7
berprofesi sebagai kurator ataupun untuk sekedar mempelajari masalah- masalah hukum di bidang kepailitan.
4 Bagi praktisi hukum, dapat memberikan sumbangan pemikiran maupun
sebagai tambahan referensi dalam mencari penyelesaian terhadap permasalahan yang dihadapi dalam kewenangan debitur untuk
mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat Universitas Sumatera Utara dan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
maka diketahui bahwa belum pernah dilakukan penulisan yang serupa mengenai
“Kewenangan Debitur Pailit Untuk Mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Krediturnya
”. Oleh karena itu, penulisan skripsi ini merupakan ide asli penulis, adapun tambahan ataupun kutipan dalam penulisan
ini bersifat menambah penguraian penulis dalam skripsi ini. Dengan demikian keaslian penulisan skripsi ini adalah ide penulis dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah dan akademik.
E. Tinjauan Pustaka
Istilah “pailit” dijumpai dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris. Dalam bahasa Perancis, istilah “faillite” artinya pemogokan
atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya disebut dengan Le failli. Di dalam bahasa
Universitas Sumatera Utara
8
Belanda dipergunakan istilah faillite yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Sedangkan dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah to
fail, dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah failure. Dinegara-negara yang berbahasa Inggris, untuk pengertian pailit dan kepailitan dipergunakan istilah
“bankrupt” dan “bankruptcy”. Terhadap perusahaan-perusahaan debitur yang berada dalam keadaan tidak membayar utang-utangnya disebut dengan
“insolvency”.
4
Di dalam praktik dunia bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Selama masih mampu membayar, berutang tidak merupakan hal yang salah. Utang baru
menjadi masalah jika debitur tidak mampu lagi membayar utang tersebut. Istilah kepailitan yang digunakan di Indonesia sekarang ini merupakan terjemahan dari
failissement Belanda. Di dalam sistem hukum Inggris atau Amerika Serikat dan beberapa negara yang mengikuti tradisi common law dikenal dengan istilah
bankruptcy. Kepailitan merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit. Pailit sendiri adalah berhenti membayar utang-utangnya.
5
Pailit adalah suatu usaha bersama untuk mendapat pembayaran bagi semua kreditur secara adil dan tertib, agar semua kreditur mendapat pembayaran menurut
imbangan besar kecilnya piutang masing-masing dengan tidak berebutan.
6
Pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Ketidakmampuan
4
Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi kedua, Cetakan pertama Jakarta: PT. Sofmedia, 2010, hlm 23.
5
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, Cetakan ke enam Yogyakarta: FH UII Press, 2006, hlm 263.
6
Abdul R. Saliman, Hermansyah, dan Ahmad Jalis, Hukum Bisnis untuk Perusahaan : teori dan contoh kasus Jakarta: Penerbit Kencana, 2005, hlm 151.
Universitas Sumatera Utara
9
tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak
ketiga di luar debitur, suatu permohonan pernyataan pailit ke pengadilan. Maksud dari pengajuan permohonan tersebut adalah sebagai suatu bentuk
pemenuhan azas publisitas dari keadaan tidak mampu membayar dari seorang debitur. Tanpa adanya permohonan tersebut ke pengadilan, maka pihak ketiga
yang berkepentingan tidak akan pernah tahu keadaan tidak mampu membayar dari debitur. keadaan ini kemudian akan diperkuat dengan suatu putusan pernyataan
pailit oleh Hakim Pengadilan, baik itu yang merupakan putusan yang mengabulkan ataupun menolak permohonan kepailitan yang diajukan.
7
Kepailitan berasal dari kata dasar pailit. Pailit adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa keadaan berhenti membayar utang-utang debitur
yang telah jatuh tempo. Si pailit adalah debitur yang mempunyai dua orang atau lebih kreditur yang tidak mampu membayar satu dan atau lebih uangnya yang
telah jatuh tempo dan dapat ditagih.
8
Arti kepailitan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit. Pailit adalah keadaan berhenti membayar utang-utangnya. Berhenti
membayar di sini bukan berarti bahwa si debitur berhenti sama sekali untuk membayar utang-utangnya, melainkan debitur tersebut pada waktu diajukan
permohonan pailit, berada dalam keadaan tidak membayar utang tersebut.
9
7
Gunawan Widjaja, Risiko Hukum Bisnis Perusahaan Pailit, Cetakan pertama, Jakarta:Penerbit Forum Sahabat, 2009, hlm 15
8
Zaeni Asyhadie, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Edisi revisi Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, hlm 229.
9
C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Dagang Jakarta: Penerbit Djambatan, 2001, hlm 212.
Universitas Sumatera Utara
10
Secara umum kepailitan sering diartikan sebagai suatu sitaan umum atas seluruh karyawan kekayaan debitur agar dicapainya perdamaian antara debitur
dengan para krediturnya atau agar kekayaan debitur dapat dibagi-bagikan secara adil di antara para krediturnya. Definisi yang menjadi tujuan utama dari kepailitan
adalah agar harta kekayaan debitur yang masih tertinggal oleh kurator dapat dibagi-bagikan kepada para kreditur dengan memperhatikan hak mereka.
