SEJARAH DAN PERKEMBANGAN INDUSTRI BORDIR DI TASIKMALAYA

IV. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN INDUSTRI BORDIR DI TASIKMALAYA

Gambaran Umum Tasikmalaya Secara sosio historis ada beberapa pendapat yang mengkaji kelahiran Tasikmalaya yaitu pertama Tasikmalaya sudah ada sejak masa penjajahan Belanda pada awal abad ke-19 terutama pasca letusan Gunung Galunggung tahun 1882, yang kemudian menjadi sebuah nama kabupaten setelah sebelumnya bernama kabupaten Sukapura pada tahun 1913. Hal ini berdasarkan keberadaan bukit-bukit kecil yang berjumlah ribuan akibat letusan gunung tersebut maka dari situlah kata Tasikmalaya muncul. Pendapat kedua, kota Tasikmalaya awalnya bernama distrik Tawang- Galunggung, tetapi dalam arsip kolonial Belanda tidak pernah tercatat distrik Tawang, atau distrik Tawang Galunggung Marlina, 2007:33. Dan ketiga ada anggapan bahwa Tasikmalaya bagian dari kabupaten Sukapura, sehingga sejarah Tasikmalaya selalu bertitik tolak dari kabupaten Sukapura. Padahal informasi lain mengatakan bahwa Tasikmalaya merupakan bagian dari kabupaten Parakan Muncang kemudian menjadi bagian dari kabupaten Sumedang Falah 2010: 3-5. Keberadaan kota Tasikmalaya tidak bisa dilepaskan dari kabupaten Tasikmalaya, yang pada awal abad ke - 16 dibentuk oleh Sultan Agung dari Mataram pada 9 Muharram tahun Alip. Pada saat itu Tasikmalaya bernama kabupaten Sukapura Marlina, 2007. Pada tahun 1913 kabupaten tersebut berubah menjadi kabupaten Tasikmalaya. Kehadiran Islam di Priangan Timur, khususnya Tasikmalaya tidak bisa lepas dari pengaruh kesultanan Mataram terhadap kota tersebut selama kurang lebih dua setengah abad dimulai sekitar abad ke 17 sampai awal abad ke 19 Falah 2010. Pengaruh Kesultanan Mataram yang begitu kuat dan lama di tatar Sunda, membuat penetrasi ajaran- ajaran Islam terhadap budaya Sunda semakin mendalam, sehingga budaya Sunda yang berada di Priangan khususnya semakin tergeser dan sulit untuk dibedakan antara nilai- nilai Islam dengan nilai-nilai Sunda. Akulturasi yang terjadi antara budaya Sunda dan Islam ini oleh E Saepudin Ansari dikatakan bahwa Islam adalah Sunda dan Sunda adalah Islam Lubis 2011. Proses akulturasi yang terjadi berabad-abad ini mengindikasikan banyaknya kesamaan nilai-nilai diantara kedua budaya tersebut dan menyatu menjadi satu budaya baru sebagai karakteristik yang menjadi ciri khas Islam Priangan, khususnya Tasikmalaya. Islam Sunda masyarakat Priangan memiliki perbedaan dengan Islam Sunda pada masyarakat Cirebon ataupun masyarakat Sunda Banten. Sunda Tasikmalaya Priangan memilki undak unduk basa tingkatan-tingkatan bahasa yang membedakan bahasa halus dan kasar sesuai dengan siapa berbicara akibat pengaruh dari kerajaan di Jawa Mataram. Masuknya Islam di Tasikmalaya mempengaruhi budaya Sunda peninggalan dari kerajaan Galuh dan Padjajaran. Terjadinya akulturasi antara nilai-nilai baru yaitu Islam dan nilai-nilai Sunda yang sudah lebih dulu menjadi bagian dalam perilaku masyarakat Tasikmalaya, tidak serta merta menghilangkan budaya aslinya. Tetapi lambat laun nilai- nilai baru banyak diadopsi dan disesuaikan dengan budaya Sunda sehingga banyak ungkapan-ungkapan yang berbahasa Sunda tetapi diadopsi dari nilai-nilai Islam seperti ihtiar, sabar, ihlas, tawakal dan lain-lain, Perlawanan Dipati Ukur terhadap pengaruh Mataram membuat kerajaan Mataram menata ulang daerah kekuasaan di tatar Ukur menjadi tiga kabupaten yaitu kabupaten Sukapura Bandung dan Parakan Muncang. Kabupaten Sukapura di perintah oleh seorang Ngabehi Wirawangsa sebagai Mantri Agung bupati dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha. Pada tahun 1677 Sultan Mataram menyerahkan sebagian daerah Priangan di dalamnya termasuk Sukapura kepada VOC, sebagai gantinya bantuan VOC menumpas pemberontakan Pangeran Trunojoyo ketika VOC dibubarkan tanggal 31 Desember 1799, maka kekuasaan diberikan kepada Pemerintahan Hindia Belanda dan sempat pula menjadi bagian dari pemerintahan Inggris. Pada tahun 1925 Tasikmalaya menjadi otonom dan tahun 1926 ditetapkan sebagai ibukota Priangan Timur yang meliputi Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Falah 2010. Pada masa pemerintahan VOC di Tasikmalaya, terdapat gerakan sosial keagamaan seperti gerakan Nyi Aciah yang pada 1870-1871 dan beberapa pejabat keagamaan di Tasikmalaya ikut terlibat seperti Naib tasikmalaya dan Naib Indihiang. Hasan Mohammad sebagai pemimpin gerakan pada tahun 1869 meramalkan bahwa yang akan menjadi raja di Kerajaan sunda adalah Nyi Aciah yang dituliskan dalam piagam denga n sebutan “Surat Tobat” Falah 2010: 72-74. Sistem pendidikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda pada umumnya terdapat dua sistem yaitu sistem non formal dan formal. Sistem informal adalah sistem pesantren yang sudah lama ada di dalam kehidupan masyarakat pribumi. Sistem formal adalah Sistem pendidikan model Barat berasal dari pemerintah kolonial. Pesantren begitu pesat berkembang atau menyebar di Tasikmalaya karena mayoritas masyarakat Tasikmalaya beragama Islam, dan mencari ilmu itu adalah wajib, kemudian ada sebagain ulama yang menganggap ajaran dari Barat itu haram karena mereka kafir, dan ajaran ini diikuti oleh masyarakat, serta setiap santri yang menyelesaikan pendidikan di pesantren harus membuat pesantren baru di daerahnya Falah 2010: 192-195. Awal abad ke-20, aktifitas politik masyarakat Tasikmalaya juga dipengaruhi oleh pergerakan nasional seperti Budi Utomo, Serikat Dagang Islam yang berubah menjadi Sarekat Islam SI. Anngota SI sampai tahun 1916 mencapai tahun 1200 orang. Ini mengindikasikan bahwa cikal bakal para pedagang atau pengusaha di Tasikmalaya sangat tinggi. Mereka ikut terlibat dalam keanggotaan gerakan tersebut sebagai respon dan perlawanan kekuatan pada pemerintah Hindia Belanda. Beberapa orang pengusaha pemilik toko ditangkap karena dianggap ikut terlibat dalam peristiwa Cimareme dan termasuk SI Tasikmalaya afdeeling B yang memilki kefanatikan terhadap agama Islam dan terikat oleh sumpah rahasia yang berlaku di antara anggotanya. Sikap rahasia itu dibuat dengan tujuan mempertahankan agama Islam, menciptakan kepatuhan kepada perintah pimpinan, menggunakan uang dan barang untuk kepentingan agama agar tujuan perjuangan SI bisa terwujud, dan menumbuhkan keberanian di kalangan anggotanya untuk memerangi musuh, trutama pemerintah Hindia Belanda. Selain SI pergerakanlain adalah Paguyuban Pasundan yang berdiri pada tanggal 20 Juli 1913. da mengikuti garis keras. Pergerakan selanjutnya adalah munculnya gerakan nasional dari kalangan pesantren dari adanya birokratisasi agama oleh pemerintah Tasikmalaya, hal ini karena ketakutan pemerintah seperti terhadap gerakan keagamaan yang bisa merongrong pemerintah. Perkumpulan Guru Ngaji PGN yang dibentuk pemerintah Tasikmalaya diketuai oleh KH Fachroeddin memancing perdebatan dengan organisasi NU Cabang Tasikmalaya yang diketuai oleh Sutisna Sendjaya. Mereka berbeda pendapat tentang pemerintah Hindia Belanda sebagai ulil amri. kalangan Ulama independen seperti KH Zainal Mustopa pesantren Sukamanah dan KH Ruhiyat pesantren Cipasung memberi reaksi terhadap birokratisasi agama dengan brdakwah dan mendapat simpati masyarakat luas karena sering mengupas tentang kekejaman dan kepalsuan politik kolonial Belanda, mereka ahirnya ditangkap dan ditahan di penjara Suka miskin karena dianggap menghasut rakyat untuk memberontak. Pergerakan juga dilakukan melalui media seperti lahirnya koran Sipataheonan yang dipimpin oleh Sutisna Senjaya merangkap sebagai ketua NU cabang Tasikmalaya. Corak Islam di Tasikmalaya adalah ahli sunnah waljamaah, khususnya Nahdhatul Ulama NU yang mendominasi masyarakatnya. NU yang berada di Tasikmalaya berbeda coraknya dengan NU yang berkembang di Jawa tengah atau timur. Nu di Tasikmalaya termasuk NU yang progresif karena penganutnya yang memiliki visi dan orientasi dengan kemajuan khususnya di bidang ekonomi. Ketika organisasi ini terbentuk di Tasikmalaya awal abad 20 anggota-anggotanya banyak sebagai pedagang atau pengusaha sukses atau memiliki jiwa enteupreneur yang tinggi. Terbukti dengan ketua NU cabang Tasikmalaya pada saat NU terbentuk adalah Sutisna Senjaya seorang pengusaha sukses dan ketua redaktur koran Sipatahoenan yang beredar di Tasikmalaya pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Disamping itu, kehidupan keagamaan di Tasikmalaya ditandai dengan berdirinya