A
SESMEN
I
NFLASI
43
Bahan Makanan Bahan Makanan
Bahan Makanan Bahan Makanan
Bahan Makanan
Makanan Jadi Makanan Jadi
Makanan Jadi Makanan Jadi
Makanan Jadi
Perumahan Perumahan
Perumahan Perumahan
Perumahan
Sandang Sandang
Sandang Sandang
Sandang
Kesehatan Kesehatan
Kesehatan Kesehatan
Kesehatan
Pendidikan Pendidikan
Pendidikan Pendidikan
Pendidikan
Transportasi Transportasi
Transportasi Transportasi
Transportasi
-10 -5
5 10
15 20
25 30
May-09 Jun-09
Jul-09 Aug-09
Sep-09
Sumber: Data BPS Diolah
Pada sisi lain, sub kelompok transportasi menunjukkan deflasi pada bulan Juni 2009 sampai dengan bulan September 2009. Pergerakan inflasi sub sektor transportasi antara lain
dipengaruhi oleh kebijakan penetapan harga BBM sehingga deflasi yang terjadi pada periode tersebut mencerminkan semakin mengecilnya dampak dari kenaikan harga BBM terhadap sub
sektor Transportasi.
2.5 InflasiDeflasi Terbesar per- Sub kelompok
Berdasarkan sub kelompoknya, sub kelompok minuman tidak beralkohol tercatat mengalami inflasi bulanan tertinggi sebesar 7,92 m.t.m pada bulan September 2009.
Inflasi yang terjadi pada sub kelompok tersebut terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga gula pasir. Fenomena kenaikan harga gula pasir di Kota Kendari terjadi seiring dengan
kenaikan gula pasir secara nasional.
Grafik 2.7 Inflasi Tahunan Per Sub Kelompok
A
SESMEN
I
NFLASI
44
KELOMPOKSUB KELOMPOK INFLASIDEFLASI
SEPTEMBER 2009 BAHAN MAKANAN
1.17 Ikan Diawetkan
5.57 Bumbu Bumbuan
-6.12 MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK TEMBAKAU
1.20 Minuman Yang Tidak Beralkohol
7.92 Makanan Jadi
-0.09 PERUMAHAN
1.73 Biaya Pendidikan
2.98 Bahan Bakar, Penerangan, Air
0.00 SANDANG
1.36 Sandang Anak-Anak
2.39 Sandang Wanita
0.41 KESEHATAN
0.08 Perawatan Jasmani Kosmetika
0.19 Jasa Kesehatan Obat-Obatan
0.00 PENDIDIKAN, REKREASI OLAH RAGA
-1.49 Olah Raga
0.00 Biaya Pendidikan
-2.87 TRANSPORT KOMUNIKASI
1.75 Transport
2.45 Komunikasi Pengiriman
0.00
U M U M 1.23
Sumber: Data BPS diolah
Sementara itu, sub kelompok yang mengalami deflasi cukup tinggi pada bulan September 2009 terjadi pada sub kelompok bumbu-bumbuan yang tercatat mengalami
deflasi sebesar -6,12 m.t.m. Deflasi yang terjadi pada sub kelompok tersebut terjadi seiring dengan turunnya harga bawang merah, cabe rawit, dan cabe merah di Kota Kendari
pada bulan September 2009.
Tabel 2.11 InflasiDeflasi Terbesar Per Sub Kelompok Secara
BAB III BAB III
BAB III BAB III
PERKEMBANGAN PERKEMBANGAN
PERKEMBANGAN PERKEMBANGAN PERBANKAN
PERBANKAN PERBANKAN
PERBANKAN
3.1. Bank Umum
Sejalan dengan terus membaiknya kondisi perekonomian nasional pasca krisis keuangan global yang ditandai dengan meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, tentunya juga memberikan
dampak positif terhadap perkembangan perekonomi regional. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tenggara pada triwulan III-2009 diperkirakan tumbuh sebesar 7,72y-o-y
1
. Terjadinya geliat pertumbuhan tersebut tidak terlepas dari ketersediaan pembiayaan pembangunan baik dari sektor
pemerintah maupun swasta yang antara lain melalui kredit perbankan.
