dan penenun ATBM juga mendapatkan keuntungan ekonomi atas kerja kain tenun yang dihasilkan oleh klien buruh tenun.
Semua hasil studi tentang adanya hubungan antara etika moral nilai-nilai agama dengan perilaku ekonomi, lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 1
Tabel 1 Studi penelitian terdahulu tentang hubungan nilai-nilai agama dengan
perkembangan ekonomi Peneliti
Hasil Penetian Weber 1976
Adanya Hubungan agama Protestan dengan perkembangan ekonomi kapitalis di Eropa melalui
tindakan rasional seperti hemat, hidup sederhana, menabung
Bellah 1992, Terdapat hubungan Nilai-nilai moral agama Tokugawa
dengan perkembangan ekonomi di Jepang melalui gerakan Hotoku dan Singoku
Geertz 1983 Nilai -nilai etika religius Islam yang menghasilkan
segolongan kaum enterpreneurs dari kalangan santri di Mojokuto karena adanya etika ekonomi hemat, ulet dan
taat serta struktur kelembagaan perdagangan yang mendukung.
Peterson Predenburg 2009
Terdapat hubungan antara etika moral dengan rasionalitas ekonomi melalui jaringan CSR
Collins 1997 Adanya hubungan Motivasi agama menjadi
perkembangan kapitalisme seperti di Eropa dan Jepang Kato 2014
Nilai-nilai agama yang mendorong seseorang menjadi businessman melalui jaringan MLM
Mujiburrahman 2009 Tidak ada hubungan antara identitas agama dan
ekonomi etnisitas Malik 2010
Adanya transformasi nilai-nilai agama Islam mendorong terjadinya rasionalitas ekonomi pada pengusaha Gu-
Lakudo
Lenggono 2011 nilai dasar “bekerja adalah ibadah ” yang bersumber dari
ajaran agama Islam memunculkan golongan pengusaha lokal Ponggawa di Delta Mahakam melalui hubungan
patron-klien dan jaringan berlapis serta absennya negara
Ahmad dan Kadir 2013
Nilai -nilai Islam berpengaruh terhadap kesuksesan pengusaha di Kelantan dan Selangor, Malaysia
Sumber: Data lapangan diolah, 2014
2. Hasil studi tentang Keterlekatan Embeddedness Tindakan Ekonomi dengan
Nilai Budaya
Hasil studi lain yang berkaitan dengan sosiologi ekonomi pedesaan khususnya terkait dengan keterlekatan tindakan ekonomi aktor diantaranya Fadjar 2008 tentang
keterlekatan yang kuat pelilaku petani terhadap nilai moral tradisional, Iskandar 2012 tentang ketidaklekatan disembeddedness; dan Syukur 2013 berkaitan dengan social
embeddedness antara tindakan ekonomi penenun dengan adat budaya masyarakat Wajo dan Zusmelia 2007 tentang keterlekatan tindakan ekonomi pedagang kayu manis
dengan kekerbatan masyarakat Nagari, D’Magio dan Louch 1998 tentang keterlekatan dalam jaringan pertemanan dalam jual beli yang beresiko tinggi dan Kafi, et al. 2012
terkait dengan keterlekatan relasional pondok pesantren dengan santrinya.
Pengaruh kapitalisme terhadap perkembangan moda produksi komunitas petani kakao di Sulawesi Tengah dan Nangroe Aceh Darussalam NAD yang digambarkan oleh
Fadjar 2009 semakin menguat. Hal ini terlihat dengan adanya perubahan moda produksi dari ladang berpindah padi Ladang menjadi moda produksi pertanian menetap kakao
untuk komoditas perdagangan. Perubahan moda produksi itu semakin menguat dengan digunakannya teknologi intensif. Dalam perubahan ini, elemen-elemen moda produksi
kapitalis masuk merembes terhadap moda produksi non kapitalis namun tidak sampai menghilangkan elemen-elemen non kapitalis petani sawah. Jadi kedua moda produksi
tersebut bekerja secara bersamaan dalam komunitas petani tersebut dan tidak membuat mereka terbelah ataupun terpisah menjadi beberapa kelompok, sehingga peneliti
menyebut tipe ekonomi
tersebut dengan nama ‘amphibian”. Fadjar menunjukkan bahwa perubahan sistem perladangan berpindah menjadi
pertanian menetap mempengaruhi struktur agraria yang asalnya dari penguasaan kolektif menjadi penguasaan perorangan dengan bukti tertulis status formal. Meski demikian
masih kuatnya hubungan sosial produksi yang berpijak pada ikatan moral tradisional terutama ikatan kekerabatan, pola pewarisan, dan solidaritas lokal untuk menjaga
kebutuhan minimum warga se-komunitas turut mendorong petani untuk menerapkan
pola “penguasaan sementara” atas sumberdaya agraria, terutama melalui pola bagi hasil pada usahatani padi sawah dan kakao.
