikan sebagai semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode
tahun anggaran yang bersangkutan.
Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada semester I-2009 tercatat sebesar Rp402,27 Milyar atau 27,83 dari total Belanja pada APBD TA 2009.
Proporsi terbesar realisasi belanja daerah adalah Belanja Tidak Langsung yang tercatat sebesar Rp222,73 Milyar atau 55,37 dari realisasi Belanja semester I-2009. Sementara itu Belanja
Langsung memiliki realisasi sebesar Rp179,54 Milyar atau 44,63 dari realisasi Belanja semester I-2009.
Realisasi Belanja Tidak Langsung pada semester I-2009 mencapai 32,76 dari total pagu Belanja Tidak Langsung pada APBD TA 2009. Komponen belanja yang
memiliki nominal realisasi terbesar adalah belanja pegawai yaitu sebesar Rp133,98 Milyar atau 35,96 dari total Belanja Pegawai APBD TA 2009. Belanja pegawai merupakan belanja
Tabel 4.2 Realisasi Pendapatan Daerah TA 2009 Semester I
K
EUANGAN
D
AERAH
68
kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil
PNS, dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan
pembentukan modal. Sementara itu, komponen belanja yang memiliki tingkat realisasi melebihi anggaran yang ditetapkan adalah Belanja Tidak Terduga yaitu sebesar Rp20,00
Milyar atau empat kali lebih besar dari pagu anggaran Belanja Tidak Terduga. Belanja tidak
terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasatanggap darurat dalam rangka pencegahan dan gangguan terhadap stabilitas penyelenggaraan pemerintahan demi
terciptanya keamanan dan ketertiban di daerah dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya,
keadaan darurat, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. Komponen belanja tidak langsung lainnya dapat dilihat pada
Tabel 4.3.
Realisasi Belanja Langsung pada semester I-2009 mencapai 23,44 dari total Belanja Langsung pada APBD TA 2009 lebih . Proporsi terbesar Belanja Langsung adalah
Belanja Barang dan Jasa yaitu sebesar Rp88,56 Milyar atau 30,52 dari total pagu Belanja Barang dan Jasa Tabel 4.3.
Belanja Barang adalah pengeluaran untuk menampung
pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk
diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Sementara itu, realisasi Belanja Modal dan Belanja Pegawai masing-masing tercatat sebesar Rp37,07 Milyar dan
Rp59,90Milyar dengan rasio realisasi terhadap pagu anggaran APBD TA 2009 masing-masing
sebesar 27,61 dan 16,50. Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Masih relatif kecilnya realisasi belanja modal Provinsi Sulawesi Tenggara sampai dengan semester I-2009 berpotensi untuk menghambat kinerja sektor investasi di Sulawesi
Tenggara dimana secara umum investasi di Sulawesi Tenggara masih didominasi oleh realisasi proyek-proyek pemerintah. Lebih lanjut, kecilnya belanja modal juga berpengaruh terhadap
perbaikan kondisi infrastruktur yang pada akhirnya berdampak negatif terhadap kinerja perekonomian Sulawesi Tenggara baik dari sisi pertumbuhan ekonomi maupun inflasi serta
mengurangi daya saing daerah Sulawesi Tengaggara yang berimplikasi pada keengganan sektor swasta untuk berinvestasi.
K
EUANGAN
D
AERAH
69
URAIAN RAPBD-2009
Realisasi Semester I-2009 Belanja Pegawai
372,563,340,100 133,983,947,158
Belanja Hibah 9,379,000,000
5,808,770,000 Belanja Bantuan Sosial
9,605,000,000 4,042,602,000
Belanja Bagi Hasil kepada Provinsi dan Pemerintah Daerah Lainnya
60,934,014,096 21,983,646,894
Belanja Bantuan Keuangan Kepada ProvinsiKabupatenKota dan
Pemerintahan Desa 221,986,000,000
56,899,887,500 Belanja Tidak Terduga
5,000,000 20,000,000
Belanja Pegawai 112,545,703,375
31,076,754,072 Belanja Barang dan Jasa
290,188,316,750 88,561,092,545
Belanja Modal 363,098,483,828
59,903,186,287 BELANJA LANGSUNG
BELANJA TIDAK LANGSUNG
Secara umum pencapaian realisasi pendapatan pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara relatif cukup baik, namun perlu upaya yang maksimal untuk menggali sumber pendapatan
lainnya untuk mengantisipasi turunnya pendapatan asli daerah yang sah akibat berkurangnya penerimaan dari PT.Antam, Tbk. Sementara itu, pemerintah provinsi harus tetap fokus
terhadap terealisasinya anggaran belanja yang sudah ditetapkan khusunya belanja modal yang memiliki dampak ekonomi yang cukup besar sehingga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi Sulawesi Tenggara secara maksimal.