Secara agregat
kinerja perbankan Sulawesi Tenggara pasca
krisis terus menunjukkan performa yang cukup baik, hal ini terlihat pada
fungsi intermediasi perbankan yang terus berjalan dengan baik. Meskipun
penghimpunan DPK sebagai sumber pembiayaan
secara triwulan
sedikit mengalami penurunan, namun kredit
yang disalurkan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, yang tercermin dari
kenaikan loan to deposit ratio LDR dari 83,02 menjadi 89,00, berada di atas LDR nasional yang hanya tercatat sebesar 80,00 grafik 3.1.. Pertumbuhan kredit juga diikuti dengan
terjaganya tekanan risiko kredit, sebagaimana terlihat pada rasio NPL yang menunjukkan trend penurunan.
Sementara itu perolehan laba usaha perbankan terus mengalami pertumbuhan yang cukup mengesankan. Peningkatan laba perbankan selain didorong oleh peningkatan penyaluran kredit
yang diikuti kualitas yang baik, juga tidak terlepas dari pelaksanaan efisiensi usaha sebagaimana terlihat pada perkembangan rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional
BOPO yang terus menurun.
1
Proyeksi Bank Indonesia
- 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
6.000 7.000
8.000
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III 2007
2008 2009
M il
ia r
R p
.
Aset DPK
Kredit
Grafik 3.1. Perkembangan DPK, Kredit dan Aset Bank Umum
Sumber : LBU
PE
P
ERKEMBANGAN
P
ERBANKAN
62 3.1.1. Aset
Volume usaha
perbankan sebagaimana
terlihat pada
perkembangan total
aset pada
triwulan III-2009
tercatat sebesar Rp6.657 miliar, secara triwulanan
meningkat sebesar 0,62. Berdasarkan
kelompok bank, aset tersebut sebagian besar dibentuk oleh kelompok bank umum
pemerintah yakni sebesar Rp5.491 miliar 82,28 sementara bank swasta Rp1.183 miliar 17,72. Peningkatan aset tejadi pada kelompok
Bank Umum Pemerintah yakni sebesar 1,90, sedangkan pada kolompok bank swasta menunjukkan penurunan sebesar 4,93 grafik 3.2.. Berbeda dengan periode sebelumnya dimana
peningkatan aset didorong oleh DPK, peningkatan aset pada triwulan ini lebih didorong oleh pinjaman antar kantorantar bank.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan aset yang dimiliki, perbankan menanamkan asetnya pada beberapa aktiva produktif berupa kredit dan penempatan pada bank lain, yang pada triwulan
III-2009 masing-masing tercatat sebesar Rp4.45 miliar 92,77 dan Rp.313 miliar 6,50.
3.1.2. Dana Pihak Ketiga DPK Meskipun secara triwulan mengalami penurunan, namun dalam tahun berjalan y-t-d DPK
masih menunjukkan pertumbuhan sebesar 9,78. Berdasarkan kelompok bank, penurunan DPK terjadi pada kelompok bank pemerintah yakni
sebesar 2,02, sedangkan pada kelompok bank swasta relatif stagnan, hanya bertumbuh sebesar 0,10, sehingga pada tahun berjalan y-t-d penghimpunan DPK kelompok bank tumbuh masing-
masing 9,97 dan 9,00.
- 1.000
2.000 3.000
4.000 5.000
6.000
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III 2007
2008 2009
M il
ia r
R p
.
Bank Pem erintah BUS N
Grafik 3.2. Perkembangan Aset Menurut KelompokBank
Sumber : LBU
PERKEMBANGAN
P
ERBANKAN
47
Penurunan DPK pada kelompok bank pemerintah terjadi karena meningkatnya penarikan dana baik oleh pemerintah daerah maupun sektor usaha swasta yang antara lain digunakan untuk
membayar kewajiban tunjangan hari raya lebaran yang jatuh pada minggu-IV September 2009 maupun untuk membiayai proyek-proyek yang sedang berjalan. Selain itu penurunan DPK juga
dipengaruhi oleh menurunnya kemampuan masyarakat untuk menabung, karena
sebagian besar pendapatannya dialihkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
menghadapi bulan puasa dan lebaran. Hal ini
sejalan dengan
perkembangan perekonomian Sulawesi Tenggara pada
triwulan III-2009, yang pertumbuhannya dilihat di sisi pengeluaran didorong oleh
konsumsi. Namun demikian, pada triwulan IV-2009 DPK perbankan diperkirakan akan
kembali meningkat seiring masuknya kembali dana masyarakat terutama setelah
selesainya pelaksanaan beberapa proyek pemerintah.