Studi Iskandar 2012 tentang tindakan kerja masyarakat Pidie yang dikaitkan dengan pemahaman agama, adat tradisi dan sejarah lokal menggambarkan bagaimana
masyarakat Pidie yang berlatar belakang agama Islam, tindakan kerjanya tidak mencerminkan manifestasi dari nilai-nilai agama yang dianutnya. Hal ini menunjukkan
gejala ketidaklekatan disembeddedness nilai-nilai agama, dan nilai-nilai adat pada tindakan kerja masyarakat Pidie. Agama hanya berfungsi pada tataran dimensi ritualitas
ibadah. Begitu juga dengan nilai-nilai adat hanya sebatas mengharmonisasikan kegiatan ekonomi antar aktor dalam bermasyarakat. Sedangkan tradisi bekerja untuk
menghidupi keluarga dengan mengolah sawah, ladang dan laut yang menjadi ciri masyarakat tradisional agraris Pidie memiliki pola hidup sederhana subsisten, dan tidak
kompetitip kolektif . Ciri masyarakat komunal seperti ini menyebabkan individu kurang kreatif dan inovatif dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Berbeda dengan masyarakat
kebanyakan di Pidie, aktor yang memiliki keluasan pergaulan dan pengetahuan, maka semangat kewirausahaannya yang telah teruji karena pengalaman akan menentukan
pendapatan yang sangat jauh berbeda.
Menurut Iskandar 2012, ketidakberfungsian social disfunctionality agama dan adat disebabkan agama dan adat merupakan faham latent dan umumnya mampu
termanifestasi dalam wujud tindakan konkrit melalui agensi. Secara empirik menunjukkan pemuka agama maupun pemuka adat sebagai agen yang sedang mengalami
krisis kepercayaan dari masyarakat.
Berbeda dengan Iskandar, hasil studi M Syukur 2013 menunjukkan bahwa tindakan ekonomi masyarakat Bugis-Wajo yang berprofesi sebagai penenun terlekat
social embeddedness dengan nilai- nilai adat budaya masyarakat Wajo. Orientasi tindakan ekonomi di kalangan penenun “Gedogan” melekat embedded
pada pemahaman budaya dan agama yang mereka anut yang menganggap kerja dan rizki lebih ditentukan oleh Tuhan daripada usaha manusia. Menurut mereka kerja dan rizki
tidak merujuk pada kerja rasional dan sistematis undersocialized akan tetapi merujuk pada ‘rido Tuhan’ yang abstrak dan misterius. Kalangan penenun ‘ATBM’ memandang
kerja untuk mendapatkan rizki merupakan tuntutan budaya dan agama. Bagi mereka rizki sudah ditentukan oleh Tuhan, tetapi harus tetap dicari karena masih misterius. Setelah
berusaha maksimal baru pasrah terhadap apa hasil yang didapatkan.
Temuan Iskandar 2012 mengenai disembeddedness antara tindakan kerja masayarakat Pidie dengan nilai-nilai agama dan budaya yang menyebabkan para
enterpreneur di daerahnya tidak dapat berkembang, kecuali bila pengusaha ini keluar atau berada di luar daerahnya. Sementara itu temuan M Syukur 2013 tentang keterlekatan
tindakan ekonomi penenun Bugis Wajo pada nilai-nilai budaya setempat sedemikian rupa, sehingga terjadi mix rationality antara rasionalitas formal dan rasionalitas moral
ekonomi. Dalam temuannya juga dibedakan antara penenun Gedogan alat tradisional, ATBM dan pengusaha tenun, yang memiliki rasionalitas dan keterlekatan terhadap nilai-
nilai budaya lokal berbeda-beda pula. Sedangkan dalam industri bordir Tasikmalaya, alat yang digunakan sudah menggunakan mesin meskipun ada yang masih manual dengan
menggerakkan kaki dan tangan, mesin semi otomatis, dan mesin komputer yang serba otomatis.