10
Adapun tujuan pernyataan pailit sebenarnya adalah untuk mendapatkan suatu penyitaan umum atas kekayaan debitur segala harta benda
disitadibekukan untuk kepentingan semua orang yang mengutangkannya krediturnya. Prinsip kepailitan itu adalah suatu usaha bersama untuk
mendapatkan pembayaran bagi semua orang berpiutang secara adil.
11
Pihak debitur pailit adalah pihak yang memohondimohonkan pailit ke pengadilan yang berwenang. Yang dapat menjadi debitur pailit adalah debitur
yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.
12
Putusan pailit membawa akibat hukum terhadap seluruh harta kekayaan debitur. Kekayaan tersebut akan dikuasai oleh kurator. Kuratorlah yang akan
mengurus dan membereskan seluruh harta pailit. Akibat dari putusan pailit membawa konsekwensi bahwa gugatan-gugatan hukum yang bersumber pada hak
dan kewajiban harta kekayaan debitur pailit harus diajukan oleh atau terhadap
10
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Hukum dan Ekonomi, Edisi Revisi Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005, hlm 144.
11
Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan :Teori dan Contoh kasus, Cetakan ketujuh Jakarta: Penerbit Kencana, 2014, hlm 121.
12
Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2010, hlm 36.
Universitas Sumatera Utara
11
kurator. Bila tuntuan diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit, maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan penghukuman debitur pailit, maka
penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta pailit.
13
Gugatan dapat diajukan secara tertulis dan dapat diajukan secara lisan. Namun, Pasal 144 ayat 2 RBg menentukan bahwa penerima kuasa tidak
diperkenankan untuk mengajukan gugatan secara lisan. Dengan demikian, pengajuan gugatan secara lisan hanya dapat dilakukan oleh mereka yang
mengurus sendiri perkaranya, bukan juga penerima kuasa karena penerima kuasa dianggap sudah mampu membuat gugatan secara tertulis, sehingga pengadilan
tidak perlu lagi melakukan pencatatan-pencatatan. Sebab, apabila gugatan diajukan secara lisan, ketua pengadilan negeri yang bersangkutan akan membuat
catatan atau menyuruh membuat catatan kepada paniterapenitera pengganti tentang gugatan yang diajukan secara lisan tersebut.
14
Suatu perbuatan merupakan perbuatan hukum kalau perbuatan itu oleh hukum diberi akibat mempunyai akibat hukum dan akibat itu dikehendaki oleh
yang bertindak. Apabila akibat hukum sesuatu perbuatan tidak dikehendaki oleh yang melakukannya atau salah satu dari yang melakukannya, maka perbuatan itu
bukanlah suatu perbuatan hukum. Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa kehendak dari yang melakukan perbuatan itu menjadi unsur pokok dari perbuatan
tersebut.
15
13
Sunarmi, Op.Cit, hlm 97.
14
Riduan Syahrani, Op.Cit, hlm 51.
15
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jakarta: Penerbit Balai Pustaka, 1996, hlm 121.
Universitas Sumatera Utara
12
Perbuatan melawan hukum adalah melanggar onrechtmatige daad yang diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdataselanjunta disebut
KUH Perdata. Pasal tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut: “tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain
mewajibkan orang karena kesalahannya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut.”
Dari sudut teori perundang-undangan, cara perumusan Pasal 1365 KUH Perdata ini merupakan norma hukum umum konkrit. Hal itu berarti bahwa norma
hukum tersebut ditentukan untuk umum, namun perbuatan yang dilakukan adalah sesuatu yang sudah tertentu.
16
Pengertian perbuatan melawan hukum dapat dipahami secara klasik dengan mengetahui pengertian perbuatan hukum dalam “perbuatan melawan
hukum” yaitu: 1.
Nonfeasance: apabila seseorang tidak melakukan sesuatu yang diwajibkan hukum
2. Misfeasance: apabila seseorang melakukan sesuatu yang wajib dilakukan,
namun apa yang dilakukan tersebut adalah salah 3.
Malfeasance: apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan, padahal yang bersangkutan tidak berhak untuk melakukannya.
17
Selain itu, perbuatan melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang, melainkan juga berbuat atau tidak
16
V. Harlen Sinaga, Batas-Batas Tanggung Jawab Perdata Direksi, Cetakan pertama Jakarta: Adinatha Mulia, 2012, hlm175.
17
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hlm 5.
Universitas Sumatera Utara
13
berbuat sesuatu yang melanggar hak orang lain atau kewajiban orang untuk berbuat atau tidak berbuat, bertentangan dilakukan dalam lalu lintas
kemasyarakatan. Dengan demikian, cakupan perbuatan melawan hukum terakhir ini lebih luas dan lebih lengkap daripada perbuatan melawan hukum di Inggris
dan Prancis.
18
Seseorang dengan sengaja melakukan sesuatu perbuatan yang menimbulkan kerugian pada orang lain, maka nampaklah dengan jelas sifat aktif
dari istilah melawan tersebut. Sebaliknya kalau seseorang dengan sengaja tidak melakukan sesuatu atau diam saja padahal mengetahui bahwa sesungguhnya harus
melakukan sesuatu perbuatan untuk tidak merugikan orang lain atau dengan lain perkataan bersikap pasif saja, bahkan tidak mau melakukan kerugian pada orang
lain, maka telah “melawan” tanpa harus menggerakkan badannya. Inilah sifat pasif daripada istilah melawan.
19
F. Metode Penelitian