Kondisi di atas dikonfirmasi oleh perkembangan DPK berdasarkan golongan pemilik, DPK milik pemerintah daerah dan perusahaan swasta turun signifikan masing-masing sebesar 22,53
dan 18,43, sedangkan DPK milik perorangan hanya meningkat sebesar 2,59 q-t-q grafik 3.3..
Sementara itu
berdasarkan jenis
simpanan, hanya
tabungan yang
masih menunjukkan peningkatan yakni sebesar 5,49
q-t-q, sedangkan giro dan deposito mengalami penurunan masing-masing sebesar 12,99 dan
4,30. Dengan demikian, hingga akhir triwulan III-2009 komposisi tabungan masih mendominasi
penghimpunan DPK
perbankan Sulawesi
Tenggara dengan pangsa sebesar 53,19, yang diikuti oleh giro 29,09, dan deposito
17,72grafik 3.4.. Tingginya pangsa tabungan Grafik 3.3. Perkembangan DPK
Menurut Golongan Pemilik
Sumber: LBU
Sumber: LBU
53.19 29.09
17.72
Tabungan Giro
Deposito
Grafik 3.3. Perkembangan DPK Menurut Golongan Pemilik
Sumber : LBU
Grafik 3.4. Pangsa Penghimpunan DPK Menurut Jenis Simpanan
PE
P
ERKEMBANGAN
P
ERBANKAN
62
mencerminkan bahwa perilaku sebagian besar masyarakat di Sulawesi Tenggara dalam menyimpan dananya di bank bukan dalam kerangka berinvestasi profit motive namun lebih kepada berjaga-
jaga precautionary motive dan kebutuhan transaksi transaction motive. Hal ini juga tidak terlepas dari banyak produk perbankan yang memberikan kemudahan layanan transaksi bagi para
nasabahnya. Sementara itu penurunan deposito dipengaruhi oleh menurunnya suku bunga yang ditawarkan seiring trend penurunan BI Rate sebagaimana terlihat pada grafik 3.5.
0,00 2,00
4,00 6,00
8,00 10,00
12,00 14,00
T w
-I T
w -I
I T
w -I
II T
W -I
V T
w -I
T w
-I I
T w
-I II
T W
-I V
T w
-I T
w -I
I T
w -I
II T
W -I
V T
w -I
T w
-I I
T w
-I II
2006 2007
2008 2009
BI Rate 1 bulan
3 bulan 6 bulan
Sumber:LBU
Melihat perkembangan jumlah bank yang beroperasi di Sulawesi Tenggara yang terus meningkat, yang pada Agustus 2009 telah bertambah satu satu bank umum, yakni PT. Bank
Sinarmas, tingkat persaingan antar bank akan semakin meningkat terutama dalam menghimpun dana nasabah, untuk itu kenaikan atau penurunan DPK pada bank akan sangat tergantung pada
layanan dan strategi yang diterapkan oleh masing-masing bank.
3.1.3. Kredit
Hingga triwulan III-2009 posisi suku bunga acuan Bank Indonesia BI Rate masih berada pada level 6,50, jauh lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir tahun 2008 yang berada
pada level 9,25, atau telah mengalami penurunan sebesar 275 basis poin. Penurunan ini dilakukan Bank Indonesia dalam upaya mendorong pertumbuhan sektor riil. Namun kebijakan ini
nampaknya belum direspon dengan baik oleh perbankan Sulawesi Tenggara yang tercermin dari belum adanya penurunan bunga kredit yang signifikan. Suku bunga kredit modal kerja dan
investasi rata-rata masih berada pada level 18,06 dan 17,72, sementara suku bunga kredit konsumsi sebesar 15,61, sedikit menurun dibandingkan posisi triwulan IV-2008 yang rata-rata
Grafik 3.5. Perkembangan BI Rate dan Suku Bunga Deposito
PERKEMBANGAN
P
ERBANKAN
49
sebesar 16,04 grafik 3.6. Sementara itu, suku bunga dana terutama deposito telah menunjukkan penurunan terutama deposito jangka waktu 1 bulan dari 7,30 pada triwulan IV-
2008 menjadi 6,27 pada triwulan III-2009 atau turun sebesar 103 basis poin , sehingga spread antara suku bunga kredit dan dana menjadi semakin lebar.