berbagai organisasi dan aktifitas masyarakat dalam mengamalkan ajaran agamanya tersebut. Beberapa organisasi keagamaan pernah lahir di Tasikmalaya baik berskala lokal maupun nasional. Keragaman organisasi tersebut tidak bisa dilepaskan dari aliran dalam Islam yang secara umum dibagi menjadi islam tradional dengan islam modernis. Pada pertengahan 1926, bupati Tasikmalaya mendirikan PGN Persatuan Guru Ngaji yang ditengarai sebagai pengawal kebijakan Bupati. Ketidaksetujuannya dengan birakratisasi agama sejumlah ulama memdirikan cabang NU di Tasikmalaya. meskipun awal pendirian NU ini mengalami kesulitan karena ada pertentangan dari kyai birokrat, sehingga kenberradaan NU cabang Tasikmalaya tahun 1928-1930 baru dikenal kalangan tertentu. Tetapi sejak tahun 1933 mulai banyak dikenal masyarakat Tasikmalaya secara luas serta banyak Kyai yang mulai bergabung. NU di Tasikmalaya berbeda dengan NU di daerah lainnya karena lahir dari kaum terpelajar dan berada di daerah perkotaan serta didukung oleh masyarakat kota bahkan kalangan para pedagang, meskipun massanya sebagian besar tetap kaum petani di pedesaan. Bahkan pada tahun 1930-an NU cabang Ttasikmalaya diketuai oleh seorang Guru MULO dan redaktur surat kabar Sipatahoenan milik paguyuban Pasundan. Selain itu pada tahun 1930-an pengurus NU membangun koperasi untuk kelancaran usaha anggotanya dan kepentingan keorganisasian. Keanggotaan NU banyak dari kalangan pedagang sukses, pengusaha dan pengrajin payung, dan sebagian simpatisan yang menyokong dana. Selain menjadi pedagang atau pengusaha juga memiliki madrasah tempat anak-anak belajar agama Falah 2010: 228- 235. Selain organisasi keagamaan yang mewakili kalangan islam tradisional, di kota Tasikmalaya pun berdiri beberapa organisasi yang mewakili kalangan Islam modernis, seperti Persatuan Islam PERSIS Muhammadiyah dan Ahmadiyah. Keberadaan berbagai organisasi keagamaan di Tasikmalaya menambah dinamika keagamaan di Tasikmalaya Falah 2010.. Pengaruh lain yang tidak bisa diabaikan adalah pengaruh aliran tarikat Islam di wilayah Tasikmalaya, termasuk para pengusaha bordir di Kawalu. Islam di Tasik juga memiliki kekhasan dengan berkembangnya berbagai macam tarikat. Tarikat yang paling banyak dikuti dan keanggotaannya diakui adalah Tarikat Qadiriyah Naqsabandiyah, selain tarikat itu tarikat al Idrisiyah, Sajiliyah dan tarikat lainnya banyak mewarnai dalam kehidupan masyarakat Tasikmalaya. Begitu pun dengan para pengusaha bordir di Tasikmalaya yang banyak terpengaruh oleh tarikat itu. Hal ini bisa terlihat ketika mereka berdikir setelah melakukan shalat lima waktu. Pengaruh lain adalah dari pesantren yang sangat terkenal yaitu pesantren Miftahul Huda di Manonjaya yaitu KH Khaer Affandi yang mememlliki basis massa di berbagai kampung di Tasikmalaya bahkan di luar Tasikmalaya karena memiliki cabang pesantren yang terorganisir atau termanaj dengan baik. Pesantren-pesantren cabang dari Miftahul Huda berafiliasi dan sangat loyal terhadap pesantren tersebut termasuk ajaran-ajaran agama Islam yang banyak diajarkan dalam bentuk petuah-petuah dalam bahasa Sunda yang disarikan dari ajaran Islam Ghani, 2015 wawancara . Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipastikan bahwa Islam di Tasikmalaya diwarnai dengan budaya Sunda atau sebaliknya budaya Sunda yang banyak diwarnai atau dipengaruhi ajaran-ajaran agama Islam, sehingga sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa “Islam itu Sunda, Sunda itu Islam”. Sejarah danTransformasi Industri Bordir Tasikmalaya Para ahli sejarah memperkirakan seni bordir atau sulaman pada pakaian sudah dikenal pada abad ke 5 - 3 Sebelum Masehi SM di daerah Mesopotamia dan Mesir, kemudian tersebar ke berbagai negara termasuk Indonesia. Proses bordir atau sulam ini merupakan pengembangan dari teknik menjahit sebagai dekorasi dari teknik mejahit dan sudah ada sejak manusia mengenal pakaian. Bila ditelusuri bordir sebagai seni menghias pakaian telah ada sejak jaman besi. Pejalanan awal sejarah bordir dimulai ketika manusia purba biasa menggunakan pakaian dengan menggabungkan potongan kulit hewan dengan bulu-bulu sebagai penghangat atau hiasan. Selain itu manusia purba juga menghias pakaiannya dengan manik-manik berwarna-warni, batu dan tulang. Beralih ke era yang lebih modern adalah seni bordir dengan menggunakan benang sulam. Bordir kain yang indah masih bertahan hingga sekarang seperti yang ditemukan pada kain-kain bordir di Mesir Kuno, China, Persia, India dan Inggris. Setiap negara pasti memiliki peninggalan seni bordir sendiri yang merupakan peninggalan seni dan budayanya sebagai citra sejarah dan tradisi bangsanya. Pada masa lalu pakaian bordir juga dianggap sebagai simbol kekayaan. Banyak adegan film dari sejarah sering ditemukan kain bordir yang indah, contohnya adalah Tapestry Bayeux. Kain ini memiliki panjang 231 meter dan menggambarkan Pertempuran Hastings tahun 1066. Hingga puncaknya pada abad 16 M pada masa kekaisaran Mughal Akbar. Penulis sejarah kasiar Abu al-Fazl bin Mubarak menulis dalam bukunya yang terkenal “Ain-i- Akbari” bahwa kaisar memberikan perhatian yang besar pada benda-benda seni terutama pakaian yang dihiasi bordir dengan pola Nakshi, Saadi, Chikhan, Ari, Zardozi, Wasli, Gota dan Kohra. Hingga kini kain-kain bordir peninggalan jaman kaisar Mughal Akbar masih ada dan nilai seninya begitu tinggi. Penemuan bordir shuttle merevolusi industri bordir. Pada tahun 1800-an, Joshua Heilmann adalah orang yang menemukan mesin untuk meningkatkan kemampuan teknik menjahit dari cara manual dengan menggunakan mesin. Penemuan mesin ini merevolusi industri jahit dan bordir hingga memicu rantai peristiwa yang mengarah ke pengembangan dari mesin jahit pada 1860-an dengan penemuan alat tenun tangan bordir bertenaga mesin pada 1870-an. Dengan penemuan mesin jahit dan dikembangkan hingga penemuan mesin bordir merubah seni bordir tidak hanya sebagai karya seni tetapi sudah mengarah ke industri komersial di berbagai negara termasuk Indonesia. http:poloshirtpolos.com Sejarah bordir di Tasikmalaya diawali pada tahun 1920an. Dalam satu abad dibagi dalam tiga periode yaitu periode pertama, adalah periode Perintis dalam kerajinan dan seni bordir awal abad ke-20. Ketahanan perajin bordir dalam berbagai pembabakan waktu perjalanan yang dilalui tidak bisa dilepaskan dari tindakan ekonominya yang terlekat dengan budaya yang membentuknya. Orang Sunda Tasik memiliki sistem budaya yang merupakan akulturasi dari nilai-nilai Islam dengan budaya Sunda Priangan. Adanya perembesan budaya Islam dengan Sunda terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama, sejak Islam dari Cirebon dan berlanjut dengan kerajaan Mataram yang berkuasa di Tasikmalaya ibukota Priangan Timur cukup memberikan kontribusi bagi ketahanan kerajinan bordir. Seni bordir sebagai bagian menghias pakaian kaum bangsawan atau menak sejak masa kolonial Belanda. Pada masa periode awal ini para bangsawan atau menak mengenakan baju bersulam atau berhias bordir sebagai pembeda dengan masyarakat kebanyakan cacahsomah. Biasanya bordir ini sebagai hiasan pakaian kebaya yang bisa dipakai pada menak kaum perempuan saat itu. Tetapi menak laki-laki juga tidak ketinggalan dalam pakaian-pakaian tertentu terutama untuk acara upacara adat atau acara- acara kerajaan. Biasanya hiasan tersebut terlihat dalam pakaian kebesaran dengan menggunakan benang emas. Menelusuri jejak sejarah perbordiran di Tasikmalaya, maka desa Tanjung, kecamatan Kawalu tidak bisa diabaikan. Bordir sebagaimana sekarang sudah tersebar hampir di selaruh desa kabupaten dan kota Tasikmalaya, Tanjung sebagai embrio kelahiran industri bordir di Tasikmalaya tidak dapat di lepaskan dari jasa seorang puteri keluarga Bupati menak yang bernama Siti Umayah mendapat keterampilan seni bordir dari orang Belanda pada awal abad ke-20. Keluarga Siti Umayah serta keturunannya tidak ada yang tertarik untuk mempelajari seni bordir ini, karena bagi kaum menak bekerja atau sebagai buruh adalah hal yang menurunkan status mereka. Kemudian Siti Umayah mentransfer ilmunya kepada H Zarkasi yang merupakan perintis awal untuk keterampilan bordir ini. Sejak tahun 1920-an sampai pertengahan abad ke 20 seni bordir belum begitu berkembang, mengingat hanya kalangan menak saja yang dapat memakainya. Meskipun kaum menak memiliki otoritas tradisional dan kekuasaan pada saat itu. Periode awal ini pengaruh