ke lapisan termoklin. Parson et al. 1984 yang diacu dalam Syahdan 2005 menyatakan bahwa distribusi vertikal klorofil-a di laut pada umumnya berbeda
menurut waktu, dimana suatu saat ditemukan maksimum di dekat permukaan, namun di lain waktu mungkin lebih terkosentrasi di bagian bawah eufotik. Hal ini
didukung oleh kenyataan yang didapatkan oleh Setiapermana et al 1992 di Lautan Hindia bagian timur dan Arinardi 1995 di Teluk Jakarta yang
menunjukkan adanya perbedaan distribusi klorofil-a pada musim yang berbeda. Dari pengamatan sebaran klorofil-a di perairan Utara Nanggroe Aceh
Darussalam diperoleh bahwa rata-rata konsentrasi klorofil-a tertinggi dijumpai pada musim muson timur barat tahun 2006 dan muson barat-timur tahun 2007,
sedangkan rata-rata konsentrasi klorofil-a terendah dijumpai pada musim muson barat-timur tahun 2006 dan muson timur barat tahun 2007 Tabel 4.
Rata-rata konsentrasi klorofil-a di perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam berdasarkan musim tahun 2006 dan 2007 adalah pada musim barat
0,29 mgm
3
dan 0,37 mgm
3
, musim barat-timur 0,25 mgm
3
dan 0,41 mgm
3
, musim timur 0,27 mgm
3
dan 0,36 mgm
3
dan musim timur barat 0,32 mgm
3
dan 0,26 mgm
3
Tabel 4. Gabric dan Parslow 1989 yang diacu dalam Syahdan 2005
mengemukakan bahwa laju produktifitas primer di lingkungan ditentukan oleh faktor fisik. Faktor fisik utama yang mengontrol produksi fitoplankton di perairan
eutropik adalah percampuran vertikal, penetrasi cahaya di dalam kolom air dan
laju tenggelam sel fitoplankton. Percampuran vertikal massa air sangat berperan dalam menyuburkan kolom perairan yaitu dengan mengangkat nutrien dari
lapisan dalam ke lapisan permukaan. Dengan meningkatnya nutrien pada lapisan permukaan dan dibantu dengan penetrasi cahaya matahari yang cukup
di dalam kolom perairan dapat meningkatkan laju produktifitas primer melalui aktifitas fotosintesis fitoplankton.
5.3 Variabilitas CPUE Ikan Cakalang dan Tongkol
Rata-rata CPUE ikan cakalang dan tongkol mingguan selama 2 tahun 2006-2007 untuk perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam sangat fluktuasi
Gambar 19 dan Lampiran 3. CPUE yang berfluktuasi ini dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah perbedaan upaya penangkapan yang
dilakukan, keadaan cuaca yang berbeda setiap bulannya, ada tidaknya sumber makanan, faktor oseanografi yang mempengaruhi kehidupan ikan cakalang dan
tongkol, serta keberadaan ikan cakalang dan tongkol pada daerah penangkapan
dan lain-lain. CPUE cakalang dan tongkol tertinggi dan terendah telah di jelaskan pada sub-bab sebelumnya pada hasil penelitian.
Rata-rata CPUE ikan cakalang dan tongkol terbesar musiman selama 2 tahun 2006-2007, untuk cakalang terjadi pada musim timur Juni–Agustus
tahun 2006 sebesar 5.804 kgtrip dan musim timur tahun 2007 sebesar 4.648 kgtrip dan terendah terjadi pada musim barat tahun 2006 sebesar 3.024 kgtrip
dan musim barat tahun 2007 sebesar 3.792 kgtrip Tabel 5. CPUE ikan tongkol terbesar terjadi pada musim peralihan barat-timur tahun 2006 sebesar 5.531
kgtrip dan musim peralihan barat-timur tahun 2007 sebesar 6.078 kgtrip. Sedangkan CPUE ikan tongkol terendah terdapat pada musim timur tahun 2006
sebesar 4.530 kgtrip dan 4.361 kgtrip tahun 2007 Tabel 6. Tingginya CPUE ikan cakalang pada musim timur dan ikan dipengaruhi
oleh kondisi cuaca yang kondusif, sehingga tidak mengganggu aktifitas penangkapan ikan. Rendahnya CPUE cakalang pada musim barat dan
disebabkan oleh keadaan yang tidak kondusif, sehingga nelayan yang melakukan operasi penangkapan menjadi berkurang. Tingginya CPUE ikan
tongkol pada saat musim barat-timur diduga karena pada musim peralihan barat- timur terdapat curah hujan yang cukup tinggi sehingga kaya akan nutrien yang
keluar dari Sungai Krueng Aceh yang mengakibatkan ikan tongkol akan membentuk schooling untuk mencari makanan. Sesuai dengan pendapat Halim
2005 menyatakan bahwa ikan cakalang lebih banyak tertangkap pada musim timur dibandingkan dengan musim barat. Tingginya hasil tangkapan pada musim
timur disebabkan nelayan lebih banyak turun kelaut karena kondisi cuaca yang kondusif.
5.4 Hubungan SPL dan Klorofil-a terhadap CPUE Ikan Cakalang dan Tongkol di Perairan Utara Nanggroe Aceh Darussalam
SPL dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengetahui keberadaan suatu spesies ikan pada suatu perairan. Setiap spesies ikan
mempunyai toleransi nilai suhu tertentu yang disenangi untuk melangsungkan hidupnya sehingga mempengaruhi keberadaan dan penyebaran ikan di perairan.