0,00 5,00
10,00 15,00
20,00 25,00
T w
-I I
T w
-I II
T W
-I V
T w
-I T
w -I
I T
w -I
II T
W -I
V T
w -I
T w
-I I
T w
-I II
T W
-I V
T w
-I T
w -I
I T
w -I
II T
W -I
V T
w -I
T w
-I I
T w
-I II
2005 2006
2007 2008
2009
BI Rate Modal Kerja
Investasi Konsumsi
Sumber: LBU
Meskipun suku bunga kredit belum menunjukkan penurunan, namun adanya kebutuhan kreditpembiayaan untuk modal kerja dan investasi serta adanya kemudahan persyaratan untuk
memperoleh kredit khususnya kredit konsumsi, telah mendorong peningkatan penyaluran kredit
oleh perbankan Sulawesi Tenggara. Hal ini terlihat
pada meningkatnya
kreditpembiayaan yang disalurkan, pada triwulan III-2009 tercatat sebesar Rp4.459
miliar, secara triwulan q-t-q meningkat 5,47 sehingga selama tahun berjalan y-t-
d meningkat sebesar 17,72. Dengan
meningkatnya kredit tersebut telah mendorong peningkatan Loan to Deposit Ratio LDR dari
83,02 menjadi 89,00. Berdasarkan kelompok bank, peningkatan kredit hanya terjadi pada kelompok bank
pemerintah, yang secara triwulan q-t-q dan tahun berjalan y-t-d masing-masing meningkat sebesar 6,73 dan 22,80. Sementara pada kelompok bank swasta secara triwulanan q-t-q
Sumber: LBU
500 1.000
1.500 2.000
2.500 3.000
3.500 4.000
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III 2007
2008 2009
M il
ia r
R p
.
Bank Pemerintah Bank Swasta Nasional
Grafik 3.6. Perkembangan BI Rate dan Suku Bunga Kredit
Grafik 3.7. Perkembangan Kredit Menurut Kelompok Bank
PE
P
ERKEMBANGAN
P
ERBANKAN
62
relatif stagnan, yakni hanya tumbuh 0,32, bahkan selama tahun berjalan y-t-d kontraksi sebesar 0,17 grafik 3.7..
Penyaluran kreditpembiayaan oleh perbankan Sulawesi Tenggara nampaknya tidak lagi terfokus pada kredit tujuan konsumsi consumer loan tetapi juga untuk tujuan produktif yakni
modal kerja dan investasi. Hal ini tercermin pada lebih tingginya laju pertumbuhan kredit investasi dibandingkan dengan kredit konsumsi. Secara
triwulanan q-t-q kredit konsumsi tumbuh sebesar 6,33 dan investasi sebesar 7,88,
sementara modal kerja sebesar 3,55. Dengan meningkatnya laju pertumbuhan kredit produktif
tentunya akan semakin mendorong roda perekonomian di Sulawesi Tenggara terutama
dalam penyerapan tenaga kerja grafik 3.8.. Meskipun kredit memperlihatkan laju
pertumbuhan yang tinggi, namun berdasarkan pangsanya, kredit konsumsi masih mendominasi
penyaluran kredit di Sulawesi Tenggara dengan pangsa sebesar 54,83, sementara kredit modal kerja dan investasi pangsanya masing-masing
sebesar 35,54 dan 9,62 grafik 3.9.. Sejalan dengan trend meningkatnya penyaluran kredit produktif, terutama dalam mendukung kredit
program seperti Kredit Usaha Rakyat yang ditujukan untuk membiayai kegiatan invesatsi
dan modal kerja, ke depan diperkirakan pangsa kredit konsumsi akan semakin berkurang.