budaya penjajah Belanda sangat mendominasi masyarakat Sunda Priangan. Pada masa itu kaum pribumi menjadi kelas terendah dibanding kedua kelas di atasnya yaitu bangsa asing dan orang Cina. Menak adalah kaum pribumi birokrat yang kedudukannya bisa disejajarkan dengan bangsa EropaBelanda yang menjadi kelas paling tinggi dengan cerminan sistem budaya feodal. Pada masa itu bupati yang awalnya merupakan keturunan raja-raja memiliki otoritas tradisional tertinggi, hak istimewa dan merupakan orang paling kaya. Periode ini berakhir pada masa Hindia Belanda berakhir sekitar 1942, dengan demikian kaum menak atau priyayi Jawa mulai hilang Lubis, 1998. Pada babak ini bordir masih berkisar pada hiasan dalam kain untuk baju kebaya dan selendang. Bahan yang digunakan adalah kain katun atau kain paris. Kerajinan bordir di Tasikmalaya dimulai sejak masa kolonial sekitar tahun 1920- an yang dipelopori putri seorang bupati Tasikmalaya dalam lapisan kaum menak 13 yang 13 Pada masyarakat Sunda sekitar abad ke 19 dan awal abad 20 status sosial dibedakan dalam tiga lapisan yaitu Menak, Santana dan Cacah atau Somah. Menak menduduki status paling tinggi, biasanya sebutan kalangan bangsawan dan keturunannya. Sebutan ini ditujukan kepada bupati dan keturunannya yang pada awalnya keturunan Raja-raja Sunda. Panggilan untuk kaum Menak ini biasanya Raden atau Juragan. Sedangkan panggilan untuk kaum Santana adalah Asep, Ujang, Agus dan Mas .Lubis,1997: 5. Santana ini adalah keturunan menak yang menikah dengan golongan di bawahnya cacah. Golongan belajar membordir dari orang Belanda, sebagai passion atau kegemaran. Alat yang digunakan pada waktu itu masih sederhana yakni menggunakan mesin kejek 14 yang dioperasikan secara manual. Perkembangan selanjutnya kerajinan bordir ini tidak hanya dipelajari dan dimiliki oleh kalangan menak dan keturunannya tetapi sudah merambah kepada masyarakat kalangan di bawahnya dan rakyat kecil cacahsomah yang bekerja sebagai petani, sebagai bagian dari pekerjaan sampingan mereka Lubis1998:5, Falah 2010:136-140. C. Van Vollen dalam Lubis 1998 menjelaskan bahwa sebutan menak yang pernah dipergunakan dalam tradisi Jawa, di daerah Sunda dipergunakan untuk menyebut semua orang yang sangat dihormati, baik para bangsawan maupun keturunan bupati dan para pejabat tinggi. Selanjutnya ia juga menyatakan bahwa ada golongan bangsawan rendah kleinen adel yang disebut santana yang antara lain digelari asep, ujang, dan agus. Golongan bangsawan dan santana ini adalah keturunan raja-raja terdahulu atau keturunan raja-raja kemudian di wilayah Sunda. Menak dapat diartikan sebagai: a. Golongan masyarakat tertinggi; b. Golongan bangsawan tertinggi yang berhak atas titel raden; c. Golongan yang tertinggi pangkatnya; d. Golongan penguasa. Golongan santana adalah golongan bangsawan kecil yang merupakan keturunan dari perkawinan antara seorang raden dengan golongan yang lebih rendah. Gelar golongan ini dapat dibedakan antara asep, mas, dan ujang. Golongan santana berada di antara golongan menak dan golongan cacah cacah kuricakan atau somah rakyat kecil Lubis 1998:5 Sejak abad ke-19 mulai nampak fenomena baru dalam lingkungan pemerintahan tradisional, yaitu adanya pejabat pribumi yang bukan keturunan bangsawan. Dengan modal pendidikan Barat ataupun kelebihan kemampuan, mereka bisa menjadi pejabat pangreh praja sehingga mereka pun tergolong menak. Di antara mereka ada yang mendapat gelar kebangsawanan, ada pula yang tidak. Oleh karena itu, bisa dibedakan antara menak lama yang masih memiliki hubungan darah dengan bupati-bupati dinasti lama dan menak baru, yaitu orang yang bukan keturunan keturunan bupati-bupati dinasti lama. Kedua menak dapat diklasifikasikan lagi menjadi menak gede atau menak luhur menak tinggi, menak sedang, dan menak handap atau menak leutik menak rendah atau menak kecil Lubis 1998:6 Dibawah ini silsilah para bupati di Tasikmalaya pada masa awal abad ke 20, yang menjadi menak dan keturunannya. Berdasarkan silsilah tersebut terlihat bahwa bupati- bupati awal masih merupakan keturunan raja-raja dari kesultanan Pajang di Jawa. Selanjutnya baru merupakan bupati karena diangkat oleh pemerintahan Belanda. Silsilah Bupati-Bupati Sukapura Tasikmalaya sampai tahun 1947 Lubis 1998 1. Jaka Tingkir Sultan Pajang + R. Ayu 2. Pangeran Benawa 3. Pangeran Kusumahdiningrat Tuan Dago Jawa 4. Sarepeun Cibuniagung 5. Dalam Wiraha 6. Dalem Wirawangsa 1641 -..... 7. R. Wiradadaha II Dalem Sukakerta ...-1674 Santana berada diantara golongan menak dan golongan cacah. Sedangkan cacah atau somah merupakan masyarakat biasa yang berada pada lapisan terendah. Masing-masing lapisan itu memiliki karakteristik yang berbeda baik dalam sistem maupun perilaku sosial. Seiring dengan perubahan zaman modern, maka pelapisan sosial tersebut tidak ada lagi. Lubis, 1997: 5 14 Mesin kejek adalah mesin jahit yang digerakkan oleh tangan dan kaki secara manual. 8. R. Wiradadaha IIIR. Anggadipa Dalem Sawidak 1675-1723 9. R. Tmg. Wiradadaha IV Dalem Abdul 1723-1745 10. R. Tmg. Sacapati 1745-1747 11. R. Tmg Wiradadaha VR. Jayanggadireja Dalem Ciwarak 1747-1765 12. R. Adipati WiratanubayaR. Jayamanggala Dalem Pasir Tando 1765-1805 13. R. Demang Anggadipa Dalem Dipati Sepuh 1806-1807 + 1814-1836 14. R. Tanuwangsa Dalem Danuningrat 1836-1844 15. R. TanuwangsaR. Wiratanubaya 1855-1875 16. R. Wirahadiningrat Dalem Bintang 1875-1900 17. R. Prawiraadiningrat Dalem Aria 1901-1908 18. R. Wiratanuningrat Aom Soleh 1908-1937 19. R.M. Mitragna Dalem Wiradipura 1938-1942 20. R.M. Wisudakinarya Dalem Sunarya 1942-1947 Lapisan terbawah dalam masyarakat kolonial ditempati oleh bangsa pribumi yang terbagi ke dalam tiga golongan. Golongan paling atas ditempati oleh kaum menak yakni para bupati dan keluarganya sebagai penguasa di kabupaten. Bupati dan keluarga- keluarganya beserta pegawai pemerintahan di lingkungan kabupaten merupakan kelompok masyarakat yang dipandang sebagai menak luhur karena merupakan keturunan para raja terdahulu Lubis 1998 Di Kota Tasikmalaya, sebelum tahun 1901, menak luhur yang paling tinggi kedudukannya adalah Patih Tasikmalaya beserta keturunannya karena sebelum tahun itu Kota Tasikmalaya merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang. Patih afdeeling, yang juga berkedudukan sebagai onderregent wakil bupati, merupakan pejabat pemerintahan pribumi tertinggi. Baru setelah tahun 1901, strata tertinggi dalam pelapisan masyarakat Kota Tasikmalaya ditempati oleh bupati beserta keturunannya karena setelah tahun itu Kota Tasikmalaya menjadi Ibu Kota Kabupaten Sukapura. Perubahan politik itu membawa dampak terhadap perubahan stratifikasi sosial di kota Tasikmalaya. Lapisan teratas masyarakat pribumi bergeser kepada menak luhur keturunan Wiradadaha, Bupati Sukapura. Artinya, sebelum tahun abad ke-19, strata tertinggi dalam struktur masyarakat pribumi ditempati oleh patih dan keturunannya. Patih Tasikmalaya merupakan keturunan atau setidak-tidaknya kerabat dekat bupati Sumedang. Seiring dengan perubahan kedudukan Kota Tasikmalaya yang sejak tahun 1901 menjadi ibu kota Kabupaten Sukapura, lapisan tertinggi dalam struktur masyarakat pribumi ditempati oleh Bupati Sukapura dan keturunannya. Sebagaimana diketahui bahwa Bupati Sukapura bukan keturunan Bupati-Bupati Sumedang, melainkan keturuan Wiradadaha yang diberi jabatan Mantri Agung Bupati Sukapura oleh Sultan Agung dari Mataram. Lubis, 1998, h. 139 Golongan menengah ditempati oleh Santana yakni kaum bangsawan rendahan. Menurut van Vollenhoven dan Comissie voor het Adatrecht ciri khusus dapat dikenali dari gelarnya yang dipakai yaitu: asep, mas wanita nyimas, agus, dan ujang. Selain itu, dalam kurun waktu 1930-1942, stratifikasi sosial di Kota Tasikmalaya ditandai juga oleh munculnya para pedagang dan pengusaha muslim yang kemudian menjadi kelas menengah. Mereka memiliki kedekatan dengan organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah Muzakir dalam Falah 2010:140. Berbeda dengan fenomena sekarang sebutan asep, masnyimas jarang digunakan pada masyarakat Tasikmalaya, ujang merupakan panggilan bagi siapa saja, dan tidak menunjukkan simbol identitas kepada golongan tertentu menak. Hal ini mengindikasikan bahwa menak lama sistem feodal sudah tidak ada lagi, digantikan dengan menak baru sebagai elit sosial berdasarkan penguasaan ekonomi. Sebagai kelas menengah, mereka berusaha mengikuti kemajuan zaman