Studi
Zuzmelia 2007 menunjukkan adanya keterlakatan tindakan ekonomi yang terjadi pada kegiatan perdagangan kayu manis di pasar Nagari. Menurut Zuzmelia bahwa
perdagangan kayu manis di pasar nagari melekat embedded dalam sistem kekerabatan di tengah masyarakat nagari karena pada umumnya pedagang kayu manis adalah
kelompok elite nagari. Petani kayu manis sangat dirugikan, tetapi tetap melakukan budidaya tanaman kayu manis karena terkait dengan strategi bertahan ekonomi
rumahtangga pada saat sulit livelihood strategies dan konstruksi sosial atas tanaman kayu manis sebagai tanaman sosial budaya, seperti adat tambilang besi, tanaman prestise
dan style masyarakat nagari dalam berinteraksi di pasar nagari terutama untuk pertukaran sosial, tanaman tabungan untuk membiayai kegiatan-kegiatan sosial budaya yang besar.
Dliyauddin Kafi, Sanggar Kanto, dan A. Imron Rozuli, 2012 melakukan penelitian tentang keterlekatan santri pondok pesantren Sunan Drajat Lamongan, yang
merangkap menjadi karyawan di unit usaha AIDRAT. Hasil penelitian menunjukkan tindakan ekonomi santri karyawan tersebut sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai agama
yang berupa kearifan lokal dari Sunan Drajat mengenai 4 prinsip wenehono. Ajaran tersebut dikondisikan secara sosial dalam hubungan yang berlangsung antara
pondok pesantren dengan santri karyawan. Ajaran wenehono mampu mempengaruhi dalam pendefinisian motif-motif yang dimiliki oleh santri karyawan. Adapun motif-motif
yang dimiliki, di antaranya yaitu, motif sosial untuk membantu pembangunan pondok pesantren, motif agama tindakan bekerja yang ditujukan untuk mebantu orang lain
adalah tindakan yang bernilai ibadah, dan motif ekonomi orientasi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup santri karyawan didalam Pondok Pesantren Sunan Drajat.
Tindakan bekerja santri karyawan yang dikondisikan secara sosial menciptakan relasi sosial antara pondok pesantren dengan santri karyawan dalam hubungan personal
dan melekat dalam institusi unit usaha AIDRAT, sehingga dari tindakan bekerja yang berkelanjutan menciptakan keterlekatan relasional yang dihasilkan dari kondisi sosial,
budaya dan agama yang berlangsung. Dengan demikian, dari keterlekatan relasional antara pondok pesantren dengan santri karyawan terbentuklah motivasisemangat bekerja
dengan tujuan untuk mencapai motif-motif yang dimiliki oleh para aktor.
Penelitian Dimaggio Louch 1998, menunjukkan, khususnya dalam kasus jual beli yang sifatnya beresiko tinggi ataupun ketidakpastian keberlanjutannya, transaksi jual
beli lebih senang menggunakan perantara jaringan sosial social network berdasarkan pertemanan yang aktornya tersebut tidak berkaitan dengan kegiatan ekonomi tersebut.
Hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan studi keterlekatan nilai agama atau nilai budaya dalam tindakan ekonomi dapat dilihat dalam tabel berikut.
Tabel 2. Hasil Studi Penelitian Terdahulu tentang Keterlekatan tindakan Ekonomi
terhadap Nilai Budaya Peneliti
Hasil Penelitian Fajar 2008
Keterlekatan yang kuat tindakan ekonomi petani pada ikatan moral tradisonal budaya tradisional
Syukur 2013 Keterlekatan Nilai Budaya Bugis dalam Tindakan
Ekonomi Penenun Wajo Kafi 2012
Keterlekatan relasional antara pondok pesantren ajaran Wenehono dengan santri karyawan yang
membentuk motivasisemangat bekerja dengan tujuan mencapai motif-motif yang dimiliki oleh para aktor
D ’Magio Louch 1998 Keterlekatan dalam jaringan sosial pertemanan dalam
kasus jual beli yang beresiko tinggi Iskandar 2012
Tidak adanya keterlekatan disembeddedness antara tindakan kerja masayarakat Pidie dengan nilai-nilai
agama dan budaya yang menyebabkan para enterpreneur di daerahnya tidak dapat berkembang
Zusmelia 2007 Adanya keterlekatan tindakan ekonomi yang terjadi
pada kegiatan perdagangan kayu manis di pasar nagari dalam sistem kekerabatan di tengah masyarakat nagari
kelompok elite nagari sehingga tetap persisten
Sumber: Data lapangan diolah, 2014
3. Hasil studi tentang Isomorphisme dan Kelembagaan Baru New