Sejalan dengan struktur perekonomian Sulawesi Tenggara
yang secara
sektoral kontribusi sektor perdagangan, hotel dan
restauran PHR terhadap pembentukan PDRB cukup besar, kredit yang yang disalurkan oleh
perbankan kepada sektor PHR dengan pangsa sebesar 30,31 dari total kredit yang
disalurkan. Berbeda dengan di sektor pertanian, dimana kontribusi sektor pertanian terhadap
pembentukan PDRB sangat dominan, namun kreditpembiayaan ke sektor tersebut masih relatif kecil, sebagaimana terlihat pada pangsa kredit pertanian tersebut pada triwulan III-2009 yang hanya
Sumber: LBU 35,54
9,62 54,83
Modal Kerja Investasi
Konsumsi
Sumber: LBU
500 1.000
1.500 2.000
2.500 3.000
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III 2007
2008 2009
M il
ia r
R p
Modal Kerja Investasi
Konsumsi
Grafik 3.8. Perkembangan Kredit Menurut Penggunaan
Grafik 3.9. Pangsa Kredit Menurut Penggunaan
PERKEMBANGAN
P
ERBANKAN
51
sebesar 3,43. Hal ini tidak terlepas dari berbagai kendala yang dihadapi, antara
lain aspek ketersediaan agunan calon debitur maupun terbatasnya bank yang
memiliki segmen pasar di
bidang pertanian.
Namun demikian, berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah, baik di
pusat maupun di daerah untuk lebih memberdayakan peran sektor pertanian
antara lain melalui program revitalisasi pertanian, program Kredit Usaha Rakyat,
penelitian-penelitian di sektor pertanian yang dapat dijadikan referensi oleh bank, serta terus membaiknya harga komoditi pertanian, telah
memberikan motivasi kepada sektor perbankan untuk meningkatkan porsi kreditpembiayaannya ke sektor pertanian. Hal ini terlihat pada meningkatnya kredit ke sektor pertanian, yang secara
triwulanan q-t-q meningkat sebesar 70,98, sehingga selama tahun berjalan y-t-d tumbuh signifikan sebesar 93,86, jauh di atas pertumbuhan sektor-sektor yang lain grafik 3.10
Meningkatnya laju pertumbuhan kredit juga diikuti oleh membaiknya kualitas kredit yang disalurkan, sebagaimana terlihat pada perkembangan rasio kredit bermasalah
NPL, yaitu pada triwulan III tercatat sebesar 3,40, menurun dibandingkan triwulan
sebelumnya yang sebesar 3,46. Membaiknya NPL tersebut selain didorong oleh penerapan prinsip kehatian-hatian dalam pengelolaan perkreditan bank, juga tidak terlepas dari cukup baiknya
kondisi keuangan debitur sebagaimana hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha SKDU pada triwulan III- 2009, sehingga debitur dapat memenuhi kewajiban pengembalian kreditnya repayment capacity
kepada bank dengan baik. Kemampuan bank dalam menjaga NPL dalam level yang rendah, tentunya akan sangat berpengaruh terhadap perolehan laba bank.
Perkembangan NPL menurut penggunaan, NPL tertinggi terjadi kredit investasi yakni sebesar 7,92, yang diikuti oleh kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing sebesar 5,56
dan 1,21. Rendahnya NPL pada kredit konsumsi, karena kredit ini sebagian besar merupakan kredit yang disalurkan kepada pegawai yang tingkat pengembalian relatif terjamin tabel 3.1.
Sumber: LBU
-40,00 -20,00
0,00 20,00
40,00 60,00
80,00 100,00
120,00
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III 2008
2009 Perdagangan
Konstruksi Jasa Dunia Usaha
Pertanian
Grafik 3.10. Pertumbuhan Kredit y.t.d Menurut Penggunaan
PE
P
ERKEMBANGAN
P
ERBANKAN
62
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Rasio NPLs
6.22 4.52
4.37 4.77
2.67 2.77
3.29 3.46
3.40 Modal Kerja
9.86 7.99
7.91 7.57
3.86 3.82
5.20 5.36
5.56 Investasi
14.84 7.80
7.57 12.21
5.88 9.95
9.52 9.63
7.92 Konsumsi
1.63 1.28
1.18 1.25
1.07 0.82
0.92 1.13
1.21 2009
2008 Tujuan
Penggunaan 2007
Sumber: LBU
Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi, sektor yang memiliki NPL tertinggi adalah sektor industri yakni sebesar 31,23, diikuti oleh sektor angkutan dan Jasa Dunia Usaha masing-
masing sebesar 16,29 dan 16,19 tabel 3.2.. Tingginya NPL pada sektor industri tentunya menjadi perhatian perbankan dalam menyalurkan pembiayaan pada sektor tersebut.