dengan meniru gaya hidup bangsa Eropa, khususnya cara berpakaian dan etika pergaulan. Dari sudut ekonomi dan intelektual, mereka dipandang memiliki kedudukan yang setara dengan kelas menengah dari golongan Eropa. Golongan menengah pribumi yang terdiri dari pedagang dan pengusaha ini mendapat saingan dari golongaan masyarakat Tionghoa yang memiliki kedudukan sama sebagai pedagang dan pengusaha. Golongan terendah ditempati oleh rakyat-yang biasanya disebut somah atau cacah. Ciri-ciri fisik masyarakat yang masuk ke dalam golongan ini dapat dilihat dari pakaiannya yang dipakai. Mereka memakai ikat kepala balangkreng sisi. Ikat pinggang kain saten dan menyandang golok. Ikat kepala dipasang model tegil dan baju kamsol memakai kancing warna mas menyala gemerlapan. Sapu tangannya jimpo sapu tangan besar kasar, digantungi catut besi, cincin loklak, dan topi dengan bentuk atau model seperti kelapa dibelah. Sementara itu, rumahnya dibuat dengan bahan dasar dari kayu dan atapnya dari ijuk meskipun ada juga dari genting. Lubis 1998:140 Periode kedua disebut sebagai pengusaha penerus mulai tahun 1960an sampai tahun 1990an menjelang tahun 19971998. Pada periode ini, keterampilan bordir mulai dikenalkan dan diajarkan pada kerabat, tetangga dan masyarakat sekitar. H Zarkasi sebagai penerus dari Siti Umayah pada masa ini mentransfer ilmunya yang didapat dari menak kepada masyarakat kebanyakan cacah. Pada masa ini pula bordir mulai menyebar ke berbagai pelosok wilayah Tasikmalaya dan desa-desa di sekitarnya, dengan corak gambar tentang tumbuhan yang berada di lingkungan masyarakat Sunda. Bahan baku yang digunakan masih dari kain katun atau oxpord. Seni bordir datang ke Tasikmalaya, pada mulanya sebagai serapan dari kebudayaan Cina. Dalam perkembangannya, seni ini mengalami modifikasi dari tangan- tangan trampil dan ulet serta kreatif, sehingga dapat tumbuh subur dan berkembang di Tasikmalaya. Tak berhenti sebatas itu, mereka juga membangun nilai tambah berinovasi bagi seni bordir yang dikerjakannya. Maka terciptalah kebaya, tunik, blus, rok, selendang, kerudung, sprey, sarung bantal, taplak meja, baju gamis, mukena, baju koko, hingga baju sehari-hari dengan bordir yang menarik. Periode ketiga, adalah masa periode pengembangan bordir sekitar tahun 2000an sampai saat ini yang ditandai dengan masuknya peralatan seperti mesin bordir berbasis komputer. Seiring dengan perkembangan komputer yang diintegrasikan dengan mesin bordir mampu menambahkan twist dalam teknik menjahit membuat proses lebih mudah untuk produksi massal desain bordir. Saat ini, banyak mesin bordir yang mampu membordir desain yang sesuai permintaan konsumenpasar. Dengan mesin bordir yang terkomputerisasi memudahkan setiap orang untuk menciptakan desain-desain bordir yang rumit sekalipun. Bordir sebagai bentuk seni telah meningkatkan peradaban kita, sehingga kita lebih menyadari keindahan yang dapat dibuat dengan jarum dan benang. Desain rumit dan pola berwarna-warni telah menciptakan keindahan pada kain, menambah nilai seni dan bisa menjadi milik siapapun dengan perkembangan teknologi saat ini. Pada saat ini Ka ta “Tasikmalaya” secara administrasi pemerintahan digunakan menjadi dua nama daerah yaitu kabupaten Tasikmalaya dan kota Tasikmalaya, yang kedua-duanya merupakan daerah otonom. Kabupaten Tasikmalaya yang asalnya bernama kabupaten Sukapura 15 dipimpin oleh seorang Bupati memiliki luas sekitar 2.508,91 km2, dan Kota Tasikmalaya dipimpin seorang wali kota memiliki luas wilayah 15 Sebelum bernama Tasikmalaya, kabupaten ini bernama Sukapura yang didirikan oleh Sultan Agung pada tahun alif Ekadjati, 1975:3; Marlina, 2007: 35 bersama kabupaten Bandung dan kabupaten Parakan Muncang Muller dalam Marlina, 2007:35 sekitar 171,56 km2. Kota Tasikmalaya ini dibentuk pada tanggal 21 Juni 2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2001Marlina 2007:98. Meskipun kota Tasikmalaya dengan kabupaten Tasikmalaya merupakan daerah otonom yang dibedakan secara admistratif, tetapi dalam hubungan desa dan kota kedua wilayah administratif ini secara sosial budaya tidak bisa dipisahkan atau memiliki kesamaan. Dalam hubungan desa kota di Tasikmalaya, kedua wilayah ini memiliki jaringan yang kuat dan saling mendukung keberadaan kedua wilayah administratif tersebut. Wilayah kabupaten Tasikmalaya yang sebagian besar masih merupakan wilayah pedesaan dengan basis pertanian, menjadi pemasok hasil-hasil pertanian termasuk juga pemasok tenaga kerja dalam berbagai bidang industri dan jasa, termasuk juga dalam industri bordir. Kota Tasikmalaya terdiri dari sepuluh 10 kecamatan yaitu kecamatan: Cihideung, Cipedes, Tamansari, Tawang, Cibeureum, Indihiang, Mangkubumi, Kawalu, Purbaratu, dan Bungursari. Wilayah kota Tasikmalaya berbatasan langsung dengan beberapa kabupaten yaitu: a. Sebelah utara berbatasan langsung dengan Kabupaten Tasikmalaya dan kabupaten Ciamis dengan batas sungai Citanduy b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tasikmalaya dengan batas sungai Ciwulan d. Dan sebelah barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Tasikmalaya Tasikmalaya, secara geografis berada di sebelah tenggara propinsi Jawa Barat, yaitu pada 108° 08’ 51,62” - 108° 18’ 31,77” BT dan 7° 14’ 14,64” - 7° 27’ 2,5” LS, sehingga cukup strategis karena berada pada poros lalulintas di bagian selatan Pulau Jawa. Gambar 2. Sketsa Kota Tasikmalaya Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada kota Tasikmalaya, dimana pusat industri bordir berada di wilayah kota Tasikmalaya, yaitu di kecamatan Kawalu sebagai kawasan industri bordir terbesar. Meskipun demikian, desa-desa yang ada di kabupaten Tasikmalaya tidak bisa dipisahkan dalam jaringan sosial ekonomi yang membentuk industri bordir tetap bertahan. Selain kecamatan Kawalu, terdapat beberapa kecamatan lain yang memiliki industri bordir juga, yaitu kecamatan Mangkubumi, Cihideung, Cipedes, Tawang, dan Tamansari. Sedangkan di industri-industri bordir rumahan yang berada di kabupaten Tasikmalaya, yang berada di beberapa kecamatan, seperti Salopa, Karang Nunggal, Cibalong, Singaparna, Cikatomas, berjejaring dengan industri bordir di kota Tasikmalaya, Meskipun penelitian ini secara administratif berada di kota, akan tetapi secara sosial budaya masyarakat Tasikmalaya, khususnya Kawalu masih memiliki ciri-ciri masyarakat pedesaan. Selain itu Kawalu sebagai pusat industri bordir di Tasikmalaya tidak bisa terlepas dari kecamatan-kecamatan lainnya di kota Tasikmalaya. Bahkan bisnis bordir di kota Tasikmalaya berjejaring dengan desa-desa yang berada di wilayah kabupaten Tasikmalaya seperti Karang Nunggal, kecamatan Salopa, Cibalong dan Singaparna yang termasuk merupakan kecamatan di wilayah kabupaten Tasikmalaya yang terbanyak menjadi mitra dalam bisnis bordir dengan pengusaha-pengusaha yang berada di kota Tasikmalaya. Dari kecamatan-kecamatan inilah para pekerja bordir dan pemakloon yang menjadi penyokong bisnis ini terus berlangsung. Penamaan Tasikmalaya secara etimologis, dapat dilacak pada dua pandangan. Pertama , Tasikmalaya berasal dari dua kata “tasik” keusik = pasir dan “laya” ngalayah= hamparan. Dengan demikian Tasikmalaya keusik ngalayah mengandung makna hamparan pasir yang seolah-olah hampir menutupi Kota Tasikmalaya akibat letusan gunung Galunggung pada tanggal 8 dan 12 Oktober 1822. Kedua, Tasikmalaya berasal dari gabungan dua kata yaitu “Tasik” dan “Malaya”. Tasik berarti telaga, laut, atau air yang menggenang, dan Malaya artinya jajaran gunung-gunung. Dengan demikian Tasikmalaya bermakna gunung yang berjejer dalam jumlah yang banyak. Marlina, 2007:35. Pendapat inipun mengacu pada peristiwa meletusnya gunung Galunggung pada tahun 1822, yang mengakibatkan terbentuknya ribuan perbukitan sekitar 3.648 yang memperkuat ciri khas geografis yang sekarang bernama Tasikmalaya Furuya dalam Falah 2010:19. Tabel 6 Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk di Tasikmalaya tahun 2013 Kecamatan Luas Wilayah Penduduk Kepadatan Penduduk Orang Km 2 Km 2 Jumlah Kawalu 42,77 23,26 87.935 13,38 2.056 Tamansari 35,99 19,58 65.545 9,97 1.821 Cibeureum 19,04 10,36 63.192 9,62 3.319 Purbaratu 12,01 6,53 39.280 5,98 3.271 Tawang 7,07 3,85 64.999 9,89 9.194 Cihideung 5,49 2,99 73.904 11,24 13.462 Mangkubumi 24,53 13,34 88.322 13,44 3.601 Indihiang 11,09 6,03 49.215 7,49 4.438 Bungursari 16,9 9,19 47.390 7,21 2.804 Cipedes 8,96 4,87 77.435 11,78 