METODOLOGI Ketahanan Industri Bordir Di Tasikmalaya Studi Etika Moral Ekonomi Islami Pada Komunitas Tatar Sunda

III. METODOLOGI

Paradigma Penelitian Metodologi dan teori sosiologi, sebagaimana dikemukakan Parsons 1968, ada dua tradisi, yaitu, tradisi positivistik Durkhemian dan idealistik Weberian 12 . Paradigma yang dipilih dalam penelitian ini adalah idealistik. Konsekwensinya adalah harus menambahkan unsur idea dalam analisis penelitian ini, karena dalam paradigma idealistik, tingkah laku aktor ditentukan oleh idea dalam dirinya. Dalam konteks sosiologi Weberian, idea dari tindakan sosial disebut sistem makna meaning system, yang dilakukan dalam tingkah laku individu aktor disebut sistem makna subjektif subjective meaning system. Dalam paradigma idealistik ada beberapa derivasi konsep metodologi, yaitu, interpretif, subjektif, dan konstruktivis. Hal ini tergantung atau sesuai perspektif yang diambilnya. Menurut Ritzer 1985 paradigma adalah pandangan yang mendasar dari ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan yang mestinya dipelajari oleh suatu cabang ilmu pengetahuan. Paradigma dapat diartikan sebagai, a a set of assumption, dan b beliefs concerning yaitu asumsi yang “dianggap” benar. Karenanya paradigma membawa implikasi pada pilihan metodologi dan teori yang akan diambil dalam sebuah penelitian. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, khususnya dalam kerangka sosiologi Weber. Dengan paradigma konstruktivis peneliti dapat memotret realitas sosial, tidak hanya realitas objektif yang berada di luar diri orang yang diteliti tineliti, tetapi juga realitas subjektif yang berada di dalam diri orang yang diteliti tineliti yang menyangkut kehendak dan kesadarannya Hardiman, 2003. Karena diantara kedua realitas ini memiliki hubungan timbal-balik yang saling mempengaruhi. Selanjutnya realitas yang ditemukan dalam bentuk objektif, berupa data-data, harus dicari penjelasannya, kaitan sebab akibatnya, sehingga ada harapan peneliti dapat menembus gejala dan menemukan realitas subjektif. Untuk mencapai tahapan tersebut peneliti harus; Pertama, berjumpa dengan pribadi tineliti, bertanya dan mendapatkan jawaban. Kedua, dengan sungguh-sungguh mau memahami verstehen realitas tersebut. Bagi Weber verstehen interpretative understanding adalah upaya atau pendekatan untuk memahami makna perilaku sosial social behavior, tidak hanya sekedar mencari hubungan sebab-akibat semata dari sebuah realitas sosial Turner, 2005. Jika kedua langkah tersebut dilakukan, barulah seora ng peneliti dinamakan “mempersoalkan realitas” atau mempersoalkan kewajaran. Dengan demikian untuk melihat realitas, peneliti meneropongnya dari „luar‟ dan dari „dalam‟ peneliti perlu mengambil bagian di dalam realitas tersebut. Artinya disini peneliti ikut berbagi harapan, perasaan, perjuangan, cita-cita, kekecewaan dan seterusnya. Meneropong dari „luar‟ merupakan sebuah refleksi tahap awal, untuk mendapatkan perbandingan, mencari kaitansebab-akibat, menelusuri sejarahnya dan sebagainya. Dengan demikian peneliti akan menemukan struktur yang membuat individu atau masyarakat seperti itu. Dari sini akan didapat sebuah analisis empiris tentang realitas. 12 Dalam paradigma idealistik digunakan perspektif verstehen memahami , sehingga analisis penelitiannya bersifat interpretative, dan disebut interpretative understanding Ritzer, 2002: 38, Johnson, 1994: 214. Barulah kemudian dilakukan upaya meneropong dari „dalam‟ untuk menemukan kompleksitas perasaan, keinginan, pikiran-pikiran yang berkaitan dengan persoalan yang kita sorot. Inilah yang dinamakan memahami dari „dalam‟, menyelami realitas bathin. Peneliti akan menemukan bahwa suatu masalah bukan hanya soal material yang objektif, melainkan juga menembus penghayatan bathin dan kesadaran individu yang bersangkutan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif melalui metode studi kasus. Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pengamatan berperan serta participant-observation, dan wawancara mendalam secara langsung pada tineliti – studi riwayat hidup dan studi dokumentasi. Dengan menekankan pada atribut-atribut elit ekonomi lokal pengusaha bordir yang diasumsikan sebagai motor penggerak beroperasinya ekonomi lokal, peneliti tidak bermaksud untuk mengabaikan hubungan warga lokal biasa dalam proses pertumbuhan ekonomi lokal. Waktu, Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat selama lebih dari satu tahun, mulai bulan September 2014 sampai Desember 2015. Di daerah ini pengrajin bordir sampai pada tahun 2014 bejumlah 1371 orang dengan nilai produksi sebesar Rp. 895.008.263.000 pertahun Dins perindag dan UMKM kota Tasikmalaya, 2014. Sentra produksi bordir di Kota Tasikmalaya ini berada di Kecamatan Kawalu sedangkan penyebarannya hampir terdapat di seluruh kecamatan di wilayah Kota Tasikmalaya ini, yaitu di Kecamatan Tawang, Indihiang, Cipedes, Cihideung, Bungursari, Mangkubumi, Tamansari, Cibeureum, dan Kecamatan Purbaratu. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa di wilayah tersebut kegiatan usaha bordir dilaksanakan oleh sekelompok masyarakat dan kegiatan ini sudah berlangsung sejak lama. Alasan lain yang mendasari dipilihnya lokasi tersebut adalah karena di wilayah ini dikenal sebagai daerah sentra produksi bordir di Provinsi Jawa Barat bahkan kota Tasikmalaya mendapat julukan sebagai kota bordir. Sedangkan dipilihnya Kecamatan Kawalu sebagai lokasi penelitian disebabkan karena daerah ini merupakan embrio munculnya industri kerajinan bordir selain juga sebagai pusat pengembangan kerajinan bordir di Tasikmalaya. Sasaran penelitian tineliti yaitu masyarakat yang terlibat dalam kegiatan usaha bordir yang berdomisili di lokasi penelitian pada saat penelitian ini dilaksanakan yang terdiri dari pengrajinpengusaha bordir dengan menggunakan mesin kejek, pengusaha dengan mesin juki, serta pengusaha bordir dengan sistem komputer atau mengunakan ketiga mesin tersebut. Selain itu peneliti akan mewawancarai informan tokoh masyarakat ulama, tokoh adat, dan aparat pemerintah. Penentuan tineliti berdasarkan informasi awal tentang pengrajin atau pengusaha bordir yang menggunakan mesin kejek, mesin juki, dan mesin komputer. Informasi ini didapatkan peneliti dari aparat desa, aparat kecamatan, pejabat dinas perindutrian dan perdagangan dan UMKM kota Tasikmalaya, tokoh masyarakat serta ketua dan sekretaris GAPEBTA. Penggunaan metode snowbowling, juga membantu dalam menentukan pengusaha lainnya yang menjadi tineliti. Penentuan tineliti dan informan ditetapkan secara purposive sengaja, dimana setiap responden akan dipilih sesuai tujuan penelitian dan pemahaman subjek terkait masalah yang akan diteliti. Jumlah tineliti dalam penelitian ini sebanyak 24 orang, sedangkan yang dianalisis sebanyak 16 orang pengusaha yang terdiri lima orang pengusaha mikro, enam orang pengusaha kecil dan lima orang pengusaha menengah. Tineliti dalam penelitian ini adalah pengusaha bordir yaitu perseorangan atau persekutuan yang memiliki usaha di bidang bordir dan usaha penopangnya yang memiliki tenaga kerja minimal satu orang yang dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu a. Berdasarkan Skala Usaha yaitu Pengusaha berdasarkan pada UU UMKM no. 20 tahun 2008 yang dibedakan menjadi: Pengusaha Skala Usaha Mikro 300juta; Pengusaha Skala Kecil nilai produksinya 300juta - 2,5 milyar dan pengusaha Skala Menengah dengan nilai produksinya 2,5 milyar – 50 milyar b. Pengusaha dengan jaringan perdagangan yaitu jaringan lokalregional dan jaringan internasionalglobal c. Pengusaha yang pemasarannya lokal wilayah sekitar Tasikmalaya dengan NasionalGlobalKota Tanah Abang, Thamrin City d. Pengusaha dengan waktulama usaha; Pengusaha yang lebih dari 15 - 25 tahun cukup bertahan; Pengusaha 26 – 40 tahun bertahan dan pengusaha lebih dari 40 tahun lanjut Gambaran mengenai rincian jumlah responden dan informan dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 5 Tabel 5 Jumlah Tineliti dan Informan No Kategori Informasi Jumlah 1. Pengusaha bordir skala mikro Tindakan ekonomi 8 orang 2. Pengusaha bordir skala kecil Tindakan ekonomi 8 orang 3. Pengusaha bordir skala menengah Tindakan ekonomi 8 orang 4. Pekerja buruh bordir Perlakuan pengusaha 3 orang 5. Aparat pemerintah SekCam Kawalu, Kepala Bidang UMKM Dinas Perindustrian Tasikmalaya, dan SekKel Tanjung Data tentang Pengusaha dan pekerja dan Peran pemerintah 4 orang 6. Tokoh Budaya Sunda dan Tokoh Agama Nilai-nilai Islam dan Budaya Sunda 4 orang 7. Ketua dan Sekretaris GAPEBTA Peran GAPEBTA Dan Pemerintah 2 orang 8. Pemakloon Cengkaw Perlakuan Pengusaha 2 orang 9. Pedagang kain dan benang Relasi sosial dengan pengusaha 2 orang Jumlah 41 orang Sumber: Data lapangan diolah, 2014 Teknik Pengumpulan Data Data berdasarkan sumbernya terbagi menjadi dua macam yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sejumlah tineliti dan informan di lapangan, sedangkan data sekunder diperoleh dari dokumen sejumlah instansi terkait instansi pemerintah, lembaga adat, lembaga pendidikan dan sejumlah tokoh masyarakat, peneliti, yang berkaitan dengan informasi bordir yang dilakukan oleh masyarakat Tasikmalaya. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara dan observasi partisipasif. Wawancara mendalam dijadikan sebagai bentuk wawancara utama, dan sebagian besar dilakukan dengan menggunakan bahasa Sunda. Hal ini dilakukan agar informan dapat bercerita dengan bahasanya sendiri secara lebih leluasa untuk dapat mengungkap apa yang mereka ketahui, pikirkan dan rasakan sehingga validitas data lebih terjamin. Selain wawancara mendalam in depth interview, peneliti juga melakukan wawancara bebas dan spontan the informal interview. Wawancara ini terkesan seperti ngobrol biasa, sehingga responden sering tidak menyadari bahwa ia sedang diwawancarai. Meskipun demikian, peneliti berusaha mengarahkan pembicaraan ke topik penelitian. Teknik ini diharapkan respondeninforman dapat memberikan informasi apaadanya tanpa dibuat-dibuat. Selain teknik wawancara, penelitian ini juga menggunakan teknik observasi. Teknik observasi ini adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, serta mencari bukti terhadap fenomena selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi dengan mencatat, merekam, memotret fenomena tersebut. Metode ini digunakan terutama dalam rangka mengamati dinamika yang terjadi dalam komunitas subjek penelitian. Observasi yang dilakukan peneliti adalah pengamatan berperanserta yaitu pengamatan yang dilakukan sambil ikut terlibat dalam kehidupan sosial tineliti. Peneliti ikut terlibat dalam kehidupan sehari-hari mereka, melihat apa yang mereka kerjakan, kapan, dimana, dengan siapa, dan dalam keadaan apa, serta menanyakan mengenai makna tindakan mereka. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam disertasi ini berdasarkan paradigma konstruktivis sosiologi Weberian, dengan menggunakan perspektif teori sosiologi embeddedness Granovetter. Adapun data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif, yaitu, berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Data hasil wawancara dan observasi ditulis dalam bentuk catatan lapangan yang terinci, dan data dari catatan lapangan inilah yang dianalisis secara kualitatif. Analisis data dimulai sejak pengumpulan data sampai penarikan kesimpulan. Terdapat beberapa tahap dalam melakukan analisis data kualitatif. Tahap pertama adalah proses koding data kasar dari catatan lapangan. Proses koding data dilakukan bertahap selama dan sesudah pengumpulan data sampai laporan tersusun. Koding data dibuat berdasarkan perspektif teori sosiologi embeddedness Granovetter, yang mengasumsikan ada keterlekatan nilai etika moral dan keterlekatan jaringan dalam tindakan sosiologi ekonomi. Oleh karena itu, koding data lapangan berfokus pada identifikasi unsur-unsur tindakan ekonomi yang dilakukan oleh pengusaha bordir, nilai- nilai etika moral yang dimiliki dan dianut oleh pengusaha bordir, dan struktur jaringan pengusaha bordir di Tasikmalaya. Sehingga, koding data lapangan tersebut diklasifikasi berdasarkan unsur-unsur teori embeddedness Granovetter. Analisis klasifikasi tahap ini merupakan analisis klasifikasi tahap pertama. Tahap analisis selanjutnya adalah mengkonstruk data di atas melalui analisis hubungan antara nilai-nilai etika moral dalam tindakan ekonomi dengan aktor-aktor pengusaha, sehingga menghasilkan klasifikasi tipologi pengusaha bordir Tasikmalaya. Analisis tipologi ini merupakan proses analisis klasifikasi induksi tahap kedua. Tahap analisis terakhir adalah analisis induksi abstrkasi, yaitu mengkonstruk penarikan kesimpulan dari proses analisis sebelumnya, yang merupakan proses teoritisasi dari temuan lapangan. Strategi Validasi Data Dalam upaya menvalidasi data peneliti menggunakan empat strategi validasi data yang biasa digunakan, yaitu: 1. Triangulasi sumber data, melibatkan informan yang berbeda dengan pekerjaan yang berbeda satu sama lain. 2. Peneliti mengklarifikasi sejak awal tentang posisi dan peran peneliti sebagai bagian dari masyarakat Tasikmalaya yang pernah bertempat tinggal dan dibesarkan di kawasan tersebut. 3. Mengumpanbalikkan data, analisis, penafsiran serta kesimpulan kepada beberapa informan kunci. 4. Mendiskusikan dan mengonfirmasi hasil analisis dan kesimpulan penelitian kepada tiga orang ahli di bidang agama dan kesundaan. 5. Menggambarkan berbagai proses dan setting yang terkait subjek penelitian sehingga memungkinkan pembaca sejauh mana penelitian ini dapat digeneralisasikan.

IV. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN INDUSTRI BORDIR DI TASIKMALAYA