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Tw IV
Tw I Tw II
Tw III Rasio NPLs
6.22 4.52
4.37 4.77
2.67 2.77
3.29 3.46
3.40 Pertanian
5.51 4.35
5.68 3.50
2.10 1.95
5.05 5.78
3.43 Pertambangan
6.96 0.00
0.88 0.00
0.00 0.13
8.56 0.17
0.15 Industri
17.52 5.08
4.73 44.51
4.92 37.45
37.29 37.31
31.23 Listrik, Gas Air
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 0.00
0.00 Konstruksi
26.27 25.40
23.26 21.42
5.00 8.73
8.98 9.59
8.49 Perdagangan
5.73 4.24
4.57 4.31
3.88 2.66
3.21 3.32
3.58 Angkutan
53.17 35.23
34.81 34.45
35.58 28.54
23.01 19.09
16.29 Jasa Dunia Usaha
20.72 10.89
8.25 7.69
6.89 6.98
13.55 14.94
16.19 Jasa Sosial
1.85 1.98
1.64 5.85
1.31 5.38
0.55 0.70
0.58 Lainnya
1.68 1.33
1.22 1.28
1.03 0.86
0.97 1.17
1.25 2009
2008 Sektor
2007
Sumber: LBU
3.1.4. Laba Usaha Hingga akhir triwulan III-2009, perbankan Sulawesi Tenggara berhasil membukukan
laba usaha sebesar Rp.327 miliar, pencapaian laba tersebut melebihi pencapaian pada periode
yang sama tahun 2008 yang tercatat sebesar Rp203 miliar, atau meningkat sebesar 61,09. Peningkatan laba tersebut tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan bank antara lain
melalui optimalisasi penyaluran kredit maupun penerapan tata kelola perusahaan dengan baik good corporate governance melalui efisiensi usaha sebagaimana terlihat pada penurunan rasio
biaya operasional terhadap pendapatan operasional BOPO yang pada triwulan II-2009 tercatat sebesar 57,83, sementara pada triwulan III-2009 sebesar 61,43, terendah dalam beberapa
Tabel 3.1 Perkembangan NPL Menurut Penggunaan
Tabel 3.2 Perkembangan NPL Menurut Sektoral
PERKEMBANGAN
P
ERBANKAN
53
tahun terakhir tabel 3.3.. Namun demikian jika dikaji lebih jauh laba usaha perbankan lebih karena didorong oleh spread antara suku bunga dana dan suku bunga kredit yang cukup besar.
Tw III Tw III
Tw IV Tw I
Tw II Tw III
Tw IV Tw I
Tw II Tw III
Pendapatan Operasional 326,901 413,842 568,810
153,742 326,642 519,764 715,119 194,743 410,581 636,416
Beban Operasional 223,947 279,056 371,884
97,418 234,337 352,941 455,867 128,962 252,239 368,021
Rasio BOPO 68.51
67.43 65.38
63.36 71.74 67.90 63.75 66.22 61.43 57.83
2006 Indikator
2007 2008
2009
Sumbre: LBU
Laba usaha sebagian besar bersumber dari pendapatan operasional yakni sebesar Rp636 miliar, yang terdiri dari pendapatan bunga Rp567 miliar 89,06, Provisi dan Komisi Rp69 miliar
10,83 dan pendapatan lainnya Rp0,7 miliar 0,11, sedangkan biaya bunga tercatat sebesar Rp141 miliar, sehingga pendapatan bunga bersih net interest incomeNII tercatat sebesar Rp426
miliar, meningkat sebesar 25,61 y-o-y. Melihat tingginya pertumbuhan laba bank yang bersumber dari tingginya bunga kredit di
tengah stabilnya kondisi perekenomian nasional, rendahnya BI rate serta rendahnya biaya dana, maka dalam jangka panjang kondisi ini tentunya kurang kondusif bagi perkembangan dunia usaha.
Untuk itu momentum ini seharusnya disikapi perbankan untuk lebih meningkatkan fungsi agen of development di daerah dengan menurunkan bunga kreditnya. Bunga kredit yang rendah akan lebih
mendorong minat masyarakat untuk berusaha dengan memanfaatkan sumber dana perbankan. Rendahnya tingkat bunga kredit diharapkan dapat menjadi stimulus dalam mendorong
pertumbuhan sektor riil yang pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian daerah.
3.2. Perkembangan BPR