8.642 Jumlah 183,85 100,00 657.217 100,00 3.575 Sumber: Profil kota Tasikmalaya, 2013 Jumlah penduduk di Kota Tasikmalaya sampai dengan tahun 2013 adalah sebesar 657.217 jiwa. Berdasarkan luas wilayah dan kepadatan penduduk kecamatan Cihideung terlihat paling padat dibanding dengan kecamatan lainnya. Hal ini bisa dimaklumi karena kecamatan Cihideung merupakan wilayah dimana pusat pemerintahan dan perbelanjaan berada di sini lihat tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 menunjukkan bahwa Kecamatan Kawalu merupakan kecamatan yang memiliki wilayah yang paling luas dibandingkan daerah kecamatan lainnya di Kota Tasikmalaya yaitu mencapai 42,77 KM 2. . Luas wilayah dan rendahnya tingkat kepadatan penduduk di Kawalu sangat memungkinkan pertumbuhan usaha bordir untuk masa yang akan datang, sedangkan kecamatan Cihideung adalah kecamatan yang luas wilayahnya terkecil, tetapi kepadatan penduduknya tertinggi. Hal ini dapat dimaklumi karena kecamatan Cihideung merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan, sehingga kepadatan penduduk merupakan karakteristik yang hampir terjadi di setiap pusat perkotaan. Tabel 7. Jumlah penduduk, laju pertumbuhan penduduk lpp, dan jumlah rumah tangga di kota tasikmalaya, tahun 2003-2014 Tahun Jumlah Penduduk LPP Rumah Tangga [1] [2] [3] [4] 2003 557.909 1,98 145.747 2004 568.889 1,93 148.427 2005 579.671 1,86 151.155 2006 591.320 1,97 153.934 2007 603.449 2,01 156.763 2008 615.011 1,88 159.645 2009 625.210 1,66 162.580 2010 639.987 1,64 166.585 2011 644.305 0,67 167.709 2012 648.178 0,60 168.717 2013 651.676 0,54 169.628 2014 654.794 0,48 170.439 Sumber : BPS Kota Tasikmalaya 2014 Berdasarkan data BPS tersebut di atas, jumlah penduduk cenderung meningkat dari tahun ke tahun di Kota Tasikmalaya, meskipun persentase laju pertumbuhan mengalami penurunan. Hanya tahun 2007 saja laju pertumbuhan penduduk kota Tasikmalaya mengalami kenaikan. Peningkatan jumlah penduduk yang ada di Kota Tasikmalaya dari dimensi ketenagakerjaan sangat baik karena dapat menjamin kesinambungan industri bordir, yang menjadi kekhasan industri kreatif Tasikmalaya. Peningkatan jumlah penduduk juga berkonstribusi bagi terbukanya pasar yang lebih luas. Tabel 8. Tahapan Kesejahteraan Keluarga di Kota Tasikmalaya Tahun 2014 KECAMATAN PRA SEJAHTERA KELUARGA SEJAHTERA JUMLAH I II III III+ KAWALU 656 11.909 6.121 5.768 391 24.845 TAMANSARI 231 9.431 5.096 3.406 1.139 19.303 CIBEUREUM 548 5.555 7.832 4.214 226 18.375 PURBARATU 1.111 2.726 5.107 2.682 197 11.823 TAWANG 193 5.913 7.825 2.907 241 17.079 CIHIDEUNG 117 10.394 4.007 3.228 347 18.093 MANGKUBUMI 376 8.521 6.964 6.262 651 22.774 INDIHIANG 218 5.363 5.047 3.766 212 14.606 BUNGURSARI 358 6.160 6.396 2.026 140 15.080 CIPEDES 56 5.951 7.135 7.656 1.253 22.051 JUMLAH 3.864 71.923 61.530 41.915 4.797 184.029 Sumber : Badan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Tasikmalaya, 2014 Kota Tasikmalaya dalam perekonomian digerakan oleh industri kreatif, perdagangan, serta jasa yang mencapai hampir 36 dari semua kegiatan ekonomi. Industri kreatif yang ada Kota Tasikmalaya menghasilkan barang-barang berupa diantaranya bordir, batik, kelom geulis, tikar dan kerajinan lainnya dari bahan mendong. Industri bordir menyerap jumlah tenaga kerja yang cukup besar di Kota Tasikmalaya, sehingga menjadi faktor utama bagi roda penggerak perekonomian di kota Tasikmalaya ini. Pada tahun 2014 nilai investasi industri bordir mencapai Rp. 5.200.500.000 sedangkan nilai produksi mencapai Rp. 23.751.900.000.Dinas Industri dan UMKM, kota Tasikmalaya, 2014 Pada tahun 2000 para pedagang bordir membentuk Asosiasi Gabungan Pengusaha Bordir Tasikmalaya GAPEBTA dan pada tahun 2002 para pedagang meminta lokasi yang tetap kepada pengelola pasar Tanah Abang. Dengan difasilitasi Pemerintah Kota Tasikmalaya, Asosiasi GAPEBTA mendapatkan pinjaman uang muka untuk pembayaran bangunan yang representatif di blok F2 lantai 5 dari anggaran dana PIM Pinjaman Industri Manufaktur Provinsi Jawa Barat yang mulai beroperasi pada tahun 2007. Wawancara, Ridwan, 2014 Khusus produk bordir, barang-barang ini dipasarkan di Pasar Tanah Abang, Jakarta, setiap hari Senin dan Kamis dengan omzet sebesar Rp 30 milyar per bulan. Sementara untuk pasar ekspor bordir telah mampu menembus negara-negara Saudi Arabia, Singapura, Malaysia, dan Afrika. Selain ke Pasar Tanah Abang, pemasaran bordir Kota Tasikmalaya juga disalurkan ke Pasar Tegal Gubug, Cirebon dan daerah-daerah lainnya di Pulau Jawa maupun luar Jawa seperti: Pasar Turi, Surabaya, Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah, Pulau Batam, Makassar, dan Pontianak, dan kota-kota lainnya di Indonesia. Hasil industri Kota Tasikmalaya lain adalah batik yang manjadi salah satu hasil kerajinan batik di Indonesia seperti kota-kota lainnya. Batik Tasikmalaya mempunyai tiga motif, yaitu Batik Sukapura, Batik Sawoan, dan Batik Tasik. Batik Sukapura secara sepintas menyerupai batik Madura dengan ragam hias yang kontras dalam ukuran motif dan warna. Batik Sawoan adalah batik yang didominasi warna coklat seperti buah sawo ditambah warna indigo dan ornamen warna putih, mirip Batik Solo. Sedangkan Batik Tasik memiliki ciri warna-warna yang cerah karena pengaruh dari batik pesisiran. Motif batik Tasikmalaya sangat kental dengan nuansa Parahyangan, seperti bunga anggrek dan burung. Batik Tasik memiliki kekhususan tersendiri, yaitu bermotif alam, flora, dan fauna. Batik Tasik hampir sama dengan Batik Garut, hanya berbeda dari sisi warnanya yang lebih terang. Sandal kelom geulis menjadi salah satu icon industri kreatif kota Tasikmalaya. Sandal kelom geulis berbahan baku lokal dan proses pengerjaannya dilakukan secara hand made. Meskipun demikian, dapat menghasilkan sandal yang modis, unik, dan berkualitas, kuat dan berdaya seni tinggi. Kelom Geulis Juga sudah masuk ke mancanegara seperti Jepang, Afrika, Eropa, dan Bangladesh. Keberhasilan Tasikmalaya dalam industri kreatif didukung dengan pendidikan di kalangan siswa pada Sekolah Menengah Atas SMAMASMK dengan rentang usia antara 15 tahun sampai 18 tahun sebagaimana tabel berikut ini: Tabel 9. Jumlah siswa menurut usia tahun 2013 Sumber. BPS Kota Tasikmalaya, 2014 Pendidikan pada sekolah menengah atas dengan jumlah siswa mencapai 28,529 siswa di Kota Tasikmalaya suatu keberhasilan bagi pengembangan SDM yang berkualitas. Siswa yang mengikuti sekolah kejuruan jumlahnya mencapai 14,168 siswa lebih besar dibandingkan mereka yang mengikuti SMA dan MA. Hal ini mengindikasikan bahwa kesinambungan pelatihan keterampilan skill termasuk dalam bidang bordir di kalangan pelajar akan terus terjaga. Kota Tasikmalaya termasuk salah satu kota yang berada di Propinsi Jawa Barat yang memiliki ciri khusus sebagai kota Industri Kecil Kerajinan Tangan. Potensi Industri Kecil ini terus mengalami perkembangan setiap tahun. Sampai pada akhir tahun 2009 terdapat 3.779 unit usaha yang tersebar di 130 sentra, dengan nilai investasi Rp. 276.607.782.300.- dan nilai produksi Rp. 1.344.791.876.000,- serta mampu menyerap tenaga kerja sekitar 36.472 orang. Komoditi yang dihasilkan mencapai 23 komoditi yang diantaranya adalah industri kecil dan menengah bordir, kelom, meubel, batik, sandal, anyaman mendong, anyaman pandan, kerajinan bambu, payung geulis, konveksi dan aneka jenis makanan Dinas Perindustrian dan UMKM kota Tasikmalaya, 2009. Kerajinan yang berasal dari kota Tasikmalaya sudah cukup dikenal dan diminati oleh para pembeli baik lokal, regional maupun internasional. Kerajinan bambu, anyaman mendong dan bordir, selain menjadi konsumsi masyarakat lokal juga sudah diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Perancis, Jepang, Timur Tengah dan lain-lain. Khususnya kerajinan bordir banyak diminati negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, serta beberapa negara Timur Tengah seperti Saudi Arabia, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dan lain-lain Seni bordir datang ke Tasikmalaya, pada mulanya sebagai serapan dari kebudayaan Cina. Dalam perkembangannya, seni ini mengalami modifikasi dari tangan- Jenis Sekolah 13-15 16-18 18 Jumlah SMA 2,717 8,204 206 11,127 MA 718 2,388 128 3,234 SMK 1,882 11,813 473 14,168 Total 5,317 22,405 807 28,529 tangan trampil dan ulet serta kreatif, sehingga dapat tumbuh subur dan berkembang di Tasikmalaya. Tak berhenti sebatas itu, mereka juga membangun nilai tambah