Tabel 4.3 Realisasi Belanja Daerah TA 2009 Semester I
BOKS 3 QUICK SURVEY
“FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT REALISASI BELANJA PEMERINTAH DAERAH”
Kontribusi belanja pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi daerah di Sulawesi Tenggara pada beberapa tahun terakhir cukup tinggi. Hal ini berimplikasi
akan adanya tuntutan terhadap optimalisasi realisasi belanja daerah. Namun pada pelaksanaannya ada berbagai kendala yang dapat menyebabkan tidak optimalnya
realisasi belanja daerah sehingga tidak dapat secara maksimal mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat realisasi belanja pemerintah daerah maka Bank Indonesia Kendari melakukan survei terhadap pemerintah daerah Sulawesi Tenggara baik pengelola anggaran
maupun pelaksana anggaran. Responden survei ini terdiri dari 60 SKPD pelaksana Dinas Pekerjaan Umum
dan Dinas Perhubungan dan 40 SKPD Pengelola Biro Keuangan dan Bappeda. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa 60 Grafik.1 reponden menyatakan
realisasi anggaran belanja pada beberapa tahun terakhir sudah maksimal meski masih terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaannya. Dari aspek legal kendala yang paling
banyak dihadapi adalah banyaknya peraturan yang tumpang tindih dan banyaknya peraturan yang multitafsir Grafik.2. Kendala tersebut sering sekali menghambat
pelaksanaan realisasi anggaran karena membutuhkan waktu dalam adaptasi aturan.Sementara dari sisi administrasi kendala yang sering dihadapi antara lain
pengesahan Rancangan Peraturan Daerah RPD oleh DPR yang melewati batas waktu serta terbatasnya jumlah SDM yang tersertifikasi. Keterlambatan pengesahan RPD oleh
DPR biasanya hingga triwulan pertama tahun anggara berjalan, sehingga hal ini menyebabkan keterlambatan pelaksanaan anggaran selama satu triwulan.
50 25
25
J uml ah peraturan
yang banyak Kete ntuan
saling tumpang
tindi h Kete ntuan
multitafsir
14 14
22 22
14 14
Proses penyusunan RKA oleh PAPBD panjang Pengajuan RPD RAPBD melewati batas waktu
Pengesahan RPD oleh DPRD melewati batas waktu
Jumlah SDM tersertifikasi terbatas Jumlah SDM panitia lelang terbatas
Grafik 1 Kendala dari Aspek Legal Grafik 2 Kendala dari Aspek Legal
Selain aspek legal dan administrasi kendala realisasi anggaran belanja juga datang dari aspek makro dan politik. Pada kendala dari aspek makro 43 responden
menyatakan laju inflasi yang melonjak mempengaruhi realisasi belanja, dan 29 menyatakan nilai tukar yang bergejolak turut mempengaruhi realisasi belanja Grafik.3.
Sementara dari aspek politik 40 responden berpendapat bahwa padatnya agenda polik menjadi kendala dalam realisasi belanja daerah karena sebagian besar agenda
politik tersebut melibatkan pemerintah daerah. Anggaran belanja daerah dibagi dalam tiga kelompok belanja utama yaitu
Belanja Tidak Langsung, Belanja Langsung non investasi serta Belanja langsung investasi. Berdasarkan hasil survei pos belanja yang memiliki nilai nominal anggaran
terbesar adalah Belanja Modal 60 dan juga merupakan pos yang memiliki tingkat realisasi belanja tertinggi 60 Grafik 4.
Rata-rata tingkat realisasi masing-masing pos pada setiap triwulan bervariasi, namun terdapat pola yang umum yang terjadi yaitu untuk realisasi pada triwulan
pertama selalu sangat kecil dan akan mengalami penumpukan pada triwulan terakhir Tabel 1. Hal ini menyebabkan tidak meratanya pola realisasi sehingga kurang
maksimal dalam mendorong perekonomian daerah.
29 43
14 14
Kurs yang bergejolak Laju inflasi yang melonjak
Suku bunga yang cenderung meningkat Perubahan harga BBM
Grafik 3 Kendala dari Aspek Makro
20 20
60 Belanja tidak
langsung Belanja langsung
investasi Belanja langsung
non investasi
Grafik 4 Pos Dengan Tingkat Realisasi Tertinggi
Triwulan I Triwulan II Triwulan III Triwulan IV
Belanja Administrasi 20.0
39.0 61.0