Untuk melihat keterkaitan atau hubungan antara SPL dengan keberadaan ikan cakalang dan tongkol, maka data CPUE cakalang dan tongkol di perairan Utara
Nanggroe Aceh Darussalam dioverlay dengan data SPL pada posisi dan waktu yang bersamaan.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa fluktuasi SPL tidak begitu signifikan
dalam menentukan banyak atau tidaknya hasil tangkapan. Hal ini dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya SPL dengan kelimpahan dan distribusi ikan
tidak mutlak sebagai suatu hubungan linear, akan tetapi setiap ikan mempunyai batas toleransi atau kondisi optimun tehadap lingkungan yang ditempatinya.
Laevastu dan Hayes 1981 menyatakan bahwa perubahan suhu perairan menjadi di bawah suhu normalsuhu optimun menyebabkan penurunan aktifitas
gerakan dan aktifitas makan serta menghambat berlangsungnya proses pemijahan. Ikan tongkol tergolong epipelagik dengan kisaran suhu yang
disenangi antara 18,00-29,00
o
C FAO, 1983. Kondisi ini menunjukkan bahwa ikan tongkol masih dapat mentolelir suhu hingga sekitar 31,00ºC. Umumnya
tongkol menyenangi perairan panas dan terdapat di lapisan permukaan. Blackburn 1965 mengemukakan bahwa tongkol mempunyai daerah
penyebaran yang luas. Pada umumnya ikan tongkol menyenangi perairan panas dan hidup di lapisan permukaan sampai kedalaman 40 meter dengan kisaran
suhu optimum antara 20,00-28,00ºC Williamson diacu dalam Burhanuddin et al, 1984
. Selanjutnya hubungan konsentrasi klorofil-a dengan CPUE ikan cakalang
dan tongkol terlihat bahwa meningkatnya konsentrasi klorofil-a terdapat hasil tangkapan yang meningkat, begitu juga sebaliknya penurunan konsentrasi
klorofil-a terdapat hasil tangkapan ikan yang menurun. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi klorofil-a di perairan memberikan pengaruh
signifikan terhadap peningkatan hasil tangkapan ikan cakalang dan tongkol secara tidak langsung. Hal ini tentunya berkaitan erat dengan tingkat kesuburan
perairan yang sangat menunjang proses kehidupan di perairan. Hasil estimasi data citra SPL selama penelitian di perairan Utara Nanggroe
Aceh Darussalam berkisar antara 27,00–30,10
o
C. Kebanyakan upaya penangkapan purse seine dilakukan pada kisaran SPL berkisar antara 28,00–
30,00
o
C. Dari upaya penangkapan yang dilakukan oleh nelayan purse seine terlihat bahwa CPUE cakalang tertinggi terjadi pada kisaran SPL rata-rata
sebesar 28,94
o
C dan terendah pada kisaran rata-rata SPL 27,35
o
C, sedangkan CPUE
tongkol tertinggi terjadi pada kisaran SPL rata-rata sebesar 29,46
o
C dan terendah pada kisaran SPL 28,15
o
C
.
Berdasarkan hasil estimasi data citra klorofil-a selama penelitian didapatkan nilai konsentrasi klorofil-a berkisar antara 0,26–0,33 mgm
3
. kebanyakan upaya penangkapan dilakukan pada kisaran konsentrasi klorofil-a
berkisar antara 0,29–0,31 mgm
3
. Dari upaya penangkapan ikan cakalang dan tongkol yang dilakukan terlihat bahwa CPUE cakalang tertinggi berada pada
kisaran rata-rata konsentrasi klorofil-a sebesar 0,31 mgm
3
dan terendah pada kisaran konsentrasi klorofil-a 0,27 mgm
3
. Sedangkan CPUE tongkol tertinggi berada pada kisaran konsentrasi klorofil-a 0,31 mgm
3
dan terendah pada kisaran konsentrasi klorofil-a 0,26 mgm
3
. Hal ini berarti bahwa variabel SPL dan klorofil-a memegang peran penting dalam memprediksi hasil tangkapan ikan
cakalang dan tongkol. Berdasarkan uraian diatas bahwa peningkatan klorofil-a terdapat hasil
tangkapan yang meningkat. Menurut Nontji 2002 bahwa perairan yang produktivitas primer fitoplankton tinggi akan mempunyai sumberdaya hayati yang
besar pula. Dalam rantai makanan, fitoplankton primary producer akan dimakan oleh hewan herbivora secondary producer yang kemudian dimangsa
oleh hewan karnivora ikan kecil yang selanjutnya dimangsa oleh karnivora lebih besar. Demikian seterusnya rentetan hewan karnivora memangsa karnivora lain
hingga produsen tingkat keempat, kelima dan seterusnya. Jelaslah bahwa fitoplankton, sebagai produsen primer, merupakan pangkal rantai makanan dan
merupakan fondamen yang mendukung kehidupan biota laut lainnya. Sehingga peningkatan klorofil-a yang merupakan kandungan pigmen dari fitoplankton,
terdapat hasil tangkapan yang meningkat. Hubungan SPL dan klorofil-a dengan CPUE ikan cakalang dan tongkol
sangat bervariasi menurut musim dan lokasi penangkapan, karena setiap peningkatan atau penurunan SPL dan klorofil-a sangat mempengaruhi terhadap
CPUE ikan cakalang dan tongkol. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara CPUE dengan faktor oseanografi yaitu SPL dan klorofil-a. Ini artinya dengan kedua faktor oseanografi tersebut, pada tingkat akurasi
tertentu hasil tangkapan ikan cakalang dan tongkol dapat diprediksi dengan persamaan diatas.
5.5 Pemetaan Daerah Penangkapan Ikan Potensial