berinovasi bagi seni bordir yang dikerjakannya. Maka terciptalah kebaya, tunik, blus, rok, selendang, kerudung, sprey, sarung bantal, taplak meja, baju gamis, mukena, baju koko, hingga baju sehari-hari dengan bordir yang menarik. Industri kain bordir sudah lama berkembang di Tasikmalaya. Sejumlah sentra industri bordir hingga kini berkembang di Tasikmalaya, yang terbesar atau terbanyak terdapat di Kecamatan Kawalu terutama Desa Tanjung, Talagasari, Kersamenak, dan Karikil. Demikian juga industri bordir terdapat di kecamatan Cibeureum, khususnya Desa Mulyasari, kecamatan Tawang dan Mangkubumi. Kini tak kurang dari 1.371 unit industri Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM bordir bertebaran di seluruh wilayah kota Tasikmalaya dengan nilai produksi mencapai lebih Rp. 1.008.707.676 di tahun 2014 dan terus mengalami peningkatan secara signifikan. Perkembangan industrinya mampu menyerap 13.520 tenaga kerja yang sebahagian adalah kaum laki-laki. Sehingga bordir Tasikmalaya juga dianggap sebagai sumber pendapatan dan ekspresi diri masyarakat Tasikmalaya. Kota Tasikmalaya termasuk salah satu kota yang berada di Propinsi Jawa Barat yang memiliki ciri khusus sebagai kota Industri Kecil Kerajinan Tangan. Potensi Industri Kecil ini terus mengalami perkembangan setiap tahun. Sampai pada akhir tahun 2009 terdapat 3.779 unit usaha yang tersebar di 130 sentra, dengan nilai investasi Rp. 276.607.782.300.- dan nilai produksi Rp. 1.344.791.876.000,- serta mampu menyerap tenaga kerja sekitar 36.472 orang. Komoditi yang dihasilkan mencapai 23 komoditi yang diantaranya adalah industri kecil dan menengah bordir, kelom, meubel, batik, sandal, anyaman mendong, anyaman pandan, kerajinan bambu, payung geulis, konveksi dan aneka jenis makanan Dinas Perindustrian dan UMKM kota Tasikmalaya, 2009. Kerajinan yang berasal dari kota Tasikmalaya sudah cukup dikenal dan diminati oleh para pembeli baik lokal, regional maupun internasional. Kerajinan bambu, anyaman mendong dan bordir, selain menjadi konsumsi masyarakat lokal juga sudah diekspor ke beberapa negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Perancis, Jepang, Timur diTengah dan lain-lain. Khususnya kerajinan bordir banyak diminati negara- negara tetangga seperti Malaysia dan Brunei Darussalam, serta beberapa negara Timur Tengah seperti Saudi Arabia, Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dan lain-lain Sampai saat ini, industri bordir di Tasikmalaya sudah hampir satu abad, artinya sudah lebih dari tiga generasi usaha ini turun temurun meskipun mengalami pasang surut. UKM bordir dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan yang signifikan. Sampai tahun 2014, jumlah industri bordir di Tasikmalaya, yang berpenduduk 657217 orang, mencapai 1371 unit. Industri bordir ini melibatkan 13856 pekerja per unit usaha terdiri dari 1-100 pekerja 16 . Sedangkan tahun 2012 jumlah UKM industri bordir sebanyak 1317 unit yang melibatkan tenaga kerja sebanyak 12898 orang. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan, meskipun tidak begitu signifikan Lihat tabel 7 Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kota Tasikmalaya, 2014. Industri bordir berkembang cukup pesat di Tasikmalaya dan industri ini menyerap tenaga kerja yang cukup banyak khususnya kaum laki-laki. Daerah yang di kenal sebagai sentra industri bordir terdapat di Kecamatan Kawalu yaitu Desa Tanjung, 16 Adapun industri bordir di Tasikmalaya terpusat di daerah Kawalu, dengan jumlah industri bordir 1024 unit dan 9828 pekerja, sehingga melibatkan 10852 orang. Masyarakat Kawalu yang berpenduduk 84781 merupakan masyarakat petani, saat ini 12,8 penduduknya terlibat dalam industri bordir. Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Tasikmalaya, 2012 Gunung Tandala, Talagasari, Kersamenak dan Karikil. Selain itu, terdapat juga di Kecamatan lainnya yaitu Cibeureum, Mangkubumi, Tawang, Cipedes, Tamansari dan Cihideung. Dengan adanya dukungan pemerintah kota Tasikmalaya, para pengusaha bordir mendapatkan lokasi di pasar Tanah Abang sebagai pusat penjualan bordir asal Tasikmalaya tepatnya di blok F2 lantai 5. Selain itu, pemasaran tidak terbatas hanya di Pasar Tanah Abang tetapi juga ke Pasar Tegal Gubug Cirebon, Pasar Turi Surabaya, Pasar Klewer Solo, Pulau Batam, Makasar, Pontianak dan lain-lain. Berdasarkan nilai produksinya, Industri bordir dalam lima tahun terakhir mengalami dinamika yang pluktuatif. Hal ini terlihat dari tahun 2010 -2012 mengalami kenaikan, meskipun tidak terlalu signifikan. Sedangkan tahun 2013-2014 industri ini mengalami penurunan, bahkan pada tahun 2014 nilai produksinya hanya mencapai 2,35 yang sebelumnya di tahun 2013 mencapai 8,73. Diduga penurunan nilai produksi karena pengaruh dari ekonomi global yang mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar. Nilai tukah rupiah yang mengalami penurunan inipun menyebabkan harga-harga mengalami kenaikan termasuk bahan baku bordir yaitu kain dan benang. Hal inipun secara tidak langsung mempengaruhi daya beli masyarakat menjadi menurun. Untuk melihat lebih jelas adanya dinamika industri bordir di Tasikmalaya dapat terlihat dalam tabel 8. Begitupun melalui analisis nilai investasi, perkembangan industri bordir dari tahun 2010 – 2014 pada dasarnya mengalami penurunan dan puncaknya pada tahun 2014 yang hanya mencapai 2, 28 lihat tabel 9. Sedangkan tenaga kerja yang terserap dalam lima tahun terakhir dapat terlihat pada tabel 10. Berdasarkan tabel tersebut semakin menegaskan bahwa antara nilai produksi, nilai investasi dan penyerapan tenaga kerja sangat berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Sumber: Dinas Industri dan Perdagangan kota Tasikmalaya Gambar 3 Grafik tentang jumlah UKM dan penyerapan tenaga kerja di Tasikmalaya tahun 2013-2014 56.2 58 97.2 98.7 20 40 60 80 100 120 Tahun 2013 Tahun 2014 Perkembangan UKM dan Pekerja Tasikmalaya Tahun 2013-2014 Pelaku UKM Dalam Juta Tenaga Kerja Terserap Dalam Sumber: Dinas Industri dan Perdagangan Tasikmalaya 2014 Gambar 4 Grafik perbandingan pertumbuhan dan lapangan kerja industri bordir. Tabel 10 Perkembangan Nilai Produksi Bordir Lima Tahun Terakhir No. Tahun Nilai Produksi Perkembangan Angka 1 2009 670.086.376 0,00 2 2010 732.364.776 62.278.400 8,50 3 2011 805.189.776 72.825.000 9,04 4 2012 899.106.776 93.917.000 10,45 5 2013 984.955.776 85.849.000 8,72 6 2014 1.008.707.676 23.751.900 2,35 Sumber: Data lapangan diolah, 2014 Tabel 11 Perkembangan Jumlah Investasi Industri Bordir di Tasikmalaya No. Tahun Investasi Perkembangan Angka 1 2009 150.500.992 0,00 2 2010 167.510.992 17.010.000 10,15 3 2011 183.823.492 16.312.500 8,87 4 2012 201.918.942 18.095.450 8,96 5 2013 223.117.942 21.199.000 9,50 6 2014 228.318.442 5.200.500 2,28 Sumber : Hasil lapangan diolah,2014 Tabel 12 Perkembangan Tenaga Kerja Industri Bordir Tasikmalaya No. Tahun Tenaga Kerja Perkembangan Angka 1 2009 11.812 0,00 2 2010 12.153 341 2,81 3 2011 12.451 298 2,39 4 2012 12.856 405 3,15 5 2013 13.315 459 3,45 6 2014 13.856 541 1,53 Sumber : Hasil lapangan diolah, 2014 5000 10000 15000 Tahun 2012 Tahun 2014 Industri Bordir di Tasikmalaya Unit Tenaga Kerja Ketiga Tabel 10,11, dan 12 menunjukan dinamika perkembangan dan signifikansi bordir Tasikmalaya dalam menggerakan pertumbuhan ekonomi di kalangan masyarakat. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada tahun 2014 ada kecenderungan penurunan persentase baik dari segi investasi, nilai produksi maupun penyerapan ketenegakerjaan. Berdasarkan informasi dari pengusaha bahwa pada tahun tersebut harga-harga bahan baku benang dan kain mengalami kenaikan, sedangkan daya beli masyarakat semakin menurun sebagai akibat adanya krisis ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih dan ekonomi dalam negeri yang masih belum stabil. Sebagai industri kreatif, bordir akan terus bertahan jika diikuti dengan kreatifitas dan inovasi yang terus-menerus. Penggunaan Alat Kerajinan Bordir dari Masa ke Masa Seni hiasan bordir telah di temukan sejak dahulu kala. Hiasan ini pertama kali muncul di Byzantium tahun 330 sesudah masehi. Sekarang, kita dapat menemukannya di berbagai tempat dengan kekhasannya sendiri. Definisi bordir menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia adalah hiasan rajutan benang pada kain. Terdapat beberapa alat yang di gunakan untuk membuat hiasan bordir. Selain benang dan jarum, alat lain yang di gunakan adalah mesin jahit dan pamidangan kemudian di kenal dengan adanya mesin juki. Seiring perkembangan teknologi, sekarang terdapat mesin bordir yang Menggunakan Teknologi komputer. Kerajinan kain bordir adalah usaha turun-temurun dari masyarakat Tasikmalaya, yang sudah ada sejak jaman Belanda. Salah satu sentra pengusaha kain bordir di kota Tasikmalaya adalah desa Tanjung dan Telagasari, kecamatan Kawalu. Di kedua desa ini terdapat banyak pengusaha kain bordir berskala besar, seperti: Turatex, Purnama, Ciwulan, Haryati, Bunga Tanjung, dan lain-lain. Para pengusaha ini rata-rata bergelut dalam bisnis bordir sudah puluhan tahun, bahkan beberapa perusahaan sudah lebih dari setengah abad menjalankan roda bisnisnya yang diturunkan dari orang tuanya. Bertahannya bisnis bordir tersebut bukan tanpa hambatan atau kesulitan-kesulitan, tetapi mengalami dinamika turun naik dalam perkembangannya karena ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan industri bordir diantaranya adalah alat atau mesin bordir yang terus mengalami inovasi. Alat untuk membordir pada awal kelahirannya itu masih bersifat manual, yang disebut dengan mesin kejek. Mesin ini, mesin yang biasa digunakan untuk menjahit pakaian yang cara menjalankannya dengan menggerakkan kaki dan tangan manual. Pada tahun 1960-an jenis bordir yang dihasilkan adalah kebaya dan pakaian tradisional Cina karena pemesannya kebanyakan dari kalangan etnis Tionghoa. Pada tahun 1970-an jenis kain bordir merambah ke jenis kain untuk ruangan home interior, seperti: sprei, taplak meja, korden, dan lain-lain, terutama setelah menggunakan mesin bordir bertenaga listrik juki 17 . Pada tahun 1980-an dominasi jenis kain bordir mulai bergeser ke pakaian- pakaian muslim, seperti: mukena, gamis, baju koko, jilbab, baju muslim dan lain-lain. Para pengusaha pada umumnya mempekerjakan karyawan lepas, yaitu mereka hanya datang ke perusahaan untuk mengambil bahan kain dan menyerahkan kembali setelah selesai dibordir. Pekerjaan membordir mereka lakukan di rumah masing-masing. Pihak 17 Mesin juki ini sebenarnya merek mesin jahit yang berasal dari Jepang dengan menggunakan tenaga listrik, tidak seperti mesin kejek yang masih menggunakan tenaga kaki dan tangan. Tetapi masyarakat industri, khusunya industri bordir Tasikmalaya menamakan mesin jenis itu dengan mesin Juki. lihat gambar dalam lampiran. pengusaha hanya meminjamkan mesin bordir. Para perajin kain bordir yang bekerja di perusahan tersebut pada umumnya juga hanya tinggal di Desa Telagasari dan desa-desa sekitarnya. Sedangkan karyawan yang tinggal jauh atau berada di wilayah kabupaten Tasikmalaya seperti daerah Cikatomas, Salopa, Singaparna, Cikalong dal lain-lain mereka mendapatkan pekerjaan melalui seorang cengkaw yakni seorang agen yang dipercaya oleh pengusaha untuk mengkordinir sekitar 5- 20 pekerja dalam mengerjakan bordiran tersebut. Pada tahun 2002 beberapa pengusaha mulai mengoperasikan mesin bordir otomatis yang dikendalikan melalui komputer. Mesin ini dapat mengerjakan pola bordir yang sama dalam jumlah banyak sekaligus antara 12 - 24 lembar kain. Pola dan desain juga dibuat melalui program komputer. Pada tahun 1990-an mesin semacam ini sudah pernah diperkenalkan kepada masyarakat, tetapi ditolak oleh para pejabat desa, dengan alasan agar tetap memberi lapangan kerja kepada masyarakat desa. Dengan adanya mesin bordir otomatis tersebut, maka akan mengurangi tenaga pembordir dalam jumlah banyak. Satu mesin dapat mengurangi 12 - 24 orang pekerja, karena pengusaha hanya memerlukan beberapa orang pekerja untuk mengoperasikan komputer. Adanya mesin bordir otomatis ini juga menyebabkan produksi kain bordir berlimpah, yang tidak diimbangi dengan kelancaran pemasarannya. Akibatnya, harga kain bordir menjadi jatuh. Tetapi karena tuntutan perkembangan jaman, maka masuknya teknologi mesin bordir otomatis tidak dapat dicegah, dan konsekuensinya adalah menimbulkan pengangguran baru dan turunnya harga kain bordir. Pengerjaan kain bordir terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pembuatan desain, pembordiran, dan penjahitan. Masing-masing tahap dilakukan oleh orang yang berbeda, sesuai dengan spesialisasinya. Tahap pembuatan desain dilakukan secara khusus oleh para desainer. Desainer mempunyai peranan penting bagi perkembangan perusahaan karena setiap perusahaan harus mempunyai ciri-ciri motif sendiri dan motif-motif tersebut harus disukai oleh konsumen. Mereka menggambar pola-pola hiasan pada kain dengan menggunakan pensil. Motif-motif yang banyak digunakan adalah tumbuhan, bunga, dan geometris. Keahlian para desainer pada umumnya diperoleh berdasarkan pengalaman, bukan karena hasil pendidikan formal. Tahap kedua, yaitu pembordiran, sebagian besar dilakukan di rumah masing-masing perajin, walaupun ada pula yang dilakukan di bengkel kerja perusahaan. Mereka yang membordir di bengkel kerja perusahaan pada umumnya masih dalam taraf berlatih dari tingkat dasar ke tingkat terampil, tetapi belum masuk tingkat mahir. Alat-alat yang digunakan untuk membordir manual, antara lain: a Mesin bordir berpenggerak tenaga listrik, b Opal. Bentuk opal menyerupai alat yang digunakan untuk menyulam, yaitu sepasang kayu berbentuk lingkaran, digunakan untuk menjepit bagian kain yang akan dibordir. Kain yang tejepit di tengah opal akan terentang secara merata, sehingga mudah untuk dibordir, c Benang-benang warna. Benang-benang tersebut dimasukkan ke dalam jarum mesin bordir, berfungsi untuk mengisi bordiran. Setiap kali bagian yang dibordir harus diganti warnanya, perajin harus mengganti benang dengan warna yang diinginkan. Para pekerja melakukan pembordiran berdasarkan desain yang sudah digambarkan pada kain. Namun terkadang mereka juga melakukan improvisasi- improvisasi dari desain yang dibuat oleh para desainer. Tahap ketiga, yaitu penjahitan. Di dalam tahap ini kain-kain yang sudah dibordir dibentuk menjadi bermacam-macam pakaian atau kain jadi, seperti: mukena, baju koko, busana muslimah, taplak meja, kebaya, sarung bantal, peci, dan lain-lain. Bahan dasar kain bordir di samping diperoleh dari Tasikmalaya sendiri, sebagian besar justru diperoleh dari kota-kota lain, seperti: Bandung, Jakarta, Solo, dan Pekalongan. Untuk memperoleh kain dasar dan benang warna yang diinginkan, biasanya pengusaha yang datang sendiri ke kota-kota tersebut. Hal yang menarik adalah, sebagian besar tenaga pembordir pada saat ini kaum laki-laki, terutama para pemuda, yang pawa awalnya didominasi kaum perempuan. Hal ini mungkin dikarenakan kerajinan kain bordir merupakan lapangan kerja yang cukup menjanjikan, sehingga banyak kaum laki-laki yang tidak terserap di lapangan pekerjaan lain memilih bekerja sebagai pembordir. Sedangkan kaum wanita sudah banyak terserap ke industri kerajinan lainnya, seperti anyaman mendong, kelom geulis, payung kertas, dan lain-lain. Selain itu bordiran yang dihasilkan pada saat ini banyak dikerjakan oleh mesin dengan sistem komputerisasi. Tenaga pembordir mendapat upah rata-rata Rp 50.000,00 per hari, dengan jam kerja dari pukul 7.00 - 16.00. Dahulu ketika masih menggunakan mesin bordir manual digerakkan dengan tenaga kaki, para pembordir didominasi oleh kaum perempuan. Menurut keterangan salah seorang pengusaha, ketika masih menggunakan mesin bordir manual hasil produksinya memang sangat terbatas, tetapi kualitasnya sangat baik. Sebaliknya, ketika sudah menggunakan mesin bordir listrik, produksinya sangat banyak, tetapi kualitasnya menjadi kurang baik. Pembordir lepas digaji dengan sistem borongan, seberapa banyak bordiran yang ia dapatkan, maka sejumlah itu pula yang dibayar oleh pengusaha. Jumlah tenaga pembordir juga bersifat musiman. Pada musim ramai order tenaga pembordir meningkat, tetapi berkurang pada musim sepi order. Musim ramai order bagi pembordir terjadi menjelang Bulan Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri, hingga Hari Raya Idul Adha. Perubahan Motif dan Jenis Kerajinan Bordir dari Masa ke Masa Bordir pada awal kelahirannya sekitar awal abad 20 merupakan bagian dari budaya masyarakat Sunda khususnya di Tasikmalaya, yang digunakan kalangan menak dan elit sosial menengah. Kaum menak yang hidup sampai pertengahan abad ke 20 ini mengenakan busana dengan aplikasi hiasan bordir sebagai simbol stastus sosial di kalangan mereka. Pada saat itu pakaian yang berhiaskan bordir, khususnya merupakan bagian dari simbol kedudukan mereka. Hiasan bordir diaplikasikan pada baju kebaya para elit ini yang gunakan untuk menghadiri suatu acara formal atau menghadiri suatu pesta. Berdasarkan penelitian Mallaranggeng 2011, kerajinan bordir telah mengalami pergeseran orientasi dalam makna sampai saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun banyak UKM dibidang industri kreatif ini berada pada kondisi sunset merosot, entrepreneural mindset pengrajin ternyata menonjol dan mendorong pemilihan turnaround strategy, berbasis kreativitas dan inovasi untuk dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Berdasarkan penguasaan entrepreneural culture mendorong turnaround strategy yang bercirikan sustainability dan durability, agar lebih menjamin peningkatan kinerja perusahaan. Implikasi teoritis penelitian ini menunjukkan bahwa strategi turnaround usaha kecil berbeda dengan usaha besar, yang menekankan down sizing bila kinerja terus merosot. UKM yang mampu bertahan ternyata gigih dalam mengaplikasikan turnaround strategi yang berlandaskan creativity and innovation. Implikasi manajerial menyarankan agar setiap pelaku UKM di Tasikmalaya, wilayah lainpun tetap mempertahankan sustainability dan durability dari visi awal pendirian UKM yang turun temurun, namun beradaptasi dan berbasis inovasi. Sedangkan pada implikasi kebijakan, pemerintah hendaknya menekankan dukungan pada keberlanjutan UKM, dengan mengahargai kemandirian growth strategy UKM. Diantara strategi yang tampak adalah bahwa motif bordir telah mengalami pergeseran dari motif bunga-bunga yang menyatu dengan alam ke motif yang sesuai dengan permintaan pasar. Berikut beberapa motif tersebut: a. Motif Bentuk Alami Bentuk ini sangat kuat dipengaruhi oleh bentuk alam benda, atau bentuk yang bersifat dan berwujud dari alam, yang penggambarannya sangat serupa dengan objek alam benda seperti tumbuhan atau yang sering disebut dengan motif flora, yang dimaksud dengan motif flora di sini adalah motif yang terinspirasi dari berbagai jenis tumbuhan, misalnya daun, bunga, sulur, atau buah. Sedangkan motif dekoratif adalah motif abstrak yang terbentuk dari lengkungan, garis, lingkaran, atau bentuk-bentuk geometris lainnya. Sentuhan bordir kedua motif ini mempunyai nilai tambah serta daya tarik tersendiri supaya pakaian itu sedap dipandang mata dan bisa menaikkan gengsi orang yang memakainya Suhersono, 2005: 10. Selain motif tumbuhan flora yang termasuk bentu alami yaitu motif binatang dan motif manusia. b. Motif Bentuk Dekoratif Bentuk dekoratif adalah bentuk motif yang berwujud dari alam, ditransformasikan ke dalam bentuk dekoratif dengan stilasi gubahan menjadi mode dan khayalan biasanya didukung oleh berbagai variasi serta susunan nuansa warna yang indah dan serasi. c. Motif Bentuk Geometris Motif ini mempunyai ciri dapat dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yang sama. Ciri dari motif geometris adalah motif tersebut dapat dibagi-bagi menjadi bagian-bagian yan g disebut satu ”raport” rapor. Bagian yang disebut ”raport” ini bila disusun akan menjadi motif yang utuh. Bentuk motif geometris lebih terarah kepada bentuk berdasarkan elemen geometris, seperti persegi panjang, oval, kotak, segitiga, segi enam, kerucut, jajaran genjang, silinder dan berbagai garis. d. Motif Bentuk Abstrak Motif bentuk abstrak adalah imajinasi bebas yang terealisasi dari suatu bent uk yang tidak lazim, atau perwujudan bentuk yang tidak ada kesamaan dari berbagai objek, baik objek alami maupun objek buatan manusia. Dengan kata lain, bentuk abstrak adalah sebuah desain bentuk yang tidak berbentuk tidak nyata Suhersono 2005: 11. Dari perkembangan motif-motif bordir yang disebutkan di atas dapat dipahami bahwa telah terjadi pergeseran makna tentang bordir dari awalnya hanya sebagai simbol status kaum menak, yang tidak mengandung nilai ekonomis, telah berubah menjadi komoditas yang dibutuhkan masyarakat dan berorientasi ekonomi. Oleh karena itu, motif dan desain bordir mengikuti permintaan pasar terutama motif yang sedang trend seperti sekarang ini adalah abstrak dan minimalis. Ikhtisar Kerajinan bordir hadir di Tasikmalaya sejak awal abad ke 20 yaitu tepatnya tahun 1925 yang diperkenalkan oleh seorang putri keturunan Bupati Tasikmalaya yang bernama Siti Umayah. Keluarga Siti Umayah mengajarkanntya kepada H Zarkasi yang tertarik untuk mempelajari dan mendalami keterampilan membordir, sedang keluarga Siti Umayah tidak ada yang tertarik dengan bordir tersebut. Sejak tahun 1961 H Zarkasi mengembangkan kerajinan bordir ini dan mengajarkan kepada sanak keluarga, kerabat dan tetangga. Demi mengembangkan dan melestarikan kerajinan bordir yang menjadi salah satu budaya masyarakat Tasikmalaya, pada tahun 1968 H Zarkasi mendirikan balai pelatihan keterampilan bordir ini yang diberi nama Cjiwulan bordir. Dengan dibukannya balai latihan bordir ini maka kerajinan bordir semakin dikenal dan diminati masyarakat Tasikmalaya dan sekitarnya. Bahkan dari berbagai daerah dan kota lainnya pun banyak yang belajar dan berlatih keterampilan membordir. Seni bordir yang awalnya hanya dikenal dan digunakan oleh kalangan bangsawan menak Sunda Priangan khususnya Tasikmalaya, sejak digeluti oleh keluarga H Zarkasi dengan balai latihannya, maka masyarakat luas pun semakin banyak yang mengenal dan tertarik seni bordir untuk digunakandiaplikasikan dalam pakaian, perlengkapan rumah tangga serta peralatan ibadah. Dengan demikian kerajinan bordir ini mulai banyak diproduksi oleh keluarga-keluarga yang sudah bisa membordir. Bordirpun mulai menjadi industri rumahan atau industri rumah tangga sesuai permintaan pemesan. Industri bordir ini juga terus semakin meluas karena permintaan pasar yang semakin meluas pula. Industri bordir yang awalnya dilahirkan di daerah Kawalu, tepatnya desa Tanjung, sesuai dengan asal daerahnya Sang perintis, H Zarkasi, kemudian terus menginspirasi desa-desa lainnya di wilayah kecamatan Kawalu juga desa dan kecamatan lainnya di wilayah Tasikmalaya. Sejak itu kawasan Kawalu menjadi wilayah sentra produksi bordir di Tasikmalaya. Komunitas bordir di Tasikmalaya ini sangat terkenal tidak hanya di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta, kota-kota lainnya di Indonesia bahkan sudah terkenal di beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Bordir yang merupakan salah satu UKM andalan dari kota Tasikmalaya, pemasarannya sangat luas di berbagai kota di Indonesia juga pasar luar negeri. Sebelum para pengusaha bordir memiliki tempat usaha permanen di pasar terbesar di Asia Tenggara, yaitu Pasar Tanah Abang, mereka memasarkan hasil bordirannya ke berbagai pasar yang ada di pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Solo, Madiun. Yogyakarta, Surabaya, dan lain-lain. Dengan adanya pusat penjualan bordir pasar Tasik di Tanah Abang maka para pengusaha yang tidak lagi berdagang nganpas dengan mendatangi pasar-pasar di berbagai kota tersebut tetapi terpusat di Tanah Abang dengan alasan semua pembeli dari berbagai daerah datang ke Tanah Abang. Di Tanah Abang ini yang awalnya para pembeli bertransaksi, selanjutnya setelah menjadi pelanggan mereka bertransaksi melalui telpon dan pengiriman barang via ekspedisi dan pembayaran melalui transfer antar Bank. Sampai saat ini usaha bordir berjumlah 1371 unit dengan jumlah pekerja sebanyak 13856 orang, yang sebagain besar pekerjanya adalah laki-laki. Sedangkan pengusaha bordir Tasikmalaya di bagi menjadi tiga kategori sesuai UU UMKM no 20. Tahun 2008, yaitu usaha mikro yang nilai produksinya kurang dari 300 juta rupiah pertahun sebanyak 756 orang 55,14 , usaha kecil sebanyak 536 orang 39,10 dengan nilai produksi 300juta – 2,5 milyar, dan terakhir usaha menengah yang memiliki nilai produksi sebesar diantara 2,5 milyar – 50 milyar sebanyak 79 orang 5,76. Nilai produksi bordir sampai tahun 2014 sebanyak Rp 1.008.707.676. Pengusaha bordir di Tasikmalaya ini berhasil menjadi elit sosial baru menak baru berdasarkan penguasaan ekonomi mereka, teutama pengusaha yang memiliki nilai produksi di atas 2,5 milyar per tahun pengusaha menengah yang mencapai 79 orang. Mereka memiliki kesamaan dengan menak lama menak feodal diantaranya dalam hal kepemilikan properti seperti rumah, tanahsawah dan gaya hidup kendaraan mewah, dan lain-lain serta status sosial yang tinggi di masyarakat.

V. ETIKA MORAL DAN JARINGAN SOSIAL EKONOMI DALAM TINDAKAN EKONOMI PENGUSAHA BORDIR TASIKMALAYA